Sinopsis The
Tale Of Nokdu Episode 2 – part 1
Network :
KBS2
Si wanita prajurit berjalan ke sebuah tebing yang sunyi. Dan Nok
Du mengikutinya, tapi ketika melihat si wanita prajurit sedang berganti
pakaian, maka dia pun langsung bersembunyi dan mengalihkan pandangannya dengan
gugup.
Kemudian saat akhirnya, si wanita prajurit telah selesai berganti
pakaian, maka Nok Du pun langsung mengikutinya lagi.
Si wanita prajurit masuk ke dalam sebuah gua kecil. Dan melihat
itu, Nok Du pun bersiap-siap. “Kalian semua akan mati,” gumamnya dengan penuh
tekad. Lalu dia pun masuk ke dalam gua tersebut.
Gua tersebut tembus ke sebuah desa kecil yang penuh dengan para
wanita disana. Dan ketika Nok Du datang, mereka semua berbisik- bisik dengan
heran kenapa bisa Nok Du sampai ke desa mereka.
“Kenapa aku hanya melihat wanita?” gumam Nok Du, merasa
kebingungan juga.
Seorang wanita besar kemudian datang menghampiri Nok Du, dan Nok
Du tersenyum dengan sopan kepada si wanita besar itu. Tapi tiba- tiba saja
wanita besar itu malah mau menyerangnya. Untungnya, Nok Du berhasil menghindar
tepat waktu. Lalu dia pun berusaha menenangkan si wanita besar untuk berbicara
baik- baik. Tapi si wanita besar itu tidak mau, dan menendang Nok Du hingga terjatuh.
Si wanita besar tersebut bersama dua temannya yang juga berbadan
besar berdiri menakuti Nok Du. “Kamu pasti ingin mati,” katanya.
“Tidak, kamu pasti salah paham,” jelas Nok Du, ketakutan.
“Kamu pasti datang untuk tujuan licik, karena hanya janda yang
tinggal di desa ini,” balas si wanita besar no. 2 dengan suara keras. Lalu dia
bersama kedua temannya pun langsung maju untuk menghajar Nok Du.
Nok Du di hajar habis- habisan oleh ketiga wanita tersebut. Dia di
lempar, di banting, di jepit, dan di gigit. Namun sialnya, dia tidak bisa
melepaskan diri ataupun melawan.
Nok Du keluar dari gua tersebut dalam kondisi menyedihkan,
hidungnya berdarah dan wajahnya tampak sangat kesakitan. Lalu didepan pintu
gua, barulah dia membaca tanda yang tertulis disana. Khusus wanita, Desa untuk Janda.
Nok Du berusaha memperbaiki topinya yang rusak. Serta dia
membersihkan darah dihidungnya, serta debu di tubuhnya. “Mereka melarang pria
memasuki tempat itu, tapi ada pembunuh bayaran di dalamnya? Aku harus
menghancurkan ..” keluh Nok Du dengan kesal. Tapi kemudian dia mengurunkan
niatnya tersebut, karena dia akan mati duluan sebelum berhasil menemukan
pemimpin si wanita prajurit.
Kemudian tepat disaat itu, Nok Du melihat gerombolan pria yang
melalui jalan tebing tersebut. Dan dia mendengar pembicaraan mereka, tentang
wanita bernama Sung yang melarikan diri, kepadahal sebentar lagi akan diadakan
upacara.
“Kemungkinan besar kita akan menangkapnya disana. Sekalipun kita
melewatkannya, dia akan datang ke sini, jadi jangan khawatir,” kata orang
tersebut kepada ketua. Dan mendengar itu, Nok Du pun tampak terpikirkan sebuah
ide bagus.
Malam hari. Didalam hutan. Sung berlari sekencang mungkin dari
kejaran para pengawal yang mengejar nya di belakang. Tapi sialnya, dia kemudian
malah tanpa sengaja terjatuh. Dan disaat itu Nok Du pun mendekatinya serta
mengulurkan tangan padanya.
“Izinkan aku membantumu. Tolong maafkan aku,” kata Nok Du dengan
cepat. Lalu dia langsung mengendong Sung dan membawanya bersembunyi.
Dengan perhatian, Nok Du menanyakan, apakah Sung baik- baik saja.
Lalu tiba- tiba saja dari belakangnya, seorang pria datang dan menyerang nya
dari belakang. Untung saja, Nok Du berhasil menghindar. Tapi kemudian, pria
tersebut malah mengambil batu dan menyerangnya lagi.
“Tidak!” teriak Sung dengan keras. Tapi pria tersebut tetap tidak
mau berhenti mencoba untuk menyerang Nok Du.
Lalu, karena tidak tahan lagi, maka Nok Du pun menendang dan
menjatuhkan pria tersebut. Kemudian dia menanyakan, siapa pria tersebut. Tapi
Sung malah mendorongnya, dan memeluk pria tersebut. Dengan heran, Nok Du pun
memperhatikan mereka berdua.
