Sinopsis C- Drama : My Heroic Husband Episode 6 part 1

 

Original Network : Tencent Video, iQiyi

“Masalah bisnis keluarga kami sudah ditentukan. Tapi, aku berpikir…” kata Menantu Yao sambil memberikan kode tanda kutip. “Masalah internal kedua suami istri seharusnya semakin hari semakin baik,” jelasnya dengan pelan kepada teman- temannya.

Mendengar itu, teman- teman Yao merasa bingung, masalah internal apa. Dan akhirnya, Menantu Yao pun berbicara secara terus terang, yang dia maksud masalah internal adalah masalah melahirkan anak untuk meneruskan garis keturunan keluarga Su.


“Tentu saja masalah anak adalah hal penting. Tapi sekarang, Tuan Menantu masih tinggal di ruang samping, sangat tidak cocok,” kata Pelayan Yao, menjelaskan kepada semuanya.

“Masih di ruang samping?” gumam teman- teman Yao, terkejut.

“Aku juga tidak ingin,” jelas Menantu Yao sambil tersenyum malu. “Tapi, sebagai seorang ibu… Aku juga tidak bisa terus-menerus mendesak Tan’er, kan?” jelasnya. “Jadi, aku berpikir untuk meminta bantuan kalian kakak beradik untuk memikirkan ide,” pintanya.

“Tak perlu dicemaskan. Aku mempunyai sebuah resep. Resep ini direndam di dalam arak,” kata teman B dengan percaya diri. “Kukatakan pada kalian, saat itu suamiku meminumnya. Benaran bertenaga,” bisiknya sambil tertawa malu- malu.

“Kamu membawanya?” tanya Menantu Yao, bersemangat.


Saat Ning Yi pulang, Menantu Yao dan teman- temannya sedang berkumpul didalam kamarnya. Melihat mereka, Ning Yi merasa agak bingung. Lalu saat Menantu Yao memperkenalkannya kepada teman- temannya, dia menyapa mereka dengan sopan. Tapi setelah itu, dia langsung ditarik untuk duduk, dan diberikan sebotol arak macan.

“Bibi dan Tantemu ini secara khusus menyiapkanmu sesuatu untuk menambah darah dan tenaga,” jelas Menantu Yao, bersemangat.


“Belakangan ini, darah dan tenagaku cukup. Tidak perlu penambahan,” tolak Ning Yi dengan canggung.

“Kami juga memikirkanmu yang kelelahan. Untuk menambah nutrisi,” kata Menantu Yao sambil menuangkan segelas arak untuk Ning Yi.

“Benar!” kata teman- teman Yao, setuju.


“Jangan menyia-nyiakan kebaikan kami,” pinta Menantu Yao dengan halus sambil sedikit memaksa Ning Yi untuk meminumnya.

Demi kesopanan, Ning Yi pun meminum arak yang dituangkan untuknya. Tapi rasanya agak aneh dan dia menolak untuk minum lagi. Namun Menantu Yao dan teman- temannya terus memaksanya untuk minum lagi dan lagi. Dan karena tidak bisa melawan serta menolak, maka Ning Yi pun terus meminumnya.


Setelah Ning Yi agak mabuk, Menantu Yao dan teman- temannya membawa Ning Yi ke dalam kamar Su Tan’er dan menyuruhnya untuk segera beristirahat.

“Ini adalah kamar Tan’er,” kata Ning Yi, menolak untuk masuk ke dalam kamar Su Tan’er.

“Kenapa masih dibagi punyamu dan dia? Ini adalah kamarmu,” kata Menantu Yao, mendorong Ning Yi untuk masuk saja.

“Benar. Cepat masuk,” kata teman- teman Yao, ikut mendorong Ning Yi. “Masuklah. Masuklah,” seru mereka dengan bersemangat.

“Cepatlah, biarkan Ibumu mendapat cucu,” pinta Menantu Yao.


“Baik, baik, baik,” kata Ning Yi, menyerah. Lalu dia masuk ke dalam kamar dan menutup pintu nya.

Tepat ketika Ning Yi menutup pintu kamar, dia langsung bertemu tatap dengan Su Tan’er yang menatapnya dengan terpaku.

