Sinopsis Dorama : Cursed in Love Episode 03 part 2
Esok harinya,
Nao bangun lebih awal dari
Tsubaki. Saat terbangun dan melihat Nao sudah tidak ada di sampingnya, Tsubaki
panik, menduga Nao akan melakukan hal aneh lagi. Dia segera pergi ke dapur
untuk mencarinya, tapi ternyata Nao belum datang.
Tsubaki mulai berkeliling rumah
mencari Nao. Dan dia menemukan Nao yang sedang berada di ruang teh dengan
setumpuk kertas bergambar desain Otoshi-bumi yang berserakan. Dari pagi-pagi
buta, Nao sudah memikirkan bentuk manisan Otoshi-bumi yang akan di buat.
Saat melihat Tsubaki, Nao
menyapanya dengan bahagia dan segera membereskan kertas-kertasnya yang
berserakan. Dia juga menjelaskan kalau dia nggak bisa tidur karna memikirkan
varians otoshi-bumi. Dia merasa kalau berada di ruang teh, mungkin bisa
mendapat inspirasi.
Selagi Nao menjelaskan panjang
lebar, Tsubaki hanya tertarik pada sebuah desain yang sudah Nao buat. Desain
sederhana berbentuk daun yang di lipat dan di atasnya ada butiran telur
Otoshi-bumi.
“Aku baru membuat desain itu.
Dengan teknikmu, pasti garis-garisnya akan indah,” ujar Nao, semangat saat
melihat Tsubaki memegang desainnya.
“Kau memikirkan ini semalaman?”
tanya Tsubaki. “Aku enggak tanggung jawab kalau kamu nantinya ngantuk,”
lanjutnya.
--
Dan dimulailah sesi latihan Nao
dengan Tsubaki. Mereka berlatih membuat Otoshi-bumi seperti yang Nao desain.
Tsubaki mengawasi dari samping dan memarahinya karna membuat garis daun yang
salah. Nao tidak terima karna menurutnya garis yang di buatnya kan lebih mirip
daun. Tapi, menurut Tsubaki yang di buat Nao hanya garis berantakan.
Mereka membuat Otoshi-bumi di
dapur, jadi semua staff bisa melihatnya juga. Saat Tsubaki pergi mengambil
pewarna, Jojima langsung menghampiri Nao dan mengajaknya berbincang. Jojima
mengomentari manisan buatan Nao itu berwarna pucat. Kenapa tidak menggunakan
warna yang tajam? Seperti merah atau biru.
“Kau ini tidak tahu ya? Ini
bukan pucat, tapi halus,” ujar Tsubaki yang sudah kembali. “Sulit untuk
membuatnya. Tidak siapapun bisa membuatnya. Inilah warnanya Nao.”
Daripada Jojima menganggu Nao,
Pak Tomioka memanggilnya dan menyuruhnya untuk membantunya.
Tsubaki ternyata cemburu
melihat kedekatan Nao dengan Jojima. Dia membahas Nao yang tidak pernah
tersenyum padanya, jadi dia menyebut Nao tidak bisa tersenyum. Nao menyangkal
hal itu karna dia bisa tersenyum. Untuk membuktikannya, Nao menunjukkan
senyumannya.
“Matamu tidak tersenyum,” ujar
Tsubaki melihat senyuman Nao dengan mata yang tampak sedih. Dia pun menarik
sisi mata Nao untuk membuatnya turun.
Nao kesal dan itu membuat Tsubaki
jadi tersenyum. Senyuman pertama yang di lihat Nao sejak mereka bertemu lagi.
“Kau juga ternyata bisa
senyum,” komentar Nao.
“Aku tidak melakukannya!”
sangkal Tsubaki.
Tanpa mereka sadari, Jojima
memperhatikan mereka sedari tadi.
--
Nao masih membuat manisan
Otoshi-bumi hingga malam hari, seorang diri. Jojima tiba-tiba datang sambil
membawakan minuman. Dia menyuruh Nao untuk istirahat sejenak. Saat istirahat,
Jojima membahas mengenai Otoshi-bumi yang punya banyak makna. Nao menyebut
salah satu maknanya, cinta pada orang tua.
“Benar! Namun, aku lebih suka
makna yang lainnya. Perasaan terpendam. Bukankah itu lebih romantis,” ujar
Jojima, mendekatkan wajahnya. “Yah, yang jelas jangan memaksakan diri!”