“Nyonya baik- baik saja?” tanya pria tersebut (Dol Bok). Dan Sung pun
mengiyakan dengan perasaan lega. Melihat adegan mesra itu, Nok Du mendengus
kesal.
Sung meminta maaf kepada Nok Du, sebab Nok Du telah menyelamatkannya,
tapi dia malah perbuat salah. Dol Bok pun juga ikut meminta maaf, dia berlutut
didekat Nok Du dan menjelaskan bahwa tadi dia sempat salah paham, karena
mengira Nok Du berusaha melukai Sung nya.
“Lupakan saja. Jangan pergi ke desa untuk janda. Ayah mertua mu
menunggu disana,” kata Nok Du, berbaik hati memperingatkan mereka berdua.
Mendengar itu, Dol Bok menanyakan, apakah itu benar kepada Sung.
Dan Sung tidak bisa menjawab. Dol Bok lalu menangis, sebab kalau Sung pergi ke
desa tersebut, maka mereka tidak akan bisa bertemu lagi. Dan Sung menjelaskan
kalau lebih baik dia tidak bertemu dengan Dol Bok selamanya, daripada melihat
Dol Bok terluka.
“Kenapa kamu tidak memahamiku? Tidak. Aku tidak akan membiarkanmu
pergi,” kata Dol Bok sambil memeluk Sung dengan erat.
Melihat adegan sedih itu, Nok Du pun merasa bersimpati kepada
mereka berdua. Jadi dia pun menawarkan sebuah jalan keluar kepada mereka
berdua.
Gerombolan pria, yang merupakan Ayah mertua Sung dan anak buahnya,
mereka sudah menanti seharian didepan pintu gua. Dan mereka merasa heran,
kenapa Sung serta Dol Bok belum juga datang ke sana. Tapi kemudian mereka
melihat seorang wanita datang, dan dengan buru- buru mereka pun mendekati
wanita tersebut, karena mengira wanita tersebut adalah Sung.
“Hei, brengsek! Kamu harus merasa terhormat mengorbankan nyawamu
untuk keluargamu. Beraninya kamu kabur? Kamu bahkan tidak akan mati dengan
damai lagi,” kata si Ayah mertua. Lalu dia berniat untuk menarik mantel yang
dipakai wanita tersebut, tapi wanita tersebut langsung menepis tangannya dan
menampar wajahnya. Sehingga hidung nya pun berdarah.
Dengan kesal, si Ayah berdua menarik paksa mantel yang menutupi
wanita tersebut.
Ternyata, wanita yang berada di balik mantel tersebut adalah Nok
Du. Dan dia sangat, sangat cantik. Melihat kecantikannya yang begitu memesona,
Ayah mertua pun langsung meminta maaf dengan sopan. Tapi Nok Du mengabaikan
mereka semua, dan langsung berjalan pergi.
“Ah, dia manis,” puji si anak buah, terpesona pada Nok Du.
“Dia memang manis. Terutama dari belakang,” tambah Ayah mertua,
setuju.
Flash back
Sung serta Dol Bok tertawa dan memuji kecantikan Nok Du, ketika
Nok Du telah berganti pakaian mengenakan baju wanita. Dan Nok Du pun langsung merasa
menyesal dengan idenya, dia merasa seperti mereka telah membuat kesalahan, dan
dia berniat untuk mencari cara lain. Tapi Sung langsung menghentikannya.
“Kamu tampak sangat cantik,” puji Sung. “Kamu hanya perlu
memperbaiki gaya berjalan dan suara mu,” jelasnya.
“Benar, gaya berjalanmu agak ..” tambah Dol Bok.
Sung kemudian memberikan sedikit harta miliknya kepada Nok Du
sebagai ungkapan terima kasih nya. Dan Nok Du menjawab tidak perlu, tapi dia
tetap mengambil hadiah tersebut dan melihat isinya.
“Tunggu, aku tidak mengharapkan balasan karena membantumu,” kata
Nok Du, merasa tidak enak, karena menerima sebuah kodok emas.
“Apa aku membuatmu merasa tidak nyaman lagi? Kalau begitu..” kata
Sung, ingin mengambil kembali hadiah nya tersebut. Tapi Nok Du langsung
menyimpannya.
“Namun, aku diajarkan bahwa menolak keramahan seorang wanita
bukanlah sesuatu yang harus di lakukan pria,” kata Nok Du. Dan mendengar itu,
Dol Bok tertawa.
Nok Du kemudian memakai mantel nya, dan pamit kepada mereka berdua
Flash back end
Nok Du dengan gugup masuk ke dalam kampung Janda. Dan disana, si
wanita besar no. 3 tiba- tiba datang dan mengkagetkannya dari belakang.
