Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Seseorang mengetuk pintu rumah, dan Ling Xiao
mengira itu adalah Jian Jian. Jadi dengan senang dia membuka kan pintu. Tapi
ternyata yang mengetuk pintu adalah Chen Ting. Dan dia merasa sangat terkejut.
“Ling
Xiao, kamu tidak mau aku dan adikmu lagi?” tanya
Chen Ting sambil tersenyum.
Ketika buku ditangan Ling Xiao terjatuh, Ling
Xiao pun langsung terbangun. Lalu disaat itu, terdengar suara ketukan lagi. Dan
Ling Xiao pun merasa panik. Apalagi ketika dia mendengar suara Chen Ting yang
memanggilnya.
“Ling
Xiao, buka pintu. Ling Xiao. Ling Xiao. Ling Xiao, kamu buka pintu,” panggil Chen Ting.
Kemudian tiba- tiba ponsel Ling Xiao berbunyi,
tanda ada pesan masuk. Dan mendengar itu, Ling Xiao merasa kepalanya sangat
pening. Dia menutup kedua telinga nya dan meringkuk sambil memeluk lutut nya.
“Ling
Xiao! Ling Xiao! Ling Xiao!” teriak
Chen Ting.
Ketika Jian Jian pulang dan melihat ada kurir
yang terus mengetuk- ngetuk pintu rumah Ling Xiao, dia pun menghampirinya dan
mengambil paket makanan yang ada padanya. Lalu dia masuk ke dalam rumah Ling
Xiao.
“Kak, kamu
ada dirumah,” kata Jian Jian, terkejut. “Tadi ada pengantar makanan mengetuk pintu,
kamu tidak buka,” jelasnya. Dan
Ling Xiao hanya diam saja. Jadi Jian Jian berniat meletakkan makanan tersebut
dan pergi saja.
“Bawa kemari,” panggil Ling Xiao dengan suara gemetar.
Melihat
sikap aneh Ling Xiao, Jian Jian merasa khawatir dan mendekatinya. Lalu Ling
Xiao langsung memeluk pinggang Jian Jian dengan erat tanpa mengatakan apapun.
Dan walaupun tidak mengerti, Jian Jian balas memeluk Ling Xiao dan mengelus-ngelus
kepalanya dengan lembut.
Jian Jian
kemudian mengajak Ling Xiao untuk jogging bersama. Karena Jogging bisa membantu
Imsonia Ling Xiao sedikit, sebab Ling Xiao selalu tidur tidak tepat waktu.
Malam hari hanya tidur sebentar, pagi hari tidur bisa dimanapun. Dan kualitas
tidur yang buruk bisa membuat semangat memburuk.
“Aku mengerti teorimu. Tapi kamu masih bisa
berlari?” ejek Ling
Xiao sambil tertawa. Dan Jian Jian langsung berhenti berlari dan duduk dengan
lemas.
Karena
capek, Ling Xiao dan Jian Jian pun berhenti berlari serta berjalan dengan pelan
sambil bergadengan tangan.
“Saat kamu ke Singapura, kenapa Bibi Chen Ting
setuju kamu pulang?” tanya Jian Jian, ingin tahu. “Menurut
pemahaman ku, dia tidak akan mudah setuju.”
“Sebenarnya, dia menahan dokumenku,” kata Ling
Xiao, mulai bercerita.
Flash back
Ling Xiao
mencari- cari dokumennya dimana- mana, tapi tidak ketemu. Lalu Meiyang datang
dan memberikan dokumen- dokumennya.
“Kamu ambil darimana?” tanya Ling
Xiao, ingin tahu.
“Ibu ingin aku berikan padamu,” jawab
Meiyang.
Tapi Ling
Xiao tidak percaya. “Ibu tidak mungkin biarkan aku pulang.”
