Sinopsis C- Drama : Go Ahead Episode 28

 


Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV

Li Haichao tidak percaya bahwa Jian Jian bisa tidak bersemangat lagi. Tapi karena Jian Jian telah mengatakan itu, maka diapun menuruti nya.

Apa ini perusahaan minyak? Aku Direktur Li, Li Haichao. Aku ingin minta bantuan kalian. Sumber tenaga di putriku ini sudah habis, kalian tolong isikan lagi. Bisa isi berapa? Lima truk? Kurang. Paling tidak 50 truk. Kapan bisa terkirim? Baik, besok pagi. Terima kasih,” kata Li Haichao, membuat candaan lucu untuk menyemangati Jian Jian.


Mendengar itu, Jian Jian tertawa senang. Lalu dia meminta maaf. Dia merasa karena dirinya lah, makanya Li Haichao tidak menikah lagi. Dan Li Haichao menjawab bahwa sejujurnya dia memang tidak ingin menikah lagi. Bahkan beberapa tahun ini dia dan Ling Heping telah berdiskusi, kelak jika mereka sudah tua, mereka akan sama- sama pensiun ke panti jompo.


“Kelak aku mau tinggal bersama Ayah, melayani Ayah,” kata Jian Jian, bersikap berbakti sebagai seorang anak.

“Siapa yang melayani siapa belum tentu,” balas Li Haichao sambil menepuk- nepuk bahunya yang kelelahan. “Coba pikirkan. Kau yang begini, melahirkan anak, lebih nakal darimu, aku yang melayani atau tidak?” candanya. “Lebih baik ke panti jompo, untuk menikmati hidup saja.”

“Benar juga,” kata Jian Jian sambil tertawa cekikan.

“Baiklah. Asal bicara begitu lama. Cepat tidur. Aku tutup dulu,” kata Li Haichao, mengingatkan.


“Tunggu, ada satu hal,” kata Jian Jian. “Ayah, aku mencintaimu, selamat malam, katanya. Lalu dia langsung mematikan telpon.

Mendengar kata- kata itu, Li Haichao merasa sangat senang.


Keesokan harinya. Jian Jian datang ke tempat kerja Ling Xiao dan menunggu nya sambil selesai kerja. Lalu dia mengajak Ling Xiao untuk makan siang bersama.


Saat makan siang, Ling Xiao merasa sedikit curiga kepada Jian Jian. Karena Jian Jian tiba- tiba bersikap begitu perhatian kepadanya. Dia merasa Jian Jian bersikap seperti ini, karena ada yang ingin Jian Jian katakan padanya. Dan Jian Jian menyangkal.

Kelak asalkan aku senggang, aku datang temani kau makan. Nanti sore, aku usahakan cepat selesai kerja, menjemputmu pulang, kata Jian Jian, menjelaskan niat tulusnya.



Saat sudah selesai makan siang, Ling Xiao menanyai, kenapa Jian Jian tiba- tiba bersikap seperti ini. Dan Jian Jian menjawab dengan jujur bahwa dia sedang mengasihani Ling Xiao. Ketika Ling Xiao sedang sendirian, Ling Xiao pasti akan melamun dan berpikir sembarangan. Jadi dia seperti ini, karena dia tidak ingin Ling Xiao berpikir terlalu banyak. Dan dia akan mengasihani Ling Xiao sampai Ling Xiao merasa tidak perlu dikasihani lagi.

Kau masih marah? tanya Ling Xiao sambil tersenyum.

Tidak.

Kemarin kau menangis, kata Ling Xiao, mengingatkan.

Tidak! bentak Jian Jian, kesal.

Baik, tak menangis. Anjing kecil buang air, canda Ling Xiao sambil tertawa. Dan dengan kesal, Jian Jian memukul Ling Xiao.


Ling Xiao kemudian memberitahu Jian Jian untuk tidak perlu menjemputnya malam ini. Karena dia ada janjian dengan Ling Heping untuk ke dokter malam ini. Dan Jian Jian mengiyakan. Lalu diapun pamit.



