Sinopsis C- Movie : Home Sweet Home (2021) part 3

 

Saat tidak ada siapapun, Mrs. Wang mengunjungi Kun Qiao yang tinggal diruang bawah tanah. Dia memeriksa tempatnya, berpura- pura perhatian. Lalu dia membahas tentang suaminya, Mr. Wang. Dia menanyai, menurut Kun Qiao, suaminya orang yang seperti apa? Sukses dalam karier? Memiliki keluarga yang indah? Dan Kun Qiao menjawab iya untuk semuanya.


“Ketika suamiku mudah, dia ingin menjadi fotografer diluar negeri. Kemudian keluarganya memanggilnya kembali untuk menjalankan bisnis keluarga. Dia menolak. Apa kamu tahu bagaimana mereka membawanya kembali? Mereka membekukan kartu kredit nya dan memutuskan kontrakan sewanya. Mereka tidak mau memberinya sepeserpun. Pada akhirnya, dia berkompromi dan kembali. Tanpa kekayaan keluarganya, dia hanya mahasiswa miskin yang tidak akan bisa membayar tagihan. Pada akhirnya, dia harus mengalah pada keluarganya. Dan bukan hanya dirinya sendiri, tapi istrinya juga,” kata Mrs. Wang, bercerita dengan agak emosional. Lalu dia meminum air yang barusan Kun Qiao berikan.

“Keluarga ini datang dari pengorbanannya,” kata Kun Qiao, menanggapi secara singkat.


Selesai minum, Mrs. Wang pun berdiri dan pergi. Dan Kun Qiao langsung menjelaskan bahwa dia tidak melukai Chu Tong.

Mendengar itu, Mrs. Wang berhenti dan bersandar di dinding selama sesaat. Dia meneteskan air mata dalam diam. Lalu setelah dia mengatur emosinya, dia naik ke atas.

Pelayan rumah menerima bebek hidup dan segar.


Dengan ahli, Mrs. Wang menguliti bebek tersebut dan mengolahnya.

Saat Chu Tong dan Chu Qi pulang sekolah, para pelayan dan pekerja yang ada dirumah juga pulang ke rumah mereka masing- masing.


Makan malam. Chu Qi meminta Mr. Wang untuk jangan membiarkan Kun Qiao makan bersama mereka lagi selanjutnya, karena Mr. Wang melukai Chu Tong. Dan Chu Tong menyuruhnya untuk diam. Lalu Chu Qi mengadu kepada Mr. Wang bahwa beberapa hari yang lalu, dia melihat Chu Tong masuk ke dalam mobil orang asing. Mendengar Chu Qi mengadukannya, Chu Tong merasa kesal dan mengambil pisau.

“Kamu pikir kamu siapa?” geram Chu Tong.


Mr. Wang memukul meja dengan keras, membuat Chu Qi dan Chu Tong langsung terdiam. “Letakkan pisaunya,” perintahnya. “Kita satu keluarga. Makan dengan baik,” tegasnya.

“Berapa lama kamu ingin terus berpura- pura? Dia tidak akan menyerahkan dirinya,” balas Chu Tong, lalu dia meletakkan pisau yang dipegangnya dan berhenti makan serta pergi meninggalkan meja makan.


Kemudian suasana dimeja makan pun menjadi tidak nyaman.


Jam tidur. Mrs. Wang masuk ke dalam kamar Chu Tong dan menyelimutinya. Lalu dia mengambil buku harian yang berada di kamar Chu Tong, dan melihat- lihat isinya.


Kun Qiao terbangun, karena mendengar suara panggilan Mrs. Wang. Dan diapun naik ke atas serta menemuinya.

“Aku berpikir kalau Chu Tong mungkin dirasuki oleh hantu,” kata Mrs. Wang, berbisik. Dan Kun Qiao tidak mengerti maksudnya. “Aku juga tahu siapa,” kata Mrs. Wang sambil menarik tangan Kun Qiao untuk mengikutinya.


