Sinopsis Lakorn : Endless Love Episode 4 - part 1



Sinopsis Lakorn : Endless Love Episode 4 - Part 1
Network : GMM 25
Sesampainya Day di rumah. Dia menemukan Ayahnya sedang mabuk, karena meminum minuman keras yang di sediakan oleh si pengasuh untuk memperingati hari kematian Ibu nya. Dan si pengasuh pun merasa cemas. Namun dengan pengertian, Day mengatakan bahwa si pengasuh bisa pulang saja.
“Apa kamu yakin kamu bisa menanganin dia?” tanya si pengasuh. Dan Day mengiyakan. Kemudian si pengasuh pun pamit pulang dan pergi.
Day mendekati Theep, dan mencoba untuk mengambil botol minuman keras ditangannya. Namun Theep tidak mau melepaskan botol itu. Lalu dengan emosi, Theep memukul Day dan memarahinya.
“Kamu. Kamu adalah alasan Istriku mati. Kamu pembawa sial. Kamu menyebabkan ketidak beruntungan kepada ku. Mengapa kamu lahir?! Kamu lahir untuk merusak hidupku. Kembalikan Istriku! Kembalikan Istriku!” teriak Theep.

Sesudah itu, Theep tiduran di lantai dan menangis sambil memanggil- manggil nama Istrinya. Mendengar itu, Day menangis.

Day berjalan sampai ke halte bus, dan duduk disana. Dia menangis.
Flash back

Dalam perjalanan pulang. Saat melewati halte bus, Day melihat seorang penjual balon disebrang dan dia menginginkannya. Namun Ibu mengajak nya untuk jangan sekarang, karena mereka harus buru- buru. Tapi Day tidak mau mendengarkan, dia melepaskan tangan Ibunya dan berlari pergi ke sebrang jalan.
Tepat disaat itu, sebuah mobil melaju dengan cepat ke arah Day. Melihat itu, Kaew pun langsung berlari untuk menolong Day. Hasilnya Kaew lah yang tertabrak.

Day menangis sambil memanggil- manggil Ibunya dan mengguncang tubuh Ibunya supaya sadar. Tapi Ibunya tidak membuka mata sema sekali. Day lalu meminta kepada si pengemudi untuk menolong Ibunya.
Flash back end

Day menangis mengingat kenangan tersebut. Tapi kemudian, dia menlap air matanya dan mengeluarkan hape nya.

Min menatap foto dirinya bersama dengan Ibunya. Dan kemudian disaat itu, Day menelponnya, dan  dia pun mengangkatnya.

Day mengakui bahwa dia ingin mendengar suara Min, maka dia pun menelpon Min. Lalu dia menanyakan, apa Min akan pergi berziarah besok. Dan Min menceritakan bahwa biasanya dia dan Ayahnya akan membawa bunga untuk Ibunya, tapi ..
“Ada apa?” tanya Day, karena Min tiba- tiba terdiam.
“Ketika sudah dekat hari peringatan Ibuku, Ayah selalu begitu berduka. Dia pasti sangat merindukannya,” jelas Min. Dan Day mengerti itu. 

Min kemudian menanyakan, apakah Day sedang di jalan raya sekarang, karena dia mendengar suara mobil. dan Day menjawab bahwa dia sedang di luar untuk membeli sesuatu.
“Tengah malam seperti ini?” tanya Min. Dan Day diam. “P’Day, kamu merindukan Ibumu, bukan? Suara mu terdengar sangat kesepian. Aku pikir itu tidak memalukan. Aku tidak akan mengejek mu. Normal bagi setiap orang untuk memikir kan Ibu mereka.”

