Saat
tidak ada siapapun, Mrs. Wang mengunjungi Kun Qiao yang tinggal diruang bawah
tanah. Dia memeriksa tempatnya, berpura- pura perhatian. Lalu dia membahas
tentang suaminya, Mr. Wang. Dia menanyai, menurut Kun Qiao, suaminya orang yang
seperti apa? Sukses dalam karier? Memiliki keluarga yang indah? Dan Kun Qiao
menjawab iya untuk semuanya.
“Ketika
suamiku mudah, dia ingin menjadi fotografer diluar negeri. Kemudian keluarganya
memanggilnya kembali untuk menjalankan bisnis keluarga. Dia menolak. Apa kamu
tahu bagaimana mereka membawanya kembali? Mereka membekukan kartu kredit nya
dan memutuskan kontrakan sewanya. Mereka tidak mau memberinya sepeserpun. Pada
akhirnya, dia berkompromi dan kembali. Tanpa kekayaan keluarganya, dia hanya
mahasiswa miskin yang tidak akan bisa membayar tagihan. Pada akhirnya, dia
harus mengalah pada keluarganya. Dan bukan hanya dirinya sendiri, tapi istrinya
juga,” kata Mrs. Wang, bercerita dengan agak emosional. Lalu dia meminum air
yang barusan Kun Qiao berikan.
“Keluarga
ini datang dari pengorbanannya,” kata Kun Qiao, menanggapi secara singkat.
Selesai
minum, Mrs. Wang pun berdiri dan pergi. Dan Kun Qiao langsung menjelaskan bahwa
dia tidak melukai Chu Tong.
Mendengar
itu, Mrs. Wang berhenti dan bersandar di dinding selama sesaat. Dia meneteskan
air mata dalam diam. Lalu setelah dia mengatur emosinya, dia naik ke atas.
Pelayan
rumah menerima bebek hidup dan segar.
Dengan
ahli, Mrs. Wang menguliti bebek tersebut dan mengolahnya.
Saat
Chu Tong dan Chu Qi pulang sekolah, para pelayan dan pekerja yang ada dirumah
juga pulang ke rumah mereka masing- masing.
Makan
malam. Chu Qi meminta Mr. Wang untuk jangan membiarkan Kun Qiao makan bersama
mereka lagi selanjutnya, karena Mr. Wang melukai Chu Tong. Dan Chu Tong
menyuruhnya untuk diam. Lalu Chu Qi mengadu kepada Mr. Wang bahwa beberapa hari
yang lalu, dia melihat Chu Tong masuk ke dalam mobil orang asing. Mendengar Chu
Qi mengadukannya, Chu Tong merasa kesal dan mengambil pisau.
“Kamu
pikir kamu siapa?” geram Chu Tong.
Mr.
Wang memukul meja dengan keras, membuat Chu Qi dan Chu Tong langsung terdiam.
“Letakkan pisaunya,” perintahnya. “Kita satu keluarga. Makan dengan baik,”
tegasnya.
“Berapa
lama kamu ingin terus berpura- pura? Dia tidak akan menyerahkan dirinya,” balas
Chu Tong, lalu dia meletakkan pisau yang dipegangnya dan berhenti makan serta
pergi meninggalkan meja makan.
Kemudian
suasana dimeja makan pun menjadi tidak nyaman.
Jam
tidur. Mrs. Wang masuk ke dalam kamar Chu Tong dan menyelimutinya. Lalu dia
mengambil buku harian yang berada di kamar Chu Tong, dan melihat- lihat isinya.
Kun
Qiao terbangun, karena mendengar suara panggilan Mrs. Wang. Dan diapun naik ke
atas serta menemuinya.
“Aku
berpikir kalau Chu Tong mungkin dirasuki oleh hantu,” kata Mrs. Wang, berbisik.
Dan Kun Qiao tidak mengerti maksudnya. “Aku juga tahu siapa,” kata Mrs. Wang
sambil menarik tangan Kun Qiao untuk mengikutinya.
