Sinopsis Lakorn : Krong Karm Episode 5 - part 1



Krong Karm Episode 5 – part 1
Network : Channel 3


“P’Karn!” panggil Piangpern sambil tersenyum senang. Ketika tiba- tiba saja, Karn muncul dari dalam sungai dan memegang tangannya. Namun dengan cepat, Karn memberikan tanda agar Piangpern jangan berbicara terlalu keras.

“Aku telah menunggu mu di sungai sejak siang ini. Bagaimana? Apa kamu bersenang- senang di Chum Saeng?” tanya Karn.



“Dimanapun, tanpa kamu. Itu tidak menyenangkan,” balas Piangpern. Dan Karn tersenyum senang. Lalu Piangphern menanyakan, bagaimana Karn bisa mengetahui dia pulang.

“Mau 100 atau 1000 mili pun, aku akan menemukan mu. Karena hatiku ada denganmu,” balas Karn. Dan lalu mereka berdua saling tersenyum.



Karena Ibunya serta Bibi Sri tampak kembali bersama dengan pengangkut barang. Maka Piangpern pun memberitahu agar Karn bersembunyi dulu. Dan Karn pun mengerti, namun sebelum pergi, dia mengingatkan Piangpern untuk bertemu seperti biasa tengah malam nanti. Dan Piangpern pun tersenyum, mengiyakan.


Somporn dan Sri menyuruh Piangpern untuk keluar dari dalam perahu, dan membiarkan para pengangkut barang mengangkatkan semua barang- barang mereka. Dan Piangpern pun mengiyakan. Lalu Piangpern menatap kejauhan, tempat Karn berada.



Karn berenang ke tepi. Dan sesampainya di tepi sungai, dia menatap kearah Piangpern, dan melambaikan tangannya kepada Piangpern sambil tersenyum. Dan Piangpern membalasnya sambil tersenyum juga.

Renu memotong- motong bahan masakan dengan pelan sambil melamun. Lalu disaat itu, Asa datang dan memanggil nya, sehingga dia pun tersadar dari lamunannya.



“Sor, aku akan pulang sekarang. Apa ada yang kamu butuhkan? Aku bisa membawakannya untukmu besok,” kata Asa dengan ramah.

“Tidak ada, Sa. Terima kasih ya,” balas Renu, pelan.



Asa duduk didekat Renu, dan menanyakan apakah Renu baik- baik saja, karena Renu tampak seperti lelah. Dan Renu menjawab bahwa dia baik- baik saja.

“Sor, jangan berpikir terlalu serius tentang Ma. Dia akan segera melupakannya,” kata Asa, seperti mengerti apa yang sedang Renu pikirkan.

“Bagus jika orang bisa dengan mudah melupakan beberapa hal,” balas Renu.


“Seperti yang Ayah katakan. Jangan menyerah. Hanya lakukan hal baik, seperti apa yang kamu lakukan sekarang, dan segalanya akan menjadi baik. Lagian, aku dan Ayah ada disisi mu,” kata Asa. Lalu dia bercanda bahwa dia mengatakan ini bukan karena mendapatkan kue gratis setiap harinya dari Renu. Tapi dia beneran tulus. Dan Renu akhirnya pun tersenyum.

Setelah melihat Renu tersenyum juga, maka Asa pun pamit. Tapi sebelum Asa pergi, Renu memberitahu bahwa dia akan membuatkan kue enak besok. Dan sambil memegang perutnya, Asa membalas bahwa dia sudah menyiapkan tempat di perutnya.

Renu tersenyum menguatkan dirinya sendiri. Semua itu karena semangat dan dukungan yang diberikan oleh Asa kepadanya.


Malam hari. Ayah menanyakan tentang Asa, dan dengan ketus Piangpern membalas bahwa dia sudah memberitahu Ibu. Dia tidak merasakan apapun terhadap Asa. Mendengar itu, Ayah membalas bahwa setahunya Asa adalah orang yang bekerja keras, aktif, dan Asa bisa menjadi asisten yang baik baginya nanti di pertanian. Dan yang paling penting, status keluarga Asa cocok dengan status keluarga mereka.

“Kamu menilai ini dari perasaan mu sendiri. Bagaimana tentang perasaanku? Aku tidak cocok dengannya sama sekali. Aku tidak akan pernah jatuh cinta dengannya!” balas Piangpern.
“Kamu hanya mencintai Karn, kan? Kamu lebih baik putus dengannya dan persiapkan dirimu. Orang tua yang akan mengurus masalah pernikahan,” kata Ayah, mengetahui tentang hubungan tersembunyi Piangpern dengan Karn.

