Note
:
-
Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 10 - 1
Images by : SET TV
Chapter 10
Qingfeng melihat rambut Xiao’en yang hampir menyentuh piring, jadi dengan refleks dia menyibakkan rambutnya. Suasana menjadi romantis. Xiao’en juga terkejut dengan yang Qingfeng lakukan. Mata mereka saling menatap.
Syyuuutt! Sebuah tangan tiba-tiba muncul dan menghalangi pandangan mereka.
Tangan Situ Aoran.
“Aoran!” seru Qingfeng,
terkejut.
“Belum lama ini dia jatuh pingsan dan kau malah membiarkannya keluar sampai malam. Aku akan mengantarkannya pulang,” ujar Aoran dan menarik tangan Xiao’en.
Pegangannya pada tangan
Xiao’en, membuat sebuah kelabat ingatan asing muncul di ingatannya. Dia melihat
ingatan Tianxing yang memegang tangan Xiao’en dalam kondisi koma (scene paling
terakhir di episode 01). Walau terasa asing, Aoran mengabaikan hal aneh
tersebut dan lanjut menarik paksa Xiao’en untuk ikut bersamanya.
--
“Apa kau suka sama
Qingfeng?”
“Apa yang kau bicarakan
sih?” tanya Xiao’en, bingung.
Tuduhan itu membuat
Xiao’en jadi makin jengkel. Apalagi Aoran malah menyuruhnya untuk tidak
mempermainkan Qingfeng karna Qingfeng adalah teman baiknya!
“Siapa yang memainkan siapa hah? Apa kau tidak merasa kalau kau itu yang melakukan banyak trik?! Tadi kau memperingatiku untuk tidak terlalu dekat dengan Chuchu. Dan kemudian tiba-tiba memberikan hadiah uang dan barang. Sama saja kau menyuapku agar menjauhi Chuchu. Sekarang kau malah menuduhku bersikap ambigu merayu teman baikmu?”
“Kapan aku---“
Aoran malah ikutan
kesal karna Xiao’en tidak mengerti maksudnya. Dia malah memerintahkan Xiao’en
untuk masuk ke dalam mobilnya. Dan secara tegas, Xiao’en menolak. Dia bukan
anak umur tiga tahun. Dia bisa pulang sendirian. Pada akhirnya, keduanya malah
jadi saling kesal.
(and. Kita melihat
bahwa lingkaran api yang biasanya mengelilingi Chuchu, si pemeran utama,
sekarang malah mengelilingi Xiao’en!)
Aoran masuk ke dalam mobil dengan kesal. Tapi, perasaan kesal itu lenyap dan berganti rasa penasaran ketika menatap tangannya sendiri. Dia teringat saat memegang tangan Xiao’en tadi, ada sebuah ingatan aneh. Ingatan itu begitu kabur. Dia tidak bisa melihat semuanya dengan jelas, hanya saja, ada suara yang tidak asing. Suara Xiao’en yang memanggilnya ‘He Tianxing.’ Dan itu nama yang pertama kali Xiao’en sebutkan saat mereka pertama kali bertemu (di episode 02).
“He Tianxing?”
--
Saat Aoran tiba di rumah, sudah ada Qingfeng yang menunggunya. Qingfeng menyindir Aoran yang pulang begitu cepat. Aoran menjawab kalau Xiao’en tidak mau ikut bersamanya.
“Tidak di sangka, di
dunia ini ada orang yang berani menolak CEO sombong yang menawari tumpangan,”
sindir Qingfeng.
Aoran tidak bodoh. Dia
bisa merasakan sindiran Qingfeng dan juga kekesalannya. Akhirnya, mereka bicara
berdua di dalam rumah.
“Kau terlalu sombong,”
ujar Qingfeng. “Aku sudah sangat lama mengenalmu, dan apa pernah aku tidak
menoleransi sifatmu, tidak membelamu?”
“Aku tahu kau sangat
sabar dan selalu menemaniku padaku.”
“Lalu, apa bisa berhenti sabar? Kau menarik Zheng Xiao’en pergi di depan wajahku. Itu bukan hanya sombong tapi juga sangat tidak sopan.”
