Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Musim panas.
Tahun 1999.
Didepan Toko
Mie Haichao. Li Jian Jian menggambar di atas tanah. Lalu sebuah mobil pindahan
dari keluarga baru lewat. Dan barang di dalam mobil tersebut tidak sengaja
terjatuh didekatnya. Sehingga mobil pun berhenti.
Dengan manis, Jian Jian tersenyum kepada Ling Xiao yang berada didalam mobil. Namun Ling Xiao menatapnya dengan dingin dan sikap cuek.
Ling Heping
keluar dari mobil dan memeriksa Jian Jian. Dan Li Haichao juga keluar dari toko
untuk memeriksa Jian Jian. Lalu mereka berduapun saling berkenalan. Dan
berbincang dengan akrab sebagai tetangga baru.
“Ling. Panas
begini, kita pindah barang dulu,” panggil Chen Ting, tidak sabaran.
“Istriku, Chen
Ting. Anakku, Ling Xiao,” kata Ling Heping, memperkenalkan keluarganya. Dan Li
Haichao menyapa mereka berdua dengan ramah.
“Aduh, manis
sekali anak itu,” puji Li Haichao. “Sapa kakak dulu,” katanya kepada Jian Jian.
Dan Jian Jian tersenyum serta melambaikan tangannya kepada Ling Xiao.
Setelah itu,
Li Haichao menawarkan diri untuk membantu Ling Heping nantinya dalam
memindahkan barang- barang pindahan. Dan Ling Heping mengucapkan terima kasih
banyak. Lalu diapun masuk ke dalam mobil.
Li Haichao
kemudian menanyai, kenapa Jian Jian tidak menghabiskan mie nya, dan malah
keluar bermain. Dan Jian Jian menjawab bahwa sekarang dia masih belum selesai
menggambar Li Haichao. Mendengar itu, Li Haichao melihat gambar yang Jian Jian
buat dan merasa terharu.
“Sebagus ini,
harus ada hadiah, ‘kan?” tanya Li Haichao. Dan Jian Jian mengiyakan dengan
bersemangat. “Baik, kuhadiahkan sebuah es krim.”
“Aku mau
dua,” pinta Jian Jian. Dan Li Hachao setuju. Tapi Jian Jian harus menghabiskan
mie nya dulu. Dan lalu dia menggendong Jian Jian masuk ke dalam toko.
Ling Heping
sangat puas dengan rumah baru mereka. Pencahayaan yang bagus, tetangga yang
ramah, dan bahkan Bibi Fang barusan memberikan sup iga besar. Dan Chen Ting menceritakan
kepada Ling Heping bahwa barusan Bibi Fang ada memberitahu kalau Li Haichao
yang tinggal dibawah, istrinya baru meninggal tahun lalu, sepertinya saat hamil
enam bulan dia baru menyadari ada hipertensi paru- paru, dokter menyarankan
induksi persalinan, tapi dia tidak bersedia dan tidak mau mendengarkan bujukan
keluarganya, hasilnya belum sampai lahir, ibu dan janin meninggal. Jadi Chen
Ting mengingatkan Li Haichao untuk berhati- hati dalam berbicara nantinya.
“Gadis kecil
yang kita temui dibawah tadi, begitu kecil sudah tak punya Ibu, sungguh
kasihan,” komentar Ling Heping.
“Kasihan?
Aku merasa keluarga kita tak lebih baik dari orang lain,” balas Chen Ting.
Saat Chen
Ting mengatakan itu, suasana menjadi canggung dan tidak enak. Ling Heping yang
sudah selesai merakit kipas angin langsung mengarahkan itu kepada Chen Ting
yang kepanasan dan tertawa. Lalu dia menyuruh Chen Ting untuk beristirahat dan
jangan berpikir lagi, juga nanti dia akan pergi melapor ke kantor baru pulang
ke rumah. Dan suasana hati Chen Ting jadi tampak lebih membaik.
“Saat pulang
beli Ayam Jahe, Ling Xiao suka,” kata Chen Ting, mengingatkan. Lalu dia pergi
ke kamar Ling Xiao dan memanggilnya.
