Original Network : Tencent
Video, iQiyi
Kang Xian dan Qin Siyuan bermain
catur bersama, seperti biasanya. Namun dalam bermain catur kali ini, cara
bermain Qin Siyuan sedikit berubah, ketika dia meletakkan pionnya, dia berpikir
keras dan agak ragu. Melihat itu, Kang Xian menertawainya, karena Qin Siyuan
tampak terpengaruh oleh Ning Yi.
“Dia bukanlah orang yang sederhana.
Bisnis Toko Kain Su bagus, telah menduduki posisi pertama di Jiang Ning. Di
balik semua itu adalah menantu kecil ini,” kata Qin Siyuan, memuji Ning Yi dan
mengajari Kang Xian.
Tepat disaat itu, Ning Yi datang
berkunjung. Dia datang untuk membagikan kartu nama dan mempromosikan toko kain
Su.
Kartu nama merupakan hal baru,
karena biasanya tidak pernah ada yang namanya kartu nama seperti yang Ning Yi
bagikan ini. Oleh karena itu, Qin Siyuan memuji Ning Yi, sebab menurutnya, ide
Ning Yi ini sangat tidak biasa dan menarik. Dengan kartu nama, setiap orang
akan lebih mengenal toko kain Su dan mengetahui dimana letak nya. Bahkan di
kartu nama yang Ning Yi berikan ada tertulis harga kain.
Ditoko. Akuntan A menemukan ada yang
salah dalam pembukuan toko kain, dan dia melaporkan hal tersebut kepada Manajer
Toko Xi.
“Ini bukan pembukuan toko kita.
Seseorang diam-diam mengganti buku besar,” gumam Manajer Toko Xi, melihat data
yang ada.
Su Zhongkan mengomentari bahwa Su Yu
begitu gegabah dalam memberikan stempel pemimpin kepada Su Tan’er. Lalu seseorang
datang dan melapor kepada Su Yu bahwa ada yang salah di dalam pembukuan toko
kain. Mendengar itu, Su Yu menerima semua data yang dibawa dan mencoba untuk
memeriksa nya.
Melihat itu, Menantu Yao dan Su
Tan’er merasa heran ada apa. Sementara Su Zhongkan dan Su Wenxing tersenyum
penuh arti.
Ning Yi menemani Qin Siyuan bermain
catur. Dan Qin Siyuan berjalan pertama, dia meletakkan pion pertama nya
ditempat yang sama seperti Ning Yi meletakkan pionnya dulu, yaitu pojok atas.
Sebab dia sudah merenungkan berhari- hari, tapi dia masih belum bisa
memecahkan, kenapa Ning Yi meletakkan pion pertama di pojok atas, dan bagaimana
Ning Yi bisa menang pada akhirnya. Jadi kali ini, dia mau mencoba. Mendengar
itu, Ning Yi tertawa dan bersikap rendah hati.
“Kudengar, hari ini Nyonya Ning
sudah mau mendapatkan stempel pemimpin,” kata Kang Xian, tertarik. Dan Ning Yi
membenarkan. “Pekan Puisi Puyuan beberapa hari nanti, akan kamu hadiri juga?”
tanyanya.
“Kenapa Anda juga mengungkit Pekan
Puisi Puyuan ini?” gumam Ning Yi, heran. “Akhir-akhir ini, banyak sekali orang
di kota ini yang mengungkit pekan puisi padaku. Sebenarnya untuk apa itu?”
tanyanya, ingin tahu.
“Nantinya setiap toko kain akan
mengundang gadis panggung untuk tampil. Berpuisi dan bernyanyi, layaknya
seniman. Saat itu, aku dan Qin juga akan pergi mendengar,” jawab Kang Xian,
menjelaskan. Dan Qin Siyuan menggangukkan kepakanya. “Kami akan melihat
penampilanmu nanti,” katanya, menantikan.
“Eh… anda jangan melihatku, aku juga
tidak tahu cara bernyanyi. Aku hanya bisa bermain catur,” balas Ning Yi sambil
tertawa, merasa malu. Lalu dia melanjutkan permainan caturnya bersama Qin
Siyuan.
Setelah semua data diperiksa,
ditemukan memang ada yang salah didalam pembukuan kain toko. Dari 138.320 yang
dibukukan, ada setengah yang angkanya tidak sesuai. Dan Su Wenxing serta Su
Zhongkan langsung mengkritik Su Tan’er. Mereka mengatakan kalau Su Tan’er baru
memulai usaha beberapa bulan saja, jadi tidak mungkin bisa mengungguli keluarga
anak kedua yang sudah bertahun- tahun berbisnis. Juga mereka mengatai kalau
perbuatan Su Tan’er ini sangat tercela, karena Su Tan’er menipu Su Yu hanya
demi mendapatkan stempel pemimpin.
