Sinopsis Lakorn : Endless Love Episode 4 - part 2


Sinopsis Lakorn : Endless Love Episode 4 - Part 2
Network : GMM 25

Theep di tanganin oleh para dokter di dalam UGD.
Sementara Day menunggu dengan cemas di luar UGD sambil menangis pelan. Cue yang menemaninya, dia memohon agar Day pergi ke kantor registrasi, karena Day telah menunggu kesempatan untuk menjadi guru, jadi Day tidak boleh menyia-nyiakannya, walaupun dia tahu Day sangat khawatir pada Theep sekarang. Namun dia bisa menggatikan Day untuk menjaga Theep.
“Aku bertengkar dengannya. Jadi aku tidak mengecek nya. Dia menyalahkan ku untuk kematian Ibuku. Jadi aku tidak melihat dia. Dia dalam situasi begini karena aku. Apa gunanya menjadi guru, jika aku tidak memiliki dia dengaku lagi?” tanya Day sambil menangis.

“Itu tidak akan terjadi!” seru Min dengan suara keras. Dia tidak sengaja mendengar pembicaraan itu saat baru saja sampai. “P’Day, team medis sedang melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Ayahmu. Dia akan baik- baik saja. Kamu adalah anaknya, mengapa kamu tidak bisa mempercayainya? Kamu tidak bisa hanya duduk disini dan menangis. Itu seperti membawa sial,” jelas Min, menasehati dengan keras.
“Min, cukup,” pinta Cue, menghentikan Min.


Min meminta Day untuk mendengarkannya, dia serta Day tidak akan pernah membiarkan apapun terjadi kepada Theep. Sehingga Day harus pergi dan melakukan apa yang Day bisa sebagai anak yang baik. Day harus menyelesaikan pendaftaran dan menjadi seorang guru olahraga. Lalu Day bisa kembali untuk mengurus Theep.
Mendengar itu, Day diam dan berpikir.

Min mengantarkan Day ke tempat pendaftaran. Dia memberikan semangat kepada Day. Dan Day tersenyum mengiyakan.

Day meminta maaf kepada ketua sekolah, karena dia telah terlambat. Dan ketua pun mempersilahkan Day untuk duduk, dia menjelaskan kalau dia tahu Ayah Day sedang sakit, sehingga Day pun terlambat.
“Bagaimana Anda tahu?” tanya Day, heran.

“Adikmu menelpon. Dia memberitahukan tentang kondisi Ayahmu, dan dia meminta agar aku tidak mengeluarkan mu. Dia bahkan menelpon dan memohon. Jadi aku pun merasa bersimpati denganmu,” jelas ketua.
Mendengar itu, Day tersenyum senang dan berterima kasih. Dia merasa senang, karena tahu bahwa itu pasti Min yang menelpon ketua.

Phon memikirkan perkataan Ibunya mengenai Min. Lalu kemudian seorang rekannya memanggil dan bertanya kepadanya, kemana Min, karena dia sudah lama tidak melihat Min datang. Dan Phon diam. Lalu rekannya itu bertanya, apakah mungkin Phon sedang bertengkar dengan Min. Dan Phon tetap diam.

“Ayolah. Dia benar- benar manis. Baik- baiklah padanya. Dari semua wanita mu, aku pikir Min adalah yang terbaik. Jika kamu membiarkan siapapun mengambilnya darimu, kamu akan menyesal,” jelas si rekan, berkomentar.
Day memberitahu Min bahwa kata Dokter, Ayahnya baik- baik saja. Dan Min ikut merasa senang. Day lalu mengucapkan terima kasih, karena Min telah menasehatinya pagi ini dan juga menelpon ketua untuknya.

“Sama-sama. Kita bukan orang asing,” balas Min. “Oh ya, P’Day. Bisakah kamu membantu ku?”  tanyanya dengan manis. Dan Day pun langsung mengangguk.
Setelah Min memberitahukan permintaannya, Day merasa terkejut. Min menjelaskan bahwa ini cuma pura- pura saja bahwa mereka harus pacaran dan menemui Ayahnya, karena dia sudah terlanjur berbohong pada Ayahnya.

