Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 25

 


Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Seperti biasa, Ibu Ming selalu meremehkan Mingyue, tanpa mau mendengarkan pendapat Mingyue sama sekali.

Menurut Ibu Ming pergi ke Beijing itu tidak baik, jadi dia tidak setuju. Bekerja sebagai wartawan itu tidak bagus, jadi dia mau agar Mingyue berhenti. Lalu dia ingin Mingyue belajar dan fokus mempersiapkan diri untuk ikut ujian pegawai sipil, karena baginya pekerjaan pegawai sipil itu lebih bagus dan stabil. Dan tentu saja, Mingyue menolak. Tapi Ibu Ming tidak mau dibantah.



Ayah Ming berusaha membela dan mendukung keinginan Mingyue. Tapi ketika Ibu Ming membentak dan memarahinya, dia langsung berhenti ikut campur.

“Hari ini aku kembali ke sana,” kata Mingyue, merasa capek.


Mendengar itu, Ibu Ming memberikan beberapa buku tebal untuk Mingyue. “Boleh saja. Tapi, bawa buku ini. Sore tadi khusus kubelikan. Pelajarilah,” jelasnya. Dan dengan terpaksa, Mingyue menerima buku- buku tersebut.

Secara diam- diam, Mingyue masuk ke dalam apatermen.

Lalu setelah masuk ke dalam kamar, Mingyue menyimmpan buku- buku yang Ibu Ming berikan ke dalam laci. Karena dia sama sekali tidak mau mempelajari itu.



Pagi hari. Ketika Jian Jian bangun dan melihat Ling Xiao, dia jadi teringat akan ciuman mereka berdua semalam. Dan dengan panik, diapun langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk menghindarinya. Tapi dia malah dikejutkan oleh Mingyue, saat dia melihat bahwa Mingyue sedang menggosok gigi dikamar mandi.


“Kamu pulang untuk pindah?” tanya Jian Jian, khawatir.

“Jadi, kau mau pulang ke rumahmu?” balas Mingyue dengan serius.

“Baik. Sekarang juga?” tanya Jian Jian, setuju, asalkan Mingyue mau tinggal diapatermen ini lagi, maka dia bersedia untuk pindah dari sini.

Mendengar itu, Mingyue tertawa. Dan Jian Jian merasa bingung. Mingyue kemudian menjelaskan bahwa dia sudah tidak marah lagi. Juga menurutnya perkataan Jian Jian kemarin benar, orang lain tidak menyukainya bukan berarti itu salah nya. Lagipula dari awal dia yang telah salah paham dan terlalu percaya diri, karena mengira Ling Xiao menyukainya. Juga dia mau melihat hal menarik yang akan Jian Jian hadapi nantinya, karena Ziqiu dan Ling Xiao sama- sama menyukai Jian Jian.

“Kamu ini iblis?” tanya Jian Jian, ngeri, karena Mingyue tampak bersenang- senang diatas penderitaan nya. Dan Mingyue tertawa.




Saat sarapan, Ling Xiao ingin meminta maaf kepada Mingyue dan menjelaskan salah paham antara mereka berdua. Tapi Mingyue langsung menghentikannya, karena dia tidak ingin membahas itu lagi. Lalu untuk menghilangkan rasa malunya, Mingyue menyindir Jian Jian sedikit. Tapi sebelum Mingyue selesai berbicara, Jian Jian langsung menginjak kakinya yang berada dibawah meja dan memberikannya tatapan tajam.

Dengan sengaja, Mingyue balas menginjak kaki Jian Jian dan menatapnya dengan tajam. Lalu setelah itu, mereka saling tersenyum dan berhenti menginjak kaki masing- masing.




Kemudian Tang Can yang baru bangun bergabung dengan mereka untuk sarapan. Dan saat dia serta Jian Jian tidak sengaja saling bertatapan, mereka berdua sama- sama mendengus dan membuang wajah. Melihat itu, semuanya merasa bingung dan heran ada apa.


“Lupakan. Lupakan,” gumam Jian Jian dengan frustasi, ketika dia terus teringat akan ciuman nya dengan Ling Xiao.