“Aku merindukan dia. Sangat merindukan dia. Aku berharap bisa melihat dia sekarang.” Day menangis pelan. “Ya. Kamu benar. Bukankah itu aneh? Aku merasa bahwa hanya kamu satu-satunya di dalam dunia ini yang mengerti aku. Apa kamu berpikir seperti itu juga?” balas nya.
“Mm.. aku pikir aku harus matikan dan menyelesaikan pr ku,” balas Min beralasan, sambil tersenyum malu- malu. Kemudian dia pun mematikan nya.
Min kemudian memegang dada nya sendiri sambil tersenyum. Dia merasa aneh, karena jantung nya terasa berdetak sangat cepat.
Day menghampiri Min yang sedang duduk sendirian di kantin sekolah. Dia ikut melihat lukisan dirinya yang di lukis oleh Min. “Apa kamu sedang mengecek tubuh telanjang seorang pria?” tanya nya, menggoda.
“Tidak,” balas Min, cepat.

Day tersenyum dan memuji model pria didalam lukisan Min, tubuh model itu sangat bagus menurutnya. Dan mendengar itu, Min tertawa pelan, dia mengatai bahwa Day seharusnya malu memuji diri sendiri seperti itu. Lalu dia menjelaskan bahwa model tersebut tampak bagus, karena lukisannya.
“Oh. Hanya mengadakan pameran sekali, dan menjual satu lukisan. Apa itu memberimu banyak kepercayaan diri?” tanya Day. Dan Min langsung memukulnya.
Sambil tersenyum, Day menahan tangan Min yang memukulnya, dan meminta maaf. Kemudian dia memuji bahwa Min sangat berbakat. Mendengar pujian itu, Min merasa malu, dan melepaskan tangannya dari Day. Dia  kemudian pamit untuk pergi duluan, karena dia masih ada kelas.
“Hey, seorang seniman harus berpikiran terbuka,” komentar Day sambil mengikuti Min. “Tidak bisakah kamu menerima kritikan?” tanyanya.
Day ikut masuk ke dalam kelas Min. Melihat itu, Min tertawa dan bertanya, apakah Day ada mengambil kelas ini juga. Dan Day mengangguk. Namun Min tahu Day berbohong, karena dia tidak pernah melihat Day sebelumnya disini.
“Duh, matamu mu begitu buruk,” kata Day sambil mengetuk dahi Min. Lalu dia duduk disebelah Min, dan mengeluarkan buku pelajarannya.
Guru masuk ke dalam kelas dan memulai pelajaran. Dengan serius, Min serta Day mendengarkan penjelasan guru.
“Ketika kamu memikirkan seseorang, atau ketika kamu tertarik pada seseorang. Otak mu akan menyimpan orang itu didalam ingatan. Setelah itu, kamu akan merasa orang itu selalu muncul di hadapanmu,” jelas si guru.

Mendengar itu, Min jadi teringat tentang saat pertama kali Day datang ke pameran lukisannya. Saat itu ketika mendengar temannya sudah datang, Min langsung tersenyum dan berpikir bahwa itu pasti adalah Day.
“Dan hal paling aneh adalah, bahkan saat orang tersebut berada di kerumunan orang ramai. Matamu bisa melihat orang tersebut sebelum siapapun yang lain. Sejak otakmu mengingat orang tersebut, matamu akan tertuju pada orang tersebut. Itu berarti cinta mendeteksi,” jelas si guru.
Min kemudian teringat lagi. Saat dia mencari Day untuk meminta maaf, ketika itu dengan hanya melihat punggung Day saja. Dia sudah tahu bahwa itu adalah Day, jadi dia pun memanggil Day, dan mendekatinya.
“Kamu menyadari seseorang yang ada. Apa kamu mengerti sekarang?” tanya si guru.


Min memandang ke arah Day. Dan Day balas memandang ke arah Min sambil tersenyum. Kemudian suasana di sekililing mereka berubah menjadi kosong, tapi sangat indah dan tenang. Seolah dunia hanya milik mereka berdua saja.

Phen menanyakan pada Phon, siapa pria yang disukai oleh Min. Sebab kemarin direstoran Min datang dan mengatakan itu kepada mereka. Min mengatakan jantung nya berdetak cepat, setiap melihat pria tersebut.
“Apa Min benar mengatakan itu?” tanya Phon, tidak percaya.