“Tidak!” balas Piangpern, tegas.


Ayah menasehati agar Piangpern menurutinya saja. Seperti kakak Piangpern yang penurut dan mengikuti pilihannya, sehingga kakak Piangpern bisa hidup senang sekarang. Tapi Piangpern tetap tidak mau.

“Pria seperti Karn, dia mendapatkan 100 dan menghabiskan 100. Dia pemabuk dan pembuat gaduh! Dia akan menghambur- hamburkan semua harta!” kata Ayah dengan emosi.


Somporn menenangkan mereka berdua, dan mengajak agar mereka semua makan dulu, baru membicarakan tentang ini lagi. Tapi Ayah tidak mau, dia mau semuanya diselesaikan sekarang, yaitu Piangpern harus menikah dengan Asa.

“Tidak! Aku tidak akan menikahi siapapun sama sekali! Jika dia bukan P’Karn!” kata Piangpern dengan nada keras. Lalu dia pergi, dan tidak jadi makan. Dan Ayah pun meneriakinya dengan marah.

Somporn meminta suaminya (Kamnan) untuk tenang dan memberikan waktu kepada Piangpern. Dan dengan kesal, Kamnan melemparkan sendok yang dipegangnya ke atas piring.


Dengan riang, Asi menunjukan semua foto- foto yang telah dicetaknya. Dan melihat itu, semuanya memuji Asi, kecuali Yoi. Dia mengeluh kenapa Asi banyak sekali memotret dan mencetak foto yang sama berkali- kali. Lalu ketika melihat, foto Wanna diantara semua foto yang dicetak, maka Yoi pun bertanya.

Asi tersenyum, dan kesulitan untuk menjelaskan. Namun dengan jujur dia memberitahu bahwa gadis didalam foto itu bernama Wanna. Mendengar itu, Ayah keceplosan dan mengatakan bahwa Wanna tampak lebih cantik daripada di foto.

“Kapan kamu mengenal nya?” tanya Yoi dengan galak pada Ayah.

“Dia adik Sor Renu,” kata Asi, memberitahu.


“Buang ini dari rumahku! Aku tidak mau! Hanya dia datang ke sini saja, kita sudah cukup sial. Tapi dia malah menyeret anggota keluarganya ke sini! Aku tidak mau!” teriak Yoi sambil membanting semua foto itu ke meja. Lalu dia masuk ke dalam kamar sambil menutup pintu dengan keras. Dan suasana pun menjadi tegang.

Dirumah kecil. Diruang tamu. Philai memakan kacang sambil membicarakan tentang foto Wanna yang dipotret oleh Asi. Dia menebak bahwa Asi pasti menyukai Wanna, dan itu akan menjadi sesuatu yang lucu, jika Wanna menjadi menantu juga.

“Asi itu suka bermain- main dan memiliki banyak teman. Dia mungkin tidak terlalu memikirkan tentang ini,” kata Atong, menjelaskan.

“Seorang pria muda. Siapa yang tahu?” balas Philai.

“Dia masih pelajar. Dia harus tahu kewajibannya,” balas Atong. Sambil menaruh air minum yang diambilnya di dapur ke atas meja.


Philai kemudian membicarakan tentang Asa. Menurutnya gadis yang ingin dijodohkan dengan Asa adalah orang yang bagus. Karena setahunya, keluarga gadis itu sangat kaya. Jadi jika Asa menjadi menantu disana, maka dia akan bahagia selama hidupnya. Tapi jika Asa tidak mau, maka dia bodoh.

“Uh! Satu hal lagi. Ini pernikahan tradisional Thai, kan?” tanya Philai. Dan Atong mengiyakan. “Jika begitu, berarti Asa akan dinikahkan keluar. Itu bagus. Mengurangin anggota keluarga,” kata Philai dengan senang.

Mendengar itu, Atong memperhatikan Philai.

*Mungkin ya. Asa dinikahkan keluar itu maksudnya, Asa keluar dari rumah, dan ikut dengan Istri. Bukan Istri yang keluar dari rumah, dan ikut dengan Asa.

Didalam kamar. Piangpern mempersiapkan diri di depan cermin. Dia merapikan diri, dan memakai minyak wangi di tubuhnya sambil tersenyum senang. Lalu tiba- tiba saja terdengar suara keributan di luar kamar nya. Jadi Piangpern pun membuka pintu kamar.


Ternyata keributan itu berasal dari radio yang sedang didengarkan oleh Bibi Ram. Sebab cuaca sedang sangat panas. Dan dengan serius, Piangpern menanyakan kenapa Bibi Ram berada di luar kamar nya.

