Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 26

 


Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Bagi Tang Can dukungan yang Mingyue serta Jian Jian berikan kepadanya, itu terasa seperti beban. Apalagi setiap kali Ibu Ming datang, Ibu Ming selalu mengatainya pengangguran.


“Jika kau merasa kau sendiri tak bisa, kenapa kau masih ikut audisi? Kau ini sangat bertele-tele,” komentar Jian Jian, kesal. “Kau bilang kau tak bisa, tetapi masih tetap ikut audisi.”

“Aku tak ingin kalian tahu! Aku takut malu, kenapa?” bentak Tang Can.



Jian Jian dan Tang Can kemudian mulai bertengkar. Dan Mingyue hanya bisa diam saja, karena dia bingung harus bagaimana. Dia berusaha menghentikan Jian Jian, tapi Jian Jian tidak mau  berhenti. Dia berusaha menenangkan Tang Can, tapi Tang Can tidak mau tenang.

“Aku mengerti jika hatimu kacau. Tetapi Tang Can, kami ini sahabatmu, bukan pelampiasan emosimu, terlebih lagi bukan musuhmu! Musuhmu sekarang adalah diri sendirimu!” teriak Jian Jian, tegas.

“Jian Jian,” kata Mingyue, menghentikan Jian Jian.

Zhuang Bei melihat kontrak untuk Jian Jian dan menilai bahwa kontrak itu baik-baik saja. Tapi Ling Xiao tidak merasa aman, jadi dia mengecek nya lagi.

Tepat disaat itu, Jian Jian datang dan Zhuang Bei pun memanggilnya. “Kebetulan, tanda tangani kontrak ini,” panggil nya. Tapi Jian Jian mengabaikannya dan masuk ke dalam kamar Ling Xiao begitu saja.


Tang Can kemudian datang dan menjelaskan bahwa mereka hanya sedang bermain- main saja. Lalu Mingyue juga datang, dan Zhuang Bei langsung menyapa nya.

Zhuag Bei lalu memberikan kalung kepada Tang Can, karena terakhir kali Tang Can telah menemani Ibunya bermain mahjong, juga Tang Can ada memberikan kalung kepada Ibunya, karena itu dia memberikan kalung ini sebagai bayaran nya. Dia sebenarnya mau memberikan uang, tapi dia merasa itu seperti nya kurang cocok.



Mendengar itu, Tang Can merasa malu, karena Mingyue dan Ling Xiao ada serta mendengarkan. Jadi diapun hanya diam saja.

Hal ini seharusnya kau katakan secara pribadi,” kata Mingyue, menegur sikap Zhuang Bei, karena dia tahu apa yang Tang Can sedang pikirkan.

“Ini juga bukan masalah besar. Lagi pula, kami tak bicara banyak saat bertemu,” balas Zhuang Bei, tidak merasa ada yang salah dengan sikapnya.


Mendengar itu, Tang Can langsung berlari pulang dengan sedih. Dan dengan kesal, Mingyue memberikan tatapan tajam kepada Zhuang Bei, kemudian dia pergi mengikuti Tang Can. Dan Zhuang Bei merasa sangat bingung.

“Kenapa kau begitu pada temanku? Keterlaluan!” kata Jian Jian, memarahi Zhuang Bei. Lalu dia masuk kembali ke dalam kamar Ling Xiao.

“Aku pergi lihat,” izin Ling Xiao.

Dengan bingung, Zhuang Bei pun pamit dan pergi.


Ling Xiao masuk ke dalam kamar dan duduk disebelah Jian Jian yang sedang sedih. “Bertengkar lagi dengan Tang Can? tebaknya.

Aku sedang menahan perkataan yang bisa melukainya, balas Jian Jian.

Saat bertengkar bisa menahan kalimat yang melukai, sungguh sangat dewasa, puji Ling Xiao.

Jangan lihat dia lebih tua dari kami, usianya itu tak berarti sama sekali. Hanya bisa marah padaku. Dia yang paling kekanak-kanakan, omel Jian Jian sambil cemberut.