Mendengar itu, Su Tan’er diam dan
memeriksa semua data yang ada. Dan Menantu Yao merasa khawatir untuknya.
“Kakek, pembukuan ini memang
dipalsukan,” kata Su Tan’er, setelah melihat semua buku- buku data yang ada
dimeja.
“Benar. Bukankah ini dipalsukan
olehmu?” balas Su Wenxing.
Mendengar itu, setiap anggota
keluarga Su berpihak kepada Su Wenxing dan Su Zhongkan. Menurut mereka, seorang
wanita, wajar bila melakukan kesalahan. Jadi Su Tan’er tidak cocok untuk
menerima stempel pemimpin. Lebih baik stempel pemimpin diberikan kepada Su
Zhongkan saja.
“Aku paling mengerti anakku. Dia
tidak mungkin membuat pembukuan palsu,” kata Menantu Yao, membela Su Tan’er.
“Tan’er pintar sejak kecil. Jika membuat pembukuan palsu, pastinya tidak akan
ada celah,” jelasnya.
Mendengar itu, Su Zhongkan tertawa
keras. “Bagaimana mungkin bisa ketahuan? Tan’er buru-buru ingin mendapatkan
stempel pemimpin. Pembukuan ini dibuat tak bagus juga tidak heran,” balasnya.
Su Tan’er mengabaikan tertawaan Su
Zhongkan. Dan dengan sikap hormat, dia meminta agar Su Yu memberikannya waktu
empat jam untuk mensortir semua data pembukuan. Dan Su Yu mengizinkannya.
Buku baru disiapkan, tinta
disiapkan, kuas disiapakan. Setelah semua siap, Su Tan’er menarik nafas dalam.
Kemudian dia mulai menulis kembali semua data asli yang pernah dilihatnya
didalam buku pembukuan yang asli. Dimulai dari tanggal pengambilan barang, jumlah
barang yang diambil, dan nilainya.
Para akuntan berdiri dibelakang Su
Tan’er dan bersiap untuk mengecek setiap data dibuku yang selesai Su Tan’er
tulis. Sementara Menantu Yao, dia sibuk mengelap keringatnya yang sangat banyak
karena rasa khawatir.
Penjaga Geng memanggil Ning Yi
dengan panik. “Tuan Menantu. Sesuatu yang buruk telah terjadi. Di rumah ada
masalah,” katanya, memberitahu.
Mendengar itu, Ning Yi pun berhenti
bermain catur dan pamit.
Setelah para akuntan selesai
menghitung semua yang telah Su Tan’er tulis, hasilnya angka yang Su Tan’er
tulis, sesuai dengan angka yang Su Tan’er laporkan sebelumnya. Mengetahui itu,
Menantu Yao tersenyum bangga. Sementara Su Zhongkan dan Su Wenxing sama sekali
tidak menyangka.
“Tidak mungkin,” protes Su Wenxing.
“Bagaimana Su Tan’er mengingat pembukuan yang begitu banyak?” tanyanya, curiga.
“Kakak Besar tidak mampu, bukan
berarti aku tidak mampu,” balas Su Tan’er dengan sikap tenang dan bangga.
“Sejak Tan’er memulai usaha, setiap
malam beristirahat dengan buku besar. Setiap bangun pagi pasti memeriksa
perhitungannya. Dia tangani sendiri semua masalah yang ada di toko kain. Tentu
dia mengingat lekat setiap tulisan dan barisnya dalam pembukuan,” kata Menantu
Yao dengan bangga.
“Benar. Hanya saja kata Kakak Ipar
tadi, jika Tan’er membuat pembukuan palsu, pasti tidak akan ditemui
kesalahannya. Sekarang pembukuan ini sudah rapi, juga bisa dianggap
berkemampuan untuk memalsukannya,” balas Su Zhongkan dengan sinis.
Mendengar itu, Menantu Yao merasa
sangat frustasi. “Aku... Aku tadi... Itu tadi tidak berpikir matang hingga
mengatakannya langsung,” jelasnya.
Tepat disaat itu, Ning Yi datang.
Dengan tidak senang, Su Wenxing mengusir Ning Yi untuk pergi, karena Ning Yi
hanyalah seorang menantu, jadi tidak seharusnya datang dan ikut dalam pertemuan
sekarang.
“Bukankah kamu ingin bukti?” tanya
Ning Yi sambil menunjukkan bon- bon penjualan selama ini. “Ini buktinya. Sejak
toko kain istriku dibuka, semua tagihan pembelian dan penjualan, sudah kusimpan seluruhnya. Jika kamu
tidak percaya, boleh melihatnya per lembar. Tanyakan dari rumah ke rumah.
Setiap barisnya pasti sesuai,” jelasnya denga percaya diri.