“Madam, apa itu darah?” tanya Kun Qiao, menghentikan Mrs. Wang dan memperhatikan tubuhnya yang penuh darah. “Dimana kamu terluka?” tanyanya, perhatian.

“Hantu yang merasuki Chu Tong, kamu juga kenal dia. Percayai aku sekali ini saja,” pinta Mrs. Wang dengan tatapan memohon. “Aku akan membawamu menemuinya.”

“Madam, apa yang terjadi?” tanya Kun Qiao, masih tidak mengerti.

“Anak itu membantumu sebelumnya.”

“Madam, lepaskan aku,” balas Kun Qiao, menolak.

“Dia tidak seharusnya mati,” teriak Mrs. Wang, mulai emosional. “Tidakkah kamu ingat?” tanyanya dengan keras.

Mendengar suara keras itu, setiap orang terbangun dan turun ke lantai bawah. Lalu Mr. Wang mempertanyakan Kun Qiao, apa yang terjadi. Dan Kun Qiao menjawab dengan jujur bahwa dia tidak tahu. Namun Mr. Wang dan Chu Qi tampak tidak percaya dengan jawaban Kun Qiao, mereka yakin bahwa pasti ada sesuatu.

“Dengarkan aku, ada sesuatu yang tidak benar dengan rumah ini. Aku benar- benar melihat Lulu,” kata Mrs. Wang, menjelaskan.

“Omong kosong!” bentak Mr. Wang. “Sejak semuanya baik- baik saja, kembali ke tempat tidur!” perintahnya dengan keras.


Mendengar itu, Kun Qiao berjalan pergi. tapi Mrs. Wang memegang tangannya dan menghentikannya. Kemudian Mr. Wang langsung menarik Mrs. Wang. Dan Kun Qiao pun pergi ke ruang bawah tanah kembali.

“Jangan berpikir, aku tidak tahu apa yang kamu lakukan,” kata Mr. Wang sambil mengelus rambut Mrs. Wang. “Chu Tong,” panggilnya. “Bawa dia keatas,” perintahnya.

Dengan patuh, Chu Tong pun menopang dan membawa Mrs. Wang ke atas.


Pagi hari. Didalam kamar. Saat Mrs. Wang masih tidur, Chu Tong menulis sesuatu ditangannya. Dia menuliskan password ruang kerja Mr. Wang.

Kemudian Mr. Wang datang dan menyuruh Chu Tong untuk keluar serta tidak perlu khawatir, karena Mrs. Wang sama sekali tidak ada terluka, darah yang ada dipakaian Mrs. Wang kemarin, itu adalah darah bebek.


Kun Qiao mengingat tentang anak perempuan bernama Lulu yang Mrs. Wang sebutkan. Saat para orang tua murid tidak setuju untuk membiarkan dia menjadi supir, Lulu berdiri dan membelanya dihadapan para orang tua murid.

***


“Dia bukan orang jahat. Tapi teman sekelasku selalu suka membully dia,” kata Lulu dengan sikap serius dan tegas sebagai ketua kelas.

“Setiap orang sudah dengar. Ketua kelas bisa bersaksi. Lagian Yu Kun Qiao sudah bekerja disekolah bertahun- tahun, dan dia anak yatim piatu. Hidup tidak mudah untuknya. Mari berikan dia kesempatan lagi,” kata Kepala Sekolah kepada para orang tua murid. Lalu dia berbisik dengan pelan, “Yu Kun Qiao, mengapa kamu tidak meminta maaf?”

Mendengar itu, Kun Qiao pun membungkuk sebagai tanda permintaan maaf.

***


Kun Qiao tersentak. Dia ingat kalau disaat rapat orang tua murid pada hari itu, Lulu berbicara sangat akrab dengan Mrs. Wang. Tampaknya Lulu adalah putri Mrs. Wang.



Mr. Wang merapikan rambutnya.

Mrs. Wang memakai pakaiannya.

Chu Tong menatap gambar yang di tinggalkan orang tua Si An dulu.