“Terimakasih untuk teh-nya,”
ujar Nao.
“Tidak masalah.”
Setelah Jojima pergi, Nao jadi
kepikiran mengenai makna Otoshi-bumi yang tadi Jojima katakan : perasaan
terpendam. Dan diapun mulai lanjut membuat motif daun dengan lebih semangat.
Sayangnya, tidak lama kemudian,
Nao merasa sangat mengantuk dan akhirnya tertidur.
Aishh. Dan lagi-lagi, Kyoko
muncul dengan aura menyeramkan. Dia memperhatikan Nao yang tertidur dan
tersenyum licik.
--
Akhirnya, Nao selesai membuat
Otoshi-bumi. Sangat cantik. Tsubaki bahkan menilai Otoshi-bumi buatan Nao,
sempurna.
Saat itu, kakek melintas di
depan dapur. Tsubaki menyapanya, tapi kakek mengabaikannya. Tsubaki tentu
merasa sedih. Dia menatap tangannya yang terluka.
“Otoshi-bumi. Izinkan aku
membuat salah satunya,” pinta Tsubaki.
Nao mengizinkan. Sembari
Tsubaki membuat otoshi-bumi nya, Nao menanyakan apa yang sebenarnya terjadi
pada Tsubaki dan kakek? Walau Tsubaki dan Kakek tidak berhubungan darah, tapi
mereka kan sudah tinggal bersama selama ini. Bukankah harusnya kakek akan
bersikap lembut dan baik pada Tsubaki?
“Sewaktu kecil, aku sering
belajar menyeduh teh di sana,” ujar Tsubaki, memulai ceritanya.
Flashback
Waktu
kecil, Tsubaki belajar membuat teh di ruangan tersebut bersama ayahnya, Itsuki.
Di ruangan itu juga, Itsuki bilang kalau Tsubaki akan sukses mewarisi
Kogetsu-an.
Jika
Itsuki tidak sempat mengajarinya, maka Sojyuro yang akan mengajari Tsubaki
dengan tegas.
Namun,
semua berubah sejak hari kematian Itsuki. Sojyuro membawa Tsubaki ke ruangan
teh dan menanyakan apa yang sudah Tsubaki sembunyikan. Bukankah Tsubaki bilang
kalau Yuriko ada di kamar Itsuki. Lalu, apa Tsubaki melihatnya? Apa mereka
bertengkar?
Tsubaki
hanya diam, menatap gulungan kertas yang terpajang di ruangan itu. Sojyuro bisa
tahu kalau Tsubaki sudah berbohong. Dia menuntut Tsubaki untuk memberitahu apa
yang Yuriko dan Itsuki lakukan waktu itu?
“Mereka
ciuman,” jawab Tsubaki, jujur. “Aku sangat terkejut. Namun, karena panasaran,
di pagi hari, aku kembali mengunjungi Ayah…,” dan dia melihat ayahnya yang
bersimbah darah. “Maafkan aku! Namun, aku yakin, dialah yang membunuh ayah!”
“Dasar
pembohong!!!” teriak Sojyuro, penuh kemarahan.
End
“Semenjak saat itu, dia
berhenti memperlakukanku sebagai cucunya. Walaupun aku terus minta maaf, dia
tidak pernah mau memakan manisanku. Walau telah ku buat berulah kali, dia tak
mau mencicipinya. Namun kelak, jika ku buat manisan sempurna, aku yakin dia
akan mengakuiku sebagai cucunya,” cerita Tsubaki.
Flashback
Walau
Sojyuro tidak mau memakan manisannya, Tsubaki tidak menyerah. Dia terus
berlatih seorang diri membuat manisan sempurna untuk kakeknya.
Suatu
ketika, Tsubaki pergi menjemput kakeknya saat salju turun. Dia membawakan
payung untuk kakeknya. Kakek menerima payungnya dan juga memberikannya rakugan
dari upacara minum teh yang di hadirinya. Dia menyerahkannya sambil bilang
kalau Tsubaki boleh memakan atau membuangnya, terserah.
Tsubaki
sangat senang karna kakeknya memberikan rakugan. Dia merasa kakeknya mulai
bersikap baik padanya. Dengan gembira, dia mengejar kakek yang sudah jalan
duluan.
