Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Bagi Tang
Can dukungan yang Mingyue serta Jian Jian berikan kepadanya, itu terasa seperti
beban. Apalagi setiap kali Ibu Ming datang, Ibu Ming selalu mengatainya pengangguran.
“Jika kau
merasa kau sendiri tak bisa, kenapa kau masih ikut audisi? Kau ini sangat
bertele-tele,” komentar Jian Jian, kesal. “Kau bilang kau tak bisa, tetapi
masih tetap ikut audisi.”
“Aku tak
ingin kalian tahu! Aku takut malu, kenapa?” bentak Tang Can.
Jian Jian
dan Tang Can kemudian mulai bertengkar. Dan Mingyue hanya bisa diam saja,
karena dia bingung harus bagaimana. Dia berusaha menghentikan Jian Jian, tapi
Jian Jian tidak mau berhenti. Dia
berusaha menenangkan Tang Can, tapi Tang Can tidak mau tenang.
“Aku
mengerti jika hatimu kacau. Tetapi Tang Can, kami ini sahabatmu, bukan
pelampiasan emosimu, terlebih lagi bukan musuhmu! Musuhmu sekarang adalah diri
sendirimu!” teriak Jian Jian, tegas.
“Jian Jian,”
kata Mingyue, menghentikan Jian Jian.
Zhuang Bei
melihat kontrak untuk Jian Jian dan menilai bahwa kontrak itu baik-baik saja.
Tapi Ling Xiao tidak merasa aman, jadi dia mengecek nya lagi.
Tepat disaat
itu, Jian Jian datang dan Zhuang Bei pun memanggilnya. “Kebetulan, tanda
tangani kontrak ini,” panggil nya. Tapi Jian Jian mengabaikannya dan masuk ke
dalam kamar Ling Xiao begitu saja.
Tang Can
kemudian datang dan menjelaskan bahwa mereka hanya sedang bermain- main saja.
Lalu Mingyue juga datang, dan Zhuang Bei langsung menyapa nya.
Zhuag Bei
lalu memberikan kalung kepada Tang Can, karena terakhir kali Tang Can telah
menemani Ibunya bermain mahjong, juga Tang Can ada memberikan kalung kepada
Ibunya, karena itu dia memberikan kalung ini sebagai bayaran nya. Dia
sebenarnya mau memberikan uang, tapi dia merasa itu seperti nya kurang cocok.
Mendengar
itu, Tang Can merasa malu, karena Mingyue dan Ling Xiao ada serta mendengarkan.
Jadi diapun hanya diam saja.
“Hal ini seharusnya kau katakan secara
pribadi,” kata Mingyue, menegur sikap Zhuang Bei, karena dia tahu apa yang Tang
Can sedang pikirkan.
“Ini juga
bukan masalah besar. Lagi pula, kami tak bicara banyak saat bertemu,” balas
Zhuang Bei, tidak merasa ada yang salah dengan sikapnya.
Mendengar
itu, Tang Can langsung berlari pulang dengan sedih. Dan dengan kesal, Mingyue
memberikan tatapan tajam kepada Zhuang Bei, kemudian dia pergi mengikuti Tang
Can. Dan Zhuang Bei merasa sangat bingung.
“Kenapa kau
begitu pada temanku? Keterlaluan!” kata Jian Jian, memarahi Zhuang Bei. Lalu
dia masuk kembali ke dalam kamar Ling Xiao.
“Aku pergi
lihat,” izin Ling Xiao.
Dengan
bingung, Zhuang Bei pun pamit dan pergi.
Ling Xiao
masuk ke dalam kamar dan duduk disebelah Jian Jian yang sedang sedih.
“Bertengkar lagi dengan Tang Can?” tebaknya.
“Aku sedang menahan perkataan yang bisa
melukainya,” balas Jian
Jian.
“Saat bertengkar bisa menahan kalimat yang
melukai, sungguh sangat dewasa,” puji Ling Xiao.
“Jangan lihat dia lebih tua dari kami, usianya
itu tak berarti sama sekali. Hanya bisa marah padaku. Dia yang paling kekanak-kanakan,” omel Jian
Jian sambil cemberut.