“Kenapa tidak? Hatimu tidak disini,” balas Meiyang
sambil menahan kesedihan nya. “Sekarang kamu sudah menjadi pembohong, kelak
akan bisa lebih buruk. Untuk apa Ibu mau anak yang buruk? Kelak aku yang akan
menjaga Ibu. Kamu tidak perlu urus. Kamu lewati hidupmu saja,” jelasnya.
Mendengar
itu, Ling Xiao menatap Meiyang, karena akhirnya Meiyang sudah dewasa. Lalu
disaat itu, Chen Ting pulang dari pasar.
Dengan ragu,
Ling Xiao menanyai, apakah Chen Ting beneran membiarkan nya untuk pulang ke
sana. Dan Chen Ting membenarkan, sebab dia tahu dia tidak akan bisa menahan
Ling Xiao lebih lama disini. Juga Meiyang memberitahunya bahwa mereka berdua
sudah menahan hidup Ling Xiao terlalu lama, jadi mereka tidak seharusnya
menahan Ling Xiao lagi.
“Kenapa Ibu mengatakan ini? Cerewet,” gerutu
Meiyang.
Flash back
end
Selesai
bercerita, Ling Xiao memeluk bahu Jian Jian. Dan Jian Jian melepaskan tangan
itu serta memegang nya. Lalu mereka lanjut berlari lagi.
Dirumah.
Ling Xiao dan Ziqiu mengobati lutut Jian Jian yang terluka, dan Jian Jian
meringis kesakitan.
“Luka kemarin belum sembuh, jatuh lagi
dibawah. Sayangku, belakangan ini kamu sial, kamu harus berhati- hati,” komentar
Tang Can, perhatian.
“Ini bukan masalah besar. Saat SMA kelas 1,
tangga besar yang di dekat kelas kita, aku bahkan jatuh dari atas, terguling
sampai ke bawah,” balas Jian
Jian. “Aku ingin
tahu apa bisa melompati empat anak tangga sekaligus, akhirnya malah jatuh,” jelas nya
dengan bangga sambil tertawa.
Mendengar
itu, Ziqiu tampak terkejut. Dan kemudian dengan kesal, dia mendengus. “Kukira itu
ulah Zhao Huaguang,” keluhnya.
“Dia bilang begitu padamu?” tanya Jian
Jian.
“Aku tanya dia, dia tidak menyangkal,” jelas
Ziqiu.
“Kenapa? Kenapa dia mau disalahkan?” tanya Jian
Jian, tidak mengerti.
“Jadi saat itu kamu takut, dia tidak hanya
mengganggu toko mie, bahkan mengusik Li Jian Jian. Jadi kamu ikut dia keluar
negri?” tebak Ling
Xiao.
“Saat itu Li Jian Jian bilang, dia tidak lihat
jelas orangnya. Tempat itu tidak terlihat CCTV. Kemudian aku pikirkan teliti,
orang ini tidak ada batasannya. Toko mie sampai dibuat tutup, dia bahkan bisa
melukai orang,” jelas
Ziqiu.
“Toko mie tutup adalah ulang Zhao Huaguang?” tanya Jian
Jian, terkejut. “Ayah bilang
hanya mau renovasi,” keluhnya.
“Akan gawat jika kamu tahu. Dengan sifatmu
itu, pasti akan membalas,” balas Ling Xiao, menjelaskan.
“Sudah bertahun- tahun, tiba- tiba
terpecahkan. Hei, masalah keluarga kalian ini, bahkan drama juga tidak seperti
ini,” komentar
Tang Can. Dan semua diam, tidak menanggapi.
Jian Jian
sama sekali tidak bisa tidur. Jadi dia menuliskan pergumulan nya disitus web.
Dia menceritakan tentang kedua kakak yang tumbuh dari kecil bersama- sama
dengannya, sekarang mereka berdua malah sama- sama mengungkapkan perasaan
kepadanya.
Seperti biasa, Bibi Qian berusaha menjodohkan Li Haichao dengan seseorang. Dan disaat itu, He Mei tiba- tiba datang ke toko.