Tapi,
saat melintasi rel kereta api, Tsubaki malah tersandung dan terjatuh. Rakugan
pemberian kakek terjatuh ke dalam sela rel. Tsubaki nekat memasukkan tangannya
ke sela rel untuk mengambil rakugan itu. Yang akibatnya, tangannya jadi
tersangkut. Di saat itu, palang kereta api mulai turun dan alarm pemberitahuan
kalau kereta api akan segera melintas, mulai berbunyi.
“Kakek!
Tanganku tersangkut. Tolong aku, kakek!!” teriak Tsubaki, menangis.
Tapi,
Sojyuro malah memalingkan wajah dan terus berjalan pergi. Dia mengabaikan
Tsubaki yang dalam keadaan bahaya.
Yang
menolong Tsubaki saat itu adalah warga yang melintas. Kejadian itu begitu
membekas di benak Tsubaki.
End
“Yang paling penting baginya
adalah ikatan darah Takatsuki. Selain itu, dia tidak peduli apapun. Setelah aku
hampir saja kehilangan nyawa, aku berjanji untuk mengambil alih toko ini!
Kogetsu-an akan kujadikan milikku!”
Nao terdiam mendengar cerita
itu. Dia bisa merasakan tekad kuat Tsubaki dan di sisi yang sama merasa
kasihan.
--
Hari H,
Nao dan Tsubaki sudah tiba di
tempat acara. Saat itu, seorang pelayan menghampiri mereka dan menanyakan
mengenai Master Kogetsu-an, Sojyuro yang belum hadir padahal acara minum teh
akan segera di mulai. Nao dan Tsubaki kaget karna kakek sudah pergi dari rumah
sebelum mereka. Tsubaki merasa kalau kakek tidak mau datang kemari karna tidak
mau memakan manisan buatannya. Nao masih optimis, pamit pergi untuk mencari
kakek.
--
Kyoko sedang bernyanyi sambil
melihat informasi mengenai Nao. Dan di tangannya, ada kartu nama Yuko.
Flashback
Saat
Nao tertidur di dapur, Kyoko diam-diam mengambil kartu nama itu dari saku Nao.
End
“Akan di ungkap juga tanuki
bermuka dua itu.”
--
Nao mencari kakek dengan
terburu-buru di setiap sudut. Karna dia mengenakan kimono dan sandal kayu, dia
jadi kesulitan jalan dan terjatuh. Di saat itu, Takigawa muncul. Nao tentu
kaget melihatnya karna sudah dari lama dia mencari Takigawa.
“Tunggu! Ada yang ingin ku
bicarakan denganmu.”
“Eh? Kau berniat menggaetku?”
goda Takigawa. “Maaf saja, tipeku bukan wanita muda. Namun, aku akan
menghiburmu karna upacara teh pasti bosan. Haruskah kita duduk dan bicara?
Kelihatannya kau sibuk, ya. Jangan khawatir, aku takkan menghilang hingga
upacara minum teh selesai.”
Karna Takigawa udah bilang
gitu, Nao bisa lanjut mencari kakek.
Setelah mencari kesana kemari,
akhirnya dia menemukan kakek yang sedang kesakitan dan sulit berdiri. Nao panik
dan ingin meminta tolong. Tapi, Sojyuro menghentikan dan beralasan kalau dia
hanya sedang menikmati kebun dan sedang menuju tempat minum teh.
Sojyuro sangat keras kepala.
Sudah jelas dia kesakitan dan kesulitan berjalan. Tapi, saat Nao mau
memegangnya dan menuntunnya naik tangga, Sojyuro malah menampik tangannya
dengan kasar.
“Jangan menyentuhku! Kau kira
kau sudah menjadi bagian dari keluarga?! Apa yang kau sukai dari Tsubaki?
Palingan kau hanya mengincar nama Kogetsu-an. Atau kau merasa kasihan pada
Tsubaki yang terjebak di keluarga ini? Kau juga pasti akan di khianati oleh si
pembohong itu.”
Ucapan menyakitkan Sojyuro
terdengar oleh Tsubaki yang berada di sana. Dia baru tiba dan tidak ada yang
menyadari kehadirannya, baik Nao maupun Sojyuro.
“Bukan begitu. Aku hanya merasa
dia bodoh. Tsubaki terus membuat manisan. Padahal harusnya dia menyerah kapan
saja. Dan lebih mudah baginya kalau berhenti buat manisan. Namun, dia
menyukainya. Sampai menjadi bodoh. Sebegitunya dia menyukai manisan, dan dia
orang yang berdedikasi tinggi.”