Saat sudah jalan beberapa langkah, Jian Jian berhenti dan berjalan kembali ke arah Ling Xiao. Kenapa begitu tinggi? tanyanya. Lalu dia menarik kerah Ling Xiao dan mencium bibirnya.


Setelah itu, Jian Jian langsung berlari pergi sambil tertawa. Awalnya Ling Xiao merasa agak terkejut, tapi kemudian dia ikut tertawa juga.


Saat jam pulang kerja. Ling Heping datang menjemput Ling Xiao dan memberitahu bahwa dia sudah ada janjian dengan Dokter kenalan nya. Dan dengan perhatian, Ling Xiao menanyai, Ling Heping merasa sakit dimana. Jika terlalu sakit, dia menyarankan supaya lebih baik mereka pergi ke rumah sakit saja. Tapi Ling Heping menolak, dengan alasan bahwa bulan lalu dia baru saja melakukan pemeriksaan di kantor, hanya saja belakangan ini tidak tahu kenapa seluruh tubuhnya terasa kurang nyaman. Jadi dia ingin mencoba ke dokter tradisional untuk diperiksa.

Mendengar alasan itu, Ling Xiao pun mengerti dan menerima.

Diruang praktek. Setelah Ling Heping selesai diperiksa, dia menyuruh Ling Xiao untuk diperiksa sekalian saja. Dan Ling Xiao menolak. Tapi Ling Heping memaksa, jadi Ling Xiao pun terpaksa menurut.

Dengan serius, Dokter memeriksa denyut nadi Ling Xiao. Lalu dia mulai bertanya tanya. Kau sulit tertidur? Sering terbangun dan sering bermimpi? tanyanya. Dan Ling Xiao, mengiyakan. Berapa jam kau tidur?

Tidak pasti. Kadang empat lima jam, kadang lima enam jam, jawab Ling Xiao dengan serius.


Limpamu tak baik, livermu juga tersendat, kata Dokter, menjelaskan. Pikiran berefek pada limpa, emosi berefek pada liver. Jadi hasilnya, karena tekanan emosi yang lama, juga tak bisa melepaskan tekanan, jelasnya kepada Ling Heping. Tekanan pekerjaan besar, ya?

Lumayan, jawab Ling Xiao, singkat.

Dokter kemudian menuliskan resep obat untuk Ling Xiao. Dan dia menyarankan Ling Heping untuk lebih baik membawa Ling Xiao menemui psikiater.


Kau bilang apa? Anakku tak sakit, hanya susah tidur, kenapa ke psikiater? protes Ling Heping, tidak setuju.

Susah tidur dengan tekanan emosi ada hubungan erat. Dan kau lebih baik periksa otak besarnya, jelas Dokter.

Phui! Phui! Phui! kata Ling Heping, membuang kata- kata sial. Anakku tidak sakit. Omong kosong.

Kau menelepon minta aku periksa anakmu, balas Dokter.

Mendengar itu, Ling Xiao menatap ke arah Ling Heping. Dan dengan gugup, Ling Heping tertawa serta menyangkal.

Setelah selesai menuliskan resep, Dokter menyuruh Ling Xiao untuk pergi mengambil obat terlebih dahulu. Dan Ling Xiao menurut.

Namun setelah keluar dari ruangan, Ling Xiao tidak pergi untuk mengambil obat. Malahan dia berdiri didepan pintu dan mendengarkan pembicaraan mereka berdua yang berada di dalam ruangan.




Ling Heping menceritakan ke khawatirannya kepada Dokter. Kalau Ling Xiao pergi ke psikiater, dan hal ini tersebar, maka itu akan menjadi buruk. Dia sebenarnya tidak masalah, tapi dia khawatir Ling Xiao yang akan bermasalah. Karena jika suatu hari Ling Xiao punya pasangan, dan pasangan nya tahu kalau Ling Xiao pernah pergi ke psikiater, pasangan nya pasti berpikiran kalau Ling Xiao gila. Dia berbicara seperti ini, karena selama dia kerja di kantor polisi. dia sudah pernah melihat banyak hal seperti ini. Jadi intinya, dia menegaskan bahwa Ling Xiao tidak sakit.