Melihat itu, Ziqiu merasa heran dan bertanya ada apa. Dan Jian Jian langsung menanyainya, apakah Ziqiu akan tiba- tiba menciumnya, jika dia dalam keadaan tidak tenang. Dan Ziqiu langsung menjawab tidak, malahan dia akan memasukkan kepala Jian Jian ke dalam kulkas.


“Hebat. Jawaban tepat,” puji Jian Jian sambil bertepuk tangan.

Ziqiu kemudian menanyai, kenapa Jian Jian dan Tang Can bisa bertengkar. Dan Jian Jian menjawab bahwa Tang Can yang mulai duluan.


“Bukan aku mau mengataimu. Lihat panjangnya kuku Tang Can seperti penyihir. Jika melawannya, kau pasti kalah. Pakai jurus rahasia saja,” kata Ziqiu, memberikan saran. “Misal dia takut geli, kau kelitiki saja dia,” jelasnya.

“Hebat,” puji Jian Jian sambil bertepuk tangan lagi.


Saat Jian Jian sudah sampai distudio, dia menanyai Du Juan dan Zhou Miao, siapa yang telah menulis makalah tentang dirinya, karena isi makalah itu terlalu berlebihan. “Pemimpin hebat seni pahat masa kini.”


Dengan bangga, Zhou Miao menjawab bahwa dia yang meminta orang untuk menulisnya. Lalu Zhou Miao menjelaskan bahwa karena itu, pengikut Weibo mereka sekarang sudah bertambah 30 orang lebih.

“Oh iya, wartawan koran mingguan pagi kota kita, sudah membalas teleponku. Ingin buat janji untuk mewawancaraimu. Kita harus mempromosikan studio kerja kita agar lebih baik, kuat, dan besar. Serahkan saja padaku,” jelas Zhou Miao, bersemangat.

“Kau hebat sekali, sayang,” puji Du Juan senang.

“Kapan aku bilang aku ingin diwawancarai? Batalkan saja,” tolak Jian Jian.


“Bos Li, jangan seperti itu. Studio ini bukan milikmu seorang, ada setengah milik Juanjuan (Panggilan sayang untuk Du Juan). Sebagai rekan, harus bisa mengutamakan keuntungan bersama,” kata Zhou Miao, menjelaskan. Dan Du Juan tesenyum menyetujui.

Dengan sabar, Jian Jian menjelaskan alasannya menolak kepada mereka berdua. Isi makalah yang ditulis dikoran ini terlalu berlebihan, jika Guru nya lihat, maka Guru nya pasti akan marah. Sebab hal yang melanggar moral adalah larangan baginya.

“Guru Peng dalam satu tahun dapat banyak uang dan sering diwawancarai. Kenapa hanya dia yang boleh terkenal, murid sendiri tak boleh diwawancarai?” tanya Zhou Miao dengan sikap ngeselin.

“Aku membayarmu jadi kepala pemasaran atau jadi manajer? Kau hanya datang bekerja, tahu tidak?” balas Jian Jian dengan kesal. Lalu dia meremas koran yang menuliskan tentang dirinya dan melemparkan itu kepada Zhou Miao.

Xixi masih ingat mendekati Ling Xiao. jadi dia membelikannya segelas kopi dan berpura- pura bertanya- tanya tentang hubungan antara Ling Xiao serta Jian Jian. Dan Ling Xiao menerima kopi tersebut serta langsung membayar Xixi, lalu dia menjelaskan bahwa dia tidak ingin privasinya disebarkan di seluruh rumah sakit.

“Aku bersumpah, tidak akan menyebarkannya,” kata Xixi sambil mengangkat tangannya untuk membuat sumpah.

“Aku keluar makan,” balas Ling Xiao, tidak mau bercerita.

“Sama-sama saja,” kata Xixi, ingin ikut.

“Lain kali, sudah ada janji,” balas Ling Xiao, lalu dia langsung pergi. Dan Xixi menghela nafas kecewa.