He Mei
datang dan mengajak Li Haichao untuk mengobrol sebentar. Dan Li Haichao
mengiyakan serta mengikuti nya keluar.
“Kenapa orang ini terlihat begitu familiar?” gumam Bibi
Qian, berpikir. “Pernah
bertemu dimana ya. Oh. Dia itu He Mei,” katanya, terkejut.
He Mei
melihat- lihat kamar Ziqiu selama sebentar. Dan lalu secara langsung, tanpa
berbasa- basi, dia mengatakan kepada Li Haichao bahwa ada yang ingin dia
tanyakan. Menurut pemahamannya tentang Zhao Huaguang itu, Huaguang pasti tidak
akan membiarkan Ziqiu pulang. Dan dia ingin tahu, apakah Ziqiu pernah
mengatakan sesuatu kepada Li Haichao.
“Dia bilang pulang, karena mau buka bisnis.
Ziqiu sudah besar, dia mau pulang, Zhao Huaguang juga tidak bisa menahannya,” kata Li
Haichao, tidak merasa ada yang aneh.
“Dia tidak bisa menahannya, dia bisa
mencarimu,” balas He
Mei.
He Mei
merasa khawatir, dia merasa Huaguang pasti ada bermasalah. Lalu dia
menceritakan kepada Li Haichao bahwa beberapa hari lalu, dia pergi ke café Ziqiu.
Menurutnya café Ziqiu ini
lokasi nya kurang bagus. Dekat dengan sekolah, tapi disana tidak ada mall atau
kantor, jalan sempit dan sering macet. Harga tidak cocok untuk anak sekolah,
saat ada harga diskon baru anak sekolah sanggup membeli, jika tidak maka akan
sepi.
“Benar juga. Harga nya mahal, tapi bahan yang
Ziqiu gunakan semuanya bagus,” komentar Li Haichao.
“Benar, modal mahal. Aku membuat perhitungan
kasar. Sekarang, mungkin dia sedang merugi,” balas He Mei, menjelaskan.
Mengetahui
itu, Li Haichao merasa sangat khawatir kepada Ziqiu.
He Mei
kemudian menyuruh Li Haichao untuk menambahkan temannya ke WeChat. Temannya ini
adalah manajer café waralaba.
Dan dia sudah bilang pada temannya ini serta meminta bantuan temannya ini. Jadi
dia ingin Li Haichao nanti mengirimkan ini kepada Ziqiu. Tapi Li Haichao tidak
boleh memberitahu Ziqiu bahwa ini darinya.
“Kamu… kamu ingin bantu Ziqiu, kamu langsung bilang
ke dia, kenapa bertele- tele?” tanya Li Haichao, tidak mengerti.
“Kali ini, aku terlalu ikut campur. Anggap
saja aku sedang membayar hutang ku padanya,” balas He Mei. Lalu dia pamit.
Li Haichao
menyuruh He Mei untuk menunggu sebentar, lalu dia mengambilkan sekotak makanan
dikulkas. “Anak- anak
makan ikan tidak bisa memisahkan tulang. Bakso ikan ini buatanku sendiri,
tulangnya sudah kucabut, dan tidak ada tambahan bahan lain,” jelasnya. “Bawakan ini
untuk anakmu,” katanya
sambil menaruhnya ditangan He Mei.
“Terima kasih,” kata He Mei dengan pelan. Lalu diapun pamit
dan pergi. Dan Li Haichao mengantarkan nya sampai keluar.
Mingyue
meminta Tang Can untuk mengantarkan buku aktanya yang ada dirumah, tapi
ternyata yang datang mengantar malah Jian Jian.
“Dasar Tang Can. Dukun Jian Jian lagi,” gerutu
Mingyue, kesal.
Saat Mingyue
ingin mengambil buku aktanya, Jian Jian menahannya. Dia menyuruh Mingyue untuk
duduk serta mengobrol sebentar, juga dia sudah memesan kan kopi untuk Mingyue.