Tepat disaat itu, Chen Ting menelpon. Dan Ling Xiao sengaja mengabaikan nya. Dan Jian Jian tidak mengetahui itu. Tapi ketika Chen Ting menelpon lagi, Jian Jian pun tahu. Dan Ling Xiao pun terpaksa mengangkat telpon darinya.

Saat Chen Ting tahu kalau Ling Xiao sedang bersama dengan Jian Jian, dia meminta untuk mengobrol dengan Jian Jian. Dan Jian Jian melambaikan tangannya sebagai tanda dia tidak mau. Namun Ling Xiao sengaja menyalakan mode speaker untuk Jian Jian. Dengan kesal, Jian Jian memukuli Ling Xiao dengan pelan. Lalu dia menyapa Chen Ting ditelpon.


Halo, Bibi Chen Ting. Apakah Anda sehat? tanya Jian Jian, berbasa- basi, karena dia tidak tahu harus berbicara apa.

Sehat. Sekarang aku bisa menjaga diriku, jawab Chen Ting dengan ramah. Ayahmu juga sehat, 'kan? tanyanya, berbasa- basi juga.

Ayahku juga sehat. Terima kasih perhatianmu, jawab Jian Jian dengan sedikit perasaan canggung.

Kudengar, Kak Ling Xiao kamu tinggal di seberangmu, 'kan? tanya Chen Ting. Dan Jian Jian tertawa mengiyakan. Kalian bisa saling menjaga, aku juga tenang. Jika tak ada masalah, sampai sini saja. Sampai jumpa, katanya.

Sampai jumpa, Bibi, balas Jian Jian dengan sopan.


Setelah telpon mati, Jian Jian mengomentari bahwa Chen Ting tampaknya sudah beneran berubah. Awalnya dia berpikir Chen Ting dan Meiyang tidak menyukainya, jadi dia khawatir bila mereka berdua berpacaran, maka Chen Ting dan Meiyang pasti tidak akan setuju.

Mendengar itu, Ling Xiao tersenyum. Kau peduli dengan pendapat mereka?

Aku peduli atau tidak, itu tak penting. Yang penting adalah keberadaan itu pasti ada, jawab Jian Jian.


Dengan penasaran, Jian Jian kemudian menanyai, sejak kapan Ling Xiao mulai menyukainya. Dan Ling Xiao menjawab sejak SMA. Dan lalu Jian Jian menanyai lagi, bila saat Ling Xiao di Singapura dan dia sudah menikah disini, maka bagaimana. Dan Ling Xiao menjawab bahwa dia akan menunggu Jian Jian sampai bercerai. Jika Jian Jian tidak bercerai, maka dia akan menjadi kakak untuk Jian Jian seumur hidup.

Pemikiranmu ini sedih sekali, komentar Jian Jian, tidak setuju. Banyak wanita di luar sana.

Kau tak mengerti. Orang sepertiku, aku tak mampu membangun hubungan dengan orang lain dari awal. Bersamamu adalah kemampuanku…” jawab Ling Xiao dengan serius. Menolong diri sendiri.

Ling Xiao kemudian mengulurkan tangannya dan menjelaskan bahwa jika Jian Jian tidak menggenggam tangannya, maka dia akan tenggelam. Dan Jian Jian membalas bahwa dia tidak begitu mengerti. Dengan sedih, Ling Xiao pun menarik tangannya kembali. Dan melihat itu, Jian Jian langsung menarik tangan Ling Xiao dan menggenggam nya dengan erat.


Meski aku tak begitu mengerti, tetapi kapanpun kau mengulurkan tangan padaku, aku akan meraihnya, kata Jian Jian. Bangun hubungan dengan orang asing, aku juga tak bisa lagi. Aku sudah curahkan padamu dan Kak Ziqiu, jelasnya sambil tersenyum.