“Sudah kubilang aku tidak minum arak, ibumu masih saja menuangkan. Aku minum sedikit,” kata Ning Yi, berusaha menjelaskan.

“Menuangkan arak untukmu?” gumam Su Tan’er, heran.


Setelah Ning Yi masuk ke dalam kamar, Menantu Yao dan teman- temannya langsung bersembunyi dibelakang pohon untuk memperhatikan.


Su Tan’er duduk dengan gugup di tempat tidur.

Ning Yi mulai merasa sangat kepanasan, jadi dia terus meminum teh yang ada dimeja dan mengipas- ngipas dirinya.


Melihat Ning Yi yang tampak sangat kepanasan, Su Tan’er bertambah gugup. “Kamu baik-baik saja, kan?” tanyanya, perhatian.

Mendengar itu, Ning Yi langsung meletakkan kipas yang dipegangnya ke meja. Lalu dia berdiri dan mulai membuka pakaiannya. “Tan’er, panas sekali. Aku sudah tidak tahan lagi. Maafkan,” jelasnya. Lalu dia berlari ke arah Su Tan’er.


“Apa yang ingin kamu lakukan?” teriak Su Tan’er sambil menatap Ning yi dengan panik.


Di luar. Menantu Yao dan teman- temannya mendengar suara Ning Yi dan Su Tan’er serta suara tempat tidur yang bergoyang- goyang. Mendengar itu, Menantu Yao dan teman- temannya merasa sangat senang.


Didalam kamar. Ning Yi menggoyang- goyangkan tempat tidur sedikit untuk menipu Menantu Yao dan teman- temannya yang berada diluar. Lalu dia mengambil palu dan menghancurkan dinding yang memisahkan kamar mereka berdua.

Di luar. Menantu Yao memuji dengan kagum betapa hebatnya arak macan itu.



“Palu dari mana itu?” tanya Su Tan’er, penasaran.

“Aku seharusnya bertanya padamu. Ini kamarmu,” balas Ning Yi sambil menghela nafas capek. Dan Su Tan’er langsung terdiam.


Di luar. Mendengar suara tempat tidur yang bergoyang semakin kuat dan suara keras di dinding, Menantu Yao jadi merasa khawatir.

“Gerak-gerik ini sangat bertenaga. Tidak baik terhadap tubuh putri kecilku,” kata Menantu Yao, cemas.

“Orang muda bertubuh sehat,” kata teman B, menenangkan.

“Aku harus menyiapkan obat tonik untuk putriku,” kata Menantu Yao, memutuskan.

“Baik. Aku akan membuatnya nanti,” kata teman C, menenangkan.

Didalam kamar. Setelah berhasil membuat lubang cukup besar, Ning Yi masuk ke dalam kamarnya melalui lubang tersebut.

“Kali ini sudah boleh,” kata Ning Yi, merasa puas. “Lain kali,  jika ketemu kondisi begini lagi, aku akan pulang dari sini. Nanti kamu tutupi dengan itu,” jelasnya sambil menunjuk ke arah tirai besar yang ada dikamar.


“Begini sudah boleh?” tanya Su Tan’er, ragu. “Lalu, kenapa kamu masih begitu?” tanyanya, heran, karena Ning Yi masih menggoyang- goyangkan tempat tidur.

“Aku tidak begini, ibumu tidak akan pergi,” jelas Ning Yi, menjelaskan sambil mengelap keringatnya.

Melihat Ning Yi tampak sangat capek, maka Su Tan’er pun menggantikannya untuk mengoyangkan tempat tidur maju- mundur. Tapi dia mengoyang terlalu kuat, sehingga membuat Ning Yi merasa cemas.

“Kamu, kamu, kamu. Kamu pelan sedikit,” pinta Ning Yi, mengajarkan. “Aku tidak bisa membiarkan Ibu Mertua salah paham padaku,” jelasnya.

“Oh,” gumam Su Tan’er, mengerti. Lalu dia memelan sedikit. “Bagaimana dengan kekuatan ini?” tanyanya, memastikan.

“Kekuatan ini pas,” jawab Ning Yi.


Di luar. Menantu Yao dan teman- temannya merasa puas, karena usaha mereka berhasil. Jadi akhirnya, mereka pun memutuskan untuk pergi.