Chu Qi berniat berlatih terompet. Tapi dia ada sesuatu dihatinya, jadi dia tidak bisa berkonsentrasi dan memainkan terompetnya.


Chu Qi datang ke kamar Chu Tong dan bertanya, apakah Chu Tong mau mendengarkan lagu barunya. Dan Chu Tong menolak mendengarkan, karena dia sedang tidak mood. Lalu Chu Qi pun duduk di sudut kamar Chu Tong sambil memegang terompetnya dan menundukkan kepalanya, dia tampak kesepian dan menyedihkan.

“Ingin menggambar denganku?” tanya Chu Tong, mengajak.

Ketika Chu Tong dan Chu Qi ingin pergi keluar, Mr. Wang muncul. Dia menyuruh Chu Qi untuk kembali ke kamar. Sementara kepada Chu Tong, dia menyuruhnya untuk mengajak Kun Qiao berjalan- jalan keluar.


Chu Tong datang ke ruang bawah tanah menemui Kun Qiao. Lalu mereka berdua pergi keluar bersama- sama. Dan Mr. Wang berdiri di depan pintu, membiarkan mereka berdua pergi.


Setelah Chu Tong dan Kun Qiao pergi, Mr. Wang masuk ke dalam ruang kerja. Melihat itu, Chu Qi diam- diam turun dari lantai atas. Lalu dia bertemu dengan Mrs. Wang.

“Bantu aku mencari sesuatu,” pinta Mrs. Wang sambil tersenyum lembut dan menarik tangan Chu Qi untuk mengikutinya ke gudang.


Chu Tong menuntun Kun Qiao ke tempat yang jauh dari rumah. Lalu didekat jembatan, dia mengajak Kun Qiao untuk jangan pulang.

“Apa yang kamu katakan?” tanya Kun Qiao, heran.

“Ikuti saja sepanjang sungai ini, kita bisa bebas,” jelas Chu Tong.


“Dimana ini, ma?” tanya Chu Qi, heran. Saat dia melihat gudang kecil dan sempit yang ditunjuk oleh Mrs. Wang.

“Masuk saja ke dalam,” kata Mrs. Wang, mendorong Chu Qi untuk masuk.


Gudang kecil dan sempit itu sangat gelap dan jalannya agak panjang, lalu lampu yang menjadi penerang hanya ada didepan pintu. Jadi saat Chu Qi masuk ke dalam sana, dia merasa agak ngeri, jadi sekali- kali dia selalu menengok ke belakang. Dan dari belakang, Mrs. Wang mengarahkan lampu ke arahnya sebagai penerang, sambil memberikan pengarahan untuk terus masuk lebih dalam.

“Apakah ini, ma?” tanya Chu Qi, saat dia sudah sampai diujung gudang.

Tiba- tiba saja Mrs. Wang mematikan lampu, mengunci pintu, dan pergi. Chu Qi merasa takut dan sangat tegang. Lalu dia menatap ke belakang nya.

Chu Tong berjalan maju. Dan dibelakangnya, Kun Qiao mengikuti sambil membujuk Chu Tong untuk pulang, karena jika mereka telat, Mr. Wang tidak akan senang. Tapi Chu Tong sama sekali tidak mau pulang. Lalu dia menanyai, apakah Kun Qiao sama sekali tidak mau memilih hidup normal.

“Keluargamu kaya, kamu memiliki banyak pilihan. Tapi pilihan apa yang aku punya?” tanya Kun Qiao dengan sikap malas.


“Terkadang yang kaya juga tidak memiliki pilihan. Pikirkan anak- anak dibus, apakah mereka memiliki pilihan?” balas Chu Tong, bertanya. “Apa itu benar- benar kecelakaan? Apa yang kamu sembunyikan? Kamu menyentir bus sekolah setiap hari, nama para murid, rupa mereka, kamu benar- benar tidak ingat?” tanyanya sambil menatap Kun Qiao dengan serius.