Tepat disaat
itu, Chen Ting menelpon. Dan Ling Xiao sengaja mengabaikan nya. Dan Jian Jian
tidak mengetahui itu. Tapi ketika Chen Ting menelpon lagi, Jian Jian pun tahu.
Dan Ling Xiao pun terpaksa mengangkat telpon darinya.
Saat Chen
Ting tahu kalau Ling Xiao sedang bersama dengan Jian Jian, dia meminta untuk
mengobrol dengan Jian Jian. Dan Jian Jian melambaikan tangannya sebagai tanda
dia tidak mau. Namun Ling Xiao sengaja menyalakan mode speaker untuk Jian Jian.
Dengan kesal, Jian Jian memukuli Ling Xiao dengan pelan. Lalu dia menyapa Chen
Ting ditelpon.
“Halo, Bibi Chen Ting. Apakah Anda sehat?” tanya Jian
Jian, berbasa- basi, karena dia tidak tahu harus berbicara apa.
“Sehat. Sekarang aku bisa menjaga diriku,” jawab Chen
Ting dengan ramah. “Ayahmu juga sehat, 'kan?” tanyanya,
berbasa- basi juga.
“Ayahku juga sehat. Terima kasih perhatianmu,” jawab Jian
Jian dengan sedikit perasaan canggung.
“Kudengar, Kak Ling Xiao kamu tinggal di
seberangmu, 'kan?” tanya Chen Ting. Dan Jian Jian tertawa mengiyakan. “Kalian bisa
saling menjaga, aku juga tenang. Jika tak ada masalah, sampai sini saja. Sampai
jumpa,” katanya.
“Sampai jumpa, Bibi,” balas Jian
Jian dengan sopan.
Setelah
telpon mati, Jian Jian mengomentari bahwa Chen Ting tampaknya sudah beneran
berubah. Awalnya dia berpikir Chen Ting dan Meiyang tidak menyukainya, jadi dia
khawatir bila mereka berdua berpacaran, maka Chen Ting dan Meiyang pasti tidak
akan setuju.
Mendengar
itu, Ling Xiao tersenyum. “Kau peduli dengan pendapat mereka?”
“Aku peduli atau tidak, itu tak penting. Yang
penting adalah keberadaan itu pasti ada,” jawab Jian Jian.
Dengan
penasaran, Jian Jian kemudian menanyai, sejak kapan Ling Xiao mulai menyukainya.
Dan Ling Xiao menjawab sejak SMA. Dan lalu Jian Jian menanyai lagi, bila saat
Ling Xiao di Singapura dan dia sudah menikah disini, maka bagaimana. Dan Ling
Xiao menjawab bahwa dia akan menunggu Jian Jian sampai bercerai. Jika Jian Jian
tidak bercerai, maka dia akan menjadi kakak untuk Jian Jian seumur hidup.
“Pemikiranmu ini sedih sekali,” komentar
Jian Jian, tidak setuju. “Banyak wanita di luar sana.”
“Kau tak mengerti. Orang sepertiku, aku tak
mampu membangun hubungan dengan orang lain dari awal. Bersamamu adalah
kemampuanku…” jawab Ling
Xiao dengan serius. “Menolong
diri sendiri.”
Ling Xiao
kemudian mengulurkan tangannya dan menjelaskan bahwa jika Jian Jian tidak
menggenggam tangannya, maka dia akan tenggelam. Dan Jian Jian membalas bahwa
dia tidak begitu mengerti. Dengan sedih, Ling Xiao pun menarik tangannya
kembali. Dan melihat itu, Jian Jian langsung menarik tangan Ling Xiao dan
menggenggam nya dengan erat.
“Meski aku tak begitu mengerti, tetapi
kapanpun kau mengulurkan tangan padaku, aku akan meraihnya,” kata Jian Jian. “Bangun
hubungan dengan orang asing, aku juga tak bisa lagi. Aku sudah curahkan padamu
dan Kak Ziqiu,” jelasnya sambil tersenyum.