Dengan senang, Ling Xiao langsung memeluk Jian Jian. Lalu dia menatap Jian Jian dan menyentuh wajah Jian Jian. Kemudian secara perlahan dia mendekatkan wajahnya untuk mencium Jian Jian, dan Jian Jian sama sekali tidak menolak.

Tapi sayangnya, sebelum bibir mereka berdua sempat bersentuhan, Ziqiu datang dan masuk ke dalam kamar. Jadi mereka berdua pun langsung berhenti dan menjauh.


Kalian sedang apa? tanya Ziqiu, heran.

Oh. Bermain, jawab Ling Xiao dengan gugup. Dan Jian Jian memberikan tanda jari peace.

Tanpa mengatakan apapun, Ziqiu pun keluar dari kamar Ling Xiao dan menutup pintu kamarnya. Dan suasana menjadi canggung.


Pagi hari. Saat sarapan Mingyue sengaja membaca buku komik milik Jian Jian di hadapan Ling Xiao dan Ziqiu. Melihat itu, Jian Jian merasa panik dan ingin merebut buku komiknya. Tapi keduluan oleh Ziqiu.

Apa ini? Apa ini komik orang normal? Kenapa kau membaca ini? tanya Ziqiu, heran. Karena buku komik tersebut bercerita tentang kakak yang jatuh cinta dengan adiknya sendiri.

“Mereka bukan saudara kandung, ini seperti keadaan kita,” kata Jian Jian, tanpa sadar. Lalu dengan panik, dia memperbaiki kata- katanya. “Bukan itu maksudku. Ini milik Du Juan,” tegasnya.

“Jadi apa pendapatmu?” tanya Ling Xiao sambil tersenyum. Dan Jian Jian merasa sangat gugup serta malu.


Selesai sarapan, Jian Jian menuduh bahwa Mingyue pasti sengaja mengeluarkan buku komik tersebut, karena ingin melihat nya menderita. Dan Mingyue tertawa serta menjelaskan bahwa dia hanya ingin membaca saja. Lalu dia menasehati Jian Jian untuk jujur kepada Ziqiu dan Ling Xiao, jika tidak, nanti itu akan mempengaruhi hubungan persaudaraan mereka bertiga.

“Aku takut mereka akan bertengkar,” kata Jian Jian.


“Tetapi semakin ditunda, masalah akan semakin besar,” balas Mingyue. Dan Jian Jian mengerti, tapi dia masih harus berpikir. “Hei. Komik jilid ke-7, kapan berikan padaku?” pintanya.

“Aku belum selesai baca, ada di kantorku,” jawab Jian Jian. Dan Mingyue menghela nafas kecewa.


Mrs. Luo Hong datang berkunjung ke café Ziqiu. Dia melihat- lihat daftar menu dicafe Ziqiu dan mencoba kue- kue buatannya. Lalu dia melihat- lihat kondisi café Ziqiu secara menyeluruh. Kemudian setelah itu, dia memberikan komentar nya. Menurutnya bahan- bahan dicafe Ziqiu memang sangat berkualitas tinggi dan kebersihan café Ziqiu juga sangat baik.

“Hanya saja bisnisnya tidak lancar. Mungkin karena murid-murid SMP tak mampu membeli,” kata Ziqiu, mengerti masalah di café nya.



“Lihat. Kau juga tahu masalahnya,” komentar Mrs. Luo. “Aku sudah periksa, di sekitar sini kebanyakan, toko teh susu, toko mainan, dan juga jajanan. Semua toko barang murah. Liburan musim panas akan tiba, banyak toko sudah mulai tutup istirahat,” jelasnya.

“Maksud Anda agar saya tutup beristirahat?” tanya Ziqiu.


