Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Du Juan dan Zhou
Miao menemukan sebuah post yang sangat menarik. Zhou Miao yakin jika post ini
tersebar, maka pasti akan meledak. Dan Du Juan menghentikan Zhou Miao untuk
jangan melakukan itu. Mendengar itu, semua orang merasa heran dan
penasaran.
“Apa yang kalian katakan? Bagikan pada kami.
Jadi penasaran,” komentar Tang Can, tidak sabaran.
“Benar,
cepatlah. Bagi untuk semuanya,’ kata Jian Jian, penasaran juga.
Du Juan
berusaha menghentikan Zhou Miao dan memberikan kode kepada Jian Jian, tapi Jian
Jian malah sama sekali tidak mengerti. Dan ketika akhirnya, Zhou Miao telah
membagikan post tersebut kepada semuanya. Suasana menjadi sangat aneh dan tidak
nyaman sekali.
Itu adalah
post yang ditulis oleh Jian Jian sendiri. “Dua
kakak yang dekat denganku sejak kecil menyatakan cinta padaku, harus
bagaimana?”
Dengan gugup, Jian Jian melirik ke arah Ling
Xiao dan Ziqiu. Lalu Ling Xiao dan Ziqiu saling bertatapan dengan tajam.
Melihat itu, Zhou Miao tertawa keras. “Bos Li, kau
ini menguasai dua pria?” tanyanya. Dan Zhuang Bei langsung menatap nya dengan
tajam.
“Makanlah.
Makanlah,” kata Du Juan, menenangkan suasana.
Ketika sudah sampai didepan apatermen, Jian
Jian mengait tangan Mingyue dan Tang Can dengan erat untuk menyelamatkan
dirinya. Tapi sebelum dia sempat masuk ke dalam apatermen dengan mereka berdua,
Ziqiu dan Ling Xiao langsung menariknya dan membawanya masuk ke dalam apatermen
mereka.
Dengan prihatin, Tang Can dan Mingyue
memberikan lambaian selamat tinggal untuk Jian Jian.
“Si bodoh ini, menulis begitu jelas di Weibo,”
komentar Mingyue, agak bersimpati dan menyesali tindakan Jian Jian.
“Rumah buka
toko mie, kakak tetangga atas, kakak yang ditinggalkan Ibu. Kombinasi ini masih
ada orang lain?” komentar Tang Can, kagum.
“Sudah kubilang cepat jelaskan pada kedua
kakaknya. Dia terus menundanya,”kata Mingyue, sambil menghela nafas. Dan
mendengar itu, Tang Can merasa agak kesal.
“Dia sudah bilang padamu? Memang kalian lebih
dekat. Kau sudah tahu, malah tak beri tahu aku,” keluh Tang Can, marah. Dan Mingyue langsung menenangkan
nya supaya jangan marah dan bicarakan baik- baik.
Diapatermen
seberang. Ling Xiao dan Ziqiu berdebat hebat, sedangkan Jian Jian hanya bisa
diam saja. Lalu akhirnya, Ling Xiao memberitahukan sebuah kenyataan kejam dan
mengejutkan kepada Ziqiu, saat Ziqiu tertawa dan mengatakan bahwa Jian Jian
hanya menganggap mereka berdua sebagai saudara saja.
“Hanya padamu,” kata Ling Xiao. Dan Ziqiu tidak mengerti. “Kami sudah
bersama, belum sempat beri tahu kamu,” jelasnya.
“Kalian sudah bersama?” tanya Ziqiu
sambil tertawa keras. “Apa dia berimajinasi, Li Jian Jian?” tanyanya.
Dengan
possessive, Ling Xiao menarik dan memeluk bahu Jian Jian. Dan Jian Jian sama
sekali tidak menolak. Melihat itu, Ziqiu sangat terkejut.
“Kenapa sama-sama kakak, kau pilih dia bukan
aku?” tanya
Ziqiu, merasa terluka. Dan Jian
Jian tidak berani menjawab.
“Jangan menakutinya,” kata Ling
Xiao, memperingatkan.
“Sudah begitu sayangnya? Aku bertanya, sudah
jadi menakutinya?” tanya Ziqiu
dengan ketus. Lalu dia menarik nafas dalam. “Aku tak mengerti. Kenapa semua tak
menginginkanku?” tanyanya. Lalu dia masuk ke dalam kamarnya. Dan Jian
Jian serta Ling Xiao sama sekali tidak tahu harus merespon bagaimana.