Setelah agak lama, Su Tan’er dan Ning Yi tidur di tempat tidur mereka masing- masing. Namun ntah kenapa, Su Tan’er agak kesulitan untuk tidur, dan melihat Ning Yi juga masih belum tidur, diapun mengajaknya mengobrol.

“Kamu… Sekarang masih mabuk?” tanya Su Tan’er, pelan.

“Lumayan. Setelah berkeringat sudah tidak apa-apa,” jawab Ning Yi, berhenti mengipas- ngipas dirinya.



Dengan tulus, Su Tan’er mengucapkan terima kasih kepada Ning Yi, karena Ning Yi telah banyak membantunya. Lalu dia mengakui bahwa awalnya, dia berpikir kalau Ning Yi adalah cendekiawan bodoh. Dan sekarang dia bertanya- tanya, mengapa Ning Yi yang berkemampuan hebat begini, malah berada di kota miskin dan terpencil, bukannya berbisnis ataupun mengikuti ujian masuk pejabat saja.

“Bagaimana kujelaskan padamu?” gumam Ning Yi, agak bingung harus menjelaskan bagaimana. “Lihatlah lubang ini,” jelasnya. “Sebenarnya, aku datang dari sebuah lubang misterius di sebelah. Aku melewati lubang misterius. Secara tak sengaja jadilah Ning Yi yang sekarang ini,” katanya, bercerita dengan jujur. “Kamu bisa mengerti perkataanku ini?”

“Tidak bisa,” jawab Su Tan’er, jujur. “Walau tidak terlalu mengerti, tapi aku merasa, kamu jauh lebih baik dari yang dulu,” pujinya.

“Itu pasti,” balas Ning Yi dengan bangga.


Su Tan’er kemudian menceritakan tentang alasannya menginginkan stempel pemimpin keluarga Su. Karena Watak paman dan kakak nya, tidak terlalu baik, jadi jika stempel pemimpin sampai jatuh ke tangan mereka, maka masa depan toko kain akan buruk. Oleh karena itu, dari kecil dia bertekad untuk mendapatkan stempel pemimpin. Namun sayangnya, …

“Apa yang disayangkan?” tanya Ning Yi, penasaran.



Flash back

Su Boyong memarahi Su Tan’er dan menyuruhnya untuk mengakui kesalahan. Sebab Su Tan’er tidak belajar dengan serius di akademi, dan malah diam- diam pergi ke toko kain. Namun Su Tan’er sama sekali tidak mau mengakui kalau dirinya bersalah, karena dia berhasil menjual kain yang tidak mampu dijual oleh Su Wenxing.

“Kamu masih berani menjawab balik?” bentak Su Boyong, marah.

Flash back end


“Ayah berharap aku melakukan tugasku yang seharusnya. Membantu suami dan mendidik anak. Namun, itu bukanlah yang kuinginkan,” kata Su Tan’er, bercerita dengan sedih. “Perselisihan beberapa kali di antara kami, lama-kelamaan menjadi tak ada perkataan yang perlu diucapkan. Ayah juga tak ingin menemuiku.”



Flash back

Saat Su Tan’er ketahuan sedang memotong kain, Su Boyong menasehatinya agar tidak perlu memikirkan bisnis keluarga dan jangan berpikir untuk mengerjakan kain. Dia ingin Su Tan’er belajar dengan tekun saja. Dan Su Tan’er tidak mengerti, kenapa dia tidak boleh melakukan itu, kepadahal dia sangat menyukai membuat kain dan dia juga tidak kalah dari Su Wenxing dalam hal berbisnis. Su Tan’er bercita- cita untuk meneruskan usaha Toko Kain Su di masa depan dan menjadi wanita pebisnis yang berbakat di Jiang Ning.


“Omong kosong, wanita sepertimu mengurus toko kain apaan?” bentak Su Boyong dengan sikap keras. “Kamu tahu, jika memilih jalan ini, kamu akan menderita di kemudian hari,” jelasnya.

“Kenapa jika wanita? Kenapa pula jika pria? Asalkan itu jalan yang kupilih, bukanlah masalah,” balas Su Tan’er, bersikap keras kepala.