Dengan
senang, Ling Xiao langsung memeluk Jian Jian. Lalu dia menatap Jian Jian dan
menyentuh wajah Jian Jian. Kemudian secara perlahan dia mendekatkan wajahnya
untuk mencium Jian Jian, dan Jian Jian sama sekali tidak menolak.
Tapi
sayangnya, sebelum bibir mereka berdua sempat bersentuhan, Ziqiu datang dan
masuk ke dalam kamar. Jadi mereka berdua pun langsung berhenti dan menjauh.
“Kalian sedang apa?” tanya
Ziqiu, heran.
“Oh. Bermain,” jawab Ling Xiao dengan gugup. Dan Jian Jian memberikan tanda jari peace.
Tanpa
mengatakan apapun, Ziqiu pun keluar dari kamar Ling Xiao dan menutup pintu
kamarnya. Dan suasana menjadi canggung.
Pagi hari.
Saat sarapan Mingyue sengaja membaca buku komik milik Jian Jian di hadapan Ling
Xiao dan Ziqiu. Melihat itu, Jian Jian merasa panik dan ingin merebut buku
komiknya. Tapi keduluan oleh Ziqiu.
“Apa ini? Apa ini komik orang normal? Kenapa
kau membaca ini?” tanya
Ziqiu, heran. Karena buku komik tersebut bercerita tentang kakak yang jatuh
cinta dengan adiknya sendiri.
“Mereka
bukan saudara kandung, ini seperti keadaan kita,” kata Jian Jian, tanpa sadar.
Lalu dengan panik, dia memperbaiki kata- katanya. “Bukan itu maksudku. Ini
milik Du Juan,” tegasnya.
“Jadi apa
pendapatmu?” tanya Ling Xiao sambil tersenyum. Dan Jian Jian merasa sangat
gugup serta malu.
Selesai
sarapan, Jian Jian menuduh bahwa Mingyue pasti sengaja mengeluarkan buku komik
tersebut, karena ingin melihat nya menderita. Dan Mingyue tertawa serta
menjelaskan bahwa dia hanya ingin membaca saja. Lalu dia menasehati Jian Jian
untuk jujur kepada Ziqiu dan Ling Xiao, jika tidak, nanti itu akan mempengaruhi
hubungan persaudaraan mereka bertiga.
“Aku takut
mereka akan bertengkar,” kata Jian Jian.
“Tetapi
semakin ditunda, masalah akan semakin besar,” balas Mingyue. Dan Jian Jian
mengerti, tapi dia masih harus berpikir. “Hei.
Komik jilid ke-7, kapan berikan padaku?”
pintanya.
“Aku belum
selesai baca, ada di kantorku,” jawab Jian Jian. Dan Mingyue menghela nafas
kecewa.
Mrs. Luo
Hong datang berkunjung ke café Ziqiu. Dia melihat- lihat daftar menu dicafe
Ziqiu dan mencoba kue- kue buatannya. Lalu dia melihat- lihat kondisi café
Ziqiu secara menyeluruh. Kemudian setelah itu, dia memberikan komentar nya.
Menurutnya bahan- bahan dicafe Ziqiu memang sangat berkualitas tinggi dan
kebersihan café Ziqiu juga sangat baik.
“Hanya saja
bisnisnya tidak lancar. Mungkin karena murid-murid SMP tak mampu membeli,” kata
Ziqiu, mengerti masalah di café nya.
“Lihat. Kau
juga tahu masalahnya,” komentar Mrs. Luo. “Aku sudah periksa, di sekitar sini
kebanyakan, toko teh susu, toko mainan, dan juga jajanan. Semua toko barang
murah. Liburan musim panas akan tiba, banyak toko sudah mulai tutup istirahat,”
jelasnya.
“Maksud Anda
agar saya tutup beristirahat?” tanya Ziqiu.