Melihat semua bon- bon tersebut, Su
Wenxing dan Su Zhongkan jadi tidak bisa berkata apa- apa lagi. Lalu Ning Yi pun
pamit kepada semuanya dan pergi.
Masalah selesai, dan Su Yu semakin
memuji Su Tan’er, lalu dia berniat untuk memberikan stempel pemimpin kepadanya.
Tapi Su Zhongkan langsung protes, tidak peduli betapa hebatnya Su Tan’er,
menurutnya Su Tan’er masihlah seorang wanita, dan membiarkan wanita memegang
stempel pemimpin, itu bukan hal yang cocok dan mereka akan dikritik oleh orang
luar. Tepat disaat itu, Su Boyong datang untuk mendukung Su Tan’er.
“Ada apa dengan pria? Ada apa juga
dengan wanita?” tanya Su Boyong dengan keras. Lalu dia memberikan hormat kepada
Su Yu. “Ayah memilih pengurus terbaik demi keluarga Su. Bukan menilai dari pria
atau wanita,” katanya, menegur Su Zhongkan. “Tan’er gemar menenun dari kecil.
Sering kali keluar dari akademi melihat orang menenun, mewarnai kain di toko
kain. Bakatnya dalam seni kain dan berbisnis diketahui semua orang di Jiang
Ning. Sejak Tan’er mengurus toko kain, usahanya berkembang pesat. Ini fakta
yang tidak dapat disangkal siapapun,” jelasnya, berbicara panjang, untuk
mendukung Su Tan’er.
Mendengar Su Boyong yang
mendukungnya, Su Tan’er merasa sangat tersentuh.
“Tan’er. Pemegang stempel pemimpin
tidak hanya bertanggung jawab atas bisnis keluarga Su, tapi juga memikul beban
naik turunnya bisnis toko kain. Kamu sebagai seorang wanita, malah berharap
menjalani jalur sulit ini. Harus mengeluarkan usaha 10 kali lebih banyak dari
pria. Bisakah kamu melakukannya?” tanya Su Boyong dengan serius.
“Tan’er bisa melakukannya,” jawab Su
Tan’er dengan tegas dan tanpa keraguan.
“Aturan keluarga Su, menghormati
orang tua, membantu sesama, melindungi yang lemah. Bisakah kamu melakukannya?”
tanya Su Boyong, lagi.
“Tan’er bisa melakukannya,” jawab Su
Tan’er dengan keras.
“Menjalani usaha ke seluruh dunia.
Tidak hanya berfokus pada usaha keluarga, tapi juga membantu ekonomi dunia.
Bisakah kamu melakukannya juga?” tanya Su Boyong, lagi.
“Tan’er bisa melakukannya!” tegas Su
Tan’er.
Dengan panik, Su Wenxing mengajukan
protes. Tapi percuma, karena Su Yu sudah membuat keputusan.
Su Yu mengambil stempel pemimpin dan
memanggil Su Tan’er untuk mendekat. “Hari ini, aku secara resmi memberikan
stempel pemimpin ini padamu,” katanya, dan Su Tan’er menerima stempel pemimpin
yang diberikan kepadanya. “Mulai sekarang, hak pengaturan ada di tanganmu. Juga
seluruh tanggung jawabnya. Kamu sudah mengerti?” tanyanya dengan sikap serius.
Dengan hormat, Su Tan’er berlutut.
“Kakek, Tan’er mengerti,” jawabnya dengan tegas dan tanpa keraguan.
Mendengar jawabannya, Su Yu tertawa
puas. Su Boyong dan Menantu Yao sama- sama merasa senang untuk Su Tan’er.
Sedangkan Su Wenxing mengepalkan tangannya, sebab dia merasa tidak terima dan
iri.
Setelah pertemuan selesai, Su Tan’er
menemani Su Boyong berjalan pulang. Dan dengan tulus, dia mengucapkan terima
kasih kepada Su Boyong.
Melihat senyum bahagia Su Tan’er, Su
Boyong ikut merasa bahagia dan tersenyum. Lalu dia mengulurkan tangannya untuk
mengelus kepala Su Tan’er.
Tapi sebelum Su Boyong sempat
melakukan itu, Ning Yi lewat. Dan dengan canggung, dia menarik tangannya, lalu
dia berdehem keras dan pergi.
“Ayah Mertua. Ayah Mertua,” panggil
Ning Yi, merasa bersalah, karena telah mengganggu suasana baik. Dan Su Boyong
mengabaikanya.
Untuk merayakan keberhasilan Su
Tan’er mendapatkan stempel pemimpin, Ning Yi mengajak Su Tan’er untuk minum
arak yang telah di persiapkan untuk mereka. Dan dengan senang hati, Su Tan’er
menerima ajakan Ning Yi.
Di luar ruangan. Menantu Yao
menguping sambil tersenyum senang.
