Network : Channel 3
“P’Karn!”
panggil Piangpern sambil tersenyum senang. Ketika tiba- tiba saja, Karn muncul
dari dalam sungai dan memegang tangannya. Namun dengan cepat, Karn memberikan
tanda agar Piangpern jangan berbicara terlalu keras.
“Aku
telah menunggu mu di sungai sejak siang ini. Bagaimana? Apa kamu bersenang-
senang di Chum Saeng?” tanya Karn.
“Dimanapun,
tanpa kamu. Itu tidak menyenangkan,” balas Piangpern. Dan Karn tersenyum
senang. Lalu Piangphern menanyakan, bagaimana Karn bisa mengetahui dia pulang.
“Mau
100 atau 1000 mili pun, aku akan menemukan mu. Karena hatiku ada denganmu,”
balas Karn. Dan lalu mereka berdua saling tersenyum.
Karena
Ibunya serta Bibi Sri tampak kembali bersama dengan pengangkut barang. Maka
Piangpern pun memberitahu agar Karn bersembunyi dulu. Dan Karn pun mengerti,
namun sebelum pergi, dia mengingatkan Piangpern untuk bertemu seperti biasa
tengah malam nanti. Dan Piangpern pun tersenyum, mengiyakan.
Somporn
dan Sri menyuruh Piangpern untuk keluar dari dalam perahu, dan membiarkan para
pengangkut barang mengangkatkan semua barang- barang mereka. Dan Piangpern pun
mengiyakan. Lalu Piangpern menatap kejauhan, tempat Karn berada.
Karn
berenang ke tepi. Dan sesampainya di tepi sungai, dia menatap kearah Piangpern,
dan melambaikan tangannya kepada Piangpern sambil tersenyum. Dan Piangpern
membalasnya sambil tersenyum juga.
Renu
memotong- motong bahan masakan dengan pelan sambil melamun. Lalu disaat itu, Asa
datang dan memanggil nya, sehingga dia pun tersadar dari lamunannya.
“Sor,
aku akan pulang sekarang. Apa ada yang kamu butuhkan? Aku bisa membawakannya
untukmu besok,” kata Asa dengan ramah.
“Tidak
ada, Sa. Terima kasih ya,” balas Renu, pelan.
Asa
duduk didekat Renu, dan menanyakan apakah Renu baik- baik saja, karena Renu
tampak seperti lelah. Dan Renu menjawab bahwa dia baik- baik saja.
“Sor,
jangan berpikir terlalu serius tentang Ma. Dia akan segera melupakannya,” kata
Asa, seperti mengerti apa yang sedang Renu pikirkan.
“Bagus
jika orang bisa dengan mudah melupakan beberapa hal,” balas Renu.
“Seperti
yang Ayah katakan. Jangan menyerah. Hanya lakukan hal baik, seperti apa yang
kamu lakukan sekarang, dan segalanya akan menjadi baik. Lagian, aku dan Ayah
ada disisi mu,” kata Asa. Lalu dia bercanda bahwa dia mengatakan ini bukan
karena mendapatkan kue gratis setiap harinya dari Renu. Tapi dia beneran tulus.
Dan Renu akhirnya pun tersenyum.
Setelah
melihat Renu tersenyum juga, maka Asa pun pamit. Tapi sebelum Asa pergi, Renu
memberitahu bahwa dia akan membuatkan kue enak besok. Dan sambil memegang
perutnya, Asa membalas bahwa dia sudah menyiapkan tempat di perutnya.
Renu
tersenyum menguatkan dirinya sendiri. Semua itu karena semangat dan dukungan yang
diberikan oleh Asa kepadanya.
Malam
hari. Ayah menanyakan tentang Asa, dan dengan ketus Piangpern membalas bahwa
dia sudah memberitahu Ibu. Dia tidak merasakan apapun terhadap Asa. Mendengar
itu, Ayah membalas bahwa setahunya Asa adalah orang yang bekerja keras, aktif,
dan Asa bisa menjadi asisten yang baik baginya nanti di pertanian. Dan yang
paling penting, status keluarga Asa cocok dengan status keluarga mereka.
“Kamu
menilai ini dari perasaan mu sendiri. Bagaimana tentang perasaanku? Aku tidak cocok
dengannya sama sekali. Aku tidak akan pernah jatuh cinta dengannya!” balas
Piangpern.
“Kamu
hanya mencintai Karn, kan? Kamu lebih baik putus dengannya dan persiapkan
dirimu. Orang tua yang akan mengurus masalah pernikahan,” kata Ayah, mengetahui
tentang hubungan tersembunyi Piangpern dengan Karn.
“Tidak!”
balas Piangpern, tegas.