“Aku
sarankan kau menurunkan biaya pada kafe ini, menyesuaikan harganya. Tambahkan
beberapa kue dan minuman yang murah. Meskipun liburan musim panas, di sekitar sekolah
juga banyak tempat les. Saat itu jika ada acara pasti akan menarik banyak murid
kemari. Dilihat dari posisi manajer, meskipun kau bisa menanggung, tak bisa
biarkan toko ini merugi terus. Kau harus tahu, hanya mengandalkan perasaan, tak
akan bisa hidup,” kata Mrs. Luo, memberikan beberapa masukan baik. “Begini
saja, aku buatkan rencana,” jelasnya.
Ziqiu
mengucapkan terima kasih kepada Mrs. Luo dan dia juga menerima masukkan
darinya. Tapi dia menolak bantuan lebih dari Mrs. Luo. Dia yakin Mrs. Luo pasti
tidak kenal dengan Ayahnya, Li Haichao. Melainkan Mrs. Luo pasti adalah kenalan
dari Ibunya, He Mei. Karena dia ingat sewaktu kecil dulu, dia pernah bertemu
dengan Mrs. Luo.
“Ziqiu,
ibumu juga bermaksud baik,” kata Mrs. Luo, memberitahu Ziqiu.
“Terima kasih,
Bibi Luo Hong. Sudahlah,” balas Ziqiu sambil mendengus sedih.
Jian Jian
membaca buku komik sambil tertawa cekikan. Dan lalu Du Juan datang serta
memberikan saran supaya Jian Jian jangan baca buku komik itu lagi. Karena
takutnya, Jian Jian akan terlalu terbawa suasana. Dan dia yakin setelah Jian
Jian berpacaran dengan Ling Xiao atau Ziqiu yang sudah seperti saudara sendiri,
pasti setelah itu, mereka tidak sayang Jian Jian lagi.
“Benarkah?
Kau lembur demi Zhou Miao dia pasti tak tega padamu, 'kan?” tanya Jian Jian,
menyindir.
“Bukan. Dia
memang tak begitu perhatian, tetapi aku merasa bahagia,” jawab Du Juan, membela
Zhou Miao. “Ini sudah cukup.”
“Tetapi dia
tidak perhatian, kenapa bisa merasa bahagia?” tanya Jian Jian, heran.
“Karena aku
menyukai dia. Asalkan dia berdiri di depanku, tak perlu lakukan apa pun. Aku
melihatnya sudah bisa merasa sangat bahagia,” jawab Du Juan dengan senang. Dan
Jian Jian masih tidak bisa mengerti dengan nya.
Jian Jian
kemudian menerima pesan dari Ziqiu yang mengajak nya untuk makan siang bersama-
sama dengan Li Haichao nanti.
Saat makan
siang bersama, Li Haichao membahas tentang Mrs. Luo. Dan Ziqiu pura- pura
menanyai, sejak kapan Li Haichao kenal dengan Mrs. Luo. Dan Li Haichao menjawab
bahwa mereka sudah lama saling mengenal.
“Dia teman
Bibi He Mei, 'kan?” tanya Ziqiu.
“Dia yang
bilang padamu?” balas Li Haichao, terkejut.
“Tidak, aku
ingat. Dulu aku ingat dia rekan kerja Bibi He Mei di toko kosmetik,” jawab
Ziqiu, menjelaskan. “Bisnis kafeku tak bagus, untuk apa beri tahu dia? Dia tak
ada kaitan dengan kita. Ayah, masalah kita ini tak perlu repotkan orang luar,”
pintanya.
“Tetapi ini
ibumu sendiri yang mengatakannya. Dia pernah ke tokomu, dia merasa tokomu
bermasalah,” jelas Li Haichao, membela He Mei.
“Ayah jangan
hubungi dia lagi. Dia sudah ada keluarga baru. Jika terus begini, terus
berhubungan, juga tidak baik baginya,” tegas Ziqiu.
“Baiklah.
Jangan bahas lagi,” balas Li Haichao, mengerti.
Ziqiu duduk
diayunan dan menunggu Jian Jian sampai selesai berbicara dengan Bibi Qian.
Setelah Jian Jian selesai, dia menanyai, apa yang Jian Jian bicarakan dengan
Bibi Qian barusan. Dan Jian Jian pun memberitahu sambil berbisik kepadanya.