Ling Xiao mengajak Mingyue untuk makan siang bersama sebagai permintaan maaf. Dan ketika memesan, Mingyue merasa bingung harus memesan apa. Dan Ling Xiao menjelaskan bahwa Mingyue boleh memesan apa saja.

Kalian lihat menu pesan makanan tak merasa ragu? tanya Mingyue, pelan.

Dalam menu ada puluhan masakan, setelah ke restoran, tak peduli ragu berapa lama, biasanya kita akan pilih yang kita tahu, dan yang kita sukai. Setelah memesannya, maka tak akan ragu lagi, kata Ling Xiao, menjelaskan.

Ibuku keberatan aku selalu pilih yang sama, balas Mingyue sambil cemberut.

Ibumu mentraktir makan juga selalu makan makanan laut, balas Ling Xiao sambil tersenyum, memberikan kepercayaan diri kepada Mingyue.


Dengan senang, Mingyue memanggil pelayan dan memesan makanan kesukaannya sambil menatap Ling Xiao dengan ragu- ragu. Dan Ling Xiao mengangguk kan kepalanya. Dia membiarkan Mingyue untuk memesan apa saja yang Mingyue inginkan.

Berhasil, gumam Mingyue senang, ketika dia telah selesai memesan. Ibuku memesan seperti itu, jelasnya.

Cukup baik, puji Ling Xiao.


Ling Xiao kemudian memberikan masukan kepada Mingyue. Menurutnya Mingyue harus melakukan intropeksi diri. Karena dia melihat Mingyue selalu meremehkan dan menyalahkan diri sendiri. Juga baginya, Mingyue sangat baik, tapi Mingyue kurang percaya diri. Jadi Mingyue benar- benar harus melakukan intropeksi diri.

Jika aku sangat baik, kenapa kau tak menyukaiku? tanya Mingyue, ingin tahu.

Kau baik atau tidak, apa itu berhubungan dengan aku menyukaimu atau tidak? balas Ling Xiao, bertanya. Itu dua hal berbeda, tegasnya.

Oh. Benar juga. Sebenarnya, tetap aku kurang baik, gumam Mingyue sambil menunduk dan menatap ke bawah.

Kau sungguh sangat baik, balas Ling Xiao, tulus. Jika kau tidak baik, mana mungkin aku berteman denganmu?

Terima kasih, kata Mingyue, senang.


Ling Xiao lalu menceritakan tentang dirinya. Dia sendiri juga ada melakukan intropeksi diri, karena dalam beberapa hal dia memang salah. Awalnya dia mendekati dan berteman dengan Mingyue karena dia memang ada niat untuk memanfaatkan Mingyue. Saat dia di Singapura, selain kuliah, waktu yang tersisa di gunakan untuk menjaga Ibunya, mengantar adiknya ke sekolah, memasak, dan mengurus rumah. Terkadang saat tengah malam dia sering terbangun untuk melihat apa yang Ibunya lakukan. Emosi Ibunya itu tidak stabil, jadi Ibunya bisa melakukan hal yang membahayakan. Setiap hari dia merasa sangat lelah dan hampir tidak bisa bertahan. Karena itu, dia sering menghubungi Mingyue untuk menanyai tentang Jian Jian, sebab dengan begitu, dia bisa menjauhi kehidupan yang menekan dirinya.

Jika sungguh begitu, aku tak keberatan kau manfaatkan. Semua ini aku yang bersedia, kau tak memaksaku, kata Mingyue, mengerti.

Kau tak menyalahkanku, bukan berarti aku tak bersalah, balas Ling Xiao. Aku harus minta maaf. Maaf.

Sudahlah, sudah berlalu, kata Mingyue, bersikap dermawan. Sebenarnya, yang kau katakan hari ini membuatku cukup senang. Setidaknya aku membantumu, lebih baik kau katakan terima kasih.

Terima kasih, kata Ling Xiao.

Sama-sama, teman lama, balas Mingyue sambil tertawa.


