Original
Network : Tencent Video iQiyi Youku iQiyi
“Kamu pintar sekali ya,” puji Qiao Man, kagum.
“Tentu saja.”
“Cukup, cukup, saya saja, saya saja,” kata Qiao Man, mengikat
sendiri sepatu nya. Dan He Ping pun membiarkannya serta duduk disamping nya
sambil menatapnya.
Lin He
Ping : “Yang paling tidak bisa dikendalikan oleh manusia itu adalah ingatan. Melihat
tingkah laku Qiao Man dan Nan Sheng yang begitu mirip, membuatku mengingat Nan
Sheng lagi. Itu adalah suatu malam, tidak lama setelah orang tua Nan Sheng
meninggal dunia, kami pulang setelah membakar uang kertas.”
Lin He
Ping : “Di perjalanan pulang ke rumah… Malam itu sangat dingin, malam sangat
panjang. Nan Sheng, dia tidak mengatakan apa pun di sepanjang perjalanan. Dia
tahu, dia sebatang kara.”
Ketika berjalan, Nan Sheng tiba- tiba berhenti. Dan dengan
perhatian, He Ping bertanya, ada apa. Dan dengan lemah, Nan Sheng menjawab
bahwa dia lapar. Mendengar itu, He Ping tersenyum, kemudian saat dia melihat
tali sepatu Nan Sheng yang sebelah terlepas. Jadi diapun berjongkok didepan Nan
Sheng dan membantunya mengikat itu.
“Udaranya begitu dingin. Saya dari awal sudah bilang kamu tidak
usah datang. Kamu bersikeras mau datang. Bukankah saya saja yang pergi bakar
uang kertas sudah cukup?” tanya He Ping. Kemudian dia selesai mengikat tali
sepatu Nan Sheng dan berdiri.
“Tidak bisa,” balas Nan Sheng dengan sedih. “Itu ayahku. Saya
harus pergi. Kalau bukan demi saya, dia, dia tidak mungkin mati.”
He Ping mengerti dan mengubah topik pembicaraan. Dia menuju ke
arah depan dan menjelaskan bahwa dia sana ada satu restoran yang enak. Dan lalu
dia merogoh kantung nya dan menemukan selembar uang kertas 10 yuan. Dengan
ceria, dia mengatakan kalau uang ini akan cukup untuk mereka berdua makan
bersama. Lalu dia mengajak Nan Sheng untuk ke sana.
Tapi Nan Sheng menarik He Ping untuk menghentikannya. Lalu
setelah He Ping berhenti, dia memeluk He Ping dengan erat dari belakang. Dan He
Ping merasa bingung ada apa.
“Bolehkah kamu tidak membelakangiku? Saya takut sekali. Ayahku
tiba-tiba hilang kabarnya. Saya sedih sekali,” kata Nan Sheng, memberitahu.
He Ping melepaskan pelukan Nan Sheng dan memegang ke dua pipi
Nan Sheng serta menatap nya. “Nan Sheng. Meskipun ayahmu sudah tiada, tapi ada
saya di sini. Percayalah padaku, selama saya ada, saya tidak akan membiarkanmu
kelaparan,” janji nya. Dan Nan Sheng mengangguk pelan.
Lin He
Ping : “Melihat Nan Sheng, wajahnya yang polos itu, air matanya yang sedih, rasa
iba dan tanggung jawab tiba-tiba muncul di hatiku.”
He Ping kemudian memberikan punggung nya dan menyuruh Nan Sheng
untuk naik. Tapi Nan Sheng diam, karena merasa ragu. Jadi He Ping pun langsung
menarik tangannya dan mengendong nya diatas punggung nya.
Nan Sheng
: “Heping, kamu adalah penyelamat hidupku. Kamu adalah seluruh tumpuanku
sekarang.”
Lin He
Ping : “Nan Sheng, kamu adalah adik yang diberikan Surga padaku. Saya akan
mencintai dan merawatmu dengan baik. Saya tidak akan membiarkanmu kesepian.”
Nan Sheng
: “Kamu tidak akan merasa saya merepotkan kan? Punggungmu hangat sekali. Saya
ingin memelukmu dengan erat.”
Lin He
Ping : “Kamu tidak merepotkanku. Sebenarnya saya sama denganmu. Selain ibuku
yang memakiku setiap hari, hatiku tidak bisa berlabuh.”