Dan Mingyue menolak. Tapi karena Jian Jian tetap keras kepala, maka Mingyue pun
duduk dan mengizinkannya untuk bicara.
“Aku disukai orang, apa itu salahku?” tanya Jian
Jian.
“Kamu dicintai orang, itu masalahku,” jawab
Mingyue. Dan Jian Jian tidak mengerti. “Sekarang, aku memahami Tang Can. Bila tidak
disukai oleh orang yang kita sukai, maka jadi sukit menyukai diri sendiri,” jelasnya.
Mingyue
kemudian mengakui bahwa dia mau pindah, karena dia khawatir mereka akan
menertawai nya. Dan Jian Jian membalas bahwa mereka tidak akan menertawai
Mingyue, karena mereka adalah sahabat. Dan mendengar itu, Mingyue hanya diam
saja. Dan dengan tidak sabar, Jian Jian memukul meja untuk menarik perhatian
Mingyue.
“Karena sahabat, makanya aku harus jauh dari
kalian, ini baik untuk semua,” teriak Mingyue, emosi. Mendengar itu, Jian
Jian membuang wajah nya dan menatap ke samping. Dan Mingyue jadi sulit untuk
lanjut berbicara. “Aku… aku merasa
diriku sangat memalukan. Aku marah pada diriku sendiri,” katanya,
pelan.
“Kamu marah padaku juga. Aku merasa sangat
bersalah padamu,” balas Jian
Jian, dengan sedih.
Jian Jian
ingin agar Mingyue jangan pindah dan tinggal bersama mereka. Lagian Ling Xiao
sudah mengatakan ingin meminta maaf juga kepada Mingyue. Dan mereka tidak akan
menertawakan Mingyue. Jika Mingyue tetap tidak merasa nyaman, maka dia akan
pindah sementara dari sana. Jadi Mingyue bisa kembali ke sana.
Mendengar
itu, Mingyue menghela nafas berat. “Sudahlah, berhentilah. Aku tidak pernah suka
berebutan. Aku selalu menganggap, dapat karena beruntung, gagal karena takdir.
Serahkan pada jodoh, jangan memaksa,” ceritanya dengna sedih. “Jian Jian.
Sekarang aku sungguh merasa sulit menghadapi kalian. Jadi jangan memaksaku
lagi, berikan aku waktu,” pintanya. Dan Jian Jian mengangguk.
Lalu Mingyue
meminta aktanya. Dan Jian Jian pun memberikannya. Kemudian Mingyue pamit dan
pergi. Dia sama sekali tidak menyentuh kopi yang Jian Jian pesankan untuknya.
Setelah
Mingyue pergi, Jian Jian menangis sedih.
Ketika Tang
Can masuk ke dalam ruangan, dia tersenyum dan mengucapkan selamat ulang tahun
kepada Ibu. Dia memberikan kue ulang tahun buatannya sendiri. Lalu dia juga
memberikan hadiah gelang buatannya sendiri. Tapi Ibu Tang sama sekali tidak
menghargai itu, malahan dia juga merasa malu dengan hadiah gelang yang Tang Can
berikan.
“Lihat kakakmu, dia bekerja dimuseum,” kata Bibi
pertama kepada anak nya, supaya belajar dari Tang Can.
“Museum?” tanya Tang Can sambil menatap tajam Ibu Tan.
“Cancan, hari ini ulang tahun Ibumu, semua
orang juga berkumpul, buatlah Ibu senang,” bisik Ayah Tang, menenangkan Tang Can. Lalu
dia mengajak semua orang untuk bersulang.
Setelah
selesai bersulang, Paman kedua menanyai, berapa gaji Tang Can sebulan, bekerja
di museum. Dan Tang Can menyuruh mereka untuk menanyai Ibu Tang saja.
“Gajinya tidak banyak. Dia anak perempuan.
Menurutku yang terpenting adalah lingkungan kerja yang bagus,” jawab Ibu
Tang sambil tertawa.