Ziqiu diam
dan merenung dengan perasaan sedih serta terluka. Dia sama sekali tidak bisa tidur.
Ling Xiao
merasa stress dan tidak bisa tidur. Jadi seperti biasa, dia meminum banyak obat
tidur supaya dia bisa tertidur.
Jian Jian
juga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Dia merenungkan segalanya dengan perasaan
gundah.
Pagi hari.
Tang Can terkejut, ketika terbangun dan melihat Jian Jian ada disebelahnya.
Lalu dengan penasaran, dia menanyai, kenapa Jian Jian memilih Ling Xiao, bukan
nya Ziqiu. Dan mendengar itu, Jian Jian merasa sangat stress sekali.
“Jika dia memilih Ziqiu, Ling Xiao akan lebih
menyedihkan. Dan kenapa Ling Xiao tak baik?” kata Mingyue, membela Ling Xiao.
“Ling Xiao sangat baik. Tetapi pacaran, dua
keluarga akan bertemu. Jika dia memilih Ziqiu, maka tak ada masalah menantu dan
mertua,” jawab Tang
Can.
“Masuk akal juga,” jawab
Mingyue, setuju. “Jika aku
pria, aku juga akan pilih Li Jian Jian,” candanya setengah serius.
“Bahkan kau tak memilihku?” tanya Tang
Can, terluka.
“Bagaimana memilihmu? Pertemuan antara ibumu dan ibuku. Hari-hari
pernikahan kita paling lama tiga tahun pasti cerai. Saat itu masih harus rebut
hak asuh. Ibuku tak akan mengalah,” kata Mingyue dengan sangat yakin.
“Hahaha… Ibuku juga.”
Mendengar
itu, Jian Jian menghentikan obrolan aneh mereka berdua. “Kalian ini
wanita,” katanya,
mengingatkan.
Ketika
mereka bertiga keluar dari kamar, mereka bertiga merasa terkejut dan canggung
saat melihat Ziqiu datang dan membuatkan mereka sarapan seperti biasa. Tapi
kali ini Ziqiu tidak mau ikut sarapan bersama mereka, dia cuma datang untuk
membuatkan sarapan untuk mereka saja.
“Kak Ziqiu,” panggil Jian Jian, ketika Ziqiu akan pergi. “Jangan
marah,” pintanya.
“Aku tak marah, kenapa harus marah?” balas Ziqiu
dengan sikap seolah acuh. Lalu tepat
disaat itu, Ling Xiao datang. “Pacarmu datang,” katanya, memberitahu sambil tersenyum ketus.
Mendengar
itu, Jian Jian dan Ling Xiao sama- sama merasa tidak enak. Dan kemudian sambil
tersenyum, Jian Jian mengajak Ling Xiao untuk sarapan bersama.
Distudio.
Jian Jian sibuk menjelaskan kepada teman- temannya yang menelpon bahwa orang
yang menulis status itu di Weibo bukanlah dirinya.
“Begitu jelas itu aku?” tanya Jian
Jian kepada Du Juan, karena dia merasa agak capek harus menyangkal terus.
“Persatuan khusus keluarga kalian ini, seluruh
negeri masih ada yang lain?” komentar Du Juan.
“Tetapi
menurutku, jika itu aku, aku pasti sangat bingung. Dua kakak begitu baik, aku
mau pilih siapa?” gumamnya.
Zhou Miao
kemudian datang. Dan dia berkomentar bahwa dia pasti akan pilih Ziqiu, karena
keluarga Ziqiu sangat kaya. Walaupun Ling Xiao adalah dokter, tapi masih kalah
dari anak kaya.
Mendengar
itu, Jian Jian merasa sangat tidak senang dan mengabaikan Zhou Miao.
Tepat disaat
itu, Du Juan mendapatkan pesan uang masuk dari bank. Itu adalah uang untuk hak
cipta karya mereka. Dan Jian Jian serta Du Juan merasa sangat senang sekali.
“Aku belikan sepatu edisi terbatas untukmu,” janji Du
Juan dengan bersemangat kepada Zhou Miao.