Aoran terkejut karena
ini pertama kalinya Qingfeng menyebutnya tidak sopan. Tapi, karna Qingfeng
sangat serius, Aoran menerima kalau Qingfeng menyebutnya tidak sopan. Walau
begitu, dia masih membela diri dengan alasan kalau dia takut Xiao’en akan
mempermainkan Qingfeng. Karna itulah dia ingin mengingatkan Xiao’en langsung.
“Apa? Tunggu. Apa
maksudmu?”
“Jika aku dengan senang
hati di permainkan, kenapa kau harus khawatir padaku?”
Aoran makin terkejut
dengan sifat Qingfeng yang berbeda. Dia malah mengira kalau Qingfeng sakit dan
memeriksa suhu badan Qingfeng. Qingfeng menampik tangan Aoran. Dia sedang
sangat sangat serius.
“Sejak kapan kau
menjadi sangat pelawan begini? Qingfeng yang ku kenal tidak begini. Apa Zheng
Xiao’en sudah merusakmu? Untuknya, kau ---“
“Berhenti menjelekkan Zheng Xiao’en. Karena aku menyukainya. Jika kau masih menganggapku sebagai temanmu, maka tolong belajar untuk menghormati orang yang ku sukai,” peringati Qingfeng.
Aoran sangat terkejut dengan peringatan dan raut wajah Qingfeng yang sangat serius. Raut wajah yang belum pernah Qingfeng tunjukkan padanya selama ini. (dan terlihat kalau api kasat mata semakin membakar tubuh Qingfeng. Tampaknya, karakter Qingfeng semakin di luar kendali penulis).
--
Xiao’en tiba di rumah dengan selamat dan sekarang sedang gosok gigi. Sambil gosok gigi, dia menggerutu karna pergi sebelum sempat menikmati dessert. Tapi, tadi Aoran menyentuh tangannya. Woaw, tangannya di tarik di depan semua orang. Ternyata, bukan hanya pemeran utama wanita saja yang bisa mengalami hal ini, termasuk dirinya. Ah, dia tidak akan mencuci tangannya selama 3 hari.
Rasa senang berubah jadi rasa kesal mengingat ucapan Aoran yang menuduhnya mempermainkan Qingfeng. Tapi, rasa marah hanya berlaku 3 detik, udah itu… dia memaafkan Aoran.
--
Kamar rawat Tianxing di jaga ketat. Di depan ada Qiaozhi dan 2 orang pria berpakaian hitam yang berjaga. Saat Susanna datang untuk menjenguk Tianxing, Qiaozhi menghalangi. Susanna memohon dengan sangat untuk di izinkan masuk karna dia hanya ingin memastikan dengan mata kepalanya sendiri kalau Tianxing masih hidup.
“Jangan mempersulitku,” tolak Qiaozhi.
“He Mingli tidak ada di sini. Apa yang kau
takutkan?”
“Ada kamera CCTV. Berhenti mempersulitku,”
pinta Qiaozhi.
Susanna marah, tapi dia juga tidak kuasa
menolak.
Syaat!
--
Xiao’en menghadapi hari dengan
riang. Begitu tiba, dia langsung menyapa Chuchu, Susan dan Qiutian dengan
bahagia. Baru juga tiba, Susan dan Qiutian sudah menariknya ke sudut dan
menginterogasi.
“Apa ada terjadi sesuatu selama 2
hari ini?” tanya Susan.
“Tidak ada. Kenapa?”
“Tuan muda tiba-tiba datang dan
menanyakan mengenaimu.”
“Tuan muda?”
“Situ Moran. Kakak tiri CEO,”
beritahu Qiutian dan Susan.
Mendegar nama itu, wajah Xiao’en
jadi memucat. Melihat ekspresi Xiao’en, Susan dan Qiutian jadi kepo, apa
Xiao’en mengenalnya? Xiao’en hanya diam, tidak bisa menjawab.
Untungnya, di saat yang sama, Qingfeng tiba bersama Aoran. Jadi, semua perhatian staff termasuk Susan dan Qiutian langsung terfokus pada mereka. Susan dan Qiutian sibuk mengagumi sosok Aoran.