“Aku anggota keluarga Kim dari Hanyang. Kudengar kamu membantu
janda yang melarikan diri,” kata Nok Du dengan suara pelan seperti wanita.
“Begitukah? Masuklah,” ajak si wanita besar no. 3 dengan ramah.
Dan Nok Du pun mengikutinya.
Si no. 3 menjelaskan kepada Nok Du, asal mula desa mereka. Desa
janda terbentuk selama invasi Jepang. Para janda yang kehilangan suami mereka
dalam perang datang berkelompok dan mulai tinggal di desa tersebut. Sebenarnya
itu karena, keluarga mertua mereka meminta mereka untuk bunuh diri demi menjaga
kehormatan keluarga. Namun tentu saja mereka tidak mau. Jadi mereka pun tinggal
di desa ini. Dan lama- lama desa tersebut pun berubah menjadi desa yang bagus,
yang bahkan disetujui oleh Yang Mulia.
Mendengar itu, Nok Du pun mengiyakan saja. Dia sibuk memperhatikan
ke sekelilingnya dengan seksama.
Si No. 3 salah paham, dia mengira Nok Du sedang khawatir. Jadi dia
pun memberitahu pada Nok Du supaya jangan khawatir, selain dari jalan yang Nok
Du lalui untuk masuk. Hanya ada satu jalan keluar lain, dan jalan itu menuju ke
rumah Gisaeng.
“Apa semua
wanita berpenampilan biasa ini merupakan satu kelompok?” pikir Nok
Du, penasaran.
Si No. 3 memperhatikan penampilan Nok Du dari atas ke bawah, dan
lalu dia mengangkat jempolnya. “Kamu calon istri terbaik, “ pujinya.
“Ah, pihak keluarga Ibuku di kenal dengan tinggi mereka. Aku
mewarisinya dari Ibuku,” balas Nok Du dengan gugup dan cepat.
Lalu disaat itu, si wanita besar no. 1 dan no. 2 datang mendekati
mereka berdua. Melihat mereka, Nok Du pun langsung memalingkan wajahnya dengan
perasaan takut. Tapi kemudian dengan terpaksa, dia pun tersenyum sopan kepada
mereka.
Si wanita no. 1 dan no. 2 salah paham, mereka mengira Nok Du
takut, sebab mereka sedang membawa seorang pria yang terluka. “Jangan terkejut.
Terkadang, ada beberapa pria kurang ajar yang mencoba menyelinap masuk,” jelas
si no. 1.
“Tapi, kami Pasukan wanita berbudi akan menangkap mereka semua,
dan mengirim mereka ke akhirat,” tambah si no. 2. Lalu mereka bertiga pun
tertawa.
Dengan takut, Nok Du pun tertawa dengan hambar.
Mereka bertiga kemudian memperkenalkan Nok Du sebagai janda baru
kepada Nyonya Chun, kepala rumah Gisaeng. Mengetahui itu, dengan heran, Nok Du
menanyakan kenapa ada rumah Gisaeng di samping desa untuk Janda.
“Energi wanitanya kuat disini, jadi, kami pikir itu tempat ideal
untuk rumah Gisaeng,” jelas si no. 1
“Dan sekarang, para janda membuat alkohol, serta menjahit pakaian
untuk rumah Gisaeng. Serta Nyonya Chun mengurus desa kita dengan baik. Kita
saling membantu,” tambah si no.3. Dan Nok Du pun mengerti.
Nyonya Chun dengan ramah menyambut kedatangan Nok Du. Dia menyuruh
ketiga wanita tersebut untuk melaporkan tentang Nok Du ke wakil Kurator, dan
membiarkan Nok Du untuk beristirahat.
Namun si no. 2 menjawab bahwa saat ini mereka tidak memiliki
tempat kosong untuk Nok Du. Dan dia memerlukan waktu untuk membangun tempat
bagi Nok Du.
“Bagaimana jika membiarkannya tinggal di tempatmu untuk
sementara?” tanya Nyonya Chun. “Sun Nyeo, karena kamu tidur sendiri, bagaimana
kalau kamu bawa dia?”
“Tentu, kedengarannya bagus,” jawab si no. 1 (Sun Nyeo) dengan
bersemangat.
Mendengar itu, Nok Du merasa terkejut dan langsung menolak. Namun
saat dia menyadari situasinya, dia pun langsung berusaha untuk menjelaskan
dengan gugup. “Itu… aku menolak karena. Aku merasa sangat bersalah membuatmu
tidak nyaman,” jelasnya, beralasan.
“Ayolah. Itu tidak penting. Kita berdua wanita,” balas Sun Nyeon
sambil tertawa ramah.
“Tidak! Aku tidak bisa menanggung beban seperti itu. Bukankah Anda
bilang ada rumah Gisaeng di sebelah desa. Boleh aku tidur disana?” pinta Nok
Du, memohon.