“Madam,
apa itu darah?” tanya Kun Qiao, menghentikan Mrs. Wang dan memperhatikan
tubuhnya yang penuh darah. “Dimana kamu terluka?” tanyanya, perhatian.
“Hantu
yang merasuki Chu Tong, kamu juga kenal dia. Percayai aku sekali ini saja,”
pinta Mrs. Wang dengan tatapan memohon. “Aku akan membawamu menemuinya.”
“Madam,
apa yang terjadi?” tanya Kun Qiao, masih tidak mengerti.
“Anak
itu membantumu sebelumnya.”
“Madam,
lepaskan aku,” balas Kun Qiao, menolak.
“Dia
tidak seharusnya mati,” teriak Mrs. Wang, mulai emosional. “Tidakkah kamu
ingat?” tanyanya dengan keras.
Mendengar
suara keras itu, setiap orang terbangun dan turun ke lantai bawah. Lalu Mr.
Wang mempertanyakan Kun Qiao, apa yang terjadi. Dan Kun Qiao menjawab dengan
jujur bahwa dia tidak tahu. Namun Mr. Wang dan Chu Qi tampak tidak percaya
dengan jawaban Kun Qiao, mereka yakin bahwa pasti ada sesuatu.
“Dengarkan
aku, ada sesuatu yang tidak benar dengan rumah ini. Aku benar- benar melihat
Lulu,” kata Mrs. Wang, menjelaskan.
“Omong
kosong!” bentak Mr. Wang. “Sejak semuanya baik- baik saja, kembali ke tempat
tidur!” perintahnya dengan keras.
Mendengar
itu, Kun Qiao berjalan pergi. tapi Mrs. Wang memegang tangannya dan
menghentikannya. Kemudian Mr. Wang langsung menarik Mrs. Wang. Dan Kun Qiao pun
pergi ke ruang bawah tanah kembali.
“Jangan
berpikir, aku tidak tahu apa yang kamu lakukan,” kata Mr. Wang sambil mengelus
rambut Mrs. Wang. “Chu Tong,” panggilnya. “Bawa dia keatas,” perintahnya.
Dengan
patuh, Chu Tong pun menopang dan membawa Mrs. Wang ke atas.
Pagi
hari. Didalam kamar. Saat Mrs. Wang masih tidur, Chu Tong menulis sesuatu
ditangannya. Dia menuliskan password ruang kerja Mr. Wang.
Kemudian
Mr. Wang datang dan menyuruh Chu Tong untuk keluar serta tidak perlu khawatir,
karena Mrs. Wang sama sekali tidak ada terluka, darah yang ada dipakaian Mrs.
Wang kemarin, itu adalah darah bebek.
Kun
Qiao mengingat tentang anak perempuan bernama Lulu yang Mrs. Wang sebutkan.
Saat para orang tua murid tidak setuju untuk membiarkan dia menjadi supir, Lulu
berdiri dan membelanya dihadapan para orang tua murid.
***
“Dia bukan orang
jahat. Tapi teman sekelasku selalu suka membully dia,” kata Lulu dengan sikap
serius dan tegas sebagai ketua kelas.
“Setiap orang sudah
dengar. Ketua kelas bisa bersaksi. Lagian Yu Kun Qiao sudah bekerja disekolah
bertahun- tahun, dan dia anak yatim piatu. Hidup tidak mudah untuknya. Mari
berikan dia kesempatan lagi,” kata Kepala Sekolah kepada para orang tua murid.
Lalu dia berbisik dengan pelan, “Yu Kun Qiao, mengapa kamu tidak meminta maaf?”
Mendengar itu, Kun
Qiao pun membungkuk sebagai tanda permintaan maaf.
***
Kun
Qiao tersentak. Dia ingat kalau disaat rapat orang tua murid pada hari itu,
Lulu berbicara sangat akrab dengan Mrs. Wang. Tampaknya Lulu adalah putri Mrs.
Wang.
Mr.
Wang merapikan rambutnya.
Mrs.
Wang memakai pakaiannya.
Chu
Tong menatap gambar yang di tinggalkan orang tua Si An dulu.