Sojyuro tidak menyukai
jawabannya dan lanjut menaiki tangga. Tapi, karena tidak berhati-hati, dia
terpeleset dan terjatuh ke belakang. Untung saja, Tsubaki segera menangkap
tubuhnya hingga dia tidak terluka sama sekali
Sojyuro masih bersikap sombong
dengan memerintahkan Tsubaki melepaskan pegangannya karna dia tidak membutuhkan
bantuan Tsubaki. Padahal, jika Tsubaki melepaskan pegangannya, Sojyuro akan
langsung terjatuh.
“Benar. Kalau sekarang, bisa saja aku
menyingkirkanmu. Namun, hari ini upacara minum teh yang berharga,” ujar Tsubaki
dan menuntun Sojyuro hingga ke ruang acara.
--
Acara di mulai. Ternyata, Takigawa
adalah salah satu tamu yang di undang. Takigawa duduk tepat di sebelah kiri
kakek. Tema minum teh hari ini adalah “Sekali Selamanya.”
Karna upacara sudah di mulai,
Nao mengajak Tsubaki untuk segera menghidangkan manisannya. Tidak di duga,
Tsubaki malah tiba-tiba memeluk Nao dari belakang.
“Untuk sejenak. Tunggu sampai
aku tenang. Seharian ini aku merasa gugup. Belum pernah ku rasakan ini. Aku
sangat ingin menyukseskan acara minum teh ini,” ujarnya.
“Tenang saja. Hari ini kamu
tidak sendirian. Karna ada dua orang bodoh! Pasti baik-baik saja,” tenangkan
Nao sambil memegang tangan Tsubaki yang sedikit gemetar.
Ucapannya, membuat Tsubaki
merasa tenang.
--
Nao dan Tsubaki menyajikan
Otoshi-bumi kepada para tamu, termasuk juga Soyjuro. Kepala Sekolah Sokunkai
merasa kagum dengan manisan yang di hidangkan. Warna manisan itu menawan dan
terlihat lembut.
Tsubaki menghidangkan manisan
otoshi-bumi buatannya khusus kepada kakek. Dan tatapan mata kakek, masih saja
tatapan dengan sorot mata dingin.
Setelah semua tamu mendapatkan
otoshi-bumi, Tsubaki baru menjelaskan makna manisan yang di sajikannya. Hari
ini adalah hari ayah, oleh karenanya mereka menyajikan otoshi-bumi. Butiran
kecil yang ada di manisan menggambarkan telur. Kala telur menetas, daunnya
melindungi anak yang telah menetas dari musuh, dan ini seolah kita merasakan
cinta orang tua. Itulah arti dari manisan Otoshi-bumi. Bagi dia sendiri, inilah
manisan Kogetsu-an. Cinta berharga yang di berikan oleh ayahnya. Semasa kecil,
ayahnya sering mengajarinya, jangan pernah menyia-nyiakan kacang merah atau
sesendok gula. Karna itu akan menjadi manisan yang di sajikan saat upacara teh.
Atau sebagai manisan perayaan dan juga buah tangan yang akan menyebar ke
penjuru dunia. Dia menyukai cara pemikiran ayah. Walau seringkali dia gagal dan
dimarahi, tapi Tsubaki merasakan cinta ayahnya.
“Namun,
sosok ayah yang ku bayangkan sejak hari itu (hari Tsubaki melihat ayahnya
mencium ibu Sakura/Nao) seolah dia menjadi orang yang berbeda. Namun, aku ingin
mempercayainya,” ini yang
di pikirkan Tsubaki.
“Saya ingin menjaga dan
meneruskan warisan pemikiran ayah saya. Sebagai Takatsuki Tsubaki dari
Kogetsu-an,” seru Tsubaki.
“Jika
aku melakukannya, kelak, aku bisa kembali kepada diriku yang bisa menerima
cinta ayahku sepenuhnya!”
“Saya juga berharap bahwa Ayah
mengharapkan saya begitu,” lanjut Tsubaki dan membungkukan badan, memberikan
hormat.
Para tamu mulai mencoba manisan
Otoshi-bumi, kecuali Sojyuro. Dia memanggil pelayan da entah apa yang di
katakannya pada pelayan tersebut, karna pelayan mengambil manisan dari hadapan
Sojyuro dan membawanya keluar.