“Kelihatannya seperti kamu telah di campakkan. Aku sudah bilang padamu untuk tidak berkencan dengan wanita manapun. Aku sudah tahu, ini akan terjadi kepada kamu suatu hari nanti,” balas Phen, menceramahi nya.
Phon berkomentar, kalau tidak ada seorang pun Ibu yang mengatakan itu kepada anak sendiri. Dan Phen membalas bahwa tidak ada seorang pun wanita yang suka dengan playboy. Setelah mengatakan itu, Phen pun pergi. Dan Phon terdiam.
Malam hari. Day membawa Min ke tempat nya berjualan. Disana dia memperkenalkan Min kepada Cue, tapi Cue bersikap cuek.
Min kemudian melihat- lihat barang jualan seperti bindo, karena dia merasa itu sangat manis. Day mengikutinya, dan memuji bahwa bindo itu terlihat bagus pada Min. Melihat itu, Cue tampak iri dan mendekati mereka berdua.

“Hey, putri kaya sepertimu tertarik pada barang murahan juga?” tanya Cue, ketus.
“Ya. Mereka cantik dan tidak mahal. Aku akan mengambil semuanya. Ini dan ini,” kata Min sambil memilih semua pita yang tampak manis. Kemudian dia tersenyum kepada Day. “P’Day, bisakah kamu membelikan mereka untukku?” tanyanya.

Mendengar itu, Cue langsung mengeluh. Dan Min menjelaskan bukankah barusan Cue menyebut nya putri kaya, jadi dia akan membeli semuanya, lalu dengan manis dia meminta Day membelikan itu untuknya, dan Day merasa kebingungan.
“Hey, aku sudah menyuruhmu untuk tidak berkencan dengannya. Kamu bahkan tidak punya uang untuk makan. Bagaimana bisa dia menyuruh mu membelikan barang untuk nya?!” teriak Cue. Dan Min tertawa melihar reaksi itu.

“Kamu tidak boleh menipu temanku. Dengarkan, selama aku disini, tidak seorangpun bisa membodohi nya!” kata Cue, memberikan peringatan. Dan Day langsung menghentikannya.
Min bertepuk tangan dan tertawa. “Bagus. Aku merasa sangat bangga,” kata Min sambil menepuk bahu Cue serta Day.
Dengan heran, Day menatap Min. Sementara Cue kembali mengomel.


Min kemudian membantu Day berjualan. Dia berteriak dan memasarkan pakaian jualan milik Day, dan banyak orang yang datang. Melihat itu, Day tersenyum bangga kepada Cue. Dan Cue yang merasa iri mencoba untuk memasarkan tas nya juga. Dengan berbaik hati, Min pun membantu memasarkan tas milik Cue juga kepada pelanggan yang datang.
Dengan senang, Cue tersenyum akhirnya kepada Min.
Day mengantar kan Min pulang menaiki motor. Dia memandangin Min dan  mengucapkan terima kasih atas pertolongan Min hari ini. Dan dengan raut wajah malu, Min menyuruh Day untuk melihat ke depan dan fokus.
Day kemudian menarik tangan Min untuk memegang pinggannya. “Pegangan yang erat,” katanya. Dan Min melakukannya.

Sesampainya di rumah. Min mengucapkan terima kasih untuk tumpangannya. Dan Day balas mengucapkan terima kasih juga, karena Min telah banyak membantu nya hari ini. Min kemudian pamit, dan masuk ke dalam rumah.
Dengan senang, Day tersenyum melihat itu.

Didalam rumah. Piroj memberikan banyak pertanyaan tentang pria yang Min sukai. Dan Min memberikan jawaban yang singkat. Dengan tidak senang, Piroj menyuruh Min untuk membawa Day, pria yang Min sukai, karena dia ingin bertemu langsung dengan Day.
“Hubungan kami tidak seserius itu,” kata Min, pelan.