Dengan penasaran, Ling Xiao kemudian menanyai, sejak kapan Mingyue menyukai nya dan mengapa Mingyue menyukai nya. Karena sebelum dia ke Singapura, mereka berdua hanya kenal selama setahun saja. Dan ditahun itu, mereka berdua jarang berbicara. Dan Mingyue menjawab bahwa dia menyukai Ling Xiao, sejak SMA kelas satu, saat itu Ling Xiao mengatakan bahwa dirinya sangat baik, jadi dari situ dia langsung menyukai Ling Xiao.

Sejak saat itu terus menyukaiku? tanya Ling Xiao, memastikan. Dan Mingyue tersenyum mengiyakan. Kau bahkan tak memahamiku.

Aku memahamimu, kau sungguh sangat baik, balas Mingyue.


Jelas-jelas kita sering berbincang di WeChat. Tetapi kau hanya cerita masalah Li Jian Jian, dan tak penasaran dengan masalahku. Kau juga tak tanya, aku juga hampir tak pernah membahas masalahku. Ini termasuk memahami? tanya Ling Xiao, heran.

Aku tahu hidupmu sulit, aku masih perlu memahaminya? balas Mingyue, tidak mengerti.

Tahu hidupku sulit, tak ingin lebih memahami? tanya Ling Xiao. Dan Mingyue tidak bisa menjawab, karena tidak tahu harus menjawab apa.

Ling Xiao kemudian menyimpulkan masalah Mingyue. Menurutnya, Mingyue mungkin tidak terlalu menyukainya. Saat Mingyue mengetahui perasaannya kepada Jian Jian, Mingyue merasa marah karena ada terlalu banyak kesalah pahaman dan Mingye jadi merasa malu sendiri.

Mendengar itu, Mingyue diam dan berpikir.



Malam hari. Tang Can menanyai, apa kesimpulan dari pembicaraan Mingyue dengan Ling Xiao. Dan Mingyue menjawab bahwa semuanya hanya salah paham saja. Jadi dia dan Ling Xiao tetap terus menjadi teman.

Kau orang yang begitu mudah menyerah, komentar Tang Can dengan ketus. Diam-diam menyukainya sembilan tahun. Nona, kau baik-baik saja? Sebenarnya, apa yang kau suka dari Ling Xiao? tanyanya, heran.

Sebenarnya dalam perjalanan pulang, aku terus memikirkan hal ini, balas Mingyue, menjelaskan. Dibandingkan menyukainya, aku mungkin lebih suka diam-diam menyukainya. Diam-diam menyukai bisa dilakukan dan dikuasai satu orang. Tak perlu berkorban, dan tak perlu memilih. Dan setiap kali aku memikirkannya, aku sangat senang dan terhibur, jelasnya dengan senang.

Aku sungguh tak mengerti, balas Tang Can, heran.


Tang Can kemudian menghela nafas frustasi. Menurutnya mereka berdua ini begitu sial, tidak seperti Jian Jian. Karena Mingyue gagal dalam hubungan cinta dan hanya pekerja kontrak saja. Dan dirinya sendiri, gagal dalam karir dan pengangguran. Sedangkan Jian Jian sudah menjadi seniman hebat, bahkan karya nya sudah terjual sampai ke luar negeri. Kelak mereka berdua tidak akan sepadan lagi dengan Jian Jian.

Jangan berkata begitu, komentar Mingyue.


Tepat disaat Tang Can mengatakan itu, Jian Jian pulang dan mendengar itu semua. Lalu dengan kesal, dia menutup pintu dengan keras dan pergi.

Mendengar itu, Tang Can dan Mingyue merasa sama- sama kaget serta terdiam.


Jian Jian pergi ke café dan memakan satu kue besar sendirian sambil puas. Melihat itu dari jauh, Ling Xiao tersenyum geli. Kemudian ketika Jian Jian hampir selesai, dia mendekatinya.


“Kenapa kau tahu aku di sini?” tanya Jian Jian, heran.

“Awalnya, aku ingin berputar kemari untuk beli sebuah kue dan bawa pulang untukmu,” jawab Ling Xiao, menjelaskan.