Didalam
kamar. Ling Xiao sedang melihat foto keluarga mereka dulu. Ibu, Ayah, Adik, dan
Dia. Lalu ketika Chen Ting datang, dia langsung menyembunyikan itu ke dalam
tempat tidur. Dan melihat itu, Chen Ting merasa curiga. Dan memeriksa apa yang
Ling Xiao sembunyikan.
Melihat
barang- barang dan foto yang Ling Xiao sembunyikan itu, Chen Ting merasa sangat
sedih dan menangis. Dan Ling Xiao meminta maaf. Tanpa mengatakan apapun, Chen
Ting merobek foto itu. Lalu dia pergi.
Chen Ting
membuang sobekan foto itu dan barang- barang yang ada didalam kotak ke dalam
tempat sampah di depan kompleks. Dan disaat
itu Jian Jian datang serta memanggilnya.
“Kakak ada
dirumah?” tanya Jian Jian. “Kubelikan es krim untuk nya,” katanya sambil
menunjukkan es krim yang dibawanya dengan hati- hati.
“Dia tak
makan es krim. Terima kasih,” jawab Chen Ting. Lalu dia pergi.
Malam hari.
Setelah siap menyiapkan makanan, Li Haichao memanggil Jian Jian untuk makan.
Tapi Jian Jian tidak menjawab. Jadi diapun masuk ke dalam kamar Jian Jian.
“Ayah,”
panggil Jian Jian sambil menunjukkan foto yang baru saja selesai ditempelnya.
“Keluarga Kakak ternyata masih ada Adik perempuan.”
“Kamu dapat darimana?”
tanya Li Haichao, heran.
“Bibi lantai
atas yang buang, satu kotak penuh mainan,” jawab Jian Jian sambil menunjukkan
barang- barang yang di temukannya. Dan Li Haichao merasa itu tidak boleh di
simpan. Tapi Jian Jian tidak mau barang yang ditemukannya ini dibuang, karena
dia mau.
Dengan
lembut, Li Haichao menasehati Jian Jian bahwa kita tidak boleh mengambil barang
milik orang lain. Dan juga Jian Jian tidak boleh membahas tentang masalah Adik
kecil ini dengan Paman dan Bibi di atas. Dan Jian Jian tidak mengerti kenapa.
“Karena
mereka tak punya adik ini lagi,” kata Li Haichao.
“Apakah
seperti Ibuku? Sudah meninggal?” tanya Jian Jian dengan polos.
“Bukan juga,
dia pergi ke laut untuk jadi dewi,” jawab Li Haichao dengan sedikit berbohong.
Li Haichao
dan Jian Jian kemudian bermain- main sebentar sambil tertawa dengan gembira.
Setelah itu, Li Haichao ingin membuang barang- barang yang Jian Jian temukan
itu. Tapi Jian Jian tetap tidak rela, apalagi foto barusan. Dengan sikap manja,
Jian Jian memeluk Li Haichao dan menjelaskan bahwa dia sudah menempelnya begitu
lama.
Mendengar
itu, Li Haichao pun membiarkan Jian Jian untuk menyimpan barang- barang
tersebut. Lalu dia mengajak Jian Jian untuk cuci tangan dan makan. Dan Jian
Jian mengiyakan dengan bersemangat.
Ketika Jian
Jian pergi. Li Haichao membantunya menyusun kembali foto keluarga Ling Heping
menjadi satu.
Suatu saat,
Bibi Qian datang ke toko Li Haichao. Dia menyuruh Li Haichao untuk berganti
pakaian dengan yang lebih bagus, karena dia ingin memperkenalkan Li Haichao
kepada seseorang. Dan Li Haichao tertawa serta menjelaskan bahwa dia baru saja
memakai baju ini dan baju ini masih bersih, juga menilai orang jangan dari
bajunya. Dan dengan malas, Bibi Qian pun mengiyakan dan menyuruh Li Haichao
untuk melepaskan celemeknya saja.
“Nenek Qian,
kita mau kemana?’” tanya Jian Jian, penasaran.