“Terima kasih, Sayang. Tetapi menurutku kita
harus pakai sebagian uang untuk promosi,” kata Zhou Miao, menyarankan.
“Kak, bagianku berikan padaku dulu. Aku butuh
pakai,” pinta Jian
Jian.
“Aku transfer sekarang,” kata Du
Juan, setuju. Tapi Zhou Miao merasa tidak senang dengan
itu.
“Kalian dengar kata-kataku tidak? Sepertinya
kalian sungguh tak tahu pentingnya promosi,” protes Zhou Miao.
“Zhou Miao. Jika kelak aku dengar kau bahas
ini lagi. Aku akan memecatmu, mengerti?” ancam Jian Jian, kesal. Dan Zhou Miao pun langsung terdiam.
Dirumah
sakit. Xixi juga membaca post yang Jian Jian tulis di Weibo, dan dengan
bersemangat dia menanyai Ling Xiao untuk memastikan.
“Jika aku jadi kamu, aku akan berlagak tak
tahu,” kata Ling
Xiao, tidak senang. Karena Xixi
tampak terlalu ingin tahu dan ikut campur.
“Aku tak tahan, terlalu bersemangat,” balas Xixi, tanpa rasa bersalah sama sekali. “Pengalaman
kalian terlalu menakjubkan,” komentarnya.
Mendengar
komentar Xixi tersebut, Ling Xiao merasa sangat tidak senang dan berbicara
ketus dengan nya. Lalu diapun pergi.
Chen Ting
menelpon Ling Xiao dan menanyai pertanyaan yang membuat Ling Xiao merasa agak
aneh. Chen Ting menanyai, dimana toko yang menjual kue nanas didepan kampus
Ling Xiao dulu. Dan Ling Xiao pun menjawab dengan baik.
Setelah itu,
Ling Xiao menghubungi Meiyang untuk memastikan. “Bagaimana kabar ibu?” tanyanya.
“Dia memang gila, bisa kenapa lagi?” balas
Meiyang. “Tetapi masih
termasuk normal. Sepertinya suasana hatinya baik. Kemarin traktir temannya
makan. Hari ini pergi belanja, harta keluarga hampir habis,” katanya,
mengeluh.
Zhuang Bei
datang ke café Ziqiu untuk
menambah pelanggan sedikit supaya café Ziqiu tidak bangkrut. Dan mendengar itu,
Ziqiu merasa tidak senang. Dia tidak mau mengakui kesusahannya. Dan dia tidak
mau orang lain tahu kesusahannya.
Tepat disaat
itu, Mingyue datang. “Ah, Aku minta
senior jadi konsultan hukum,” kata Mingyue, menjelaskan kepada Ziqiu.
“Baik, mau minum apa?” tanya
Ziqiu, mengerti.
“Sudah pesan, latte dingin,” jawab Mingyue.
Saat Ziqiu
pergi untuk mengambilkan pesanan, Zhuang Bei menanyai pendapat Mingyue, kenapa
Ziqiu tampak terlalu tenang setelah kemarin Jian Jian lebih memilih Ling Xiao.
Dan Mingyue menjawab bahwa dia tidak tahu juga kenapa, karena tadi pagi saja
Ziqiu masih datang dan membuatkan sarapan untuk mereka.
“Tetapi mereka tumbuh bersama, kenapa ada
perasaan itu?” tanya
Zhuang Bei, merasa agak penasaran.
“Menurutku karena dari kecil tumbuh bersama, jadi di mata mereka tak ada orang lain,” jawab Mingyue.
Disalon. He
Mei dan Mrs. Luo duduk minum teh bersama sambil mengobrol. Lalu setelah
mengobrolkan hal- hal biasa, Mrs. Luo menanyai, kenapa He Mei tidak mengakui
Ziqiu kembali saja, karena dia melihat bahwa tampaknya Ziqiu sama sekali tidak
ada membenci He Mei. Dan He Mei menjawab bahwa selama ini Li Haichao lah yang
telah membesarkan Ziqiu, jadi jika dia mengakui Ziqiu sekarang, maka itu
berarti dia adalah orang yang tidak tahu malu.
“Tetapi saat itu kau juga karena terpaksa,
meninggalkannya di sana. Demi kebaikannya, 'kan?” kata Mrs. Luo, mengetahui kesulitan He Mei.