“Sini kubantu,” kata Kun Qiao ingin mengambil tas Chu Tong.

Dengan kasar, Chu Tong menepis tangan Kun Qiao. Lalu dia berjalan pergi. Dan Kun Qiao mengikutinya sambil diam.

“Tidakkah kamu merasa bertanggung jawab sama sekali untuk kecelakaan itu? Atau kamu hanya pengecut? Kamu tidak benar- benar percaya kami melihat mu sebagai keluarga, ‘kan? Tidakkah kamu merasa bahwa keluarga ini sangat aneh?” tanya Chu Tong dengan keras sambil terus berjalan.

Kun Qiao merasa tidak tahan lagi dan dia berhenti berjalan mengikuti Chu Tong. “Dia bukan Ibumu,” teriaknya.


Mendengar itu, Chu Tong berhenti dan berbalik menatap Kun Qiao. “Apa yang kamu katakan?”

“Dia bukan Ibumu. Dia Ibu Lulu, si ketua kelas,” kata Kun Qiao, menjawab. Lalu dia berniat untuk pulang saja, jadi dia berbalik dan berjalan pergi.


Melihat itu, Chu Tong berlari mengejar Kun Qiao dan menangkapnya. “Sekarang kamu sudah ingat, mengapa kamu kembali ke sana? Tidakkah kamu takut tinggal dirumah seperti itu? Kamu tidak seharusnya kembali ke sana. Kamu harusnya pergi ke kantor polisi,” jelasnya, membujuk.

Tapi Kun Qiao tidak mau mendengarkan dan berlari pergi.

“Kun Qiao. Aku mohon padamu jangan kembali. Yu Kun Qiao!” teriak Chu Tong dengan perasaan sangat frustasi.

Tapi Kun Qiao terus saja berlari pergi.


Chu Qi mengendor pintu dan memanggil bantuan dengan panik. Dan mendengar itu, Mr. Wang keluar dari dalam ruang kerja nya dan membukakan pintu gudang untuk Chu Qi.

“Siapa yang mengunci mu disana?” tanya Mr. Wang.

“Ibu,” jawab Chu Qi sambil menangis ketakutan.

“Mengapa dia menguncimu disana?” tanya Mr. Wang.

“Aku tidak tahu,” jawab Chu Qi.


Lalu tiba- tiba terdengar suara barang dihancurkan. Dan saat Mr. Wang pergi mengecek ke dalam ruang kerja, dia melihat beberapa kamera yang ada disana hancur dibanting ke lantai.

Dan disofa, Mrs. Wang duduk sambil tersenyum. Melihat dia seperti itu, Mr. Wang seperti melihat seseorang dalam dirinya.


“Kita sudah menikah begitu lama, betapa bagusnya menyingkirkan kamera- kamera itu. Mengapa kamu tidak membawa Chu Qi untuk memotret akhir- akhir ini? Dia selalu suka fotografi, seperti kalian berdua. Tidak seperti kakaknya, yang suka menggambar seperti yang aku lakukan. Oh ya, kakak dan adik, dari ayah yang berbeda, jadi itu normal bila mereka memiliki ketertarikan yang berbeda. Tapi apakah kamu mencintai mereka sama rata?” kata Mrs. Wang, banyak bertanya dan berbicara.

“Berhenti bicara omong kosong. Chu Qi disini,” kata Mr. Wang, memperingatkan.

Chu Qi bersembunyi dibelakang Mr. Wang dan menatap Mrs. Wang datang tatapan takut- takut. Melihat itu, Mrs. Wang tersenyum.


“Apa kamu ingat apa yang aku katakan pada hari pernikahan kita?” tanya Mrs. Wang. Lalu dia mengambil kamera yang masih bagus dilemari. “Hal paling berhargamu adalah kamera koleksimu, tapi aku harap aku bisa berada ditempat yang kedua. Namun kemudian aku sadar, aku bahkan tidak bisa berada ditempat ketiga, karena kamu memiliki Chu Qi,,” katanya dengan tatapan berlinang air mata.