“Xiao Jian
Jian, kita bermain ke taman. Bagaimana?” tanya Bibi Qian. Dan dengan
bersemangat, Jian Jian mengiyakan. Lalu mereka bertiga pun pergi bersama- sama.
Bibi Qian
memperkenalkan Li Haichao dan Jian Jian kepada He Mei dan putra nya He Ziqiu.
Dan dengan ramah Li Haichao menyapa He Mei dan Ziqiu, sementara Jian Jian
bersikap cemberut dan kabur.
“Sudahlah,
aku temani dia,” kata Bibi Qian kepada Li Haichao. “Kalian berbicaralah, ya,
saling mengenal dulu,” jelasnya. Lalu dia pergi mengejar Jian Jian yang kabur.
He Mei dan
Li Haichao kemudian menawari Ziqiu untuk bermain- main dengan Jian Jian. Dan
Ziqiu mengiyakan serta pergi mengejar Jian Jian. Lalu He Mei dan Li Haichao
duduk bersama dan mengobrol. Tapi mereka berdua sama- sama tampak canggung
kepada satu sama lain.
Pertama, He
Mei membahas tentang Istri Li Haichao yang sudah meninggal. Lalu dia
menanyakan, apa hobi Li Haichao. Dan Li Haichao menjawab pertanyaannya. Juga
hobinya adalah memasak. Lalu dia bertanya balik. Dan He Mei menjawab bahwa dia
suka membaca buku. Dan mendengar buku- buku yang He Mei sebutkan, Li Haichao
sama sekali tidak ada mengetahui satupun. Lalu He Mei mengubah katanya-
katanya, dia mengatakan bahwa dia juga sibuk, jadi dia jarang membaca buku. Dan
Li Haichao mengiyakan.
“Kamu begitu
sibuk bekerja, bagaimana mengatasi makan anakmu?” tanya Li Haichao, ingin tahu.
“Dia membeli
makannya sendiri,” jawab He Mei. “Meski tidak tega, tapi tidak ada pilihan lain
lagi. Dalam satu hari, aku berdiri puluhan jam ditoko,” jelasnya.
“Sungguh
melelahkan, mana ada waktu memasak,” kata Li Haichao, mengerti. “Begini, ada
waktu bawa anakmu ke tokoku, makan mie,” katanya, menawarkan.
“Kamu suka
anak- anak?”
“Suka. Tentu
saja, suka. Anak- anak menggemaskan. Mengelilingimu dengan suaranya. Manis,”
jawab Li Haichao sambil tertawa senang.
Bibi Qian
memberlikan pistol air untuk Jian Jian. Dan Jian Jian langsung menggunakannya
untuk menembak Ziqiu. Dan Bibi Qian menghentikan Jian Jian untuk jangan
melakukan itu.
“Dia bukan
Kakak ku. Aku tidak mau Ibu tiri,” teriak Jian Jian, kesal.
“Kamu tidak
menyukai Bibi He Mei? Bibi He Mei sangat cantik, ada yang menyayangimu itu
bagus, ‘kan?” kata Bibi Qian, membujuk Jian Jian. Tapi Jian Jian tetap tidak
mau Ibu Tiri. Dan dia menganggap Bibi Qian sebagai orang jahat.
Jian Jian
kemudian berlari mengejar Ziqiu untuk menembaknya. Dan Ziqiu pun berlari kabur
menjauhinya. Melihat itu, Bibi Qian merasa pusing. Dan mencoba menghentikan
Jian Jian.
Saat pulang,
Li Haichao menasehati sikap Jian Jian kepada Ziqiu. Tapi Jian Jian tidak
peduli. Lalu ketika mereka bertemu dengan Chen Ting dan Ling Xiao. Dengan
senang, Jian Jian menyapa mereka.
“Kak Ling
Xiao, ayo main senapan air,” ajak Jian Jian. Dan Ling Xiao hanya diam saja.
“Adik
berbicara denganmu,” kata Chen Ting, mengingatkan. Tapi Ling Xiao tetap saja
diam.
Jian Jian
kemudian mengadu kepada Chen Ting bahwa barusan Li Haichao berkencan dengan
Janda cantik. Mendengar itu, Chen Ting merasa canggung dan pamit pergi duluan.