“Siapa yang percaya?” balas He
Mei, tidak percaya diri.
Tepat disaat
itu, He Mei mendapatkan telpon dari sekolah Dongdong. Guru memberitahu He Mei
bahwa Dongdong mengigit murid lain, jadi dia ingin He Mei untuk segera datang.
Dan He Mei langsung mengiyakan.
Disekolah.
Guru memberitahu He Mei bahwa mereka sudah tidak bisa menerima Dongdong lagi ditempat
mereka. Dan He Mei pun menjelaskan bahwa asalkan murid lain tidak ada merebut
mainan Dongdong, maka Dongdong tidak akan menyerang orang lain.
“Tetapi anak-anak ini masih kecil, masalah
merebut mainan tak bisa dihindari,” kata Guru, menjelaskan. “Guru juga
tak bisa menjaganya. Sekarang orang tua murid lain sudah sangat keberatan
dengan kami. Kami harus menjamin keselamatan murid lain,” jelasnya.
“Benar, tetapi…” kata He Mei,
merasa ragu.
“Ibu Dongdong. Aku tulus memberi saran, kau
seharusnya mengantar Dongdong ke sekolah khusus,” kata Guru, menyarankan.
“Dongdong autis bukan sejak lahir. Aku selalu
membawanya ke psikiater,” bela He Mei.
“Aku mengerti. Setelah Dongdong sehat, bawa
dia kembali lagi,” kata Guru, mengusulkan. Dan He Mei merasa agak stress.
Ketika He
Mei membawa Dongdong keluar dari taman kanak- kanak, Dongdong merasa agak
enggan untuk pergi. Dan dengan lembut, He Mei pun menjelaskan kepada Dongdong
bahwa mereka hanya pergi untuk istirahat selama dua hari saja, setelah itu
mereka akan kembali lagi. Dan Dongdong mengganggukan kepalanya sebagai tanda
bahwa dia mengerti.
“Peluk Ibu,” kata He Mei sambil mengulurkan kedua
tangannya. Lalu dia mengendong Dongdong dan membawanya pergi darisana.
Setelah
selesai rapat dengan klien, dan klien telah pergi. Zhuang Bei dan Mingyue
kembali mengobrol. Mereka membicarakan banyak hal, mereka membicarakan tentang
diri mereka dan tentang keluarga mereka.
“Setelah hasil ujian jelek, dia juga tak
berharap lagi. Hanya ingin aku di sisinya, menurutinya, cepat menikah, dan
punya anak. Aku baru berusia 25 tahun, dia mencari pasangan untukku ke
mana-mana,” kata
Mingyue, bercerita dengan agak mengeluh.
“Kau pergi kencan buta?” tanya
Zhuang Bei, tertarik.
“Benar, harus kuhadapi, 'kan?” balas
Mingyue, capek.
Ling Xiao datang
menjemput Jian Jian, dan Jian Jian merasa sangat senang. Lalu mereka berjalan
pulang bersama sambil bergandengan tangan dan mengobrol.
Jian Jian
kemudian membawa Ling Xiao untuk melihat pohon yang dulu ditanam nya sewaktu
zaman kuliah. “Lihat pohon
sekitar sini, semua ditanam bersamaan saat semester satu. Hanya pohonku ini
paling bagus dan lebat,” katanya dengan sangat bangga. “Kampus kami
ada tradisi, pohon yang ditanam bersama, yang tumbuh paling baik itu berarti
dia sangat kuat dan beruntung. Jadi semua menganggap pohon ku sebagai pohon
permohonan,” jelasnya,
bercerita.
“Aku hanya tahu kau bisa jaga orang, tak
sangka kau menjaga pohonmu sebaik ini,” puji Ling Xiao, merasa bangga kepada Jian
Jian.
Ling Xiao
selama ini mengetahui apa saja yang Jian Jian lakukan dari Mingyue. Dia dengar
dari Mingyue bahwa dimusim semi dan gugur, saat hujan tidak turun, Jian Jian
selalu datang untuk menyiram sendiri pohon nya ini. Dan Jian Jian tertawa
dengan bangga. Lalu Ling Xiao berniat untuk menuliskan permohonan nya dan
menempelkan nya di pohon Jian Jian, seperti yang orang lain lakukan.