Ayah
menasehati agar Piangpern menurutinya saja. Seperti kakak Piangpern yang
penurut dan mengikuti pilihannya, sehingga kakak Piangpern bisa hidup senang
sekarang. Tapi Piangpern tetap tidak mau.
“Pria
seperti Karn, dia mendapatkan 100 dan menghabiskan 100. Dia pemabuk dan pembuat
gaduh! Dia akan menghambur- hamburkan semua harta!” kata Ayah dengan emosi.
Somporn
menenangkan mereka berdua, dan mengajak agar mereka semua makan dulu, baru
membicarakan tentang ini lagi. Tapi Ayah tidak mau, dia mau semuanya
diselesaikan sekarang, yaitu Piangpern harus menikah dengan Asa.
“Tidak!
Aku tidak akan menikahi siapapun sama sekali! Jika dia bukan P’Karn!” kata
Piangpern dengan nada keras. Lalu dia pergi, dan tidak jadi makan. Dan Ayah pun
meneriakinya dengan marah.
Somporn
meminta suaminya (Kamnan) untuk tenang dan memberikan waktu kepada Piangpern.
Dan dengan kesal, Kamnan melemparkan sendok yang dipegangnya ke atas piring.
Dengan
riang, Asi menunjukan semua foto- foto yang telah dicetaknya. Dan melihat itu,
semuanya memuji Asi, kecuali Yoi. Dia mengeluh kenapa Asi banyak sekali
memotret dan mencetak foto yang sama berkali- kali. Lalu ketika melihat, foto
Wanna diantara semua foto yang dicetak, maka Yoi pun bertanya.
Asi
tersenyum, dan kesulitan untuk menjelaskan. Namun dengan jujur dia memberitahu
bahwa gadis didalam foto itu bernama Wanna. Mendengar itu, Ayah keceplosan dan
mengatakan bahwa Wanna tampak lebih cantik daripada di foto.
“Kapan
kamu mengenal nya?” tanya Yoi dengan galak pada Ayah.
“Dia
adik Sor Renu,” kata Asi, memberitahu.
“Buang
ini dari rumahku! Aku tidak mau! Hanya dia datang ke sini saja, kita sudah
cukup sial. Tapi dia malah menyeret anggota keluarganya ke sini! Aku tidak
mau!” teriak Yoi sambil membanting semua foto itu ke meja. Lalu dia masuk ke
dalam kamar sambil menutup pintu dengan keras. Dan suasana pun menjadi tegang.
Dirumah
kecil. Diruang tamu. Philai memakan kacang sambil membicarakan tentang foto Wanna
yang dipotret oleh Asi. Dia menebak bahwa Asi pasti menyukai Wanna, dan itu
akan menjadi sesuatu yang lucu, jika Wanna menjadi menantu juga.
“Asi
itu suka bermain- main dan memiliki banyak teman. Dia mungkin tidak terlalu
memikirkan tentang ini,” kata Atong, menjelaskan.
“Seorang
pria muda. Siapa yang tahu?” balas Philai.
“Dia
masih pelajar. Dia harus tahu kewajibannya,” balas Atong. Sambil menaruh air
minum yang diambilnya di dapur ke atas meja.
Philai
kemudian membicarakan tentang Asa. Menurutnya gadis yang ingin dijodohkan
dengan Asa adalah orang yang bagus. Karena setahunya, keluarga gadis itu sangat
kaya. Jadi jika Asa menjadi menantu disana, maka dia akan bahagia selama
hidupnya. Tapi jika Asa tidak mau, maka dia bodoh.
“Uh!
Satu hal lagi. Ini pernikahan tradisional Thai, kan?” tanya Philai. Dan Atong
mengiyakan. “Jika begitu, berarti Asa akan dinikahkan keluar. Itu bagus.
Mengurangin anggota keluarga,” kata Philai dengan senang.
Mendengar
itu, Atong memperhatikan Philai.
*Mungkin ya. Asa dinikahkan keluar
itu maksudnya, Asa keluar dari rumah, dan ikut dengan Istri. Bukan Istri yang
keluar dari rumah, dan ikut dengan Asa.
Didalam
kamar. Piangpern mempersiapkan diri di depan cermin. Dia merapikan diri, dan
memakai minyak wangi di tubuhnya sambil tersenyum senang. Lalu tiba- tiba saja
terdengar suara keributan di luar kamar nya. Jadi Piangpern pun membuka pintu
kamar.
Ternyata
keributan itu berasal dari radio yang sedang didengarkan oleh Bibi Ram. Sebab
cuaca sedang sangat panas. Dan dengan serius, Piangpern menanyakan kenapa Bibi
Ram berada di luar kamar nya.