Malam hari.
Chen Ting menceritakan tentang Li Haichao kepada Ling Heping. Dia merasa Li
Haichao tidak baik, karena Istrinya baru meninggal setahun, tapi Li Haichao
sudah berkencan dengan wanita lain. Dan Ling Heping membalas bahwa menurutnya
Li Haichao lumayan bagus.
“Kenapa
makan secepat itu?” tanya Chen Ting, memperhatikan.
“Malam ini
aku berjaga,” jawab Ling Heping.
Chen Ting
merasa sangat tidak senang, karena Ling Heping baru saja pulang, tapi sudah mau
pergi lagi. Dan menurutnya, ini tidak berbeda dengan kehidupan mereka dulu.
Mendengar itu, Ling Heping hanya diam saja serta fokus memakan makanannya. Dan
Chen Ting tambah tidak senang serta berhenti makan.
“Begini
saja, kamu ganti saja. Pasangan Li Haichao yang sekarang itu, jika cantik kamu
juga coba lihat saja,” kata Chen Ting dengan ketus.
“Aku tidak
berani, Istriku. Aku berusaha bekerja semua demi kamu dan keluarga kita ini,”
jawab Ling Heping.
“Demi
keluarga ini? Kenapa aku tidak merasakannya?” balas Chen Ting. Lalu dia
berhenti makan dan masuk ke dalam kamar sambil membanting pintu. Dan suasana di
meja makan pun menjadi tidak enak.
Li Haichao
memberikan tugas besar kepada Jian Jian. Yaitu untuk mengantarkan hadiah
sambutan kepada keluarga Ling Xiao. Dan dengan bersemangat, Jian Jian
mengiyakan serta melaksanakan tugas nya.
Jian Jian
mengetuk pintu rumah. Dan Ling Xiao yang membuka kan pintu untuknya. Lalu saat
dia melihat makanan kacang kenari yang dibawa oleh Jian Jian, dia tampak
terkejut dan tidak suka. Dengan kasar, dia membuang kacang kenari tersebut dan
mengusir Jian Jian untuk pergi.
“Kenapa?”
tanya Chen Ting yang baru saja selesai memasak. Tapi Ling Xiao tidak menjawab
dan langsung menutup pintu rumah nya.
Li Haichao
terkejut ketika melihat kacang- kacang kenari yang jatuh berserakan. Dan diapun
naik ke atas, lalu menanyai Jian Jian, ada apa. Dan Jian Jian menjawab bahwa
tampaknya Ling Xiao tidak menyukai kacang kenari, jadi lainkali dia akan
memberikan yang lain. Seperti permen manis.
“Sudahlah
gini, masih mau makan permen. Gigimu ini sudah dimakan habis oleh kuman,” kata
Li Haichao sambil menunjuk gigi Jian Jian yang tinggal sedikit.
“Tak
masalah, habis masih bisa tumbuh,” jawab Jian Jian sambil tertawa.
Li Haichao
kemudian membantu Jian Jian memungutkan kacang- kacang kenari yang berserakan
di lantai.
Saat makan
siang, Ling Heping memberitahu Ling Xiao bahwa nanti setelah makan siang, ikut
dia turun dan minta maaf kepada Jian Jian yang sudah berniat baik untuk
memberikan hadiah kepada mereka. Tapi menurut Chen Ting itu tidak perlu.
Mendengar itu, Ling Heping menasehati Chen Ting untuk jangan tidak masuk akal
begitu. Dan Chen Ting merasa kesal dinasehatin seperti itu.
Melihat
kedua orang tuanya bertengkar lagi, Ling Xiao menghela nafas. Dan Ling Heping
merasa tidak enak serta meminta Chen Ting untuk jangan marah dan jangan
membahas lagi. Karena tidak baik bertengkar didepan anak.
“Sekarang
jadi Ayah baik, sebelumnya kamu kemana? Jika setiap hal kamu perhatian pada
kami, bisakah seperti itu?” teriak Chen Ting.
“Sudahlah.
Kita sudah sepakat tidak membahas ini lagi dan hidup dengan baik, ‘kan?” balas
Ling Heping dengan lembut.