“Tak baik
tutupi hal ini darinya,” komentar Ziqiu.
“Jangan
urus. Ayo, naik taksi,” ajak Jian Jian.
“Ah. Aku
ambil uang dulu,’ balas Ziqiu.
Diatm.
Setelah Ziqiu selesai mengambil uang, Jian Jian menanyai dengan heran, kenapa
Ziqiu harus membayar gaji karyawan secara tunai. Lalu tanpa sengaja kartu yang
Ziqiu pegang jatuh. Dan ternyata itu adalah kartu kredit. Dan Ziqiu mengambil
kartunya itu serta menjelaskan bahwa dia tidak terlalu memperhatikan.
“Kenapa
pakai kartu kredit? Apa kau tak punya uang?” tebak Jian Jian, khawatir.
“Ada sedikit
masalah keuangan,” jawab Ziqiu, singkat.
“Kau minta
dengan Zhao Huaguang,” kata Jian Jian, menyarankan.
“Kenapa
harus minta dari Zhao Huaguang?” tanya Ziqiu, tidak mengerti.
“Bukankah
uangmu pemberian dia?” balas Jian jian. Dan dengan keras, Ziqiu menjawab tidak.
“Siapa yang beri kau uang buka toko?” tanyanya, heran.
“Bukan
pemberian, tetapi itu uangku,” jawab Ziqiu, menjelaskan.
“Apa
maksudmu uangmu? Dari mana uang sebanyak itu?” tanya Jian Jian, khawatir.
“Aku cari
kerja sendiri! Uang yang kupakai sejak buka toko semua kudapat sendiri dari
luar negeri. Tak ada kaitan dengan Zhao Huaguang! Apa kau bisa mengerti?” jelas
Ziqiu dengan emosi. Lalu dia pergi duluan.
Mendengar
itu, Jian Jian sangat terkejut dan tidak bisa bereaksi apapun.
Ketika
pulang, Jian Jian bercerita kepada Ling Xiao bahwa saat Huaguang membawa Ziqiu
ke luar negri, Huaguang hanya mengurus Ziqiu selama dua tahun saja. Selanjutnya
biaya hidup, uang kuliah, dan uang buka toko, itu semua Ziqiu dapatkan dari
hasil kerja sendiri. dan Jian Jian merasa sangat marah kepada sikap Huaguan
tersebut.
“Ziqiu, kau
jelaskan,” pinta Ling Xiao dengan tegas.
“Setelah di
luar negeri, aku tak mau panggil dia ayah. Zhao Huaguang minta aku ikut
marganya, tak mungkin. Aku tak mau ke rumahnya, aku merasa tak nyaman. Jadi dia
tak senang, jadi menghukumku secara ekonomi. Tak masalah, aku punya tangan dan
kaki bisa mencari uang. Ini bukan masalah besar,” jelas Ziqiu dengan bangga.
“Kenapa tak
beri tahu Ayah Li?” tanya Ling Xiao, heran.
“Kenapa
harus beri tahu Ayah? Ini masalahku dengan Zhao Huaguang. Jika ayah tahu, pasti
khawatir,” balas Ziqiu.
Ling Xiao
menanyai rencana Ziqiu ke depannya. Dan Ziqiu menjelaskan bahwa setelah gaji
bulan ini, maka tidak akan ada pengeluaran besar lagi. Dan sampai saat ini,
penghasilan yang ada cukup untuk membeli bahan, listrik, dan air. Lalu dia yakin,
setelah musim ramai, maka café nya akan bisa berjalan baik. Namun Ling Xiao
menyarankan Ziqiu untuk tutup toko saja. Tapi Ziqiu tidak mau, karena jika
begitu, maka semua usahanya akan sia- sia.
“Hari ini
kau jumpa dengan teman Ayah yang buka kafe, dia bilang apa?” tanya Ling Xiao,
ingin tahu.
“Itu bukan
teman Ayah, itu teman Bibi He Mei,” jawab Ziqiu.
“Kenapa dia
membantumu?” tanya Ling Xiao, heran.