Chuchu tersenyum sangat lebar ke arah Aoran. Dia bersiap menyambut Aoran yang berjalan ke arahnya. Syuttt! Sayangnya, Aoran tidak melihat padanya sama sekali dan hanya berjalan melewatinya begitu saja seolah Chuchu tidak ada di sana. Senyum Chuchu memudar. Dan berganti ekspresi tidak senang saat melihat Aoran malah menghampiri Xiao’en.
“Zheng Xiao’en,” sapa Aoran.
“APAAN!” teriak Xiao’en tanpa
sadar.
“Good morning.”
Weiiii… ekspresi Chuchu tampak
seperti orang marah gitu. Kayak ekspresi tidak suka pada sesuatu gitu.
--
Selama bekerja, Qingfeng terus bersenandung dan tersenyum. Aoran sampai heran dan menegurnya. Qingfeng menjawab santai kalau dia hanya merasa bahagia.
“Oh, apa melihatku bersikap sopan
pada Zheng Xiao’en membuatmu bahagia?”
“Benar. Teruskanlah hal itu,” balas
Qingfeng.
Topik pembicaraan kemudian beralih
dengan membahas Situ Moran. Qingfeng mau tahu alasan Moran tiba-tiba kembali.
Aoran sudah terbiasa dengan Moran yang suka tiba-tiba pulang, dan itu pasti
karna uang.
“Kenapa?”
“Indera keenam ku tidak membutuhkan
alasan,” jawab Qingfeng.
Aoran yang jadi kesal karna
Qingfeng semakin lama malah jadi semakin mirip dengan Xiao’en.
--
Susan dan Qiutian sedang merayakan Xiao’en yang kini sudah tidak di benci CEO lagi. Mereka berbincang dengan sangat akrab mengenai Aoran. Qiuntian dan Susan bahkan terus membahas Xiao’en yang sudah kembali putih bersih tanpa dosa di mata Aoran.
Suara bantingan dari meja Chuhcu
membuat mereka sangat terkejut. Dan ketika di tegur sama Susan, Chuchu beralibi
kalau tangannya terpeleset saat memegang dokumen besar itu. Dia meminta maaf
(tidak terdengar tulus) dan kemudian pamit pergi dengan alasan mau fotocopy
dokumen.
Susan dan Qiutian beneran kesal dengan sikap Chuchu yang sok manis tadi. Rasanya, mereka seperti ingin menampar Chuchu. Xiao’en tidak mau kalau ada perseteruan lagi, meminta mereka untuk membiarkannya saja. Qiutian dan Susan sedang dalam mood baik, jadi daripada memikirkan mengenai Chuchu, lebih baik mereka membicarakan mengenai makan siang nanti mau kemana.
--
Chuchu sedang dalam perjalanan ke ruang fotocopy (mungkin di lantai 1, karna Chuchu naik lift) dan kebetulan sekali dia 1 lift dengan Qingfeng. Di dalam lift, tidak ada pembicaraan sama sekali. Qingfeng hanya diam. Chuchu lah yang terus melirik padanya.
Setelah diam beberapa saat, Chuchu
yang memulai pembicaraan dengan menanyakan waktu Qingfeng sepulang kerja nanti.
Dia ingin memberikan tablet lilin beraroma yang pernah di janjikannya (episode
04). Dia sudah menyelesaikannya sejak lama, hanya saja tidak menemukan waktu
yang tepat untuk memberikannya.
“Tentu saja ingat. Jadi… besok
bisa?”
Qingfeng tersenyum dan mengangguk. Chuchu
tersenyum lebar sembari berterimakasih dan keluar dari lift yang kebetulan
sekali sudah terbuka.
“Dia masih ingat hal itu? Aku saja
sudah lama melupakannya,” komentar Qingfeng. Ini mempertergas kalau Qingfeng
sudah tidak mempunyai perasaan apapun lagi pada Chuchu.
--
tn. Hu mengundang beberapa orang direktur dan
mengemukakan rencananya mengenai pengajuan untuk penukaran Ketua. Karna
Tianliang yang di pimpin oleh Mingli, tidak berjalan ke arah yang benar.
Daripada mereka tenggelam di ‘kapal’ yang di nahkodai Mingli, bukankah lebih
baik mengganti kaptennya?
“Dengan siapa? Kau?”
Dan anak muda yang di maksud oleh tn. HU tiba
dan ikut dalam pembicaraan mereka. Dia adalah Tianjian.