Chu
Qi berniat berlatih terompet. Tapi dia ada sesuatu dihatinya, jadi dia tidak
bisa berkonsentrasi dan memainkan terompetnya.
Chu
Qi datang ke kamar Chu Tong dan bertanya, apakah Chu Tong mau mendengarkan lagu
barunya. Dan Chu Tong menolak mendengarkan, karena dia sedang tidak mood. Lalu
Chu Qi pun duduk di sudut kamar Chu Tong sambil memegang terompetnya dan
menundukkan kepalanya, dia tampak kesepian dan menyedihkan.
“Ingin
menggambar denganku?” tanya Chu Tong, mengajak.
Ketika
Chu Tong dan Chu Qi ingin pergi keluar, Mr. Wang muncul. Dia menyuruh Chu Qi
untuk kembali ke kamar. Sementara kepada Chu Tong, dia menyuruhnya untuk
mengajak Kun Qiao berjalan- jalan keluar.
Chu
Tong datang ke ruang bawah tanah menemui Kun Qiao. Lalu mereka berdua pergi
keluar bersama- sama. Dan Mr. Wang berdiri di depan pintu, membiarkan mereka
berdua pergi.
Setelah
Chu Tong dan Kun Qiao pergi, Mr. Wang masuk ke dalam ruang kerja. Melihat itu,
Chu Qi diam- diam turun dari lantai atas. Lalu dia bertemu dengan Mrs. Wang.
“Bantu
aku mencari sesuatu,” pinta Mrs. Wang sambil tersenyum lembut dan menarik
tangan Chu Qi untuk mengikutinya ke gudang.
Chu
Tong menuntun Kun Qiao ke tempat yang jauh dari rumah. Lalu didekat jembatan,
dia mengajak Kun Qiao untuk jangan pulang.
“Apa
yang kamu katakan?” tanya Kun Qiao, heran.
“Ikuti
saja sepanjang sungai ini, kita bisa bebas,” jelas Chu Tong.
“Dimana
ini, ma?” tanya Chu Qi, heran. Saat dia melihat gudang kecil dan sempit yang
ditunjuk oleh Mrs. Wang.
“Masuk
saja ke dalam,” kata Mrs. Wang, mendorong Chu Qi untuk masuk.
Gudang
kecil dan sempit itu sangat gelap dan jalannya agak panjang, lalu lampu yang
menjadi penerang hanya ada didepan pintu. Jadi saat Chu Qi masuk ke dalam sana,
dia merasa agak ngeri, jadi sekali- kali dia selalu menengok ke belakang. Dan
dari belakang, Mrs. Wang mengarahkan lampu ke arahnya sebagai penerang, sambil
memberikan pengarahan untuk terus masuk lebih dalam.
“Apakah
ini, ma?” tanya Chu Qi, saat dia sudah sampai diujung gudang.
Tiba-
tiba saja Mrs. Wang mematikan lampu, mengunci pintu, dan pergi.
Chu
Tong berjalan maju. Dan dibelakangnya, Kun Qiao mengikuti sambil membujuk Chu
Tong untuk pulang, karena jika mereka telat, Mr. Wang tidak akan senang. Tapi
Chu Tong sama sekali tidak mau pulang. Lalu dia menanyai, apakah Kun Qiao sama
sekali tidak mau memilih hidup normal.
“Keluargamu
kaya, kamu memiliki banyak pilihan. Tapi pilihan apa yang aku punya?” tanya Kun
Qiao dengan sikap malas.
“Terkadang
yang kaya juga tidak memiliki pilihan. Pikirkan anak- anak dibus, apakah mereka
memiliki pilihan?” balas Chu Tong, bertanya. “Apa itu benar- benar kecelakaan?
Apa yang kamu sembunyikan? Kamu menyentir bus sekolah setiap hari, nama para
murid, rupa mereka, kamu benar- benar tidak ingat?” tanyanya sambil menatap Kun
Qiao dengan serius.
“Sini
kubantu,” kata Kun Qiao ingin mengambil tas Chu Tong.