“Menurutku, Cancan harus terus menjadi aktris.
Dulu jadi artis sangat bagus. Saat dia kecil, dia masuk TV dan syuting iklan, dapat
banyak uang. Membeli mobil dan rumah, banyak orang iri,” komentar
Paman kedua.
Mendengar
itu, suasana menjadi agak tidak nyaman bagi Tang Can, Ayah Tang, dan Ibu Tang.
Apalagi ketika yang lain juga ikut berkata hal yang sama.
Setelah
selesai makan, Tang Can ingin pulang begitu saja. Dan Ibu Tang memarahinya. “Jika kamu
tidak mengolah toko Taobao, dan mengejar impian artismu, apa aku perlu
berbohong didepan teman dan keluarga? Kamu kira aku tidak takut ketahuan? Aku
tidak malu?” omelnya.
“Bukankah itu impian kalian? Saat kecil aku
mau main drama, tidak mau syuting iklan, kalian memaksa aku pergi. Sekarang aku
mau lanjutkan, itu membuatmu malu,” balas Tang Can, sinis.
Ibu Tang
membentak Tang Can untuk jangan hanya menyalahkannya saja. Karena dulu Tang Can
yang bilang sendiri, mau memberikan hidup nya baik kepada mereka. Dan Tang Can
membenarkan.
“Jadi jangan selalu anggap kami memaksamu!
Lagipula, apa aku tidak pernah membantumu? Film saat kamu naik SMA, terakhir
sisa dua kandidat, kamu tidak lolos. Apa ini juga salahku?” kata Ibu
Tang dengan emosi.
“Jangan bahas lagi,” kata Ayah
Tang, menghentikan Ibu Tang. “Cancan juga sedih,” jelasnya.
Tapi Ibu Tang tetap tidak mau berhenti.
“Lihat putrimu sudah seperti apa? Usianya
sudah 26 tahun, masih saja bermimpi,” gerutu Ibu Tang.
Saat Tang
Can pulang, Jian Jian sedang menangis di sofa sambil memeluk kedua lutut nya
dan menutupi dirinya sendiri dengan selimut. Dan Tang Can lalu duduk
disampingnya dan ikut menangis.
Flash back
Dengan
bantuan Jian Jian, Tang Can membuatkan kado gelang untuk Ibunya dengan perasaan
yang sangat tulus dan bersungguh- sungguh.
Dengan
bantuan Ziqiu, Tang Can membuatkan kue ulang tahun untuk Ibunya.
Flash back
end
Selesai
menangis, Jian Jian dan Tang Can sama- sama memakai sendok dingin untuk
mengobati mata mereka yang bengkak.
Jian Jian
mengakui bahwa dia merasa bersalah. Karena dia memberikan ide yang buruk kepada
Tang Can. Dia mengira hadiah buatan sendiri lebih baik daripada gelang emas.
Dan Tang Can membalas bahwa Ibunya yang salah, karena selalu menaruh harapan
padanya.
“Itu ulang tahun Ibumu, kamu ikuti saja, untuk
menjaga hubungan kalian, kenapa malah memperburuk? Bukankah kamu sudah tidak
syuting lagi? Kamu beritahu dia,” kata Jian Jian.
“Tidak mau,” balas Tang Can sambil cemberut.
“Aku juga merasa toko Taobao ini tidak untuk
jangka panjang. Yang dikatakan Ayahmu tentang kerja dimuseum, kamu pikirkan
lah,” kata Jian
Jian, menyarankan.
“Tidak mau,” balas Tang Can.
Jian Jian
terus mencoba membujuk Tang Can agar mencoba saja terlebih dahulu untuk bekerja
dimuseum. Tapi Tang Can tetap tidak mau. Lalu mereka berdua mulai bertengkar
hebat.
“Kamu meremehkan pekerjaan ku, kan? Sekarang
kamu sudah hebat. Karya mu dijual diluar negri. Kamu lebih hebat dari kami,
bahkan bisa mengajari orang,” ejek Tang Can dengan sinis.