“Aku juga
merasa aneh,” komentar Jian Jian.
“Mungkin
Ayah memohonnya. Jika tidak, dia tak akan urusi masalahku. Makanya aku tak
boleh tutup, kalau tidak, akan ditertawakan,” balas Ziqiu.
Dengan
perhatian, Jian Jian menanyai, Ziqiu kekurangan uang berapa lagi. Karena bulan
ini dia ada mendapatkan uang hak cipta, jadi dia bisa membantu Ziqiu. Tapi
Ziqiu menolak.
“Jika tak
ada manajemen yang baik, masalah ini akan tak terselesaikan. Hentikan
kerugian,” tegas Ling Xiao.
“Tetapi ini
semua usaha keras Kak Ziqiu. Aku juga tak rela,” protes Jian Jian.
“Semua orang
yang berjudi, juga sepemikiran denganmu,” balas Ling Xiao.
“Itu tidak
sama. Dari kecil kau begitu. Setiap kali kami ada ide, kau selalu membuat kami
kecewa,” keluh Jian Jian, tidak senang.
“Oh.
Kalian?” gumam Ling Xiao, sedih.
“Jangan buat
keributan. Bukan itu maksudku,” jelas Jian Jian, menegaskan.
Ling Xiao menasehati
Ziqiu untuk memikirkan semuanya dengan baik. Bukan dia sengaja mengecewakan,
tapi Ziqiu pasti tahu sendiri. Lagian banyak bisnis yang gagal juga, jadi tidak
apa- apa.
“Tunggu
sampai musim ramai. Jika memang tak bisa, tutup toko saja,” kata Ziqiu,
mengerti maksud Ling Xiao.
“Jika kau
kekurangan uang, aku boleh pinjamkan,” kata Ling Xiao, menawarkan bantuan.
“Meskipun sedikit, bisa membantu beberapa bulan.”
“Tak perlu.
Uangmu simpan saja,” tolak Ziqiu.
“Baik, aku
mengerti. Kalian diskusi saja. Aku yang mengecewakan kalian, pergi dulu,” pamit
Ling Xiao, sedih.
Mendengar
itu, Ziqiu dan Jian Jian merasa heran, kenapa Ling Xiao bersikap begitu baper.
Dan lalu Ziqiu menyuruh Jian Jian untuk pergi menghibur Ling Xiao, tapi Jian
Jian menolak dan menyuruh Ziqiu saja.
“Kamu saja,”
kata Ziqiu.
“Kamu,”
balas Jian Jian. Dan begitu seterusnya.
Akhirnya,
Jian Jian pun menyerah dan pergi ke kamar Ling Xiao untuk menghibur nya. Dan
ketika dia masuk, herannya Ling Xiao tidak tampak marah sama sekali, malahan
Ling Xiao tersenyum seperti senang.
“Pacarmu
marah, 27 detik kau baru masuk,” komentar Ling Xiao.
“Pacar?”
gumam Jian Jian, lalu dia tertawa. “Benar, pacar.”
“Masalah
kita berdua, jangan beri tahu Ziqiu dulu. Jangan buat dia terbebani,” kata Ling
Xiao, menyarankan.
“Benar, aku
pikir juga begitu,” balas Jian Jian, sangat setuju. “Hari ini aku memang mau
beri tahu dia, tetapi tiba-tiba mengetahui hal ini. Jadi tak beri tahu, takut
dia terbebani lagi,” katanya dengan suara pelan.
Tepat disaat
itu, Ziqiu berteriak. Dia memberitahu bahwa dia mau pergi membeli buah dulu.
Dan Jian Jian langsung berlari untuk mengikutinya.
“Untuk apa
kau pergi?” tanya Ling Xiao, heran.
“Buah
sekarang sangat mahal, aku bantu dia bayar,” jawab Jian Jian dengan cepat. Lalu
dia berlari pergi.
“Seperti itu
akan menekannya,” gumam Ling Xiao, tidak setuju dengan sikap Jian Jian. Tapi
dia tidak sempat menghentikannya.
Disupermarket.