Mendengar itu, Nyonya Chun merasa heran.
Nyonya Chun dengan perhatian bertanya, apakah Nok Du tidak akan
apa- apa, karena banyak pria di tempat mereka. Dan Nok Du dengan cepat menjawab
bahwa dia tidak apa-apa, sebab dia hanya akan tinggal untuk beberapa hari saja.
“Baiklah,” kata Nyonya Chun, setuju. “Bagaimana kalau kamu berbagi
kamar dengan Dong Ju? Dia punya kebiasaan tidur yang buruk, tapi cukup baik..”
jelasnya. Dan pembicaraan mereka pun harus terhenti, sebab terdengar suara
tangisan.
Dong Ju menghentikan seorang pria yang menarik tangan seorang gadis
kecil. Melihat situasi tersebut, Nyonya Chun dengan buru- buru langsung
mendekati pria itu, dan dengan ramah dia menanyakan, kenapa pria itu datang
kemari.
“Aku menawarkan memberi gadis itu kesempatan menjadi gisaeng
sejati. Tapi wanita rendahan itu berani menolak,” jawab si pria, dengan nada
merendahkan. Dan Dong Ju merasa kesal mendengar itu.
Dong Ju dengan berani membalas perkataan pria itu. “Dia bukan
Gisaeng resmi, dan usianya baru 12 tahun.”
Nyonya Chun menyuruh seorang Gisaeng untuk membawa Cho Sun (Si
gadis kecil) ke gedung utama. Dan lalu dia berusaha menenangkan pria, yang
merupakan pelanggan di tempat mereka. Tapi si pria tidak terima dan marah.
“Tuan. Anda tidak tahu ini menentang adat istiadat?” tanya Nyonya
Chun, tegas.
“Adat istiadat?” tanya pria itu sambil tertawa. “Sulit ku percaya
para wanita rendahan membicarakan adat istiadat.”
“Anda benar. Apa gunanya bagi wanita rendahan seperti kami
membahas adat istiadat? Namun, keadaannya berbeda untuk Anda. Aku hanya
mengatakannya, karena aku khawatir, seeseorang yang sangat tinggi dan penting
sepertimu bisa kehilangan harga dirimu karena emosi sesaat,” tegas Nyonya Chun.
Si Pria itu pun menanyakan, berapa lama dia harus menunggu. Dan
Nyonya Chun menjawab sekitar 3 atau 4 tahun lagi. Mengetahui itu, Si Pria itu
pun setuju untuk menunggu. Dengan penuh rasa syukur, Nyonya Chun memberikan
hormat padanya. Tapi kemudian, Pria itu malah mengeluarkan pisau dan mengarah
kan itu padanya. Melihat itu, Nyonya Chun merasa terkejut, begitu pun dengan
setiap orang disana.
Si Pria dengan paksa menarik Cho Sun, dan menjadikannya sebagai
sandera. Dia mengancam akan memotong rambut Cho Sun menggunakan pisaunya. Dan
dengan marah, Nyonya Chun bertanya, apa yang sedang si Pria lakukan sekarang.
“Akan butuh sekitar 3 atau 4 tahun agar rambutnya bisa tumbuh
kembali,” jelas si Pria dengan sikap menjengkel kan. “Aku tidak mau dia untuk
di rebut oleh pria lain, sementara aku menunggunya,” jelasnya. Lalu dia
mengarahkan pisau nya kepada Nyonya Chun. “Atau kamu akan mengorbankan rambutmu?”
tanyanya.
Mendengar itu, Nyonya Chun merasa marah, tapi dia tidak bisa menjawab.
Tapi dengan berani, Dong Jun merebut pisau Pria tersebut. Dan lalu
temannya menarik Cho Sun untuk kembali kepada mereka.
“Jika rambut yang kamu inginkan, akan kuberikan kepadamu. Rambut
selalu tumbuh kembali. Tidak mungkin
lebih penting daripada gadis kecil itu,” jelas Dong Jun dengan berani. Dan
mendengar itu, si Pria merasa kesal.
Nok Du, Nyonya Chun, serta semua nya terkejut ketika Dong Ju
mengarahkan pisau tersebut ke rambutnya sendiri. Tapi Dong Ju mengabaikan
mereka semua, dan dengan berani dia memotong rambut panjangnya menjadi pendek
menggunakan pisau tersebut.
Lalu kemudian disaat itu, angin berhembus lembut, dan rambut
kepang Dong Ju yang telah terpotong berhembus dan menjadi tergerai. Melihat
itu, Nok Du memandang nya dengan pandangan terpesona.
Hiasan di rambut Dong Ju pun juga ikut terlepas, karena angin. Dan
disaat itu, mata Dong Ju serta mata Nok
Du pun bertatapan.
Tags:
The Tale of Nokdu