Setelah minum cukup banyak, Su
Tan’er dan Ning Yi sama- sama mulai mabuk. Lalu Ning Yi memberikan telur pitan
atau telur Songhua sebagai hadiah untuk Su Tan’er. Dan dengan perhatian, dia
menyuapi Su Tan’er.
Saat telur pitan masuk ke dalam
mulut, Su Tan’er merasa geli dan langsung ingin memuntahkannya. Tapi Ning Yi
segera menutup mulutnya.
“Jangan dimuntahkan. Ini enak,”
bujuk Ning Yi. Dan dengan susah payah, Su Tan’er mengunyah dan menelan itu.
“Sudah habis dimakan? Rasanya masih lumayan?” tanya Ning Yi, perhatian.
Dengan serius, Su Tan’er mengecap
dan berpikir. “Gigitan pertama, memang terasa jijik. Pelan-pelan dirasa, malah
ada sedikit aroma,” gumamnya, merasa jatuh cinta dengan telur pitan.
“Telur pitan ini begitu
menakjubkan,” kata Ning Yi dengan bangga. “Jangan makan terlalu banyak bisa
memabukkan,” jelasnya, memperingatkan. “Kamu sudah mabuk?” tanyanya sambil
tertawa.
“Sudah mabuk,” jawab Su Tan’er
sambil menggangukkan kepalanya.
“Kamu itu gara-gara minum arak,”
ejek Ning Yi, tertawa. Dan dengan kesal, Su Tan’er memukulnya pelan. “Kamu
jangan memukulku,” pinta Ning Yi, berhenti tertawa. “Telur pitan ini cocok
dengan apapun. Selain dicelupkan dengan bumbu ini, masih bisa dimakan dengan
gula. Enak. Masih bisa dimakan dengan madu,” jelasnya.
“Madu enak,” kata Su Tan’er,
mengikuti.
“Masih bisa dimakan dengan bubuk
saponin,” kata Ning Yi, mulai berbicara agak asal- asalan.
“Bubuk saponin enak,” kata Su
Tan’er, mengikuti.
“Dimakan dengan semen.”
“Semen enak.”
“Dimakan dengan aspal.”
“Aspal enak.”
“Dimakan dengan air raksa.”
“Air raksa...” gumam Su Tan’er,
merasa bingung apa itu.
Setelah berpikir sesaat, Su Tan’er
memukul Ning Yi dengan pelan, karena Ning Yi mempermain kan nya. Lalu dia
mengatakan bahwa dia ingin menghukum Ning Yi. Dan Ning Yi tertawa.
“Hukuman apa yang akan kamu
berikan?” tanya Ning Yi, mengira Su Tan’er ingin bercanda.
“Aku mau menghukummu untuk
menemaniku ke Pekan Puisi Puyuan dua hari nanti,” kata Su Tan’er sambil
tersenyum. Dan Ning Yi menolak untuk pergi. “Pergi, pergi, pergi,” paksa Su
Tan’er dengan sikap sedikit ngambek. “Semua orang sudah tahu kita menikah. Akan
seperti apa jika aku pergi sendiri,” gumamnya, manja.
“Baik. Boleh pergi,” kata Ning Yi,
akhirnya setuju.
Lalu Ning Yi berdiri dan meminta
bayaran 500 tael. Mendengar itu, Su Tan’er menariknya mendekat dan menatapnya
dengan tajam, dia menawar 20 tael. Tanpa terasa wajah dan bibir mereka semakin
mendekat dan suasana menjadi agak panas.
“100 Tael saja,” kata Ning Yi.
“55 Tael,” kata Su Tan’er, mulai
merasa gugup, melihat betapa dekatnya wajahnya dan Ning Yi sekarang ini.
“20 Tael,” kata Ning Yi.
“Baiklah,” kata Su Tan’er, setuju.
Setelah negosiasi selesai, Ning Yi
dan Su Tan’er langsung saling menjauh dengan gugup. Dan Su Tan’er mengipas-
ngipas wajahnya yang terasa agak panas.
“Ini adalah arak macan dari Ibu
Mertua,” gumam Ning Yi, memperhatikan arak yang diberikan kepada mereka.
“Apa itu arak macan?” gumam Su
Tan’er, berpikir. “Arak macan?” gumamnya, tiba- tiba dia teringat adegan saat
Ning Yi melepaskan baju dan berlari ke arahnya. “Arak macan! Kamu memberiku
makan ini. Kamu tercela!” teriaknya dengan keras, memarahi Ning Yi.
“Bukan, bukan aku yang
mengambilnya…” balas Ning Yi, membela diri dengan bingung.
“Kamu penipu!” teriak Su Tan’er,
tidak percaya.
Di luar. Mendengar Ning Yi dan Su
Tan’er bertengkar kecil, Menantu Yao tertawa pelan. Lalu secara diam- diam dia
pergi.