Jian Jian secara diam- diam membantu Ziqiu untuk membayar kan buah yang
dibelinya. Dan mengetahui itu, Ziqiu merasa sangat marah. Dia merasa Jian Jian
seperti meremehhkan nya. Dan Jian Jian menjelaskan bahwa bukan begitu makasud
nya.
“Aku ingin
menghidupimu, bukan kau menghidupiku,” jelas Ziqiu.
“Aku tahu,
kita ini keluarga. Kau bisa menghidupiku, aku juga bisa menghidupimu,” balas
Jian Jian, menjelaskan.
“Bagaimana
bisa kau menghidupiku?” balas Ziqiu, emosi.
“Kenapa tak
bisa? Kau bisa menghidupiku, sedangkan aku tak bisa?” balas Jian Jian, tidak
setuju dengan Ziqiu.
Ziqiu merasa
tidak berguna dan sangat frustasi kepada dirinya sendiri. Sewaktu dia kecil, Li
Haichao yang menghidupinya. Sewaktu dia besar, Jian Jian yang gantian
menghidupi nya. Dia tidak ingin begitu.
“Kita ini
keluarga,” tegas Jian Jian. Lalu karena dia tidak ingin bertengkar lebih lanjut
dengan Ziqiu, maka diapun berjalan pergi duluan.
Disaat itu,
Tang Can datang mendekati Ziqiu. Sedari tadi dia ada disana dan mendengarkan
pembicaraan antara Ziqiu serta Jian Jian.
“Kau penerus
orang kaya, kenapa bisa kekurangan uang?” tanya Tang Can, ingin tahu.
“Bukan urusanmu,
jangan tanya,” balas Ziqiu, singkat.
“He Ziqiu,
saat orang lain peduli, bisa jangan seperti landak asal melukai orang?” keluh
Tang Can.
“Aku
sarankan kau bujuk dirimu dengan kata ini,” balas Ziqiu, kesal.
“Baik, aku
terlalu ikut campur,” balas Tang Can, sambil cemberut. Lalu dia berjalan pergi.
Tapi kemudian dia berhenti.
Tang Can
menyuruh Ziqiu untuk memberitahu Zhuang Bei bahwa kalung yang dia berikan untuk
Ibunya, itu karena terpaksa. Dia, Tang Can, tidak akan memakai uang sendiri
untuk membantu pria.
“Kau katakan
sendiri padanya,” kata Ziqiu, tidak peduli.
“Aku tak
ingin melihatnya lagi, agar dia tidak percaya diri berlebihan,” balas Tang Can,
kesal.
Jian Jian
pulang dengan wajah cemberut. Dia memberitahu Mingyue agar lain kali jangan
memanggil Ziqiu orang kaya lagi, karena Ziqiu bukan orang kaya. Huaguang tidak
memperdulikan Ziqiu, jadi selama ini Ziqiu bekerja dan menghasilkan uang
sendiri untuk menghidupi diri.
“Dulu kita
merasa hidup He Ziqiu lebih baik dari Ling Xiao. Setidaknya dalam hidup tak
perlu menderita. Tetapi sekarang sepertinya tak ada yang jujur dari mulutnya,”
komentar Mingyue.
Tepat disaat
itu, Tang Can pulang. Dan dia langsung menjelaskan kepada Jian Jian bahwa barusan
dia bukan menguping, tapi dia tidak sengaja dengar. Mendengar itu, Jian Jian
hanya diam saja. Dan Mingyue jadi merasa canggung.
“Sebelumnya
aku mengejek He Ziqiu, juga tak bisa salahkan aku. Aku tak tahu dia begitu
menderita. Jika aku tahu dia begitu menderita, aku pasti akan lebih sungkan
padanya,” kata Tang Can, menjelaskan.
“Dia memang
tidak ingin orang lain karena ini sungkan padanya. Dia benci orang lain
mengasihani dia,” balas Jian Jian, mengerti Ziqiu dengan baik.
Mendengar
itu, Tang Can memberikan permen kepada Jian Jian untuk menghibur nya. Dan Jian
Jian menerima permen tersebut dengan senang.