Dengan
kasar, Chu Tong menepis tangan Kun Qiao. Lalu dia berjalan pergi. Dan Kun Qiao
mengikutinya sambil diam.
“Tidakkah
kamu merasa bertanggung jawab sama sekali untuk kecelakaan itu? Atau kamu hanya
pengecut? Kamu tidak benar- benar percaya kami melihat mu sebagai keluarga,
‘kan? Tidakkah kamu merasa bahwa keluarga ini sangat aneh?” tanya Chu Tong dengan
keras sambil terus berjalan.
Kun
Qiao merasa tidak tahan lagi dan dia berhenti berjalan mengikuti Chu Tong. “Dia
bukan Ibumu,” teriaknya.
Mendengar
itu, Chu Tong berhenti dan berbalik menatap Kun Qiao. “Apa yang kamu katakan?”
“Dia
bukan Ibumu. Dia Ibu Lulu, si ketua kelas,” kata Kun Qiao, menjawab. Lalu dia
berniat untuk pulang saja, jadi dia berbalik dan berjalan pergi.
Melihat
itu, Chu Tong berlari mengejar Kun Qiao dan menangkapnya. “Sekarang kamu sudah
ingat, mengapa kamu kembali ke sana? Tidakkah kamu takut tinggal dirumah
seperti itu? Kamu tidak seharusnya kembali ke sana. Kamu harusnya pergi ke
kantor polisi,” jelasnya, membujuk.
Tapi
Kun Qiao tidak mau mendengarkan dan berlari pergi.
“Kun
Qiao. Aku mohon padamu jangan kembali. Yu Kun Qiao!” teriak Chu Tong dengan
perasaan sangat frustasi.
Tapi
Kun Qiao terus saja berlari pergi.
Chu
Qi mengendor pintu dan memanggil bantuan dengan panik. Dan mendengar itu, Mr.
Wang keluar dari dalam ruang kerja nya dan membukakan pintu gudang untuk Chu
Qi.
“Siapa
yang mengunci mu disana?” tanya Mr. Wang.
“Ibu,”
jawab Chu Qi sambil menangis ketakutan.
“Mengapa
dia menguncimu disana?” tanya Mr. Wang.
“Aku
tidak tahu,” jawab Chu Qi.
Lalu
tiba- tiba terdengar suara barang dihancurkan. Dan saat Mr. Wang pergi mengecek
ke dalam ruang kerja, dia melihat beberapa kamera yang ada disana hancur
dibanting ke lantai.
Dan
disofa, Mrs. Wang duduk sambil tersenyum. Melihat dia seperti itu, Mr. Wang
seperti melihat seseorang dalam dirinya.
“Kita
sudah menikah begitu lama, betapa bagusnya menyingkirkan kamera- kamera itu.
Mengapa kamu tidak membawa Chu Qi untuk memotret akhir- akhir ini? Dia selalu
suka fotografi, seperti kalian berdua. Tidak seperti kakaknya, yang suka
menggambar seperti yang aku lakukan. Oh ya, kakak dan adik, dari ayah yang
berbeda, jadi itu normal bila mereka memiliki ketertarikan yang berbeda. Tapi
apakah kamu mencintai mereka sama rata?” kata Mrs. Wang, banyak bertanya dan
berbicara.
“Berhenti
bicara omong kosong. Chu Qi disini,” kata Mr. Wang, memperingatkan.
Chu
Qi bersembunyi dibelakang Mr. Wang dan menatap Mrs. Wang datang tatapan takut-
takut. Melihat itu, Mrs. Wang tersenyum.
“Apa
kamu ingat apa yang aku katakan pada hari pernikahan kita?” tanya Mrs. Wang.
Lalu dia mengambil kamera yang masih bagus dilemari. “Hal paling berhargamu
adalah kamera koleksimu, tapi aku harap aku bisa berada ditempat yang kedua.
Namun kemudian aku sadar, aku bahkan tidak bisa berada ditempat ketiga, karena
kamu memiliki Chu Qi,,” katanya dengan tatapan berlinang air mata.