“Begitu,” gumam Jian Jian, malu- malu. “Aku sudah selesai makan, kau mau makan?” tanyanya, menawarkan kue nya. Dan Ling Xiao mengiyakan. “Kuambilkan sendok,” katanya. Tapi Ling Xiao tidak menunggu dan langsung memakan kue menggunakan sendok Jian Jian.


Melihat itu, Jian Jian merasa gugup, karena itu seperti ciuman tidak langsung. Dan Ling Xiao tersenyum geli melihat reaksi lucu Jian Jian tersebut.


Ling Xiao kemudian menceritakan kepada Jian Jian bahwa siang ini dia mentraktir Mingyue makan, dan dia sudah meminta maaf serta menjelaskan semuanya kepada Mingyue. Mendengar itu, Jian Jian menundukkan kepalanya dan bersikap suram.



“Kenapa?” tanya Ling Xiao, bingung.

“Kami berteman begitu lama, aku tak sangka Tang Can akan iri,” kata Jian Jian, menceritakan tentang masalahnya. “Studio kerja kami baru tahun ini mulai mendapat uang. Dan setiap hari disiksa klien, sebuah karya terus-menerus diperbaiki. Dia gila bila iri padaku,” keluhnya dengan kesal.

“Sudahlah, jangan bersedih,” hibur Ling Xiao. “Mungkin dia sendiri tidak lancar, jadi bicaranya tidak enak didengar,” katanya sambil memegang kedua tangan Jian Jian dengan erat.


Dengan malu dan gugup, Jian Jian menarik tangannya. Lalu dia menceritakan bahwa dia hanya ingin semuanya hidup dengan baik serta negara ini sejahtera. Dan Ling Xiao membalas bahwa keinginannya lebih sederhana, dia berharap keluarga nya hidup bahagia dan tidak sakit. Juga dia ingin menikahi seseorang dan melahirkan dua anak.

“Siapa yang mau melahirkan dua anak?” balas Jian Jian sambil tersenyum malu- malu.

“Jadi mau berapa?” tanya Ling Xiao sambil tersenyum.


“Aku ingin…” kata Jian Jian, berpikir. Lalu kemudian dia tersadar dan ingin memukul Ling Xiao. Tapi Ling Xiao langsung menghindarinya sambil tertawa.


Zhou Miao izin bekerja, karena komunitasnya sedang ada kegiatan pagi ini, dan siangnya dia janji makan bersama dengan wartawan mingguan pagi. Mengetahui itu, Jian Jian mengeluh kesal, kenapa dia tidak tahu kalau komunitas kampu ada begitu banyak kegiatan.

“Jangan terlalu manjakan dia, biar dia kerjakan tugasnya sendiri,” kata Jian Jian, menasehati Du Juan.

“Lagi pula aku juga tak sibuk, aku hanya tak tega dia kelelahan. Kau anggap demi aku berlapang dadalah,” pinta Du Juan, dengan sikap manja.

“Masih tak cukup lapang dada? Jika bukan karena kamu, sudah aku usir dia,” bentak Jian Jian, kesal.

“Sudahlah, istirahatlah,” kata Du Juan, menenangkan Jian Jian.

Demi Du Juan yang terus membujuknya, maka Jian Jian pun bersedia menerima wawancara. Dia melakukan wawancara di café Ziqiu.

Melihat itu, para karyawan mulai bergosip sedikit. Café mereka ini setiap harinya hanya mendapatkan pendapatan sedikit saja, jika bukan karena Ziqiu kaya, maka mungkin café ini sudah bangkrut. Dan setahu mereka, alasan Ziqiu membuka café ini adalah untuk Jian Jian. Jadi karena itulah mereka merasa kagum dan iri kepada Jian Jian, karena Jian Jian punya karir yang bagus dan kakak yang kaya.


Ketika Ziqiu datang dari dapur, para karyawan berhenti bergosip.

Ziqiu memperhatikan kue- kue di etalase yang masih banyak belum terjual, dan dia merasa heran, kenapa ada banyak yang belum terjual.