“Berhenti berakting,” kata Mr. Wang, memperingatkan.


Mrs. Wang kemudian mulai bersikap ceria. “Chu Qi, ini kamera mu. Semua kamera dan lensa di ruangan ini adalah milikmu. Apa kamu suka mereka?” tanyanya.

“Aku tidak tahu fotografi,” jawab Chu Qi, bergumam pelan.

“Tidak apa- apa. Dia bisa mengajarimu,” jelas Mrs. Wang sambil menunjuk Mr. Wang. “Kamu adalah fotografer jeniusnya. Kemari, biarkan aku melihat matamu,” katanya. Lalu dia mengarahkan kamera ke Chu Qi.


Dengan sikap takut- takut, Chu Qi bersembunyi dibelakang Mr. Wang untuk menghindari Mrs. Wang.

“Ah, kamu bukan Chu Qi. Mata Chu Qi seharusnya abu- abu,” gumam Mrs. Wang.

“Kembalikan kameranya,” perintah Mr. Wang.


“Chu Qi sudah tiada. Kamera ini harus mati juga!” teriak Mrs. Wang dengan penuh emosi sambil membanting kamera yang dipegang nya.


Dengan ngeri, Chu Qi pergi bersembunyi ke kamarnya.

***



Chu Qi yang asli, warna matanya adalah abu- abu. Sedangakan Chu Qi yang sekarang, yang dulu menyuruh Kun Qiao untuk mengikatkan tali sepatunya, yang diselamatkan oleh Kun Qiao. Namanya adalah Chen Xiao Qi.

Sebelum kecelakaan bus, Chu Qi asli memberikan selembar uang 100 kepada Xiao Qi dan berbisik ditelinganya, “Berikan si supir uang ini, suruh dia ikat tali sepatumu,” perintah nya. Lalu teman- teman Chu Qi asli mendorong Xiao Qi untuk maju ke depan dan menjalankan perintah Chu Qi asli.


Lulu memperhatikan Xiao Qi dibully, tapi dia tidak tahu harus membantu bagaimana, jadi diapun hanya diam saja.

***

Mrs. Wang pingsan kelelahan. Dan Mr. Wang duduk di dekatnya.

Kun Qiao duduk didepan pintu dan menunggu sampai Chu Tong pulang. Lalu saat Chu Tong pulang, dia tersenyum padanya. Tapi Chu Tong mengabaikannya dan masuk begitu saja ke dalam rumah.

Saat Chu Tong masuk ke dalam rumah, dia melihat gambar- gambarnya di bakar. Melihat itu, dia merasa sangat emosi dan masuk ke dalam rumah.


“Mengapa kamu membakar gambar- gambarku?” tanya Chu Tong kepada Mr. Wang. “Dan barang Ibuku?” tanyanya, protes.

Mendengar itu, Mr. Wang membuang bola- bola kasti yang di pegang nya ke lantai. Sehingga bola- bola tersebut memantul di lantai.


Itulah suara yang didengar oleh Kun Qiao saat berada diruangan bawah tanah hari itu.

“Ayo makan,” ajak Mr. Wang.



Dimeja makan. Mrs. Wang dan Chu Qi duduk dengan patuh. Lalu Mr. Wang memanggil Kun Qiao untuk duduk, dan Kun Qiao pun duduk disana.



“Kamu sudah bekerja keras beberapa tahun ini, kamu telah menderita karena aku. Aku ingin meminta maaf padamu, Xiao Xue,” kata Mr. Wang dengan lembut kepada Mrs. Wang.

“Jangan sebut nama Ibuku,” protes Chu Tong.



“Ssh…” bisik Mr. Wang memberikan tanda supaya Chu Tong diam sebentar. “Chu Tong, beri aku waktu sesaat. Biarkan aku berbicara kepada Ibumu,” katanya dengan tatapan tidak  mau dibantah.