“Berhenti
berakting,” kata Mr. Wang, memperingatkan.
Mrs.
Wang kemudian mulai bersikap ceria. “Chu Qi, ini kamera mu. Semua kamera dan
lensa di ruangan ini adalah milikmu. Apa kamu suka mereka?” tanyanya.
“Aku
tidak tahu fotografi,” jawab Chu Qi, bergumam pelan.
“Tidak
apa- apa. Dia bisa mengajarimu,” jelas Mrs. Wang sambil menunjuk Mr. Wang.
“Kamu adalah fotografer jeniusnya. Kemari, biarkan aku melihat matamu,”
katanya. Lalu dia mengarahkan kamera ke Chu Qi.
Dengan
sikap takut- takut, Chu Qi bersembunyi dibelakang Mr. Wang untuk menghindari
Mrs. Wang.
“Ah,
kamu bukan Chu Qi. Mata Chu Qi seharusnya abu- abu,” gumam Mrs. Wang.
“Kembalikan
kameranya,” perintah Mr. Wang.
“Chu
Qi sudah tiada. Kamera ini harus mati juga!” teriak Mrs. Wang dengan penuh
emosi sambil membanting kamera yang dipegang nya.
Dengan
ngeri, Chu Qi pergi bersembunyi ke kamarnya.
***
Chu Qi yang asli,
warna matanya adalah abu- abu. Sedangakan Chu Qi yang sekarang, yang dulu
menyuruh Kun Qiao untuk mengikatkan tali sepatunya, yang diselamatkan oleh Kun
Qiao. Namanya adalah Chen Xiao Qi.
Sebelum kecelakaan
bus, Chu Qi asli memberikan selembar uang 100 kepada Xiao Qi dan berbisik
ditelinganya, “Berikan si supir uang ini, suruh dia ikat tali sepatumu,”
perintah nya. Lalu teman- teman Chu Qi asli mendorong Xiao Qi untuk maju ke
depan dan menjalankan perintah Chu Qi asli.
Lulu memperhatikan
Xiao Qi dibully, tapi dia tidak tahu harus membantu bagaimana, jadi diapun
hanya diam saja.
***
Mrs.
Wang pingsan kelelahan. Dan Mr. Wang duduk di dekatnya.
Kun
Qiao duduk didepan pintu dan menunggu sampai Chu Tong pulang. Lalu saat Chu
Tong pulang, dia tersenyum padanya. Tapi Chu Tong mengabaikannya dan masuk
begitu saja ke dalam rumah.
Saat
Chu Tong masuk ke dalam rumah, dia melihat gambar- gambarnya di bakar. Melihat itu,
dia merasa sangat emosi dan masuk ke dalam rumah.
“Mengapa
kamu membakar gambar- gambarku?” tanya Chu Tong kepada Mr. Wang. “Dan barang
Ibuku?” tanyanya, protes.
Mendengar
itu, Mr. Wang membuang bola- bola kasti yang di pegang nya ke lantai. Sehingga bola-
bola tersebut memantul di lantai.
Itulah
suara yang didengar oleh Kun Qiao saat berada diruangan bawah tanah hari itu.
“Ayo
makan,” ajak Mr. Wang.
Dimeja
makan. Mrs. Wang dan Chu Qi duduk dengan patuh. Lalu Mr. Wang memanggil Kun
Qiao untuk duduk, dan Kun Qiao pun duduk disana.
“Kamu
sudah bekerja keras beberapa tahun ini, kamu telah menderita karena aku. Aku
ingin meminta maaf padamu, Xiao Xue,” kata Mr. Wang dengan lembut kepada Mrs.
Wang.
“Jangan
sebut nama Ibuku,” protes Chu Tong.
“Ssh…”
bisik Mr. Wang memberikan tanda supaya Chu Tong diam sebentar. “Chu Tong, beri
aku waktu sesaat. Biarkan aku berbicara kepada Ibumu,” katanya dengan tatapan
tidak mau dibantah.
Lalu
Mr. Wang mulai memotong steak dimeja sambil lanjut berbicara kepada Mrs. Wang.