“Aku yang
ungkit? Aku tidak ingin hidup baik?” balas Chen Ting, tidak terima.
Ling Heping
langsung mengalah serta mengaku bahwa dialah yang salah. Lalu dia mengajak
mereka untuk lanjut makan, karena dia mau lanjut bekerja lagi. Dan mendengar
itu, Chen Ting kembali marah- marah lagi.
Li Haichao
dan Jian Jian yang tinggal di lantai bawah mereka. Mereka berdua diam, makan,
dan sambil mendengarkan suara bertengkaran di atas.
Ling Xiao
menyapu pecahan piring dan makanan yang berserakan dilantai. Melihat itu, Ling
Heping merasa stress dan sedih untuk putranya tersebut.
Sedangkan
Chen Ting, dia berdiam diri didalam kamar dan menangis.
Bibi Qian menyakinkan
He Mei bahwa Li Haichao adalah orang yang baik dan mapan. Dan jika mereka
berdua jadi menikah, maka mereka berdua akan langsung punya sepasang anak.
Tepat disaat
itu, Li Haichao dan Jian Jian pulang ke toko. Ketika Jian Jian melihat Ziqiu
memegang mainan kataknya, dia merasa kesal dan marah. Dan Ziqiu pun
mengembalikan mainan nya. Tapi Jian Jian tidak mau terima.
“Kenapa
bicara begitu pada Kakak? Kenapa malah memukulnya?” tanya Li Haichao,
menasehati Jian Jian. “Dia adalah tamu. Ayah sudah bilang kan, apa itu tamu?
Tamu adalah raja. Lagipula sebulan ini, sudah berapa katak yang kamu rusak?
Jika rusak tidak ada uang beli lagi,” katanya, mengancam Jian Jian.
Namun Jian
Jian masih tetap tidak mau bersikap lembut dan bersikap baik kepada Ziqiu.
Li Haichao kemudian
memberikan buah kepada Ziqiu dan menanyai, apakah Ziqiu bisa memaafkan Jian
Jian. Dan Ziqiu menjawab bahwa dia memang salah karena sudah mengambil mainan
Jian Jian, jadi Li Haichao tidak perlu meminta maaf. Mendengar itu, Li Haichao
menyukai Ziqiu dan memuji Ziqiu sungguh baik.
“Jangan
sentuh dia,” kata Jian Jian, cemburu karena Li Haichao bersikap sangat baik
kepada Ziqiu dan bahkan mengelus pipi Ziqiu. Dan Li Haichao tertawa.
Li Haichao
kemudian menanyai setiap orang ingin makan apa. Lalu diapun pergi ke dapur
untuk memasak. Sementara Jian Jian pergi untuk bermain diluar.
Jian Jian
menghampiri Ling Xiao yang sedang membaca buku di ayunan. Dia menyanyi untuk
menarik perhatian Ling Xiao. Tapi Ling Xiao sama sekali tidak ada merespon.
Jadi Jian Jian pun langsung mendekatinya dan memberikan es krimnya. Tapi Ling
Xiao mengabaikannya serta berjalan pergi. Namun Jian Jian tidak mudah menyerah,
dia mengikuti Ling Xiao sambil terus berbicara dengan cerewet.
Malam hari.
Jian Jian merasa heran, kenapa keluarga Ling Xiao selalu bertengkar setiap
hari. Dan Li Haichao bercanda dengan menanyai, apakah atap mereka akan
berlubang dan jatuh ke rumah mereka. Dan Jian Jian tertawa.
Ketika Ling
Xiao sedang duduk membaca buku dilantai, Jian Jian datang dan memuntahkan biji
semangka satu persatu kepadanya. Lalu ketika Ling Xiao menatap ke arahnya, Jian
Jian merasa sangat senang. Dan seperti biasa, Ling Xiao mengabaikannya serta
pergi.
Ling Heping
merasa ragu untuk pulang ke rumah dan makan disana. Jadi diapun datang ke toko
mie Li Haichao untuk makan disana. Dan disana dia bertemu dengan Bibi Qian
serta Bibi Fang.