Mendengar itu, Su Boyong merasa sangat emosi. “Nanti jika kamu masih ingin berbisnis, jangan akui Ayahmu ini lagi. Jika susah kelak, tak boleh pulang ke rumah dan menangis,” tegasnya. Lalu dia mengambil semua kain yang Su Tan’er pegang. “Kenapa aku bisa mempunyai putri sepertimu,” gumamnya sambil menghela nafas.


Dengan sedih, Su Tan’er diam sambil menahan air matanya agar tidak jatuh.

Flash back end


Ning Yi menyarankan agar Su Tan’er mencari kesempatan dan berbicara dengan Su Boyong. Tapi Su Tan’er tidak berani, sebab dia merasa kalau Su Boyong tidak akan mau memahaminya.

“Beberapa waktu lalu di dapur, aku pernah membuat janji dengan Ayahmu. Mengatakan pasti akan membantumu merebut stempel pemimpin Keluarga Su,” kata Ning Yi, memberitahu. “Setelah direbut, tidak peduli kamu ingin bercerai, atau menikah lagi, ataupun berpacaran tanpa perjodohan, semua tergantung padamu. Tapi, Ayahmu berkata padaku merebut stempel pemimpin adalah keinginan terbesarmu. Membiarkanku membantu sekuat tenagaku,” jelasnya.

Mendengar itu, Su Tan’er hanya diam saja.


“Sejujurnya, Ayahmu sangat menyayangimu,” hibur Ning Yi. “Kalian ayah dan putri sangat mirip. Dan juga sangat keras kepala. Ingin menunggu pihak lain membuka mulut terlebih dahulu. Tidak ada yang mau mengalah terlebih dulu,” komentarnya, heran.

Mendengar itu, air mata Su Tan’er menetes.

Keesokan harinya. Ning Yi berkunjung ke sekolah kebajikan pria dan makan semangka bersama keempat temannya. Sambil makan, Ning Yi membagikan kartu nama toko kain Su kepada mereka dan meminta mereka untuk membagikan itu kepada orang lain juga. Dan mereka menerima itu serta mengiyakan.

Lalu tidak lama kemudian, Istri- istri mereka datang menjemput. Jadi mereka berempat pun pamit kepada Ning Yi dan pulang.


“Semuanya, hari ini adalah pertemuan klan Keluarga Su setahun sekali,” kata Su Yu sambil tertawa senang. “Melalui kesempatan ini, kami akan umumkan masalah penting. Lihatlah semuanya. Ini adalah stempel pemimpin Keluarga Su,” jelasnya sambil menunjukkan stempel pemimpin yang sangat berharga kepada semuanya.



“Hari ini, akan aku berikan pada cucu wanitaku. Su Tan’er,” kata Su Yu sambil menyerahkan stempel pemimpin kepada Su Tan’er.


Dengan sikap hormat, Su Tan’er membungkukkan tubuhnya sebagai rasa terima kasih. Lalu dia berniat mengambil stempel pemimpin yang Su Yu berikan. Tapi sebelum dia sempat menyentuh stempel pemimpin, Su Zhongkan menghentikannya. Dan Su Wenxing yang berdiri disebelah Su Zhongkan, dia tersenyum penuh arti.


“Mohon semuanya memeriksa pembukuan dulu. Di kemudian hari, bos kami akan menjadi pemilik stempel pemimpin. Pasti, tidak akan merugikan kalian,” kata Manajer Toko Xi dengan sikap hormat kepada para akuntan yang dikirim oleh Keluarga Su ke toko kain untuk memeriksa pembukuan mereka.


Kemudian setelah itu, para akuntan langsung melakukan pekerjaan mereka.



“Bos Manajer Toko adalah wanita pertama pemilik stempel pemimpin di Kota Jiang Ning. Dia juga menghormati Anda. Anda lambat laun harus terbang tinggi,” kata Pelayan Xi, memuji- muji Manajer Toko Xi. “Masa depanku mengandalkan Anda,” katanya sambil tersenyum puas.

“Jangan beromong kosong,” tegur Manajer Toko Xi, pelan. Lalu dia tersenyum sedikit.

Post a Comment

Previous Post Next Post