“Kamarku begitu panas, jadi aku datang untuk tidur disini,” jelas Bibi Ram.


“Bohong! Ayah yang menyuruh mu untuk menjaga ku, kan? Apa aku harus menjadi tawanan dirumah ini? Diperhatikan secara dekat seperti ini!” kata Piangpern, marah.

“Tapi Phor Kamnan melakukannya dengan niat baik untukmu,” jelas Ram.

“Niat baik apa? Lebih baik rantai saja aku sekalian!” teriak Piangpern kearah kamar Ayahnya. Lalu dia masuk kembali ke dalam kamar dan menguncinya. Dan Ram pun menghela nafas pelan.

Karn memakai bedak tebal di wajahnya, dan bersiap untuk pergi menemui Piangpern. Tapi disaat itu, Ibunya terbatuk- batuk, sehingga dia pun merawat Ibunya dulu sebelum pergi. Karn ingin menyuapi obat kepada Ibunya, tapi ternyata Obatnya telah habis. Dan Ibu memberitahu bahwa itu memang sudah habis dari kemarin. Mengetahui itu, Karn menanyakan kenapa Ibu tidak memberitahunya.

“Tidak apa- apa, nak. Aku akan segera sembuh,” kata Ibu, tidak ingin merepotkan Karn.

“Besok. Aku akan membelikan obat baru untukmu,” jelas Karn.


“Kemana kamu akan pergi?”

“Aku punya janji dengan Wang dan Suk,” jawab Karn.

Ibu menasehati Karn agar berhenti minum- minum, karena itu lebih baik. Dan Karn membalas bahwa dia tidak minum banyak, serta dia tidak ada membuat keributan. Tapi Ibu tetap mau Karn berhenti minum- minum, dan dia meminta agar Karn tidak pergi. Lagian sebentar lagi juga akan hujan tampaknya.


“Aku sudah berjanji dengannya. Ibu istirahat dan tidurlah ya. Aku akan segera pulang. Dah, bu,” kata Karn, pamit. Lalu dia mamasangkan kelambu untuk Ibunya. Dan kemudian pergi.

Sebenarnya, Karn pergi bukan untuk minum- minum dengan temannya. Tapi Karn pergi untuk menemui Piangpern. Dan caranya untuk bisa pergi ke desa Piangpern adalah dengan cara berenang menyebrangin sungai.

Didalam kamar. Piangpern menunggu dengan gelisah. Sambil sekali- kali membuka jendela kamar untuk melihat apakah Karn sudah datang.


“Phen! Phen!” panggil Karn dengan hati- hati. Dan mendengar suara itu, dengan senang Piangpern langsung membuka jendela kamarnya. “Aku akan menunggu di tempat lama ya,” kata Karn memberitahu, lalu dia pergi.


Dengan buru- buru, Piangpern berlari ke luar dari dalam kamarnya dan memakai sandal. Melihat itu, Bibi Ram menanyakan kemana Piangpern akan pergi. Dan Piangpern menjawab bahwa dia ingin pipis.

“Kamu bisa pipis di dalam kamar. Disana ada tempat pipis,” kata Bibi Ram.

“Aku mau buang air besar juga!” kata Piangpern, beralasan. Lalu dia berlari pergi dengan cepat.

“Tunggu. Aku akan menemaninmu,” teriak Bibi Ram. Tapi Piangpern terus berlari dengan cepat.


Dengan berhati- hati, Piangpern berjalan menuju ke tempat pertemuannya dengan Karn. Dan ketika akhirnya mereka berdua bertemu, mereka saling bermesraan. Karn memeluk dan mencium kedua pipi Piangpern. Dan Piangpern membiarkannya sambil tersenyum senang.

“P’Karn. Bibi mengikuti ku,” kata Piangpern, memberitahu.

“Aku sangat merindukan mu, Phen!” balas Karn. Sambil mencium Piangpern terus. Karena sudah dua hari mereka tidak bertemu.


Karena merasa cemas akan ketahuan, maka Piangpern pun menghentikan Karn. Dia meminta agar Karn pulang saja hari ini. Karena Ayahnya sudah memerintahkan Bibi Ram untuk mengawasinya setiap saat.

“Jangan bilang bahwa Pria Chum Saeng itu lebih baik daripada aku?” tanya Karn, cemburu.

“Apa yang kamu bicarakan?” balas Piangpern.