Lalu Mr. Wang mulai memotong steak dimeja sambil lanjut berbicara kepada Mrs. Wang. “Xiao Xue, apa kamu ingat? Kita punya kesempatan untuk membangun keluarga yang luar biasa,” katanya, bernostalgia.


Flash back

Dibar. Xiao Xue dan Mr. Wang minum bersama sambil mengobrol. Pertama, mereka mengobrolkan tentang putri Xiao Xue. Lalu mereka mengobrolkan tentang Roy. Xiao Xue sudah pergi ke sekolah seni dan bertanya- tanya kepada orang disana, tapi tidak ada yang tahu keberadaan Roy sekarang. Mengetahui itu, Mr. Wang merasa agak kecewa, tapi dia tahu kalau tampaknya dia dan Roy memang tidak akan pernah bertemu lagi.


“Memang sulit bagi orang- orang asing untuk mengerti keluarga Chinese,” komentar Xiao Xue, mencoba menghibur Mr. Wang.

“Sebenarnya sekarang aku mengkhawatirkan tentang wanita yang ‘cocok’ yang keluargaku aturkan untukku. Pikiran menghabiskan hidup dengan seseorang yang tidak dikenal, itulah yang aku takutkan,” kata Mr. Wang, curhat. “Kamu tahu apa syarat yang aku negosiasikan dengan Ayahku? Aku bilang, jangan paksa aku menikahi orang asing,” jelasnya, bercerita.

“Kemudian mengapa tidak menikah denganku saja?” tanya Xiao Xue, menawarkan. Dan mendengar itu, Mr. Wang langsung menatapnya. Lalu Xiao Xue tertawa, “Tapi jangan bersemangat dulu, aku masih punya seorang putri yang harus dijaga juga,” katanya, mengingatkan.


Akhirnya, Mr. Wang dan Xiao Xue pun menikah. Pada hari pernikahan, didepan banyak orang, Xiao Xue mengungkapkan perasaannya. Dia menjelaskan kepada Mr. Wang bahwa dia tahu kalau didalam hati Mr. Wang, kamera adalah nomor 1. Tapi dia berharap kalau dia bisa berada ditempat yang kedua. Mendengar itu, para tamu tertawa.

“Xiao Xue, terima kasih,” kata Mr. Wang dengan serius.

Fotografer kemudian menyuruh semuanya untuk berkumpul dan berfoto bersama. Dan disaat itu, Mr. Wang berbicara dengan pelan kepada Xiao Xue, “Mari kita punya lebih banyak anak. Jika kamu setuju, aku akan memesankan tiket ke New York malam ini,” bisiknya.

“Satu… dua… tiga…” kata fotografer. Lalu kamera ditekan ‘klik’.


Di New York. Mr. Wang membawa Xiao Xue menemui seorang dokter untuk membicarakan tentang proses memiliki anak. Namun saat berada disana, Xiao Xue tampak merasa agak ragu- ragu.

“Ada apa?” tanya Mr. Wang.

“Oh, tidak ada,” gumam Xiao Xue, menjawab.

Lalu proses pembicaraan bersama dokter pun dimulai.



Beberapa bulan kemudian, Xiao Xue melahirkan seorang bayi laki- laki. Bayi tersebut adalah Chu Qi yang asli. Disaat itu, Chu Tong merasa heran, kenapa warna mata Chu Qi abu- abu, jadi dengan polosnya dia bertanya. Dan mendengar itu,  Xiao Xue serta Mr. Wang saling bertatapan.


Tidak lama kemudian, Xiao Xue meninggal.

Mr. Wang : “Xiao Xue, aku tidak menyadari kalau melakukan hal itu akan sangat melukaimu, menuntunmu untuk meninggalkanku selamanya, juga keluarga ini. Tapi aku tidak pernah mengerti, mengapa kamu meninggalkan Chu Qi dan Chu Tong.”

Flash back end


***

“Ayah, jangan bicara lagi!” kata Chu Tong, tidak tahan mendengarkan masa lalu.