Bibi Fang
menasehati Ling Heping bahwa sering bertengkar bisa merusak hubungan. Jadi dia
menyarankan Ling Heping untuk mengalah saja kepada Chen Ting. Dan Ling Heping
mengiyakan serta merasa malu juga.
“Gedung kita
tidak kedap suara, lempar mangkuk akan terdengar diseluruh gedung. Dirumah juga
ada anak, perhatikan itu,” kata Bibi Qian, ikut menasehati Ling Heping.
“Maaf, sudah
mengganggu kalian. Sebenarnya, aku ini sedang inisiatif untuk mengurangi
masalah. Sekarang suasana hatinya buruk, tidak senang pada siapapun. Aku… lebih
baik jangan muncul didepannya,” kata Ling Heping, menjelaskan.
“Kamu
menghindar terus juga tidak baik. Hati- hati. Kamu harus komunikasi dan mengaku
salah,” balas Bibi Qian. Dan Ling Heping mengiyakan.
“Saat
bertengkar tidak boleh dibiarkan. Jika dibiarkan, akan berakhir. Semua hal
harus dibicarakan,” kata Bibi Fang. Dan Ling Heping mengiyakan juga.
Lalu dengan
tenang, mereka bertiga makan bersama dan menikmati makanan buatan Li Haichao.
Bibi Qian
kemudian membahas tentang Jian Jian, dia menyarankan supaya Ling Xiao bisa
berteman dengan Jian Jian, anggap saja seperti Ling Xiao punya adik. Dan
mendengar itu, Ling Heping mengangguk kan kepalanya dengan pelan. Dia tampak
sedih, tapi dia tidak mau memberitahu orang.
Malam hari.
Saat Li Haichao baru pulang, seperti biasa dia mendengar suara Ling Heping dan
Chen Ting yang sedang bertengkar lagi. Dan mendengar itu, dia menghela nafas
malas. Lalu dia melihat Ling Xiao yang sedang duduk sendirian di tangga sambil
membaca buku, dan diapun mendekatinya. Serta mengajaknya untuk main dan bersama
makan di rumahnya. Tapi Ling Xiao menolak.
“Sudah
makan?” gumam Li Haichao sambil memikirkan alasan lain yang bagus. “Tidak
nyaman duduk disini, banyak nyamuk yang mengigit mu,” katanya. Dan Ling Xiao
diam.
Karena Ling
Xiao hanya diam saja. Li Haichao pun berniat untuk membiarkannya saja. Tapi dia
merasa sangat tidak tega. Jadi dia kembali mendekati Ling Xiao lagi.
“Begini,
jika kamu ingin ke rumah Paman, ketuk pintu saja,” kata Li Haichao dengan
ramah. Lalu diapun masuk ke dalam rumah.
Perut Ling
Xiao mulai berbunyi pelan. Dia sangat lapar. Dan ketika dia mencium aroma
makanan dari rumah Li Haichao, dia merasa tergoda. Tapi dia menahan dirinya dan
tidak kesana.
He Mei
datang berkunjung ke rumah Li Haichao. Dan Li Haichao menyambutnya dengan
ramah. Dia menjelaskan kepada He Mei yang tampak kepanasan bahwa jika dua rumah
memakai pendingin, maka pasti akan mati lampu. Jadi dia memberikan kipas tangan
biasa kepada He Mei, karena sekarang sedang mati lampu.
Li Haichao
kemudian menceritakan kepada He Mei tentang usaha mie nya dan kehidupannya. Dan
mendengar itu, He Mei tampak kurang tertarik. Jadi saat menyadari itu, Li
Haichao pun berhenti berbicara dengan cerewet.
He Mei lalu
gantian menceritakan tentang dirinya. Ayahnya meninggal cepat dan Ibunya
didesa. Setelah dia bercerai, dia baru tahu kalau dia hamil. Mengetahui itu, Li
Haichao memuji bahwa He Mei sangat hebat.
“Apanya yang
hebat? Jika tahu sesulit ini, aku tidak akan melahirkan. Anak itu mengikutiku
juga menderita, aku juga lelah,” kata He Mei dengan sikap lelah.