“Kamu gila?” gerutu Jian Jian.
Mereka
berdua kemudian saling memukul menggunakan bantal sambil mengatai satu sama
lain gila.
Setelah
selesai, Tang Can merebut remot TV dan mengabaikan Jian Jian.
Dengan
kesal, Jian Jian pun pergi ke rumah Ling Xiao dan berbaring disana. Kemudian
ketika Ling Xiao bertanya, diapun bercerita dengan penuh emosi.
“Kata- kata marah dari teman, jangan anggap
serius,” kata Ling
Xiao, menenangkan Jian Jian.
“Sekarang aku tidak bisa kendalikan otakku!
Aku sangat marah! Jika hari ini dia tidak meminta maaf, malam ini aku pasti
meledak!” gerutu Jian
Jian, stress.
“Menurutku, jika aku melakukan sesuatu
sekarang, itu bisa mengalihkan pikiran mu,” kata Ling Xiao.
“Tidak mungkin, malam ini tidak bisa kulalui,” balas Jian
Jian, yakin.
“Jadi aku coba,” kata Ling Xiao. Lalu dia langsung mencium
bibir Jian Jian.
Merasakan
itu, Jian Jian menutup matanya dan menikmati ciuman dari Ling Xiao. Lalu
setelah selesai, dia langsung menyembunyikan wajah nya karena malu dan memukuli
Ling Xiao.
“Berguna?” tanya Ling Xiao sambil memegang tangan Jian
Jian yang memukuli nya. “Aku mandi dulu. Nanti aku bawakan es krim,” katanya
sambil mengelus kepala Jian Jian dengan lembut.
Direstoran.
Ketika Ibu Ming memesan makanan, Ayah Ming dan Mingyue sama- sama
mengabaikannya serta bermain ponsel saja. Dan Ibu Ming merasa sangat kesal.
“Apa aku pengasuh kalian?” keluh Ibu
Ming. Lalu dia menyuruh Mingyue untuk memesan juga.
“Ibu, pesan kerang saja,” kata
Mingyue, menyarankan.
“Baru pesan abalon dengan bihun, kamu mau
kerang?” tanya Ibu
Ming dengan sinis. “Apa kamu bisa buat rencana? Bagianmu sisa
sayuran hijau.”
“Kalau begitu selada,” kata
Mingyue.
Mendengar
itu, Ibu Ming menghela nafas kesal. Lalu dia memesan bok choy. Dan Mingyue
sudah menduga itu, jadi diapun tidak mau berbicara lagi.
“Ayahmu tidak makan selada, kamu tidak tahu
itu?” tanya Ibu
Ming, ketus. Dan Mingyue beneran tidak tahu serta bertanya, apakah itu benar
kepada Ayah Ming.
“Oh benar. Ibumu benar,” kata Ayah
Ming.
“Ayahmu ini baik dalam hal ini. Seumur
hidupnya dengarkan aku. Mencari pasangan harus seperti ini. Kondisi keluarga
mau baik atau buruk, tidak lah penting.
Yang penting harus mencari yang bersifat baik. Apapun tidak ribut denganmu,” kata Ibu
Ming, mulai berceramah.
Mendengar
itu, Mingyue diam dan sibuk bermain dengan ponselnya saja. Dan dengan kesal,
Ibu Ming menyuruh Mingyue untuk berhenti bermain ponsel.
Kemudian Ibu
Ming mengadukan kepada Ayah Ming tentang Mingyue yang ingin pergi ke Beijing.
Dan dia menjelaskan bahwa dia tidak setuju dengan itu. Juga dia tidak ingin
Mingyue terus berhubungan dengan Tang Can yang bisa memberikan pengaruh buruk.
Mendengar itu, Ayah Ming tidak terlalu peduli. Dan Mingyue hanya diam saja.
Lanjut...
ReplyDelete