Nan Sheng
: “Saya ingin menjadi hatimu. Saya tidak ingin berpisah denganmu. Semenit dan
sedetik pun tak ingin.”
Qiao Man selesai mengikat tali sepatunya, dan menunjukkan
hasilnya dengan bangga kepada He Ping. Tapi He Ping sama sekali tidak merespon,
sehingga diapun merasa bingung, dan bertanya. Dan kemudian He Ping pun tersadar
dan menjawab tidak apa- apa. Dia hanya teringat kejadian di masa lalu, tapi
semuanya sudah berubah, karena waktu berjalan begitu cepat.
“Kamu sentimental sekali ya. Tidak disangka,” goda Qiao Man
sambil tertawa pelan. Lalu dia mengajak He Ping untuk lanjut berjalan.
He Ping datang ke tempat pameran, dan memeriksa seluruh proses
pengerjaan. Tapi sayangnya, lukisan ‘Mercusuar Dunia Lain’ yang di inginkan nya
belum ada. Dan Mo Hui menyarankan supaya mereka mencari lukisan minyak yang
lain saja, sebab pameran ini besok sudah akan dibuka, jadi anggaplah mereka
menemukan pelukis lukisan tersebut, itu sudah tidak ada artinya.
He Ping sangat mengerti dengan saran Mo Hui. Tapi dia tetap
ingin menunggu sebentar lagi. Sebab
ketika dia pertama kali melihat lukisan ‘Mercusuar Dunia Lain’, dia
seperti merasa ada sejenis takdir yang tidak bisa di jelaskan. Jadi dia tidak
pernah ingin menjual lukisan tersebut, tapi menjadikan nya sebagai koleksi. Karena
itu dia ingin menunggu.
Xiaozhi dan Zhuo Yang membawa barang yang sangat banyak. Mereka
memasukkan barang itu ke dalam kain besar dan menyeret nya. Dan karena merasa
kelelahan, Xiaozhi pun meminta istrahat sebentar. Lalu disaat itu, seorang
pejalan kaki yang lewat memberikan uang kepada Zhuo Yang. Dan Zhuo Yang
menerimanya. Tapi melihat itu, Xiaozhi langsung mengembalikan uang tersebut dan
memarahi si pejalan kaki. Sebab mereka bukanlah pengemis.
“Orang itu punya niat baik. Mungkin dia menganggap kita sebagai
orang yang melakukan seni rupa,” jelas Zhuo Yang, menenangkan Xiaozhi.
“Seni rupa apaan?” bentak Xiaozhi, marah. “Saya ke luar negeri
untuk belajar. Bukan untuk melakukan seni rupa.”
“Baiklah, baiklah, jangan marah. Ayo pergi,” kata Zhuo Yang,
mengalah. “Kalau tidak pergi, nanti polisi akan datang. Benar-benar
memperlakukan kita seperti pengungsi. Ayo, ayo, ayo,” ajaknya. Tapi Xiaozhi
tetap tidak mau bergerak. “Saya bantu kamu bawa, oke kan?” katanya. Dan Xiaozhi
beneran berjalan duluan serta membiarkan Zhuo Yang untuk menarik semua bawaan
mereka.
Malam hari. Xiaozhi masih saja mengambek. Dengan bingung, Zhuo
Yang pun bertanya, ada apa. Dan Xiaozhi bercerita dengan sedih, keluarganya
setiap hari berhemat agar dia bisa bersekolah tapi sekarang dia malah bekerja
untuk memisah kan sampah seperti ini. Dan memikirkan itu, Xiaozhi takut
keluarganya akan sedih bila mereka tahu. Dan mendengar cerita itu, Zhuo Yang
hanya bisa diam saja.
“Dibandingkan dengan orang lain, apa kita berdua ini tidak
terlalu miskin?” tanya Xiaozhi.
“Tidak. Orang lain mengandalkan kekayaan orang tuanya. Kita
bergantung pada diri sendiri,” kata Zhuo Yang, menghibur.
“Temanku di Tiongkok melihat kita setiap hari seperti
berbinar-binar. Mereka mengira kita mudah cari uang di luar negeri. Mengira
hari-hari kita begitu indahnya. Tapi siapa tahu di luar negeri itu akan begitu
sulit. Kesulitan di luar negeri begitu banyak,” kata Xiaozhi dengan sedih. “Benar-benar
membuat frustasi. Saya lapar lagi,” keluh nya.