--
“Bahkan jika kita mengadakan rapat pemegang
saham dan menyingkirkan He Mingli, bagaimana kau akan melakukan itu? Kau tahu
betul bagaimana sifat Mingli. Apa menurutmu dia akan membiarkannya begitu
saja?”
“Tapi, jika kita tidak menyingkirkan kakakku,
lalu aku harus gimana?”
tn. Hu memberitahu sebelum menyingkirkan Mingli, dia mempunyai sebuah hadiah untuk Tianjian. Hadiah itu adalah rekaman pembicaraan Tianjian barusan saat membujuk para direktur untuk menyingkirkan Mingli dan menggantinya dengannya.
“Paman, apa maksudnya ini?” tanya Tianjian,
terkejut dan tidak mengerti.
--
Rekaman itu dengan sengaja di tinggalkan di atas meja Mingli agar Mingli tahu apa yang Tianjian lakukan. Qiaozhi juga tidak tahu siapa yang meletakkan rekaman itu karna ketika dia tiba tadi pagi, rekaman itu sudah ada di atas meja.
“Apa mereka sangat khawatir kalau aku tidak
sadar sehingga mereka meletakkan rekaman ini langsung di kantorku? Jelas sekali
mereka ingin memprovokasiku,” gumam Mingli, penuh amarah.
Qiaozhi berusaha berpikiran dingin dengan
memberikan pendapat kalau itu hanyalah rekaman suara tanpa video, jadi tidak
bisa di katakan kalau suara yang ada di rekaman itu adalah tuan muda.
“Ini suara He Tianjian. Bagaimana mungkin aku tidak mengenali suara adik tersayangku itu!” teriak Mingli, marah. “Siapkan mobil sekarang juga.”
--
Mingli pergi ke tempat kerja Tianjian. Dan Tianjian tampak terkejut dengan kedatangan Mingli. Tidak mau membuang waktu menjelaskan, Mingli langsung memutar rekaman suara itu.
“Aku tanya! Apa maksudnya ini?!”
“Seperti yang kau dengar. Aku merasa kau
tidak cocok untuk menjadi Ketua Tianliang Group.”
“Tianxing! Ketika dia masih ada, aku selalu
mendapatkan dividen yang besar setiap tahunnya. Setelah kau mengambil alih, aku
bahkan tidak punya uang di dompetku lagi. Performa perusahaan kita tahun ini
bahkan tidak bisa di bandingkan dengan performa tahun lalu. Kau ingin melihat
ini sediri (sambil menyodorkan laporan keuangan)?”
Mingli sangat marah dan melemparkan laporan keuangan yang Tianjian berikan. Dia sangat terpancing dengan ucapan Tianjian dan mulai mengejek Tianjian karna Tianxing sekarang sudah tidak bisa sadar lagi. Tianjian tidak tersinggung dan balas mengejek kalau Mingli tidak akan pernah bisa menggantikan Tianxing walau bekerja sekeras apapun.
Emosi Mingli sudah sampai di ubun-ubun. Tianjian semakin memanasi dengan berkata kalau di rapat pemegang saham, para direktur yang akan melakukan voting untuk memutuskan dan sayangnya Mingli tidak menunjukkan performa yang baik.
“Kau tidak pandai apapun, tapi sangat hebat
dalam menusuk dari belakang!” teriaknya sambil menampar Tianjian dengan keras.
“Lagi-lagi, kau memukulku ketika kalah dalam
argumen.”
“Aku memukulmu karna kau adalah adikku. Jika kau bukan adikku, aku sudah pasti akan membunuhmu. Kenapa pula aku harus membiarkan pengkhianat seperti mu menusukku dari belakang!”
“Kau tidak bisa membunuhku, kak. Tidak bisakah kau menerima kenyataannya? Kau akan menghabiskan hidupmu untuk membangun jalan bagiku. Itu terdengar menyedihkan, tapi jangan khawatir, aku akan mengingat semua yang sudah kau lakukan untukku. Setelah aku secara resmi mengambil alih, aku pasti tidak akan memperlakukan dengan buruk batu loncatan sebaik dirimu.”