“Jika kamu belum ingin aku mengenal dia, bagaimana bisa kamu mempermalukan ku di depan Ny. Pornphen?” balas Piroj, emosi. “Bawa dia menemui ku, dan aku akan memutuskan jika kamu boleh berkencan dengannya atau tidak,” tegas Piroj.
“Baiklah,” jawab Min, pelan.

Didalam kelas lukis. Min terus melamun. Melihat itu, Ne bertanya apakah Min akan menemui Day. Dan dengan heran, Min menjawab tidak.
Ne kemudian bercerita bahwa menurutnya, Min serta Day tampak sangat dekat. Walaupun dia tahu kalau Min sudah lama tertarik kepada Phon, tapi jika dia adalah Min dan dekat dengan seseorang seperti Day, maka dia akan merasa bergetar juga. Lalu dia bertanya, apakah Min yakin tidak tertarik sedikit pun kepada Day.
“Um,” jawab Min, pelan.


Mendengar itu, Ne langsung memeluk Min dengan gembira. “Aku sakit beberapa hari ini memikirkan bahwa kamu menyukai dia. Jika kamu tidak tertarik padanya, maka tolong bantu aku,” pinta Ne.
Min bertanya, pertolongan seperti apa yang Ne inginkan. Dan Ne pun menjelaskan bahwa sejak pertama dia bertemu dengan Day, dan hari ketika mereka menggambar otot six pack di tubuh Day. Dia sudah merasa sangat tertarik kepada Day, dia bahkan memimpikan tentang Day. Dan dia berpikir dia harus membuat mimpinya menjadi kenyataan.
“Tolong, tolong, tolong,” pinta Ne, merengek manja. “Kamu tidak perlu melakukan apapun terlalu banyak. Hanya bukakan saja jalan untukku. Dan aku akan mengurus sisanya,” jelas Ne, bersemangat.
Dengan ragu, Min pun berpikir lama. Dan Ne langsung merebut hape Min, dia menyuruh Min untuk tidak terlalu berpikir banyak dan hubungin Day.

Saat mendengar suara Min di telpon, Day tersenyum.
Ne memberikan pengarahan kepada Min, dan Min mengikutinya. Dia menanyakan, dimana Day sekarang.
“Ada apa?” tanya Day.
“Bisakah kamu menemuiku sekarang?” pinta Min.
Dan mendengar itu, Day tersenyum lebar. “Tentu, mengapa tidak?” jawabnya cepat.
Setelah telpon dimatikan, Ne dengan bersemangat bertanya bagaimana. Dan Min menjawab bahwa Day akan datang. Dengan gembira, Ne pun memeluk Min dan berterima kasih kepadanya.


Day berdandan dengan rapi. Dia berkali- kali memandang dirinya sendiri di cermin, kemudian setelah itu dia mengambil bindo yang dibelinya, karena sebelumnya Min tampak sangat menyukai itu. Dia tersenyum memikirkan kalau Min pasti akan senang.

Sesampainya dikampus. Day merasa heran, kenapa ada Ne juga. Dan Ne pun menjelaskan bahwa dialah yang telah meminta Min untuk menelpon Day, dan mengajak Day untuk datang. Karena dia ingin lebih mengenal Day.
Mendengar itu, Day tampak kecewa dan memandang ke arah Min. Namun Min tidak berani balas memandang Day, karena dia merasa bersalah.