“Aku sarankan kau menurunkan biaya pada kafe ini, menyesuaikan harganya. Tambahkan beberapa kue dan minuman yang murah. Meskipun liburan musim panas, di sekitar sekolah juga banyak tempat les. Saat itu jika ada acara pasti akan menarik banyak murid kemari. Dilihat dari posisi manajer, meskipun kau bisa menanggung, tak bisa biarkan toko ini merugi terus. Kau harus tahu, hanya mengandalkan perasaan, tak akan bisa hidup,” kata Mrs. Luo, memberikan beberapa masukan baik. “Begini saja, aku buatkan rencana,” jelasnya.

Ziqiu mengucapkan terima kasih kepada Mrs. Luo dan dia juga menerima masukkan darinya. Tapi dia menolak bantuan lebih dari Mrs. Luo. Dia yakin Mrs. Luo pasti tidak kenal dengan Ayahnya, Li Haichao. Melainkan Mrs. Luo pasti adalah kenalan dari Ibunya, He Mei. Karena dia ingat sewaktu kecil dulu, dia pernah bertemu dengan Mrs. Luo.



“Ziqiu, ibumu juga bermaksud baik,” kata Mrs. Luo, memberitahu Ziqiu.

“Terima kasih, Bibi Luo Hong. Sudahlah,” balas Ziqiu sambil mendengus sedih.



Jian Jian membaca buku komik sambil tertawa cekikan. Dan lalu Du Juan datang serta memberikan saran supaya Jian Jian jangan baca buku komik itu lagi. Karena takutnya, Jian Jian akan terlalu terbawa suasana. Dan dia yakin setelah Jian Jian berpacaran dengan Ling Xiao atau Ziqiu yang sudah seperti saudara sendiri, pasti setelah itu, mereka tidak sayang Jian Jian lagi.

“Benarkah? Kau lembur demi Zhou Miao dia pasti tak tega padamu, 'kan?” tanya Jian Jian, menyindir.

“Bukan. Dia memang tak begitu perhatian, tetapi aku merasa bahagia,” jawab Du Juan, membela Zhou Miao. “Ini sudah cukup.”


“Tetapi dia tidak perhatian, kenapa bisa merasa bahagia?” tanya Jian Jian, heran.

“Karena aku menyukai dia. Asalkan dia berdiri di depanku, tak perlu lakukan apa pun. Aku melihatnya sudah bisa merasa sangat bahagia,” jawab Du Juan dengan senang. Dan Jian Jian masih tidak bisa mengerti dengan nya.

Jian Jian kemudian menerima pesan dari Ziqiu yang mengajak nya untuk makan siang bersama- sama dengan Li Haichao nanti.


Saat makan siang bersama, Li Haichao membahas tentang Mrs. Luo. Dan Ziqiu pura- pura menanyai, sejak kapan Li Haichao kenal dengan Mrs. Luo. Dan Li Haichao menjawab bahwa mereka sudah lama saling mengenal.


“Dia teman Bibi He Mei, 'kan?” tanya Ziqiu.

“Dia yang bilang padamu?” balas Li Haichao, terkejut.

“Tidak, aku ingat. Dulu aku ingat dia rekan kerja Bibi He Mei di toko kosmetik,” jawab Ziqiu, menjelaskan. “Bisnis kafeku tak bagus, untuk apa beri tahu dia? Dia tak ada kaitan dengan kita. Ayah, masalah kita ini tak perlu repotkan orang luar,” pintanya.

“Tetapi ini ibumu sendiri yang mengatakannya. Dia pernah ke tokomu, dia merasa tokomu bermasalah,” jelas Li Haichao, membela He Mei.

“Ayah jangan hubungi dia lagi. Dia sudah ada keluarga baru. Jika terus begini, terus berhubungan, juga tidak baik baginya,” tegas Ziqiu.

“Baiklah. Jangan bahas lagi,” balas Li Haichao, mengerti.


Ziqiu duduk diayunan dan menunggu Jian Jian sampai selesai berbicara dengan Bibi Qian. Setelah Jian Jian selesai, dia menanyai, apa yang Jian Jian bicarakan dengan Bibi Qian barusan. Dan Jian Jian pun memberitahu sambil berbisik kepadanya.