“Dulu kau tak begini. Saat kita melihat
meteor, kau bilang Kak Ziqiu kekanak-kanakan,” komentar Jian Jian.
“Manusia semakin besar, semakin percaya
takhayul. Kau juga, 'kan?” balas Ling Xiao. Dan Jian Jian menyangkal
sambil tertawa.
“Seluruh keluarga sehat selalu.” Itulah permohonan yang Ling Xiao harapkan.
Ling Xiao
kemudian tiba- tiba saja mengangkat Jian Jian, dan Jian Jian merasa sangat
panik. “Turunkan
aku. Kampus ini akan ada petugas yang keliling,” protesnya sambil memukul Ling Xiao dengan
pelan.
“Tahu seberapa pendek kamu?” tanya Ling
Xiao sambil tersenyum.
“Aku tidak pendek. Aku 162 cm,” balas Jian
Jian, tidak terima.
“Jujur saja,” kata Ling Xiao.
Dan Jian
Jian tertawa dengan malu- malu. “Baik, 160 cm,” katanya, mengaku. “Kenapa jika
160 cm? Aku menghalangimu?” tanyanya, heran.
“Menghalangiku,” jawab Ling Xiao. Lalu dia langsung mencium
bibir Jian Jian dengan mesra. Dan awalnya Jian Jian merasa tertegun, tapi
kemudian dia membalas ciuman Ling Xiao dengan lembut.
Direstoran.
Jian Jian agak ngambek, karena Ling Xiao mengatainya pendek. Dan Ling Xiao
menjelaskan bahwa tinggi badan Jian Jian membuat lehernya sakit. Dan Jian Jian
pun menyuruh Ling Xiao untuk lain kali berlutut saja, dan biarkan dia yang
gantian lehernya sakit. Tapi Ling Xiao menolak, karena dia hanya akan berlutut
sekali saja, yaitu saat dia melamar Jian Jian.
Mendengar
itu, Jian Jian merasa agak canggung dan mengubah topik pembicaraan. “Makanan di
sini lumayan enak, 'kan? Qi Mingyue paling suka. Saat kami masih kuliah, meski
berbeda kampus. Tetapi kami berkumpul di sini,” katanya, bercerita.
“Rasanya lumayan, harganya juga murah,” puji Ling
Xiao.
“Iya, 'kan? Kelak bawa Kak Ziqiu kemari,” kata Jian
Jian dengan bersemangat.
Ling Xiao
merasa agak cemburu. Dan dia meminta Jian Jian untuk lebih menjaga jarak dengan
Ziqiu ke depannya. Dan Jian Jian mengiyakan.
“Kak, kelak kita di depan Kak Ziqiu juga jaga
jarak,” pinta Jian
Jian juga. “Aku takut
dia tak bisa menerima dalam waktu dekat.”
“Biarkan saja dia tak menerima, dia atasi
sendiri,” kata Ling
Xiao, tidak peduli.
“Jangan begitu kejam,” bujuk Jian
Jian.
“Atau kau mau ulang pilih? Memilih dia?” tanya Ling
Xiao, cemburu.
“Kenapa kau seperti landak?” komentar
Jian Jian, heran.
“Jika kasihan, lakukan sepenuhnya. Jangan
lihat orang lain kasihan langsung berbalik,” protes Ling Xiao, emosi.
“Apanya yang kasihan? Kau meremehkan siapa?” tanya Jian
Jian, bingung.
“Apa kau tak mengasihaniku?” tanya Ling
Xiao dengan sedih. Lalu dia pergi duluan meninggalkan Jian Jian.
Jian Jian
segera mengejar Ling Xiao dan menghentikannya. Dia meminta Ling Xiao untuk
jangan seperti ini. Dan Ling Xiao menjelaskan bahwa dia tahu alasan kenapa Jian
Jian dan Ran putus, itu karena Jian Jian tidak serius dalam berpacaran dan
hanya mencoba- coba saja. Jadi jika kali ini Jian Jian seperti itu lagi, maka
dia akan menerima. Karena yang terpenting adalah selama mereka tetap bisa
menjadi keluarga, itu sudah cukup baginya.
“Jika tak menyukaimu, aku tak akan bersama
denganmu,” bentak Jian
Jian, menjelaskan. Dia heran dengan sikap aneh Ling Xiao.