Akhirnya
hubungan mereka bertiga membaik. Dan Tang Can seperti biasa selalu bersikap
narsis. Dengan bangga, dia menceritakan bahwa walaupun hubungan sukanya dengan
Zhuang Bei tidak berakhir dengan baik, tapi dia tidak masalah, karena masih ada
pria lain diluar sana.
“Tak serius,
masih memberi kalung emas pada ibunya. Anak penghabis harta,” komentar Mingyue.
“Teman-teman,
aku wakili studio kami untuk bicara singkat. Studio kami buka sampai hari ini,
sudah tiga tahun. Kemudian kali ini pertama kali kami menjual hak cipta. Ini
adalah peningkatan besar, ini mewakili studio kami dari ke pemasaran domestik,
sampai ke pemasaran luar negeri. Dan aku percaya suatu hari, di setiap sudut
dunia di samping kasur setiap rumah, akan terletak tiga saudara kita ini. Tepuk
tangan meriah!” kata Du Juan dengan bersemangat.
Tapi hanya
Zhou Miao dan Tang Can yang ikut bertepuk tangan saja. Sedangkan yang lain
sibuk makan.
Akhirnya Du
Juan pun berhenti berbicara dan makan juga. “Aku juga ingin kakak seperti
itu," komentarnya, saat melihat sikap Jian Jian, Ziqiu, dan Ling Xiao,
yang suka saling mengambilkan makanan untuk satu sama lain.
“Jika kau
ada kakak seperti itu, pacarmu akan cemburu,” balas Zhou Miao.
“Ada kakak
seperti itu, untuk apa punya pacar?” balas Du Juan dengan agak ketus.
Selesai
makan, Tang Can sengaja menunggu Zhuang Bei didekat kamar mandi. Lalu ketika
Zhuang Bei keluar, dia memberitahu Zhuang Bei bahwa Ibu Zhuang ada memakai
layanan di toko Taobao nya lagi. Dan dia ingin Zhuang Bei menjelaskan kepada
Ibu Zhuang agar meminta pengembalian dana saja nanti.
“Tang Can,
maaf,” kata Zhuang Bei, merasa tidak enak.
“Untuk apa
minta maaf? Kau tak bersalah padaku,” balas Tang Can sambil tersenyum ramah.
“Hari itu
mengembalikan kalung di depan semua orang, memang tak memikirkan perasaanmu,”
jelas Zhuang Bei.
“Tak perlu.
Aku langsung saja, kau tak bersalah, hanya tak menyukaiku saja. Kau tak perlu
khawatir,” balas Tang Can dengan tegas.
“Karena kau mirip Oppa Jeong-bong barulah aku menyukaimu,” candanya. “Hari itu
memberikan hadiah ulang tahun ibuku untuk ibumu memang terlalu emosi,
pikirkanku tak jernih. Jangan merasa tertekan,” jelasnya, mengaku bersalah.
“Banyak yang mengejarku, kau tak menyadarinya?” tanyanya, bercanda lagi.
“Aku tahu, kau begitu cantik pasti banyak yang suka,” balas Zhuang Bei, merasa lega dan lebih tenang.
Tang Can
kemudian dengan penasaran menanyai, kenapa Zhuang Bei tidak menyukai nya. Dan
Zhuang Bei menjawab bahwa ini karena dia sudah menyukai orang lain.
“Gadis yang kau
suka seperti apa?” tanya Tang Can, ingin tahu.
“Sangat
tenang, patuh, suka membantu, pekerjaannya stabil,” jawab Zhuang Bei, sambil
tersenyum senang.
“Lain kali
ajaklah bermain bersama,” ajak Tang Can.
“Tunggulah,
aku belum mengutarakannya,” balas Zhuang Bei dengan malu- malu.
“Kau harus
cepat. Jangan berlama-lamaan, nanti direbut orang,” kata Tang Can, menasehati
seperti seorang teman. Dan Zhuang Bei mengiyakan.
Didalam kamar mandi. Tang Can menangis secara diam- diam.
Lanjut💞💞💞💞
ReplyDelete