“Kamarku
begitu panas, jadi aku datang untuk tidur disini,” jelas Bibi Ram.
“Bohong!
Ayah yang menyuruh mu untuk menjaga ku, kan? Apa aku harus menjadi tawanan
dirumah ini? Diperhatikan secara dekat seperti ini!” kata Piangpern, marah.
“Tapi
Phor Kamnan melakukannya dengan niat baik untukmu,” jelas Ram.
“Niat
baik apa? Lebih baik rantai saja aku sekalian!” teriak Piangpern kearah kamar
Ayahnya. Lalu dia masuk kembali ke dalam kamar dan menguncinya. Dan Ram pun
menghela nafas pelan.
Karn
memakai bedak tebal di wajahnya, dan bersiap untuk pergi menemui Piangpern.
Tapi disaat itu, Ibunya terbatuk- batuk, sehingga dia pun merawat Ibunya dulu
sebelum pergi. Karn ingin menyuapi obat kepada Ibunya, tapi ternyata Obatnya
telah habis. Dan Ibu memberitahu bahwa itu memang sudah habis dari kemarin.
Mengetahui itu, Karn menanyakan kenapa Ibu tidak memberitahunya.
“Tidak
apa- apa, nak. Aku akan segera sembuh,” kata Ibu, tidak ingin merepotkan Karn.
“Besok.
Aku akan membelikan obat baru untukmu,” jelas Karn.
“Kemana
kamu akan pergi?”
“Aku
punya janji dengan Wang dan Suk,” jawab Karn.
Ibu
menasehati Karn agar berhenti minum- minum, karena itu lebih baik. Dan Karn
membalas bahwa dia tidak minum banyak, serta dia tidak ada membuat keributan.
Tapi Ibu tetap mau Karn berhenti minum- minum, dan dia meminta agar Karn tidak
pergi. Lagian sebentar lagi juga akan hujan tampaknya.
“Aku
sudah berjanji dengannya. Ibu istirahat dan tidurlah ya. Aku akan segera
pulang. Dah, bu,” kata Karn, pamit. Lalu dia mamasangkan kelambu untuk Ibunya.
Dan kemudian pergi.
Sebenarnya,
Karn pergi bukan untuk minum- minum dengan temannya. Tapi Karn pergi untuk
menemui Piangpern. Dan caranya untuk bisa pergi ke desa Piangpern adalah dengan
cara berenang menyebrangin sungai.
Didalam
kamar. Piangpern menunggu dengan gelisah. Sambil sekali- kali membuka jendela
kamar untuk melihat apakah Karn sudah datang.
“Phen!
Phen!” panggil Karn dengan hati- hati. Dan mendengar suara itu, dengan senang
Piangpern langsung membuka jendela kamarnya. “Aku akan menunggu di tempat lama
ya,” kata Karn memberitahu, lalu dia pergi.
Dengan
buru- buru, Piangpern berlari ke luar dari dalam kamarnya dan memakai sandal.
Melihat itu, Bibi Ram menanyakan kemana Piangpern akan pergi. Dan Piangpern
menjawab bahwa dia ingin pipis.
“Kamu
bisa pipis di dalam kamar. Disana ada tempat pipis,” kata Bibi Ram.
“Aku
mau buang air besar juga!” kata Piangpern, beralasan. Lalu dia berlari pergi
dengan cepat.
“Tunggu.
Aku akan menemaninmu,” teriak Bibi Ram. Tapi Piangpern terus berlari dengan
cepat.
Dengan
berhati- hati, Piangpern berjalan menuju ke tempat pertemuannya dengan Karn.
Dan ketika akhirnya mereka berdua bertemu, mereka saling bermesraan. Karn memeluk
dan mencium kedua pipi Piangpern. Dan Piangpern membiarkannya sambil tersenyum
senang.
“P’Karn.
Bibi mengikuti ku,” kata Piangpern, memberitahu.
“Aku
sangat merindukan mu, Phen!” balas Karn. Sambil mencium Piangpern terus. Karena
sudah dua hari mereka tidak bertemu.
Karena
merasa cemas akan ketahuan, maka Piangpern pun menghentikan Karn. Dia meminta
agar Karn pulang saja hari ini. Karena Ayahnya sudah memerintahkan Bibi Ram
untuk mengawasinya setiap saat.
“Jangan
bilang bahwa Pria Chum Saeng itu lebih baik daripada aku?” tanya Karn, cemburu.
“Apa
yang kamu bicarakan?” balas Piangpern.
“Aku
mendengarkan pembicaraan Bibi Sri siang ini. Dia membawa mu ke Chum Saeng hari
ini untuk mempertemukan mu dengan Pria disana. Apa itu benar, Phen?”