“Xiao Xue, apa kamu ingat? Kita punya kesempatan untuk membangun keluarga yang
luar biasa,” katanya, bernostalgia.
Flash back
Dibar.
Xiao Xue dan Mr. Wang minum bersama sambil mengobrol. Pertama, mereka
mengobrolkan tentang putri Xiao Xue. Lalu mereka mengobrolkan tentang Roy. Xiao
Xue sudah pergi ke sekolah seni dan bertanya- tanya kepada orang disana, tapi
tidak ada yang tahu keberadaan Roy sekarang. Mengetahui itu, Mr. Wang merasa
agak kecewa, tapi dia tahu kalau tampaknya dia dan Roy memang tidak akan pernah
bertemu lagi.
“Memang
sulit bagi orang- orang asing untuk mengerti keluarga Chinese,” komentar Xiao
Xue, mencoba menghibur Mr. Wang.
“Sebenarnya
sekarang aku mengkhawatirkan tentang wanita yang ‘cocok’ yang keluargaku
aturkan untukku. Pikiran menghabiskan hidup dengan seseorang yang tidak
dikenal, itulah yang aku takutkan,” kata Mr. Wang, curhat. “Kamu tahu apa
syarat yang aku negosiasikan dengan Ayahku? Aku bilang, jangan paksa aku
menikahi orang asing,” jelasnya, bercerita.
“Kemudian
mengapa tidak menikah denganku saja?” tanya Xiao Xue, menawarkan. Dan mendengar
itu, Mr. Wang langsung menatapnya. Lalu Xiao Xue tertawa, “Tapi jangan
bersemangat dulu, aku masih punya seorang putri yang harus dijaga juga,”
katanya, mengingatkan.
Akhirnya,
Mr. Wang dan Xiao Xue pun menikah. Pada hari pernikahan, didepan banyak orang,
Xiao Xue mengungkapkan perasaannya. Dia menjelaskan kepada Mr. Wang bahwa dia
tahu kalau didalam hati Mr. Wang, kamera adalah nomor 1. Tapi dia berharap
kalau dia bisa berada ditempat yang kedua. Mendengar itu, para tamu tertawa.
“Xiao
Xue, terima kasih,” kata Mr. Wang dengan serius.
Fotografer
kemudian menyuruh semuanya untuk berkumpul dan berfoto bersama. Dan disaat itu,
Mr. Wang berbicara dengan pelan kepada Xiao Xue, “Mari kita punya lebih banyak
anak. Jika kamu setuju, aku akan memesankan tiket ke New York malam ini,”
bisiknya.
“Satu…
dua… tiga…” kata fotografer. Lalu kamera ditekan ‘klik’.
Di
New York. Mr. Wang membawa Xiao Xue menemui seorang dokter untuk membicarakan
tentang proses memiliki anak. Namun saat berada disana, Xiao Xue tampak merasa
agak ragu- ragu.
“Ada
apa?” tanya Mr. Wang.
“Oh,
tidak ada,” gumam Xiao Xue, menjawab.
Lalu
proses pembicaraan bersama dokter pun dimulai.
Beberapa
bulan kemudian, Xiao Xue melahirkan seorang bayi laki- laki. Bayi tersebut
adalah Chu Qi yang asli. Disaat itu, Chu Tong merasa heran, kenapa warna mata
Chu Qi abu- abu, jadi dengan polosnya dia bertanya. Dan mendengar itu, Xiao Xue serta Mr. Wang saling bertatapan.
Tidak
lama kemudian, Xiao Xue meninggal.
Mr. Wang :
“Xiao Xue, aku tidak menyadari kalau melakukan hal itu akan sangat melukaimu,
menuntunmu untuk meninggalkanku selamanya, juga keluarga ini. Tapi aku tidak
pernah mengerti, mengapa kamu meninggalkan Chu Qi dan Chu Tong.”
Flash back
end
***
“Ayah,
jangan bicara lagi!” kata Chu Tong, tidak tahan mendengarkan masa lalu.