Ucapan itu membuat Mingli sangat gelap mata. Dia meraih patung yang ada di meja dan memukulkannya ke kepala Tianjian hingga berdarah. Tianjian bukannya takut dan diam, dia malah semakin menyiram minyak dengan terus berkata akan mengambil alih Tianliang dari Mingli.
Mingli berteriak penuh amarah. Dia mulai membanting semua barang yang ada di atas meja. Dan sama seperti yang Tianjian katakan, Mingli tidak berani membunuhnya.
“Aku tidak akan pernah membiarkanmu. Tunggu
saja!” peringati Mingli sebelum pergi.
--
Sementara Susan sibuk menjelaskan semua yang sudah di siapkan sama Aoran, Chuchu dan Xiao’en sibuk menyiapkan dekorasinya. Mereka sibuk menyusun papan-papan kayu yang sudah di lukis dengan gambar pemandian dan menyusun dekorasi lainnya. Semua lagi sibuk, tapi Chuchu malah menghilang.
Chuchu tidak membantu sama sekali dan malah mengajak Qingfeng bicara mengenai janji mereka nanti malam. Qingfeng meminta maaf karna kayaknya dia tidak bisa malam ini, jadi kalau Chuchu mau memberikan tablet lilin itu, berikan saja sekarang.
“Tapi… ada hal yang ingin ku
diskusikan denganmu. Apa tidak bisa?” ujar Chuchu, dengan wajah di buat
memelas.
“Ya sudah. Nanti malam jam 8.”
Chuchu memasang senyum manisnya,
tapi dia nggak sadar aja kalau daritadi perhatian Qingfeng hanyalah melihat
Xiao’en.
Xiao’en dan Chuchu sibuk bekerja dan begitu Situ Moran tiba-tiba muncul di sampingnya, Xiao’en sangat terkejut hingga menjerit keras. Dia juga berusaha keras menjauhi Situ Moran dengan alasan dia takut sama orang asing. Sayangnya, Situ Moran tidak membiarkannya pergi begitu saja dan terus mengintilinya. Dia juga heran karna sebelumnya tidak pernah melihat Xiao’en di perusahaan. Xiao’en beralasan kalau dia mempunyai waja yang umum dan tidak punya aura kehadiran.
“Apa sebenarnya hubunganmu dengan
Aoran?” Situ Moran mulai menginterogasi.
“Tidak ada hubungan,” jawab Xiao’en. “Hanya hubungan antara bos dengan karyawan! Bos memberikan gaji, karyawan menerima gaji. Hanya begitu!”
Xiao’en tidak sadar kalau Aoran dan
Susan sudah ada di dekat mereka. Situ Moran sadar dan mulai memancing.
“Jika yang kau bilang benar, kenapa
Aoran langsung lari dari kantornya saat dengarn kau pingsan?”
“Nah, lihat wajahmu ini. Dan kau
masih bilang kalian nggak ada hubungan?”
“Maksudku, aku kan cuma karyawan kecil, nggak
mungkin membuat CEO jadi terburu-buru. Kalau orang biasa pasti juga kaget kalau
mendengar ucapanmu itu. Benarkan?” alasan Xiao’en gugup.
Dia langsung balik badan mau pergi, tapi malah melihat Aoran. Suasana jadi canggung. Situ Moran menyadari hal itu. Aoran merasa canggung juga karna Situ Moran masih terus memancing mereka berdua, jadi dia mengajak Moran pergi makan saja.
--
“Hah?”
“Kenapa? Kalian meragukanku?”
“Apa sih yang kalian bicarakan?”
“Jangan mengganti topik. Cepat
bilang. Apa rahasia yang kau sembunyikan dari kami?”
Xiao’en kesulitan menjawab apalagi
mereka malah menyuruhnya bersumpah kalau beneran nggak ada yang di sembunyikan.
Situasinya semakin terjepit.
“Kau mau kemana sekarang? Aku akan
mengantarmu.”
“Aku melupakan sesuatu di kantor,
jadi aku akan kembali ke kantor,” jawab Xiao’en.
Dan entah kenapa, Qingfeng
tiba-tiba saja membelai rambut Xiao’en dengan lembut. Hanya sebentar, jadi
Xiao’en juga tidak berpikiran aneh.
Tags:
Lost Romance