“Yah, tolong aku. Ku mohon,” pinta Min dengan sikap manis dan manja.
“Mengapa kamu berbohong kepadanya? Bukankah lebih mudah memberitahu nya langsung. Bilang saja P’Phon punya pacar,” tanya Day, tidak mengerti.
“Kamu berpikir aku tidak ingin melakukan itu? Aku takut Ayahku akan merasa kecewa pada P’Phon,” jelas Min.
Day merasa lucu, karena pada tingkat seperti ini, Min masih mencoba untuk melindungin Phon. Dan dia menebak, kalau sepertinya alasan Min bukan hanya itu saja sampai harus berbohong. Dia yakin Min masih berharap untuk bersama dengan Phon nanti nya. Dan Min diam.
“Kamu ingin aku menjadi pelindung untuk melindungin dia dari Ayahmu. Jadi suatu hari, ketika dia kembali padamu, kamu bisa pergi padanya dan memberitahu Ayahmu bahwa kita sudah putus, bukan? Itu rencanamu?” tanya Day dengan sinis. Dia tampak sangat cemburu.

Min diam, karena tidak tahu harus mengatakan apa. Dan karena itu Day pun lanjut berbicara, dia mengatai Min pembohong, karena sebelumnya Min bilang sudah memutuskan ikatan benang merah dengan Phon, tapi ternyata tidak.
“Omong kosong apa yang kamu bicarakan? Aku tidak berpikir sejauh kamu,” jelas Min.
“Kemudian, mengapa kamu harus repot berbohong pada Ayahmu? Mengapa kamu repot- repot untuk melindungi dia?” balas Day, bertanya. 
“Itu karena ..” kata Min, tidak bisa menjawab. Dan Day pun menebak kalau sepertinya dia benar.

Day kemudian menasehati Min, jika Min benar tidak bisa memutuskan perasaan pada Phon, maka Min harus mempertahan kan Phon dengan erat.
“Kamu tidak pernah menyukai seseorang, ‘kan? Menghapus seseorang dari hatimu, itu hanya bisa terjadi ketika kamu benar- benar tidak menyukai orang itu lagi. Untuk seseorang yang kamu benar- benar sukai, itu tidak selalu mudah seperti yang kamu harapkan. Kamu pikir itu mudah? Itu tidak mudah. Hati manusia itu rumit. Aku telah berpikir lagi dan lagi, apa yang harus ku lakukan. Satu bagian dariku mengatakan aku harus melawan. Satu lagi mengatakan aku harus bertahan. Satu lagi mengatakan aku harus berhenti. Dan satu lagi mengatakan aku harus lanjut. Mana yang harus kudengarkan? Pernahkah kamu merasakan itu?” tanya Min, penuh emosi.’
Dan mendengar itu, Day pun diam.

Day menatap Ayahnya. Dan mengingat penjelasan Dokter padanya barusan.
Flash back
Menurut Dokter, Theep sering melewatkan meminum obat saat dirumah. Theep mudah emosian. Dan dia tahu Day sendirian yang merawat Theep. jadi untuk solusi terbaik, dia menyarankan agar Day membawa Theep ke rumah sakit jiwa.
“Akankah dia membaik?” tanya Day, cemas.
“Jika dia mengikuti pengobatan yang baru, dia bisa membaik. Tapi aku tidak bisa memberitahu kamu kapan tepat nya. Itu tergantung kerjasamanya dengan dokter,” jelas si Dokter.
Flash back end


Day merapikan selimut Ayahnya yang sedang tertidur. Kemudian dia memegang sebentar tangan Theep.

Min datang untuk menjenguk Theep, dia bahkan membawa buah- buahan juga. Tapi ternyata, Theep telah dibawa pindah ke rumah sakit jiwa. Dan perawat tidak bisa memberitahu kemana, jadi dia menyarankan agar Min menghubungin orang yang bersangkutan saja langsung.
Dan Min pun langsung menelpon Day. Tapi sayangnya, telpon Day tidak sedang aktif, karena Day mungkin saja sedang mengajar. Jadi dia pun mengirimkan pesan untuk Day.
“P’Day tentang hari itu. Aku minta maaf sudah memintamu untuk membantuku dengan hal yang aneh. Aku dirumah sakit untuk menjenguk Ayahmu, tapi perawat bilang dia sudah di pindahkan. Bisakah kamu menghubungin ku kembali?”
Cue menanyakan, kenapa Day tampak bersalah, kepadahal ini adalah pilihan yang terbaik untuk membiarkan Theep berada didalam penjagaan para dokter dan perawat seperti yang disarankan. Dan Day menjawab bahwa dia hanya merasa seperti membuang Ayahnya kesini.
“Apa yang kamu katakan? Kamu hanya melakukan saran dari dokter. Jika kamu tidak ingin merasa bersalah, maka kamu hanya harus sering mengunjungin nya,” jelas Cue.

Tepat disaat itu Min menelpon. Dan Day pun mematikannya. Melihat itu, Cue bertanya kenapa Day mematikan nya. Lalu kemudian gantian hape Cue yang berbunyi, karena Min menelpon.
“Lihat. Kamu tidak mengangkatnya. Dia menelponku langsung,” kata Cue.
“Jangan jawab telponnya,” balas Day. Lalu dia mematikannya.