***


Flash back

Mr. Wang sangat menyanyangi Chu Qi, dan dia sering mengajarinya memotret. Chu Tong yang melihat itu, terkadang merasa agak iri.

Mr. Wang : “Tapi aku berhutang terima kasih padamu untuk memberikanku seorang anak yang baik. Pada waktu itu, aku melihat Chu Qi sebagai satu- satunya harapanku. Dia adalah segalanya untukku. Tapi aku tidak pernah membayangkan…”

Flash back end

***

“Xiao Xue, apakah ini hukuman Tuhan, membuatku kehilangan orang yang paling aku kasihi dan orang yang paling aku cintai?” tanya Mr. Wang sambil memegang kedua tangan Mrs. Wang.

***


***

Orang yang paling dikasihi dan orang yang paling dicintai Mr. Wang, tampaknya orang itu adalah Chu Qi. Saat Chu Qi meninggal, Mr. Wang menangis dengan sangat sedih didalam ruang kerjanya. Dan diluar ruangan, Chu Tong memperhatikan hal itu.

***


“Maaf,” kata Xiao Qi sambil menangis. “Jika bukan karena aku, Wang Chu Qi mungkin masih hidup. Maaf,” gumamnya, merasa sangat bersalah.

Mendengar itu, Mr. Wang menatap Xiao Qi.


“Maaf. Aku tidak seharusnya menghentikan bus untuk mengikatkan tali sepatunya. Juga jika aku tidak merokok, tidak mungkin akan terjadi kecelakaan,” kata Kun Qiao, merasa bersalah juga.

Mendengar itu, Mr. Wang memegang bahu Kun Qiao.


“Semuanya sudah dikatakan. Mari selesaikan makan malam ini dan setiap orang akan menuju ke jalan masing- masing. Setiap orang bisa memulai kehidupan baru,” kata Mrs. Wang.

Mendengar itu, Mr. Wang memegang bahu Mrs. Wang dan mendekat ke telinganya. “Apa yang kamu katakan?” tanyanya. “Keluarga adalah untuk selamanya. Kali ini aku akan melakukan yang lebih baik. Aku juga akan baik ke anakmu,” katanya, lalu dia menyentuh perut Mrs. Wang. Dan dengan ngeri, Mrs. Wang langsung melonjak serta melindungi perutnya.


“Lihat, ini bukan kebetulan bahwa kita bisa menjadi satu keluarga. Aku memberikan jaminan pada kalian, selama aku hidup, aku akan bekerja keras untuk  menjaga keluarga ini tetap satu,” kata Mr. Wang dengan sangat serius. Lalu dia mendekati Chu Tong dan mengajaknya untuk makan bersama. Dan dengan patuh, Chu Tong mengikutinya ke meja makan.

Suasana dimeja makan terasa sangat tidak nyaman, tapi Mr. Wang tetap bersikap biasa saja.


Lalu akhirnya, Chu Tong merasa sudah sangat tidak tahan lagi, jadi diapun mengambil pisau dan menusuk Mr. Wang dari belakang. Dan dengan tidak menyangka, Mr. Wang menatap Chu Tong, lalu dia jatuh terduduk.



Melihat itu, Mrs. Wang langsung mendekati Chu Tong serta memeluknya. Dan emosi Chu Tong yang selama ini ditahan langsung meledak, dia menangis dengan keras.

Didalam mobil polisi. Mrs. Wang memeluk Chu Tong dan menemaninya, “Sekali ini semua berakhir, mari tinggal bersama- sama, okay?” tanyanya dengan lembut.


Kun Qiao juga pergi ke kantor polisi untuk menyerahkan dirinya. Dan karena kasus ini sudah lama sekitar 4 tahun yang lalu, jadi petugas polisi agak lama mencari datanya.

“4 tahun?” gumam Kun Qiao, bingung. “Ini 3 tahun,” katanya, membenarkan. Mendengar itu, petugas polisi menatap Kun Qiao.

***

Post a Comment

Previous Post Next Post