Dengan
canggung, Li Haichao tertawa dan bercanda. “Jika merasa menyesal dan merasa
repot, berikan Ziqiu padaku. Aku asuh. Aku suka anak- anak, tapi apakah kamu
bersedia?” tanyanya sambil tertawa. Dan He Mei tersenyum menanggapi.
Lalu tiba-
tiba terdengar suara pertengkaran antara Ling Heping dan Chen Ting yang tinggal
di lantai atas. Dan Li Haichao berkomentar bahwa bila orang tua bertengkar,
maka anak juga akan terkena dan ikut menderita. Jadi dia cukup kasihan kepada
Ling Xiao. Tepat disaat itu, lampu menyala.
Li Haichao
mengarahkan kipas angin di dekat He Mei, supaya He Mei tidak kepanasan. Lalu
dia pergi ke belakang sebentar untuk mengurus sesuatu.
Ling Xiao
duduk di ayunan sambil membaca buku seperti biasa. Lalu disaat itu, Zhu Peng
dan geng nya datang untuk menganggu Ling Xiao serta mengejek nya. Mereka
mengejek Ling Xiao bisu, karena Ling Xiao hanya diam saja. Dan Ling Xiao sama
sekali tidak peduli serta berniat untuk pergi saja. Tapi Zhu Peng dan geng nya
tidak membiarkan nya untuk pergi begitu saja.
Kemudian
Jian Jian dan Ziqiu datang untuk menolong Ling Xiao. Mereka berdua menyerang
Zhu Peng dan geng nya. Melihat itu, Ling Xiao merasa terkejut. Tapi lalu dia
bergabung bersama mereka berdua.
Ibu Zhu Peng
mengadu kepada Li Haichao tentang kelakuan Jian Jian dan Ziqiu. Dan Li Haichao
membela bahwa putrinya serta Ziqiu, karena mereka berdua juga ada terluka. Tapi
Ibu Zhu tidak peduli, karena mereka berdua yang memukul Zhu Peng duluan.
“Dia
menindas Kak Ling Xiao!” kata Jian Jian, menegakkan keadilan.
“Peng. Kamu
sudah kelas dua, ‘kan? Lihatlah sekarang kamu begitu besar dan tegap, sudah
jadi pria sejati,” puji Li Haichao. “Pria sejati harus melindungi adik- adik
disini, ‘kan?”
“Benar,”
jawab Zhu Peng dengan polosnya. Dan Ibu Zhu pun memarahinya.
Akhirnya
masalah pun terselesaikan. Ibu Zhu dan Zhu Peng kemudian pamit pergi. Dan
sebelum mereka berdua pergi, Li Haichao
mengundang mereka berdua untuk lain kali datang ke toko mie nya, dan dia akan
memberikan mie gratis. Mendengar itu, Zhu Peng mengucapkan terima kasih. Dan
Ibu Zhu merasa sangat senang serta puas.
“Kalian
berdua, cuci tangan dan makan,” panggil He Mei kepada Jian Jian dan Ziqiu yang
berdiri diam. Lalu sambil tersenyum dia memberitahu Li Haichao bahwa ini
pertama kalinya Ziqiu berkelahi dengan orang lain.
“Maaf.
Mengikuti keburukan Xiao Jian,” kata Li Haichao, merasa agak malu dan tidak
enak.
“Bagus juga.
Jadi lebih seperti anak laki- laki,” komentar He Mei.
Setelah Jian
Jian dan Ziqiu kembali. Mereka berempat mulai mau makan bersama. Tapi Jian Jian
agak cemberut sambil menatap Ziqiu, karena dia tidak senang makan bersama
dengan Ziqiu. Jadi Li Haichao pun memarahinya serta menasehatinya. Tapi Jian
Jian tidak mau mengaku bersalah. Dan Ziqiu mengalah seperti biasa. Sehingga
suasana jadi terasa agak canggung.
Lalu disaat
itu, terdengar suara ketukan dipintu. Dan Li Haichao pun merasa curiga. “Xiao
Jian, jujur padaku, kamu masih mengigit orang lain?” tanyanya dengan serius
sambil menatap Jian Jian.