“Aku mendengarkan pembicaraan Bibi Sri siang ini. Dia membawa mu ke Chum Saeng hari ini untuk mempertemukan mu dengan Pria disana. Apa itu benar, Phen?”


Sebelum Piangpern sempat menjawab. Terdengar suara Bibi Ram yang berteriak, menanyakan apakah dia sudah selesai. Dan mendengar itu, Piangpern pun menjadi buru- buru dalam menjelaskan. “Aku tidak menyukainya sama sekali. Dan tidak seorang pun yang bisa memaksaku. Jika aku harus menikah, aku hanya akan menikahi mu.”

“Itu membuat ku bahagia. Phen!” kata Karn. Sambil menghirup aroma Piangpern dengan mesra. Dan Piangpern tersenyum senang.
Tampak cahaya lampu yang dibawa oleh Bibi Ram semakin mendekat. Sehingga Piangpern pun memberitahu Karn. Tapi sebelum pergi, Karn mencium Piangpern sekali lagi.


Bibi Ram memanggil Piangpern. Tapi Piangpern tidak ada menjawab. Jadi dia pun membuka    pintu kamar mandi, tapi dia tidak menemukan Piangpern didalam sana. Dan dengan cemas, dia pun bertanya- tanya kemana Piangpern pergi.

Lalu disaat itu, Piangpern  datang dari belakang dan mengejutkannya. Piangpern beralasan bahwa dia baru saja selesai, dan dia mengajak Bibi Ram untuk kembali bersamanya. Karena sudah mau hujan.

“Baik. Baiklah. Tunggu, sejak aku sudah di toilet, biarkan aku pipis dulu,” kata Bibi Ram. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi. Sementara Piangpern berjalan pulang duluan.


Sesampainya dirumah. Piangpern dikejutkan oleh Karn yang bersembunyi didekat pintu, dan mencium tangannya. Dengan senang, dan cemas, Piangpern memberitahu Karn bahwa Bibi Ram bisa melihat Karn nanti.

“Tapi aku sangan merindukanmu,” kata Karn sambil mencium tangan Piangpern berkali- kali.


Ketika Bibi Ram tampak sudah kembali, maka Karn pun langsung mundur dan bersembunyi lagi ditempat yang gelap. Tapi tanpa sengaja dia malah menabrak sesuatu dan membuat suara. Mendengar itu, maka Bibi Ram pun bertanya. Dan Piangpern beralasan bahwa itu mungkin tikus. Lalu dia masuk ke dalam rumah.


Langit bergemuruh. Tanda sudah akan hujan. Tapi dengan tenang, seorang  Pria malah sedang sibuk membakar ikan. Dan ternyata Pria itu adalah teman Karn.


Karn datang kepada nya dan memberitahu temannya tersebut mengenai Bibi Ram yang terus mengikuti Piangpern, sehingga dia tidak bisa berlama- lama melepas rindu dengan Piangpern. Dan temannya itu menanyakan mengenai Pria Chum Saeng, apakah itu benar atau tidak.

“Itu benar. Tapi Phen memberitahu ku bahwa dia tidak menyukainya sama sekali,” kata Karn.

“Dan jika Phor Kamnan memaksa nya untuk menikah, apakah Phen berani untuk menentangnya?”


“Jika terjadi begitu, maka aku akan mengurusnya dengan caraku sendiri,” kata Karn dengan serius. Dan mendengar itu, si Teman merasa terkejut.

“Apa kamu akan memperkosanya, Karn?!?” tanyanya. Dan Karn menjawab iya.

Didalam kamar. Piangpern duduk menatap hujan diluar jendela.

Renu menulis sesuatu dibukunya.


Dini hari. Ketika berjumpa dengan Renu, Mao memanggilnya dan menanyakan apakah benar Yoi pergi ke Koey Chai kemarin. Dan Renu menjawab tidak tahu.

“Perahu yang disewanya, di kemudikan oleh cucuku. Sudah lama, dia tidak pernah meninggalkan rumah, kecuali untuk masalah uang,” kata Mao.

“Dia mungkin pergi untuk menagih uang atau sesuatu,” balas Renu.


“Tidak! Dia pergi ke rumah Mhor Mee! Pria yang mengobati.”

“Oh! Dia mungkin membeli obat untuk Ayah. Karena batuk Ayah belum sembuh.”


“Tidak mungkin. Mhor Mee itu juga dukun. Dia bisa mengecek takdir, dan mengembalikan hal yang buruk. Serta menyembukan guna- guna juga!” jelas Mao. Dan Renu merasa terkejut mendengar itu.

1 Comments

Previous Post Next Post