“Aku mungkin terlihat seperti gadis biasa, tapi aku lucu. Aku telah diberitahu oleh banyak pria bahwa aku membuat mereka merasa nyaman. Apa aku tidak terlalu berlebihan mengiklankan diriku?” tanya Ne, berusaha untuk mencairkan suasana yang terasa tidak enak, karena Day hanya diam saja sedari tadi.
Dan ketika Day masih tetap saja diam, maka Ne pun memberikan kode kepada Min untuk meninggalkan nya bersama dengan Day. Mengerti kode itu, maka Min pun pamit dengan alasan masih ada kelas.
Tapi sebelum Min pergi, Day langsung berbicara. “Itu aku yang harus pergi ke kelas. Permisi,” kata Day dengan kesal. Lalu dia pergi.
“P’Day! Mengapa kamu bersikap seperti itu?” teriak Min, bertanya. Lalu dia pun pamit kepada Ne, dan menyusul Day.
Dengan canggung, Ne pun cuma bisa terdiam di tempatnya.
Day menyalakan motornya dan ingin pergi. Namun Min langsung berlari dan menarik baju nya. Dia meminta Day untuk menunggu dan berbicara sebentar. Dengan malas, Day pun terpaksa mematikan mesin motornya, dan membiarkan Min untuk berbicara.
“Mengapa kamu begitu kasar kepada temanku? Bahkan jika kamu tidak menyukai dia, kamu tidak perlu kasar. Kamu benar- benar kasar kepadanya, kamu tahu? Atau kamu berpikir kamu bisa memilih karena kamu tampan? Kamu tidak punya pacar sekarang. Aku memperkenalkan seorang gadis padamu. Kamu harusnya berterima kasih kepadaku,” omel Min.

Mendengar itu, Day diam saja dan menatap tajam kepada Min. Menyadari kalau sepertinya Day marah, maka Min pun meminta maaf, karena sudah memperkenalkan temannya begitu saja tanpa memberitahukan pada day terlebih dahulu, namun dia masih merasa kalau seharusnya Day tidak bersikap kasar kepada temannya.
“Hey!” kata Day ingin berbicara. Tapi tepat disaat itu, sebuah motor tiba- tiba lewat, jadi Day pun langsung menarik Min mendekat padanya.
Menatap mata Day secara dekat, Min merasa gugup dan bertanya- tanya dalam hatinya, apa yang harus dilakukannya, karena jantungnya berdetak kencang lagi, dan saat ini jarak mereka sangat dekat, sehingga dia takut Day bisa mendengarnya. Lalu dia pun melepaskan pelukan Day pada pinggangnya.
“Kamu sudah selesai bicara, kan?” tanya Day. Dan Min diam. Kemudian Day pun menyalakan mesin motornya.
“P’Day, tunggu. Dengarkan aku,” pinta Min, tapi Day langsung melaju pergi. “P’Day!” teriak nya. “Aku belum dapat kesempatan untuk mengatakan bahwa Ayahku ingin bertemu dengannya,” gumam Min, stress.
Si pengasuh meminta maaf kepada Day. Dia menjelaskan bahwa dia telah menyimpan minuman keras itu di tempat yang baik, namun Theep masih bisa menemukannya dan meminumnya lagi. Hasilnya sekarang Theep pun mabuk lagi.
“Biarkan dia,” kata Day, tidak tahu harus bagaimana juga.
“Dia sedang bad mood. Dia tidak mau makan. Kamu harus berhati- hati ya,” kata si pengasuh, memperingatkan Day dengan cemas. Lalu dia pamit dan pulang.
Day duduk di sebelah Ayah. Dia mengambilkan sesuap nasi dan meminta Ayahnya untuk makan. Tapi Theep dengan kasar menepis tangan Day yang ingin menyuapinya, dan membuang makanan di atas meja.
Dengan lelah, Day pun diam saja. Lalu dia berusaha untuk menghentikan Ayahnya untuk tidak minum lagi. Tapi Theep tidak mau, dan berusaha untuk mempertahankan botol minum keras nya itu. Kemudian akhirnya botol minuman itu pun terjatuh ke lantai dan pecah.
Melihat botol minumannya pecah dan isinya tumpah semua di lantai. Theep pun langsung berjongkok dan menggunakan tangannya untuk mengumpulkan minuman yang ada. Dan Day pun memintanya agar berhenti, karena tangan Theep bisa saja terluka terkena pecahan kaca.
Tapi Theep kemudian malah mendorong Day. “Ini semua karena kamu,” teriak nya emosi. Lalu dia ingin pergi keluar dan membeli yang baru.
“Ayah, tidak,” kata Day, menghentikan Ayahnya.