Mendengar itu, Zhuo Yang tersenyum dan menlap air mata Xiaozhi.
Dia mengajak Xiaozhi untuk membereskan sampah nya terlebih dahulu, lalu makan
makanan yang enak. Dan Xiaozhi menangis, dia tidak mau makan, dia kangen dengan
rumah nya dan ingin makan masakan Ibunya. Dan dengan lembut, Zhuo Yang meminta
Xiaozhi untuk menerima keadaan dan jangan mengeluh dalam keadaan seperti ini.
Tepat disaat itu, Qiao Man datang membawakan makanan untuk
mereka berdua. Dan Xiaozhi pun langsung menghapus air matanya serta bersikap
ceria. Tapi Qiao Man tetap menyadari kesedihan Xiaozhi. Jadi karena itu, Xiaozhi
pun tidak menutupi kesedihannya dan mulai menangis lagi.
Awalnya Qiao Man menyalahkan Zhuo Yang, karena dia mengira Zhuo
Yang membully Xiaozhi. Dan Zhuo Yang langsung membela dirinya. Dan dengan sedih,
Xiaozhi bercerita kepada Qiao Man bahwa dia merasa kalau hidupnya di Barcelona benar-
benar tidak mudah dan dia rindu rumahnya.
“Saya tidak bisa pulang. Kalau saya pulang sekarang, saya akan
dijadikan bahan tertawaan oleh keluargaku,” cerita Xiaozhi dengan sedih. “Apa
kamu tahu? Ibuku di Tiongkok sudah banyak omong kosong. Dia bilang pada
orang-orang kalau saya adalah eksekutif dari sebuah perusahaan anggur yang
sudah beroperasi ratusan tahun di Barcelona. Saya tinggal di vila yang besar. Saya
menyetir mobil sport. Kehidupanku sangat bagus. Saya bisa menghasilkan banyak
uang. Menurutmu, kalau saya pulang sekarang, apa yang akan mereka pikirkan
tentangku?” tanyanya.
“Salahkan saya. Salahkan saya. Waktu ibumu omong kosong saat
itu, saya seharusnya menghentikannya dan bicara padanya,” kata Zhuo Yang,
menyesal.
“Cukuplah, cukup,” hibur Qiao Man. Tapi Xiaozhi masih merasa
sedih.
Xiaozhi tidak ingin keluarganya merasa khawatir padanya. Dia ingin
keluarganya merasa, walaupun dirinya tinggal sendirian di luar negri tapi
keadaan nya sangat baik. Dan Qiao Man mengerti, sebab dia juga sama seperti
Xiaozhi. Dia selalu menceritakan hal yang baik- baik saja kepada kakak nya,
supaya kakak nya tidak khawatir. Jadi dia ingin Xiaozhi jangan menangis lagi,
karena semuanya akan berlalu.
“Menurutmu, kehidupan kita berkelana di luar negeri ini kapan
akan berakhir?” tanya Xiaozhi dengan pelan.
“Saya benar-benar ingin pulang,” gumam Qiao Man.
“Setelah saya pulang, saya mau makan banyak makanan enak. Saya
mau makan malaxiangguo. Makan hotpot, makan kaki babi. Makan sate harum,” kata
Xiaozhi mulai ceria kembali.
“Saya mau makan sate ayam. Saya juga mau,” teriak Qiao Man,
setuju. Dan Xiaozhi tertawa.
Dengan bersemangat, Xiaozhi kemudian meneriakkan keinginan nya
dengan keras. Diikuti oleh Zhuo Yang dan juga Qiao Man. “Barcelona! Kita akan
sukses di sini. Saya janji. Kita pasti akan sukses di sini,” teriak mereka.
Hanson datang menemui Qiao Man. Tapi Qiao Man malah bersikap
cuek kepadanya. Jadi dia pun menegaskan kalau dirinya adalah tunangan Qiao Man
untuk membuat Qiao Man memperhatikan nya. Dan Qiao Man pun merasa kesal
padanya.
“Hari ini saya khusus mencarimu untuk minta maaf,” kata Hanson.
“Kamu mau minta maaf? Pergilah minta maaf pada Lin He Ping yang
baru keluar dari rumah sakit itu,” balas Qiao Man. Dan Hanson tidak mau.