“Tak baik tutupi hal ini darinya,” komentar Ziqiu.

“Jangan urus. Ayo, naik taksi,” ajak Jian Jian.

“Ah. Aku ambil uang dulu,’ balas Ziqiu.



Diatm. Setelah Ziqiu selesai mengambil uang, Jian Jian menanyai dengan heran, kenapa Ziqiu harus membayar gaji karyawan secara tunai. Lalu tanpa sengaja kartu yang Ziqiu pegang jatuh. Dan ternyata itu adalah kartu kredit. Dan Ziqiu mengambil kartunya itu serta menjelaskan bahwa dia tidak terlalu memperhatikan.

“Kenapa pakai kartu kredit? Apa kau tak punya uang?” tebak Jian Jian, khawatir.

“Ada sedikit masalah keuangan,” jawab Ziqiu, singkat.

“Kau minta dengan Zhao Huaguang,” kata Jian Jian, menyarankan.

“Kenapa harus minta dari Zhao Huaguang?” tanya Ziqiu, tidak mengerti.



“Bukankah uangmu pemberian dia?” balas Jian jian. Dan dengan keras, Ziqiu menjawab tidak. “Siapa yang beri kau uang buka toko?” tanyanya, heran.

“Bukan pemberian, tetapi itu uangku,” jawab Ziqiu, menjelaskan.

“Apa maksudmu uangmu? Dari mana uang sebanyak itu?” tanya Jian Jian, khawatir.

“Aku cari kerja sendiri! Uang yang kupakai sejak buka toko semua kudapat sendiri dari luar negeri. Tak ada kaitan dengan Zhao Huaguang! Apa kau bisa mengerti?” jelas Ziqiu dengan emosi. Lalu dia pergi duluan.

Mendengar itu, Jian Jian sangat terkejut dan tidak bisa bereaksi apapun.


Ketika pulang, Jian Jian bercerita kepada Ling Xiao bahwa saat Huaguang membawa Ziqiu ke luar negri, Huaguang hanya mengurus Ziqiu selama dua tahun saja. Selanjutnya biaya hidup, uang kuliah, dan uang buka toko, itu semua Ziqiu dapatkan dari hasil kerja sendiri. dan Jian Jian merasa sangat marah kepada sikap Huaguan tersebut.

“Ziqiu, kau jelaskan,” pinta Ling Xiao dengan tegas.

“Setelah di luar negeri, aku tak mau panggil dia ayah. Zhao Huaguang minta aku ikut marganya, tak mungkin. Aku tak mau ke rumahnya, aku merasa tak nyaman. Jadi dia tak senang, jadi menghukumku secara ekonomi. Tak masalah, aku punya tangan dan kaki bisa mencari uang. Ini bukan masalah besar,” jelas Ziqiu dengan bangga.

“Kenapa tak beri tahu Ayah Li?” tanya Ling Xiao, heran.

“Kenapa harus beri tahu Ayah? Ini masalahku dengan Zhao Huaguang. Jika ayah tahu, pasti khawatir,” balas Ziqiu.




Ling Xiao menanyai rencana Ziqiu ke depannya. Dan Ziqiu menjelaskan bahwa setelah gaji bulan ini, maka tidak akan ada pengeluaran besar lagi. Dan sampai saat ini, penghasilan yang ada cukup untuk membeli bahan, listrik, dan air. Lalu dia yakin, setelah musim ramai, maka café nya akan bisa berjalan baik. Namun Ling Xiao menyarankan Ziqiu untuk tutup toko saja. Tapi Ziqiu tidak mau, karena jika begitu, maka semua usahanya akan sia- sia.

“Hari ini kau jumpa dengan teman Ayah yang buka kafe, dia bilang apa?” tanya Ling Xiao, ingin tahu.

“Itu bukan teman Ayah, itu teman Bibi He Mei,” jawab Ziqiu.

“Kenapa dia membantumu?” tanya Ling Xiao, heran.