Sebelum
Piangpern sempat menjawab. Terdengar suara Bibi Ram yang berteriak, menanyakan
apakah dia sudah selesai. Dan mendengar itu, Piangpern pun menjadi buru- buru
dalam menjelaskan. “Aku tidak menyukainya sama sekali. Dan tidak seorang pun
yang bisa memaksaku. Jika aku harus menikah, aku hanya akan menikahi mu.”
“Itu
membuat ku bahagia. Phen!” kata Karn. Sambil menghirup aroma Piangpern dengan
mesra. Dan Piangpern tersenyum senang.
Tampak
cahaya lampu yang dibawa oleh Bibi Ram semakin mendekat. Sehingga Piangpern pun
memberitahu Karn. Tapi sebelum pergi, Karn mencium Piangpern sekali lagi.
Bibi
Ram memanggil Piangpern. Tapi Piangpern tidak ada menjawab. Jadi dia pun
membuka pintu kamar mandi, tapi dia
tidak menemukan Piangpern didalam sana. Dan dengan cemas, dia pun bertanya-
tanya kemana Piangpern pergi.
Lalu
disaat itu, Piangpern datang dari
belakang dan mengejutkannya. Piangpern beralasan bahwa dia baru saja selesai,
dan dia mengajak Bibi Ram untuk kembali bersamanya. Karena sudah mau hujan.
“Baik.
Baiklah. Tunggu, sejak aku sudah di toilet, biarkan aku pipis dulu,” kata Bibi
Ram. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Piangpern berjalan pulang
duluan.
Sesampainya
dirumah. Piangpern dikejutkan oleh Karn yang bersembunyi didekat pintu, dan
mencium tangannya. Dengan senang, dan cemas, Piangpern memberitahu Karn bahwa
Bibi Ram bisa melihat Karn nanti.
“Tapi
aku sangan merindukanmu,” kata Karn sambil mencium tangan Piangpern berkali-
kali.
Ketika
Bibi Ram tampak sudah kembali, maka Karn pun langsung mundur dan bersembunyi
lagi ditempat yang gelap. Tapi tanpa sengaja dia malah menabrak sesuatu dan
membuat suara. Mendengar itu, maka Bibi Ram pun bertanya. Dan Piangpern
beralasan bahwa itu mungkin tikus. Lalu dia masuk ke dalam rumah.
Langit
bergemuruh. Tanda sudah akan hujan. Tapi dengan tenang, seorang Pria malah sedang sibuk membakar ikan. Dan
ternyata Pria itu adalah teman Karn.
Karn
datang kepada nya dan memberitahu temannya tersebut mengenai Bibi Ram yang
terus mengikuti Piangpern, sehingga dia tidak bisa berlama- lama melepas rindu
dengan Piangpern. Dan temannya itu menanyakan mengenai Pria Chum Saeng, apakah
itu benar atau tidak.
“Itu
benar. Tapi Phen memberitahu ku bahwa dia tidak menyukainya sama sekali,” kata
Karn.
“Dan
jika Phor Kamnan memaksa nya untuk menikah, apakah Phen berani untuk
menentangnya?”
“Jika
terjadi begitu, maka aku akan mengurusnya dengan caraku sendiri,” kata Karn
dengan serius. Dan mendengar itu, si Teman merasa terkejut.
“Apa
kamu akan memperkosanya, Karn?!?” tanyanya. Dan Karn menjawab iya.
Didalam
kamar. Piangpern duduk menatap hujan diluar jendela.
Renu
menulis sesuatu dibukunya.
Dini
hari. Ketika berjumpa dengan Renu, Mao memanggilnya dan menanyakan apakah benar
Yoi pergi ke Koey Chai kemarin. Dan Renu menjawab tidak tahu.
“Perahu
yang disewanya, di kemudikan oleh cucuku. Sudah lama, dia tidak pernah
meninggalkan rumah, kecuali untuk masalah uang,” kata Mao.
“Dia
mungkin pergi untuk menagih uang atau sesuatu,” balas Renu.
“Tidak!
Dia pergi ke rumah Mhor Mee! Pria yang mengobati.”
“Oh!
Dia mungkin membeli obat untuk Ayah. Karena batuk Ayah belum sembuh.”
“Tidak
mungkin. Mhor Mee itu juga dukun. Dia bisa mengecek takdir, dan mengembalikan
hal yang buruk. Serta menyembukan guna- guna juga!” jelas Mao. Dan Renu merasa
terkejut mendengar itu.
Tags:
Krong Karm
Lanjut.......
ReplyDelete