Hanson mengeluh, karena Qiao Man hanya memperdulikan He Ping. Kepadahal dirinya sudah di hukum dan bahkan hubungan nya dengan Peter, teman yang sudah dianggap nya seperti saudara, menjadi retak, karena Peter mengira dia berkhianat. Lalu keadaan Peter sekarang juga sangat buruk, karena Peter mungkin akan divonis.
“Dia akan dihukum atas perbuatannya,” tegas Qiao Man.
“Baiklah, kalau bilang begitu, kamu juga bersalah,” balas
Hanson. “Sebelum kamu datang ke gudang, Peter sudah menyadari kesalahannya
sendiri. Kalau saja kamu menikahiku, dia akan mengembalikan barangnya pada Lin
He Ping. Tapi kamu malah, kamu memancing orang itu datang,” katanya, menyalahkan
Qiao Man.
Mendengar itu, Qiao Man merasa geli. Sebab dirinya tidak bersalah, tapi Hanson malah menyalah kan nya. Dan dengan kesal, Hanson bertanya, apakah di waktu seperti ini, Qiao Man masih mau meributkan hal ini dengannya. Kepadahal Qiao Man tahu perasaan nya dan Peter. Dan dia ingin Qiao Man untuk memahami perasaan mereka.
“Saya tidak mengerti. Saya tidak bisa mengerti bagaimana
perasaan dua teman baik yang melakukan kejahatan bersama-sama,” tegas Qiao Man.
“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu mau mengantar makanan
untuk Lin He Ping?” tanya Hanson, tidak senang.
“Apa urusannya denganmu? Anggap saja kalau saya mengantar
makanan, ini juga untuk mewakilimu,” jelas Qiao Man. Lalu dia pun pergi.
Dengan marah, Hanson mengancam, berapa lama lagi He Ping tetap
bisa berada di Barcelona. Kemudian setelah mengatakan itu, dia pun pergi juga
darisana.
Qiao Man datang menemui He Ping yang sedang berada di sekitar gedung pameran. Dia datang untuk memberikan sup ayam buatan nya. Dan He Ping menerima itu dengan senang hati, kemudian dia mempersilahkan Qiao Man untuk masuk duluan ke dalam dan melihat- lihat, sebab dia masih ada urusan yang harus di urus. Dan Qiao Man mengerti.
“Hm.”
Lin He
Ping : “Kemunculan Qiao Man, sama seperti sinar matahari. Menyinari kehidupanku
yang sudah lama dalam keadaan bosan.”
Didalam gedung pameran. Ketika Qiao Man melihat lukisan ‘Mercusuar Dunia Lain’, dia mengenali kalau itu adalah lukisan nya. Dan dengan sopan, Yang Lan pun bertanya, apakah Qiao Man adalah ‘Riasan separuh wajah’.
“Riasan Separuh Wajah apanya?” tanya Qiao Man, tidak kenal. Yang
di tahu, dia ingin lukisan nya tidak di pajang di pameran.
“Siapa kamu sebenarnya? Datang ke pameran orang lain dan
mengganggu pekerjaan orang. Silakan pergi,” usir Yang Lan.
Tepat disaat itu, He Ping datang. Dan Yang Lan langsung menjelaskan apa yang terjadi kepada He Ping. Dia menjelaskan bahwa karena dia tidak berhasil menemukan si pelukis ‘Riasan Separuh Wajah’, maka dia pun menyuruh seseorang untuk membuat duplikat lukisan yang He Ping inginkan. Dan dia berencana untuk menggantinya dengan lukisan yang asli, ketika dia berhasil menemukan nya. Tapi tiba- tiba Qiao Man datang kepadanya dan mengatakan kalau ini adalah lukisan nya.
“Lin He Ping, tidak menemukan pelukisnya, lalu membuat duplikatnya begitu saja
ya? Ini adalah penipuan terhadap konsumen,” komentar Qiao Man, tidak senang.
“Kamu salah paham, Qiao Man. Saya dari awal tidak pernah
memerintahkan ini,” kata He Ping, menjelaskan. “Yang Lan, siapa yang menyuruhmu
berbuat begitu?” tanyanya.
“Pak Lin, saya hanya merasa kamu sangat menyukainya,” kata Yang
Lan, membela diri.