Lepaskan aku. Apa yang kamu lakukan? Lepaskan aku,” kata Theep. Dia memberontak dengan marah dan memukul- mukul Day.
Namun walaupun dirinya di pukuli, Day bertahan dan membiarkannya. Dia menarik Ayahnya untuk masuk ke dalam kamar, lalu dia menguncinya.
“Jangan kunci aku. Biarkan aku keluar. Apa kamu ingin membunuhku juga? Kamu telah membunuh istriku. Apa kamu ingin membunuhku sekarang? Kamu pembunuh!” teriak Theep dari dalam kamar.
Mendengar itu, Day menangis dalam diam.

Piroj memandangin foto istrinya dengan perasaan sedih. Dan kemudian Min masuk ke dalam kamar menghampirinya dengan membawakan segelas minuman hangat.
“Ayah, jika Ibu melihat kamu sedih seperti ini, dia akan merasa tidak enak,” kata Min, menghibur Ayahnya. “Kesehatan Ibu memang tidak baik, dan kamu tidak bisa melakukan apapun pada itu. Jangan salahkan dirimu sendiri. Dia ingin kamu bahagia.”


“Bagaimana bisa aku tidak menyalahkan diriku sendiri? Ibumu sakit serius, dan aku tidak punya clue. Pada detik terakhir hidupnya, aku tidak ada disampingnya,” jelas Piroj, menyalahkan diri sendiri.
“Tapi dia tidak pernah menyalahkan mu. Dia terus memberitahuku untuk menemukan pria seperti mu. Pria yang setia sepertimu,” hibur Min sambil memeluk Piroj. Dan dengan penuh kasih sayang, Piroj mencium kening Min dan menyuruhnya untuk pergi tidur.
Karena itu, maka Min pun pamit dan pergi untuk tidur. Namun dia ingin Ayahnya juga tidur, karena malam sudah sangat larut.
“Aku bukan pria yang baik. Aku membiarkanmu mati, dan aku tidak pernah meneteskan air mata. Aku orang yang buruk,” gumam Piroj sambil memandang foto Istrinya.

Flash back
Saat sedang bekerja, Piroj mendapatkan telpon bahwa Wan, Istrinya, memerlukan operasi. Dan mendengar itu, Piroj pun bertanya di rumah sakit mana Istrinya sekarang berada. Lalu dia segera bergegas.

Piroj mengemudi mobil dengan kencang. Dan karena sesuatu, maka dia pun tidak fokus dalam menyentir. Sehingga dia tidak sengaja menabrak orang yang lewat didepan mobilnya. Orang tersebut adalah Ibu Day, Kaew.
Melihat Day menangis pada hari itu, dan Kaew yang terbaring tidak sadarkan diri dijalan. Piroj merasa takut.
Flash back end
Piroj memegang album foto Istrinya dengan erat.


Day berpakaian dengan rapi, dan memanggil Ayahnya yang masih berada di dalam kamar. Tapi tidak ada jawaban, dan ternyata ketika dia membuka pintu kamar, dia menemukan Theep tidak ada di dalamnya. Jadi dia pun mencari ke sekeliling rumah.
Dan lalu Day menemukan Theep pingsan di dekat ruang tamu. Melihat itu, Day dengan panik memanggil- manggil Ayahnya, tapi Ayahnya tidak terbangun.

Min mengingat omelan nya pada Day semalam dan merasa bersalah. Dia memukul mulut nya sendiri. “Aku harus belajar untuk mengontrol lidah tajam ku,” tegur nya pada diri sendiri. “Haruskah aku menelpon dia dan meminta maaf?” tanyanya dengan perasaan ragu.
Kemudian tepat disaat itu, Cue menelponnya. Jadi Min pun mengangkatnya, dan bertanya ada apa. Lalu ekspresi nya tampak terkejut.

Post a Comment

Previous Post Next Post