Baik, tidak sakit, kata Dokter, mengerti. Makan obat, kita lihat saja dulu, jelasnya.

Lao Zhao, beri aku kepastian. Kapan bisa sembuh? tanya Ling Heping, khawatir.

Tak ada kepastian. Aku dokter, bukan peramal nasib, balas Dokter dengan serius. Kulihat anakmu depresi, dia punya banyak masalah, ini masalah hati, jelasnya.

Masalah hati? Kau tadi bilang kau bukan peramal, keluh Ling Heping.

Setelah cukup mendengarkan, Ling Xiao pun pergi untuk mengambil obat.

Jian Jian menunggu sampai Ziqiu pulang. Dan ketika dia mendengar suara pintu seberang dibuka, dia langsung berlari keluar sambil membawa kantong sampah yang telah disiapkannya.

Hei. Kebetulan, kak, sapa Jian Jian. Aku mau buang sampah, jelasnya, beralasan dengan gugup.

Kau taruh di depan pintu, besok pagi aku buang. Cepat tidur, selamat malam, balas Ziqiu. Lalu dia ingin masuk ke dalam apatermen.


Jian Jian menarik tas Ziqiu dan menahannya untuk jangan masuk dulu. Lalu dia mencium sesuatu yang aneh dari tubuh Ziqiu, dan dia menebak bahwa Ziqiu pasti ada jatuh di tong sampah. Karena tubuh Ziqiu bau sekali. Dan Ziqiu mengiyakan dengan sikap acuh.

Oh iya. Hari ini aku dapat uang, aku pinjamkan, kata Jian Jian sambil memberikan kartu atm nya.

Untuk apa aku ambil uangmu? tanya Ziqiu, merasa egonya terluka.

Bayar dulu kartu kreditmu, jawab Jian Jian sambil menaruh kartu itu ke tangan Ziqiu langsung.


Ziqiu berniat mengembalikan kartu itu, tapi Jian Jian tidak mau menerima nya. Dengan malas, Ziqiu mendorong Jian Jian untuk pulang. Lalu dia menahan pegangan pintu sehingga Jian Jian tidak bisa keluar.


Kuberi tahu, kau hutang pada bank, lebih baik hutang padaku. Kak! kata Jian Jian, menjelaskan dengan perhatian.

Jangan kasihani aku, bisa tidak? Aku mohon. Aku paling benci dan tak perlu dikasihani, pinta Ziqiu.

Mendengar itu, Jian Jian terdiam.



Saat Ling Heping mengantarkannya pulang, Ling Xiao mengucapkan terima kasih. Terima kasih karena Ling Heping membawanya ke Dokter. Lalu dia pamit.

Hei, kata Ling Heping, menghentikan Ling Xiao yang ingin pergi. Mulai sekarang, jika kau ada masalah, jika kau tak ingin beri tahu aku, kau beri tahu saja Ayah Li. Beri tahu Jianjian atau Ziqiu juga boleh. Pokoknya ada masalah jangan dipendam, harus katakan, katanya, menyarankan.

Itu saran Dokter Lao Zhao? tanya Ling Xiao.


Lao Zhao bilang padaku, kau jangan begadang, tak baik untuk tubuh, balas Ling Heping. Dan Ling Xiao mengiyakan. Lalu diapun pergi.

Ayah, hati-hati, kata Ling Xiao, perhatian.

Menerima perhatian dari Ling Heping, Ling Xiao merasa senang dan tersenyum kecil.


Bibi Qian terus mencoba untuk menjodohkan Li Haichao dengan wanita pilihan nya, Zhang Hongying. Tapi karena Li Haichao tidak ada merespon sedikit pun, dia mengira Li Haichao masih memiliki perasaan untuk He Mei. Jadi diapun sedikit menjelek- jelekkan He Mei.

Aku dengar dari Bibi Qian, Jianjian sangat pengertian. Kapan dia pulang? tanya Hongying, perhatian.