“Suka pun tidak boleh berbuat begitu,” tegur He Ping dengan tegas. Dan mendengar itu, Qiao Man langsung memandangi Yang Lan. “Kalau berita ini sampai ke luar, bagaimana orang lain akan melihat Lipingge?” tanya He Ping. Dan Yang Lan tidak bisa menjawab.
He Ping kemudian bertanya, apakah benar Qiao Man adalah pelukis
asli lukisan tersebut. Dan Qiao Man menjawab bahwa dia tidak punya bukti, dan
dia tidak senang dengan perilaku Yang Lan. Setelah mengatakan itu, Qiao Man pun
pergi. Dan He Ping langsung mengejar nya.
“Saya tanya padamu ya, apa lukisan itu benar-benar lukisanmu?” tanya He Ping, penuh harap. “Sebenarnya saya mencari pelukisnya, Riasan Separuh Wajah itu sudah lama sekali.”
“Saya benar-benar tidak tahu siapa itu Riasan Separuh Wajah. Tapi
lukisan itu benar-benar lukisanku. Kalau kamu tidak percaya, ayo pergi denganku
untuk melihatnya, oke?” balas Qiao Man. Dan He Ping setuju serta berterima
kasih.
“Kalau lukisan itu sudah tidak ada lagi, itu bukan urusanku
juga,” kata Qiao Man, mengingatkan. “Saya bukan penipu,” tegasnya.
“Penipu ya penipu. Juga bukan apa-apa,” canda He Ping, berpura-
pura tidak percaya. Dan dengan kesal, Qiao Man pun mengabaikan nya. “Eh,
Kamu hari
ini cantik sekali,” puji He Ping sambil tertawa dan mengikut Qiao Man.
Qiao Man membawa He Ping ke apatermen nya dan menunjukkan lukisan yang asli. Melihat itu, He Ping menjadi percaya penuh pada Qiao Man, tapi dia jadi bertanya- tanya, siapa ‘Riasan Separuh Wajah’ yang mengaku sebagai pelukis sebelum nya. Dan Qiao Man juga tidak tahu.
“Qiao Man, ada teman datang ya?” tanya Qiao Fan yang keluar dari
dalam kamar. “Halo.”
“Dia adalah kakakku,” kata Qiao Man, memperkenalkan Qiao Fan.
“Kakak, halo. Saya adalah teman Qiao Man. Panggil saya He Ping
saja.”
“Saya adalah kakaknya. Namaku Qiao Fang. Kamu bisa memanggilku
kak Qiao Fang.”
Melihat kakak nya, Qiao Man bertanya, apakah Qiao Fan pernah
memindahkan lukisan nya ke suatu pameran. Dan Qiao Fan mengiyakan, karena
menurut nya lukisan Qiao Man sangat bagus, jadi sayang bila hanya di pajang di
rumah saja, makanya dia membantu Qiao Man membawa lukisan tersebut untuk ikut
beberapa lomba. Dan ternyata pelukis dengan panggilan ‘Riasan Separuh Wajah’
itu adalah Qiao Fan. Mengetahui itu, Qiao Man terkejut, karena dia tidak
menyangka. Sedangkan He Ping merasa senang, karena dia menemukan lukisan yang
sudah lam di carinya.
“Tapi saya mengirimkan begitu banyak email pada Anda, kenapa Anda tidak membalas?” tanya He Ping, penasaran.
“Saya biasanya jarang menggunakan komputer, saya juga jarang
melihat email. Jadi saya lupa kata sandinya. Tidak bisa buka lagi. Maaf ya,”
balas Qiao Fan. Dan He Ping mengerti.
Ketika Qiao Fan pergi meninggalkan mereka berdua untuk mengobrol, He Ping pun mulai mencoba untuk bernegosiasi mengenai harga lukisan dengan Qiao Man, karena dia ingin sekali membeli lukisan tersebut. Tapi Qiao Man langsung menolak, karena dia tidak ingin lukisan nya beredar dipasar. Dan dia berharap He Ping bisa melepaskan duplikat lukisan nya yang berada di tempat He Ping juga.
“Qiao Man, saya benar-benar
menyukai lukisan ini. Apa kamu tidak mau mempertimbangkannya lagi?”
pinta He Ping.
“Saya melukis lukisan ini bukan untuk mendapatkan uang,” balas
Qiao Man.
“Kalau begitu apa kamu bisa memberi tahuku alasannya?”
“Lukisan ini bersifat sangat pribadi untukku.”
Tags:
Beautiful Reborn Flower