“Aku juga merasa aneh,” komentar Jian Jian.

“Mungkin Ayah memohonnya. Jika tidak, dia tak akan urusi masalahku. Makanya aku tak boleh tutup, kalau tidak, akan ditertawakan,” balas Ziqiu.


Dengan perhatian, Jian Jian menanyai, Ziqiu kekurangan uang berapa lagi. Karena bulan ini dia ada mendapatkan uang hak cipta, jadi dia bisa membantu Ziqiu. Tapi Ziqiu menolak.

“Jika tak ada manajemen yang baik, masalah ini akan tak terselesaikan. Hentikan kerugian,” tegas Ling Xiao.

“Tetapi ini semua usaha keras Kak Ziqiu. Aku juga tak rela,” protes Jian Jian.

“Semua orang yang berjudi, juga sepemikiran denganmu,” balas Ling Xiao.

“Itu tidak sama. Dari kecil kau begitu. Setiap kali kami ada ide, kau selalu membuat kami kecewa,” keluh Jian Jian, tidak senang.

“Oh. Kalian?” gumam Ling Xiao, sedih.

“Jangan buat keributan. Bukan itu maksudku,” jelas Jian Jian, menegaskan.


Ling Xiao menasehati Ziqiu untuk memikirkan semuanya dengan baik. Bukan dia sengaja mengecewakan, tapi Ziqiu pasti tahu sendiri. Lagian banyak bisnis yang gagal juga, jadi tidak apa- apa.

“Tunggu sampai musim ramai. Jika memang tak bisa, tutup toko saja,” kata Ziqiu, mengerti maksud Ling Xiao.

“Jika kau kekurangan uang, aku boleh pinjamkan,” kata Ling Xiao, menawarkan bantuan. “Meskipun sedikit, bisa membantu beberapa bulan.”

“Tak perlu. Uangmu simpan saja,” tolak Ziqiu.

“Baik, aku mengerti. Kalian diskusi saja. Aku yang mengecewakan kalian, pergi dulu,” pamit Ling Xiao, sedih.


Mendengar itu, Ziqiu dan Jian Jian merasa heran, kenapa Ling Xiao bersikap begitu baper. Dan lalu Ziqiu menyuruh Jian Jian untuk pergi menghibur Ling Xiao, tapi Jian Jian menolak dan menyuruh Ziqiu saja.

“Kamu saja,” kata Ziqiu.

“Kamu,” balas Jian Jian. Dan begitu seterusnya.



Akhirnya, Jian Jian pun menyerah dan pergi ke kamar Ling Xiao untuk menghibur nya. Dan ketika dia masuk, herannya Ling Xiao tidak tampak marah sama sekali, malahan Ling Xiao tersenyum seperti senang.

“Pacarmu marah, 27 detik kau baru masuk,” komentar Ling Xiao.

“Pacar?” gumam Jian Jian, lalu dia tertawa. “Benar, pacar.”


“Masalah kita berdua, jangan beri tahu Ziqiu dulu. Jangan buat dia terbebani,” kata Ling Xiao, menyarankan.

“Benar, aku pikir juga begitu,” balas Jian Jian, sangat setuju. “Hari ini aku memang mau beri tahu dia, tetapi tiba-tiba mengetahui hal ini. Jadi tak beri tahu, takut dia terbebani lagi,” katanya dengan suara pelan.

Tepat disaat itu, Ziqiu berteriak. Dia memberitahu bahwa dia mau pergi membeli buah dulu. Dan Jian Jian langsung berlari untuk mengikutinya.

“Untuk apa kau pergi?” tanya Ling Xiao, heran.

“Buah sekarang sangat mahal, aku bantu dia bayar,” jawab Jian Jian dengan cepat. Lalu dia  berlari pergi.

“Seperti itu akan menekannya,” gumam Ling Xiao, tidak setuju dengan sikap Jian Jian. Tapi dia tidak sempat menghentikannya.