“Jika aku tak memaksamu, kau akan memilihku?” tanya Ling
Xiao dengan emosi. “Kau bisa hidup sendiri dengan baik. Kau punya
banyak teman, aku tidak, aku tak punya. Aku harus ada kau, kau harus ada,” katanya penuh penekanan.
“Kak, di hidupmu tak hanya ada aku. Tak ada
hal lain yang kau sukai?” tanya Jian Jian, heran. Dan Ling Xiao diam. “Saat di
Singapura, selain jaga Bibi Chen Ting dan adik, dan juga kuliah. Apa yang kau
lakukan?” tanyanya,
ingin tahu.
“Memikirkanmu, merindukan rumah. Bermimpi…” jawab Ling
Xiao, bercerita. “berpikir
pulang menemuimu, menikah denganmu, melahirkan anak. Sekeluarga… hidup bahagia. Aku bahkan sudah memikirkan
nama anak kita.”
Mendengar
itu, Jian Jian merasa sedih untuk Ling Xiao. Dengan erat, dia memeluk Ling Xiao
dan menangis untuk nya.
Orang yang kucintai, aku melihatnya dari
jauh. Dia di sana…
tetap bersinar terang.
Begitu menyilaukan, begitu sempurna.
Tetapi di tempat yang aku tak tahu, dia
sudah pernah dihancurkan.
Aku lebih tak tahu, seperti apa sakitnya
dia di tengah malam. Dan bagaimana menemukan setiap bagian dirinya dan
membuatnya sempurna kembali.
Sekarang aku mendekat, dan melihat
tubuhnya penuh dengan luka.
Diapatermen. Jian Jian menanyai tentang masalah Ling Xiao
kepada Mingyue, karena Mingyue selalu berhubungan dengan Ling Xiao selama ini,
jadi dia mengira Mingyue setidaknya tahu sesuatu. Dan Mingyue menjawab bahwa
dia tidak tahu juga. Dia menyarankan Jian Jian untuk lebih baik bertanya
langsung kepada Ling Xiao saja.
“Aku merasa mental kakakku bermasalah,” kata Jian
Jian, khawatir.
“Mentalnya memang bermasalah, 'kan?” komentar
Tang Can.
“Telingamu tajam juga,” kata Mingyue, terkejut. Karena Tang Can duduk di ruang tamu.
Sedangkan dia dan Jian Jian mengobrol diruang makan.
“Dengar… di zaman ini jika mentalmu tak bermasalah, kau keluar pun
malu untuk berbincang dengan orang,” kata Tang Can, berkomentar.
“Tetapi kenapa aku merasa mental Kak Ziqiu yang lebih
bermasalah? Dia pasti terpukul saat kau memilih Ling Xiao,” komentar Mingyue. “Tadi saat
pulang, aku bertemu dengannya, seluruh badannya bau alkohol,” katanya,
memberitahu.
“Saat kau pulang, dia baru pulang?” tanya Jian
Jian, ingin tahu.
“Benar. Hari ini aku ke kafenya, kuajak kakak korban
kekerasan rumah tangga dan senior Zhuang Bei untuk konsultasi hukum. Tetapi
sore hari dia sudah tak di sana. Karyawan bilang, bisnisnya kurang baik,” kata
Mingyue, bercerita dengan hati- hati.
Didalam kamar. Jian Jian diam dan merenung. Lalu dia menghubungi
Ayahnya untuk mengobrol.
Li Haichao heran, kenapa Jian Jian menelponnya malam-
malam begini. Dan Jian Jian merasa agak ragu untuk bercerita.
“Kenapa menjaga rahasia dariku?” tanya Li
Haichao, geli. Dia sedang sibuk memakai koyo untuk punggung nya yang sakit. “Jadi, untuk
apa meneleponku?” tanyanya.
“Aku perlu semangat untuk menghadapinya. Aku butuh
semangat dari Ayah,” jawab Jian Jian dengan serius.
Mendengar itu, Li Haichao tertawa. “Kau masih
butuh semangat dariku? Kau sendiri adalah penyemangat, 'kan? Kami semua selalu
mendapat semangat darimu.”
“Aku sudah tak bersemangat lagi,” balas Jian Jian dengan lemas.
💕💕💕💕terkendala sinyal e skali update byk
ReplyDelete