Seminggu pulang sekali atau dua kali, jawab Li Haichao sambil tersenyum dengan canggung.


Lain kali, bawa anakmu kemari. Biar mereka bisa bertemu, saling mengenal, kata Bibi Qian, menyarankan.

Tidak. Tidak baik. Meminta anak guru Zhang datang, dia tak senang, kata Li Haichao, menolak dengan halus.

Kenapa anakku bisa tidak senang? Keluarga kami demokratis, dua anakku sangat menghormatiku. Oh iya, anak ku ingin punya adik perempuan, dia pasti menyukai Jian Jian, balas Hongying dengan sikap ramah.


Ketika karyawan Li sudah kembali dari kamar mandi, Li Haichao langsung menyuruhnya untuk menlanjutkan nya bermain mahjong. Karena dia harus pergi untuk menyiapkan sayuran.

Dia malu dan juga tak inisiatif. Jika dia bermuka tebal, sepuluh wanita sudah dinikahi, komentar Bibi Qian.

Tak masalah, Bibi Qian. Aku kejar dia, kata Hongying, bersemangat.

Guru Zhang, semangat, kata karyawan Li, menyemangati.


Setelah Bibi Qian selesai bermain mahjong dan Hongying sudah pergi, Li Haichao meminta Bibi Qian untuk  membantunya menolak Hongying. Dia merasa tidak nyaman bila anak dari kedua pihak harus bertemu, kepadahal dia dan Hongying tidak ada apa- apa. Juga dia tidak mau menikah lagi.

Li Jianjian yang bilang. Dia bilang dua keluarga saling bertemu, berbincang, melihat sifat satu sama lain, kata teman Qian. Dan Li Haichao merasa terkejut, karena tidak menyangka.

Yang minta kami kenalkan pacar untukmu adalah Li Jian Jian kamu, kata Bibi Qian, memberitahu. Dan Li Haichao semakin terkejut.


Flash back

Jian Jian meminta Bibi Qian untuk mencarikan jodoh untuk Ayahnya. Karena Ayahnya sudah berumur 50 tahun dan memerlukan pasangan hidup. Jika kondisi pasangannya rumit, maka jangan jodohkan ke Ayahnya. Jika pasangan nya sudah punya anak, maka dia mau bertemu dengan anak nya terlebih dahulu.

Benar, ini pertimbangan bagus, kata teman Qian dan Bibi Qian, setuju.

Ada Guru Zhang, dia sangat memenuhi persyaratanmu. Dia berpengetahuan, ada dua anak, tetapi sudah dewasa. Dua hari lalu aku bawa dia ke toko mie, pernah bicara dengan ayahmu, sepertinya ayahmu tidak tertarik, kata Bibi Qian, mengadu.

Penampilannya? tanya Jian Jian.

Sangat berkualitas. Dan aku merasa, dia sangat suka pada ayahmu,jawab Bibi Qian, menjelaskan.

Itu bagus sekali. Aku beri tahu, ayahku lebih lambat dekat, dan lebih serius. Temui dia beberapa kali, pasti akan berhasil. Nanti aku juga ikut, minta anaknya untuk bertemu, kata Jian Jian, setuju.

Setelah membicarakan itu, Jian Jian berlari ke arah Ziqiu yang sudah menunggu nya di ayunan. Dan lalu mereka pulang bersama.

Flash back end


Li Haichao agak tidak menyangka kalau ternyata Jian Jian yang ingin mencarikan jodoh untuknya. Dan mengetahui itu, diapun diam serta berpikir.


Jian Jian dan Ling Xiao menonton film bersama didalam kamar sambil memakan semangka dan berbaring dengan nyaman di atas tempat tidur.


Lalu setelah itu, Ling Xiao menceritakan tentang pengalamannya saat dia tinggal di Singapura. Dan Jian Jian mendengarkan dengan baik.


Flash back

Dari awal Ibuku seperti tanaman di dalam pot. Aku tak bisa bayangkan, bagaimana bisa biarkan tanaman keluar dari potnya?