Setelah Ziqiu masuk ke dapur, para karyawan mulai bergosip lagi. Menurut mereka, kue di café mereka ini terlalu mahal, jadi anak kecil saja tidak akan sanggup untuk membeli nya.

Setelah selesai wawancara. Jian Jian dan Ziqiu mengobrol bersama. Jian Jian mengomentari bahwa café Ziqiu ini tampak sepi. Dan dia menanyai, apakah Ziqiu punya cara untuk mengatasi ini.

“Ayah mengenalkan temannya padaku, Bibi yang bermarga Luo. Kudengar khusus mengajari grup kafe dalam persiapan dan pelatihan karyawan. Besok aku ajak dia datang, untuk belajar darinya,” jelas Ziqiu.

“Bibi Luo? Aku tak pernah dengar,” kata Jian Jian, heran.

“Aku juga tak pernah,” balas Ziqiu.


Jian Jian menasehati Ziqiu bahwa Ziqiu harus mengolah café ini dengan baik. Walaupun uang dari Huaguang sangat banyak, tapi akan rugi juga bila disayangkan. Dan dengan tidak senang, Ziqiu menyuruh Jian Jian untuk jangan membahas tentang Huaguang lagi.

“Baiklah,” kata Jian Jian, mengerti. “Kafe ini juga hasil kerja kerasmu. Olahlah dengan baik. Lebih banyak pikirkan kafe, bukan wanita.”

“Kenapa jadi pikirkan wanita?” tanya Ziqiu, heran.



Dengan serius, Jian Jian menjelaskan bahwa didalam hatinya dia sudah menganggap Ziqiu sebagai kakak kandung nya. Jadi dia tidak bisa menikah dengan Ziqiu. Juga dia tahu bahwa sebenarnya Ziqiu hanya ingin menjaga dirinya saja, tapi dia sudah besar, dia bukan anak kecil lagi, jadi dia sudah bisa menjaga dirinya sendiri dan bahkan dia menjaga Ziqiu serta Ling Xiao. Dan walaupun mereka tidak bisa berada didalam satu akta didalam hukum, tapi didalam hatinya, Ziqiu selalu satu keluarga baginya.

“Akta keluarga di hatimu berbentuk seperti apa?” tanya Ziqiu dengan ragu sambil menatap Jian Jian yang tersenyum dan memegang tangannya dengan lembut.

“Kepala keluarga Li Haichao, anggota keluarga Sun Huiying, hubungan suami-istri. Almarhum. He Ziqiu, putra pertama. Li Jian Jian, putri pertama,” jawab Jian Jian, menjelaskan dengan detail.

“Jadi Ling Xiao?” tanya Ziqiu, ragu.

“Ini aktaku, dia ada di buku yang lain. Kepala keluarga, Li Heping. Putra pertama, Ling Xiao,” jawab Jian Jian dengan serius.



Mendengar itu, Ziqiu merasa terharu. Dan dengan tulus sambil memegang kedua tangan Ziqiu dengan erat, Jian Jian menegaskan bahwa mereka berdua selalu adalah satu keluarga dan berada didalam satu akta yang sama.


Malam hari. Tang Can membuat rekaman untuk mengikuti audisi supaya bisa mendapatkan peran. Tapi karena saking gugupnya, dia tidak bisa melakukan perannya dengan baik dan harus terus mengulang- ulang.

Disaat itu, Mingyue dan Jian Jian datang ke kamar nya. “Li Jian Jian beli mie dingin,”kata Mingyue dengan gugup.



Saat makan, Jian Jian dan Tang Can saling diam. Melihat itu, Mingyue pun berbicara untuk membantu mereka berdua supaya bisa berbaikan. Dan dibawah meja dia menendang- nendang kaki Jian Jian sebagai kode untuk berbicara juga.

“Can, kau bilang ingin menyerah jadi aktris, 'kan? Kau bilang, karena yang mencarimu itu adalah pemain tambahan saja. Jadi kau ingin menyerah. Apa yang kau pikirkan?” tanya Mingyue dengan hati- hati.