Disupermarket. Jian Jian secara diam- diam membantu Ziqiu untuk membayar kan buah yang dibelinya. Dan mengetahui itu, Ziqiu merasa sangat marah. Dia merasa Jian Jian seperti meremehhkan nya. Dan Jian Jian menjelaskan bahwa bukan begitu makasud nya.


“Aku ingin menghidupimu, bukan kau menghidupiku,” jelas Ziqiu.

“Aku tahu, kita ini keluarga. Kau bisa menghidupiku, aku juga bisa menghidupimu,” balas Jian Jian, menjelaskan.

“Bagaimana bisa kau menghidupiku?” balas Ziqiu, emosi.

“Kenapa tak bisa? Kau bisa menghidupiku, sedangkan aku tak bisa?” balas Jian Jian, tidak setuju dengan Ziqiu.


Ziqiu merasa tidak berguna dan sangat frustasi kepada dirinya sendiri. Sewaktu dia kecil, Li Haichao yang menghidupinya. Sewaktu dia besar, Jian Jian yang gantian menghidupi nya. Dia tidak ingin begitu.

“Kita ini keluarga,” tegas Jian Jian. Lalu karena dia tidak ingin bertengkar lebih lanjut dengan Ziqiu, maka diapun berjalan pergi duluan.



Disaat itu, Tang Can datang mendekati Ziqiu. Sedari tadi dia ada disana dan mendengarkan pembicaraan antara Ziqiu serta Jian Jian.

“Kau penerus orang kaya, kenapa bisa kekurangan uang?” tanya Tang Can, ingin tahu.

“Bukan urusanmu, jangan tanya,” balas Ziqiu, singkat.

“He Ziqiu, saat orang lain peduli, bisa jangan seperti landak asal melukai orang?” keluh Tang Can.

“Aku sarankan kau bujuk dirimu dengan kata ini,” balas Ziqiu, kesal.



“Baik, aku terlalu ikut campur,” balas Tang Can, sambil cemberut. Lalu dia berjalan pergi. Tapi kemudian dia berhenti.

Tang Can menyuruh Ziqiu untuk memberitahu Zhuang Bei bahwa kalung yang dia berikan untuk Ibunya, itu karena terpaksa. Dia, Tang Can, tidak akan memakai uang sendiri untuk membantu pria.

“Kau katakan sendiri padanya,” kata Ziqiu, tidak peduli.

“Aku tak ingin melihatnya lagi, agar dia tidak percaya diri berlebihan,” balas Tang Can, kesal.



Jian Jian pulang dengan wajah cemberut. Dia memberitahu Mingyue agar lain kali jangan memanggil Ziqiu orang kaya lagi, karena Ziqiu bukan orang kaya. Huaguang tidak memperdulikan Ziqiu, jadi selama ini Ziqiu bekerja dan menghasilkan uang sendiri untuk menghidupi diri.

“Dulu kita merasa hidup He Ziqiu lebih baik dari Ling Xiao. Setidaknya dalam hidup tak perlu menderita. Tetapi sekarang sepertinya tak ada yang jujur dari mulutnya,” komentar Mingyue.

Tepat disaat itu, Tang Can pulang. Dan dia langsung menjelaskan kepada Jian Jian bahwa barusan dia bukan menguping, tapi dia tidak sengaja dengar. Mendengar itu, Jian Jian hanya diam saja. Dan Mingyue jadi merasa canggung.


“Sebelumnya aku mengejek He Ziqiu, juga tak bisa salahkan aku. Aku tak tahu dia begitu menderita. Jika aku tahu dia begitu menderita, aku pasti akan lebih sungkan padanya,” kata Tang Can, menjelaskan.

“Dia memang tidak ingin orang lain karena ini sungkan padanya. Dia benci orang lain mengasihani dia,” balas Jian Jian, mengerti Ziqiu dengan baik.


Mendengar itu, Tang Can memberikan permen kepada Jian Jian untuk menghibur nya. Dan Jian Jian menerima permen tersebut dengan senang.