Dokter mengajarkan Ling Xiao caranya memijat kaki Chen Ting. Itu untuk mencegah supaya otot kaki Chen Ting tidak rusak. Sebab Chen Ting belum bisa berjalan untuk sementara.

Dia juga tidak yakin, kami juga tak yakin. Tetapi selain percaya, aku tak ada cara lain.

Ling Xiao memijat Chen Ting dengan serius. Namun Chen Ting tidak merasa senang sama sekali, malahan dia merasa sedih, karena dia sama sekali tidak tahu kapan kakinya bisa pulih.

Saat dia makan, kebanyakan cairan, mudah dicerna.

Ling Xiao juga menyuapi Chen Ting saat makan.


Xiao Chengzi tak mau ikut nenek. Aku juga harus menjaganya. Tetapi untung ada dia, jadi kamar pasien tidak sepi.

Meiyang sering menceritakan berbagai hal menarik, dan itu membuat hari- hari Ling Xiao menjadi tidak terasa terlalu kosong.

Pasien yang lumpuh di ranjang paling malu, dan paling direndahkan adalah saat tak bisa menahan buang air.

Melihat kedekatan antara Ling Xiao dan Meiyang, Chen Ting merasa senang. Namun ketika tiba- tiba dia tidak sengaja buang air, dan Meiyang mengatakan bahwa itu bau, Chen Ting menjadi merasa murung.

Chengzi panggilkan suster, perintah Ling Xiao. Dan Meiyang pun langsung pergi untuk memanggilkan suster.


Saat Ling Xiao ingin membantu nya, Chen Ting merasa sangat emosional. Keluar. Kamu keluar! Tak mengerti? Kamu keluar! perintahnya sambil memukul- mukul Ling Xiao yang masih tetap ingin membantunya.


Mulai saat itu aku baru bisa sedikit memahaminya. Seberapa menderitanya dia. Betapa baiknya jika dia mati dalam kecelakaan. Hidup begini apa artinya?

Malam hari. Saat Ling Xiao datang untuk menjaga Chen Ting seperti biasa, suster menemukan Chen Ting memotong nadinya sendiri didalam kamar mandi. Dan Ling Xiao pun merasa sangat panik.


Aku terus berpikir, hidup Hidup menderita, apa artinya? Di hati setiap orang pasti ada monster. Jika tak berhati-hati, monster itu akan keluar, dan melukai orang.

Chen Ting sudah merasakan semangat untuk hidup. Walaupun Ling Xiao tetap perhatian padanya. Tapi dia tidak bisa menghargai itu.

Aku ingin pulang, kata Chen Ting. Lalu dia mendorong piring yang Ling Xiao pegang. Aku tak mau dikurung seperti hewan! teriaknya. Aku mohon, pintanya dengan perasaan frutasi.

Mendengar itu, Ling Xiao hanya diam. Dia berjongkok dan membersihkan makanan yang Chen Ting tumpahkan.

Jangan bersihkan! Aku mohon biarkan aku pergi! Biarkan aku pergi! teriak Chen Ting sambil menangis keras.

Orang yang berdiri di tepi kegelapan, juga mudah dibawa masuk ke malam yang panjang. Seakan malam ini selamanya tak akan berakhir. Kau hanya bisa bersabar melewati hidup ini.

Akhirnya, Ling Xiao dan Meiyang pun membawa Chen Ting pulang dari rumah sakit.


Namun setiap malam, Ling Xiao sama sekali tidak bisa tidur dengan tenang. Karena setiap malam, Chen Ting pasti akan mencoba untuk melukai diri sendiri. Jadi dia harus terjaga dan menjaga nya.

Melihat itu, Meiyang juga merasa syok dan tidak tenang.


Suatu hari, Ling Xiao membuatkan bubur untuk Chen Ting. Dan Chen Ting menolak dengan keras serta memukul panci panas yang Ling Xiao letakkan diatas meja. Dan kemudian panci tersebut pun jatuh serta tidak sengaja mengenai bahu Ling Xiao yang sedang berjongkok di sebelah Chen Ting.