***
Flash back
Mr.
Wang sangat menyanyangi Chu Qi, dan dia sering mengajarinya memotret. Chu Tong yang
melihat itu, terkadang merasa agak iri.
Mr. Wang :
“Tapi aku berhutang terima kasih padamu untuk memberikanku seorang anak yang
baik. Pada waktu itu, aku melihat Chu Qi sebagai satu- satunya harapanku. Dia
adalah segalanya untukku. Tapi aku tidak pernah membayangkan…”
Flash back
end
***
“Xiao
Xue, apakah ini hukuman Tuhan, membuatku kehilangan orang yang paling aku
kasihi dan orang yang paling aku cintai?” tanya Mr. Wang sambil memegang kedua
tangan Mrs. Wang.
***
***
Orang yang paling
dikasihi dan orang yang paling dicintai Mr. Wang, tampaknya orang itu adalah Chu
Qi. Saat Chu Qi meninggal, Mr. Wang menangis dengan sangat sedih didalam ruang
kerjanya. Dan diluar ruangan, Chu Tong memperhatikan hal itu.
***
“Maaf,”
kata Xiao Qi sambil menangis. “Jika bukan karena aku, Wang Chu Qi mungkin masih
hidup. Maaf,” gumamnya, merasa sangat bersalah.
Mendengar
itu, Mr. Wang menatap Xiao Qi.
“Maaf.
Aku tidak seharusnya menghentikan bus untuk mengikatkan tali sepatunya. Juga
jika aku tidak merokok, tidak mungkin akan terjadi kecelakaan,” kata Kun Qiao,
merasa bersalah juga.
Mendengar
itu, Mr. Wang memegang bahu Kun Qiao.
“Semuanya
sudah dikatakan. Mari selesaikan makan malam ini dan setiap orang akan menuju
ke jalan masing- masing. Setiap orang bisa memulai kehidupan baru,” kata Mrs.
Wang.
Mendengar
itu, Mr. Wang memegang bahu Mrs. Wang dan mendekat ke telinganya. “Apa yang
kamu katakan?” tanyanya. “Keluarga adalah untuk selamanya. Kali ini aku akan
melakukan yang lebih baik. Aku juga akan baik ke anakmu,” katanya, lalu dia
menyentuh perut Mrs. Wang. Dan dengan ngeri, Mrs. Wang langsung melonjak serta
melindungi perutnya.
“Lihat,
ini bukan kebetulan bahwa kita bisa menjadi satu keluarga. Aku memberikan
jaminan pada kalian, selama aku hidup, aku akan bekerja keras untuk menjaga keluarga ini tetap satu,” kata Mr.
Wang dengan sangat serius. Lalu dia mendekati Chu Tong dan mengajaknya untuk
makan bersama. Dan dengan patuh, Chu Tong mengikutinya ke meja makan.
Suasana
dimeja makan terasa sangat tidak nyaman, tapi Mr. Wang tetap bersikap biasa
saja.
Lalu
akhirnya, Chu Tong merasa sudah sangat tidak tahan lagi, jadi diapun mengambil
pisau dan menusuk Mr. Wang dari belakang. Dan dengan tidak menyangka, Mr. Wang
menatap Chu Tong, lalu dia jatuh terduduk.
Melihat
itu, Mrs. Wang langsung mendekati Chu Tong serta memeluknya. Dan emosi Chu Tong
yang selama ini ditahan langsung meledak, dia menangis dengan keras.
Didalam
mobil polisi. Mrs. Wang memeluk Chu Tong dan menemaninya, “Sekali ini semua
berakhir, mari tinggal bersama- sama, okay?” tanyanya dengan lembut.
Kun
Qiao juga pergi ke kantor polisi untuk menyerahkan dirinya. Dan karena kasus
ini sudah lama sekitar 4 tahun yang lalu, jadi petugas polisi agak lama mencari
datanya.
“4
tahun?” gumam Kun Qiao, bingung. “Ini 3 tahun,” katanya, membenarkan. Mendengar
itu, petugas polisi menatap Kun Qiao.
***