Cue merasa heran, kenapa Day menghindari Min. Dan Day menjelaskan bahwa dia tidak ingin bertemu dengan Min lagi, jadi Cue tidak perlu mengangkat telpon dari Min ataupun menelpon balik.
“Tunggu, Day. Apa yang dia lakukan? Kali berdua tampak baik- baik saja beberapa hari lalu. Apa yang terjadi? Beritahu aku,” tanya Cue. Dan Day langsung pergi mengabaikannya.
Day berdiri didepan pagar rumah Min sambil mengingat kembali perkataan Min. Kemudian saat dia melihat Min keluar, dia pun langsung bersembunyi.

“Ya. Itu apa yang aku rasakan sekarang,” katanya, menjawab pertanyaan Min pada hari itu kepadanya.

Dilapangan. Day mengajari para murid, kemudian dua orang guru wanita datang menemuinya. Mereka mengajak Day untuk ikut bergabung dalam acara perpisahan Ny. Koi. Dan Day pun menjawab bahwa dia tidak bisa.

Tepat disaat itu, Min muncul di belakang Day. Melihat itu, si guru wanita pun menebak bahwa sepertinya Day sudah punya rencana dengan pacar, jadi dia pun mengerti.
Menyadari kedatangan Min, dengan sengaja Day berbicara sedikit keras. “Dia bukan pacarku. Dia hanya seseorang yang ku kenal. Aku akan ikut bergabung nanti, terima kasih sudah mengajak,” kata Day.
Dengan ramah dua guru wanita itu tersenyum, dan pamit. Lalu mereka pergi.
Day menanyakan, kenapa Min datang ke sini. Dan Min malah menyentuh dahi Day. “Kamu tidak terluka. Suhu tubuhmu normal. Jarimu berfungsi dengan normal. Tapi mengapa kamu tidak menjawab telponku atau membalas pesanku?” tanya Min. “Aku pergi ke rumah mu dan itu selalu terkunci, aku pikir sesuatu terjadi kepadamu.”
“Sekarang kamu lihat, aku baik- baik saja,” balas Day.

Min bertanya lagi, kenapa Day menghindarinya, dan apakah Day senang melihatnya khawatir seperti ini. Dia lalu menyuruh Day untuk melihat matanya yang sudah tampak hitam, karena setiap malam dia selalu terbangun dengan perasaan cemas pada Day. Jadi dia ingin Day menjawab nya sekarang.
“Sejak kapan aku wajib untuk menjawab telponmu?” tanya Day, cuek.
“Apa kamu masih marah padaku?” tebak Min.

Day menjelaskan bahwa dia tidak punya hak untuk marah kepada Min. Dia hanya bosan dan tidak merasa seperti ingin berjalan dengan Min lagi. Pertama, dia berpikir Min akan berhenti menelponnya, tapi Min malah semakin sering menelponnya. Lalu dia memberitahu, kalau dia tidak menyukai wanita seperti Min yang mengejar- ngejar seorang pria.
“Bagaimana bisa kamu mengatakan itu kepadaku? Aku tidak lari mengejarmu,” kata Min, tidak terima. “Aku hanya khawatir tentang Ayahmu.”
“Ayahku baik- baik saja. Dia dirumah sakit jiwa sekarang. Jika kamu sudah selesai, aku harus pergi. Aku harus mempersiapkan pelajaran selanjutnya,” balas Day. Lalu dia berbalik untuk pergi.
Min berteriak, menanyakan, mengapa Day melakukan ini kepadanya. Day bersikap seperti mereka adalah orang asing, bukan teman.

“Sejujurnya, aku tidak pernah melihatmu sebagai teman,” jelas Day.
“Tapi kamu bilang bahwa kita teman di rumah sakit pada hari itu.”
“Kamu tidak mengerti pria, kan? Aku mengatakan itu, karena aku tertarik kepadamu. Tapi sekarang tidak lagi. Aku membencinya. Aku benci wanita yang memiliki pria lain didalam hati nya. Pergilah. Pergi ke pria yang benar- benar kamu rindukan. Dan untukku, aku akan mengurus diriku sendiri. Untuk segala yang kamu lakukan untukku, terima kasih,” jelas Day. Lalu dia pun pergi.
Sementara Min terdiam di tempatnya.
Day bersandar di dekat dinding, dan merenung dengan sedih.
Min masih diam di tempat nya. Dia meneteskan air mata.


1 Comments

Previous Post Next Post