Akhirnya hubungan mereka bertiga membaik. Dan Tang Can seperti biasa selalu bersikap narsis. Dengan bangga, dia menceritakan bahwa walaupun hubungan sukanya dengan Zhuang Bei tidak berakhir dengan baik, tapi dia tidak masalah, karena masih ada pria lain diluar sana.


“Tak serius, masih memberi kalung emas pada ibunya. Anak penghabis harta,” komentar Mingyue.



“Teman-teman, aku wakili studio kami untuk bicara singkat. Studio kami buka sampai hari ini, sudah tiga tahun. Kemudian kali ini pertama kali kami menjual hak cipta. Ini adalah peningkatan besar, ini mewakili studio kami dari ke pemasaran domestik, sampai ke pemasaran luar negeri. Dan aku percaya suatu hari, di setiap sudut dunia di samping kasur setiap rumah, akan terletak tiga saudara kita ini. Tepuk tangan meriah!” kata Du Juan dengan bersemangat.

Tapi hanya Zhou Miao dan Tang Can yang ikut bertepuk tangan saja. Sedangkan yang lain sibuk makan.


Akhirnya Du Juan pun berhenti berbicara dan makan juga. “Aku juga ingin kakak seperti itu," komentarnya, saat melihat sikap Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao, yang suka saling mengambilkan makanan untuk satu sama lain.

“Jika kau ada kakak seperti itu, pacarmu akan cemburu,” balas Zhou Miao.

“Ada kakak seperti itu, untuk apa punya pacar?” balas Du Juan dengan agak ketus.


Selesai makan, Tang Can sengaja menunggu Zhuang Bei didekat kamar mandi. Lalu ketika Zhuang Bei keluar, dia memberitahu Zhuang Bei bahwa Ibu Zhuang ada memakai layanan di toko Taobao nya lagi. Dan dia ingin Zhuang Bei menjelaskan kepada Ibu Zhuang agar meminta pengembalian dana saja nanti.



“Tang Can, maaf,” kata Zhuang Bei, merasa tidak enak.

“Untuk apa minta maaf? Kau tak bersalah padaku,” balas Tang Can sambil tersenyum ramah.

“Hari itu mengembalikan kalung di depan semua orang, memang tak memikirkan perasaanmu,” jelas Zhuang Bei.

“Tak perlu. Aku langsung saja, kau tak bersalah, hanya tak menyukaiku saja. Kau tak perlu khawatir,”  balas Tang Can dengan tegas. “Karena kau mirip Oppa Jeong-bong barulah aku menyukaimu,” candanya. “Hari itu memberikan hadiah ulang tahun ibuku untuk ibumu memang terlalu emosi, pikirkanku tak jernih. Jangan merasa tertekan,” jelasnya, mengaku bersalah. “Banyak yang mengejarku, kau tak menyadarinya?” tanyanya, bercanda lagi.

“Aku tahu, kau begitu cantik pasti banyak yang suka,” balas Zhuang Bei, merasa lega dan lebih tenang.



Tang Can kemudian dengan penasaran menanyai, kenapa Zhuang Bei tidak menyukai nya. Dan Zhuang Bei menjawab bahwa ini karena dia sudah menyukai orang lain.

“Gadis yang kau suka seperti apa?” tanya Tang Can, ingin tahu.

“Sangat tenang, patuh, suka membantu, pekerjaannya stabil,” jawab Zhuang Bei, sambil tersenyum senang.

“Lain kali ajaklah bermain bersama,” ajak Tang Can.

“Tunggulah, aku belum mengutarakannya,” balas Zhuang Bei dengan malu- malu.

“Kau harus cepat. Jangan berlama-lamaan, nanti direbut orang,” kata Tang Can, menasehati seperti seorang teman. Dan Zhuang Bei mengiyakan.


Didalam kamar mandi. Tang Can menangis secara diam- diam.

1 Comments

Previous Post Next Post