“Maaf!” kata Chen Ting, merasa terkejut sendiri. “Aku tidak sengaja. Maaf! Maaf!” pintanya sambil menangis.

Malam hari. Meiyang dengan perhatian memberikan obat kepada Ling Xiao. Lalu dia menawarkan diri untuk menggantikan Ling Xiao memijat kaki Chen Ting.

“Kau tidak kuat,” tolak Ling Xiao sambil terus memijat kaki Chen Ting.



Tengah malam. Chen Ting akhirnya mau mencoba untuk berdiri lagi dan dia bersedia mengikuti program pemulihan di rumah sakit besoknya.

Saat itu, aku kira langit akhirnya bisa terang kembali.

Flash back end


Selesai menceritakan kisahnya, Ling Xiao tertidur dibahu Jian Jian. Dan dengan perhatian, Jian Jian menepuk- nepuk tangan Ling Xiao dengan lembut.

“Tidak masalah. Kelak aku menyayangimu,” gumam Jian Jian. Lalu dia menatap hujan deras yang turun diluar.


Direstoran. He Mei kehilangan Dongdong saat mereka pergi untuk mengambil makanan. Dan He Mei merasa khawatir.



Dengan panik, He Mei kemudian mencari- cari Dondong. Dan akhirnya dia menemukan Dongdong. Juga dia bertemu dengan Ziqiu yang ternyata sekarang bekerja direstoran tersebut.

“Ziqiu? Tokomu sudah tutup?” tanya He Mei, perhatian.

“Aku pergi kerja,” jawab Ziqiu, dengan singkat. Lalu diapun pergi menjauhi He Mei. Dan He Mei merasa sedih melihat itu.


Ketika Ziqiu membuang sampah, dia bertemu dengan seekor anjing terlantar yang mendekatinya. Dan karena merasa kasihan, diapun membawa anjing tersebut bersama nya.




Saat Jian Jian pulang dari membeli es krim, dia tidak sengaja berpapasan dengan Ziqiu. Dan diapun langsung memanggilnya. Tapi Ziqiu malah berjalan cepat untuk menghindarinya. Jadi diapun juga ikut berjalan cepat untuk mengejar nya. Tapi tanpa sengaja sandal jepitnya malah putus, dan dia hampir saja terjatuh.

Melihat itu, Ziqiu dan anjing nya mendekati Jian Jian. Dan si anjing memakan es krim yang Jian Jian pegang.


Jian Jian membantu Ziqiu memandikan si anjing. Ziqiu memberitahu bahwa anjing ini dia temukan di dekat tong sampah.

“Kau pungut begitu saja?” tanya Jian Jian, ingin tahu.

“Sama sepertiku, tak ada yang mau. Sangat kasihan,” jawab Ziqiu.

“Oh. Sini kulihat. Mirip sekali. Mata dan hidung ini, menggemaskan sepertimu,” canda Jian Jian sambil tertawa.

“Kau belajar dari siapa? Seperti pria hidung belang,” balas Ziqiu, tidak tertawa sama sekali.

“Apanya? Aku sedang menghiburmu,” jelas Jian Jian.

“Kau begitu harus aku merasa senang,” kata Ziqiu dengan ketus.

“Beberapa hari ini kau ke mana? Begitu malam baru pulang,” tanya Jian Jian, mengubah topik.

“Tidak ada,” jawab Ziqiu, tidak mau memberitahu.

“Badanmu bau sampah,” komentar Jian Jian.

“Kau yang bau sampah,” balas Ziqiu, kesal.


Jian Jian kemudian diam. Karena dia merasa, semakin dia berbicara, Ziqiu semakin tidak senang. Dan Ziqiu menyuruh Jian Jian untuk terus bicara, karena jika Jian Jian diam, dia merasa tidak terbiasa.

“Kau mau sampai kapan seperti ini padaku?” tanya Jian Jian, langsung.

Post a Comment

Previous Post Next Post