“Ceritakanlah,” kata Jian Jian, singkat.


“Benar, ceritakanlah. Kita diskusikan, dan mendukungmu,” pinta Mingyue, membujuk Tang Can.

Tang Can pun berhenti makan dan bercerita. Dia terus mengikuti berbagai audisi, tapi selalu gagal. Dia tahu kalau mereka berdua sangat mendukung nya, sejak dari SMA sampai sekarang. Tapi …


Flash back

Saat SMA, Tang Can mulai sering gagal dalam audisi. Dan orang- orang yang dulu dekat dengannya serta berteman dengannya mulai menjauhi nya serta membicarakan dan mengejek dirinya. Sehingga diapun menjadi penyendiri.

Disaat itu, orang yang datang dan menolongnya secara diam- diam adalah Mingyue dan Jian Jian. Dan dia mengetahui itu.



Direstoran. Jam makan siang. Ibu Tang menghibur Tang Can untuk jangan terlalu memikirkan perkataan orang. Lalu dia memberitahu bahwa kemarin orang dari perusahaan Beijing menelponnya, mereka bilang Tang Can sangat berbakat dan mereka ingin mengontrak Tang Can. Mengetahui itu, Tang Can merasa sangat bersemangat.

“Bagaimana pembahasan kalian?” tanya Tang Can, ingin tahu.


“Ini, kami…  hanya garis besarnya, tak banyak bicara juga,” balas Ibu Tang. “Intinya aku merasa agensi hiburan itu tak membantu kita. Butuh manajer, Ibu jadi manajermu saja. Juga tetap bisa syuting film, 'kan? Kau tak tahu, mereka sangat licik. Ingin ambil sebagian besar uang. Bilang kau orang baru, awalnya ingin 30% dan 70%. Pada akhirnya, masing-masing 50%. Ya ampun, satu drama kita hanya dapat puluhan ribu. Semua untuk mereka, termasuk hal bagus apa?” jelas Ibu Tang, menjelek- jelekkan perusahaan agensi.

“Bukan, Ibu. Agensi hiburan akan membantu mempromosikan,” balas Tang Can, protes.

“Semuanya menipu. Ibu akan mempromosikanmu. Lihat hasil dari promosi kita ini. Teman dan saudara mengenalmu. Dan juga kemarin telepon dari wartawan untuk masuk koran,” balas Ibu Tang dengan bangga.

“Itu berbeda,” protes Tang Can.



“Apa yang berbeda? Kau ini masih kecil, tak mengerti apa pun,” balas Ibu Tang, tidak mau mendengarkan protes Tang Can.

Mendengar itu, Tang Can merasa frustasi. Dan ketika Ibu Tang mulai membahas bahwa alasan mereka gagal audisi, itu adalah karena peforma Tang Can kurang bagus. Tang Can semakin merasa frustasi, stress, dan sedih.

Disaat Tang Can merasa sedih, Mingyue dan Jian Jian mendekatinya serta berteman dengannya. Dan itu membuatnya  merasa sangat bahagia.

Flash back end


“Di saat aku paling memalukan, kalian menerimaku dan mendukungku. Aku sungguh sangat terharu. Tetapi kemudian, aku sangat takut pada dukungan kalian. Apa kalian tahu?” jelas Tang Can, bertanya. “Setiap kali aku gagal, dan saat kalian menyemangatiku, seperti apa perasaanku? Tatapan menghibur membuatku merasa aku sangat tidak berguna. Aku merasa tak ada tempat, seperti hal konyol, selalu gagal,” jelasnya dengan sedih.

“Jika kami tak bertanya, kau akan merasa senang?” balas Jian Jian.


“Orang yang sukses, meski diludahi orang, itu juga pujian dari iri hati. Orang yang gagal, menghadapi tepuk tangan, tetap sebuah tamparan. Semakin kalian menyemangatiku, aku semakin merasa diriku sendiri bukan terlahir untuk itu,” kata Tang Can, menceritakan perasaan nya dengan penuh emosi.

1 Comments

Previous Post Next Post