Tsubaki dan Nao merasa kecewa
karna pada akhirnya, Kakek tetap tidak mau memakannya.
Padahal, semua tamu yang lain,
memuji rasa manisan yang enak. Mereka bahkan mau memesannya lagi.
--
Upacara sudah selesai. Nao
langsung teringat mengenai Takigawa dan segera pergi mencarinya. Tapi, Takigawa
sudah tidak ada di ruangan acara tadi. Pas sekali penyelenggara lewat, jadi Nao
bertanya padanya mengenai orang yang duduk di sebelah Sojyuro.
“Ah, dia itu tuan tanah. Beliau
punya tanah di sekitar sini dan menjalankan banyak bisnis,” jawab
penyelenggara.
Nao semakin penasaran kenapa
orang sekaya itu mau membantunya? Dia mulai mencari Takigawa lagi. Dari balkon
lantai 2, dia melihat Takigawa yang sedang jalan di kebun. Karna dia nggak tahu
mau teriak manggil apa, jadi dia teriak : “Pria berkumis!!”
Takigawa mendengar teriakannya,
“Cara memanggilmu kasar juga, ya. Aku punya nama. Takigawa.”
“Takigawa-san,” ulang Nao.
“Manisan hari ini kau yang
buat, ‘kan? Aku langsung tahu. Rasanya persis seperti buatan Ibumu.”
“Bagaimana bisa…”
“Aku sudah bilang sedari awal,
‘kan? Kalau aku penggemar Ibumu.”
Mereka akhirnya duduk berdua.
Takigawa bercerita mengenai tradisi keluarganya yang selalu berkumpul di hari
acara besar. Ayahnya adalah tipe orang yang suka merayakan acara di sepanjang
tahun. Tahun baru, hari anak, festival Higan. Ayahnya selalu menyajikan manisan
setidaknya sekali sebulan. Hanya pada saat itu, semuanya bisa berkumpul walau
sibuk. Dan manisan yang di beli ayahnya adalah manisan Kogetsu-an yang di buat
oleh Yuriko, Ibu Nao.
“Ayahku wafat tahun lalu. Lalu,
saat itu, dia memintaku mengantarkan surat. Aku tak tahu bagaimana cara ayahku
menerima suratnya. Namun, dia memintaku menyerahkan surat itu pada putrinya.
Dan dia memintaku untuk menolongmu. Aku sangat senang bisa merasakan lagi
manisan yang seperti itu. Karna ku kira aku takkan pernah memakannya lagi.
Selama kau terus membuat manisan, aku akan mengawasimu,” ujar Takigawa,
mengakhiri ceritanya.
Nao terdiam mendengarkan
ceritanya. Dan lagi-lagi, Takigawa kembali menghilang tiba-tiba saat Tsubaki
muncul mencari Nao.
--
Nao dan Tsubaki sudah selesai
membereskan barang mereka dan pamit pulang pada penyelenggara. Sebelum pergi,
Tsubaki menyampaikan kalau penyelenggara tidak perlu membayar jika masih ada
manisan yang tersisa.
“Manisan? Semuanya telah di
makan.”
“Eh? Namun, Master kami…’
“Ah, dia meminta tolong untuk
membungkusnya dan di bawa pulang.”
Tsubaki dan Nao beneran kaget,
tidak menyangka hal itu sama sekali.
--
Begitu sampai di rumah, Nao dan
Tsubaki pergi mencari Kakek. Dan dia menemukan kakek yang sedang duduk melihat
foto Itsuki. Di hadapan foto itu, kakek memakan otoshi-bumi buatan Tsubaki.
Baru sesuap, Kakek sudah berkomentar kalau rasanya belum seberapa.
Walau begiitu, Nao sudah merasa
senang karna akhirnya kakek mau memakan manisan buatan Tsubaki. Tsubaki sama
bahagia nya hingga meneteskan air mata.
--
Tsubaki pergi ke ruangan teh.
Dia menatap gulungan kertas yang terpajang di sana. Saat Nao datang mencarinya,
Tsubaki langsung menanyakan sihir apa yang sudah Nao gunakan? Nao bingung
dengan pertanyaannya.
“Selama 15 tahun, dia tidak
pernah memakannya satupun. Banyak hal terjadi setelah kita menetapkan
pernikahan. Ketika kau menyetujui tugas pada upacara minum teh itu, aku mengira
bahwa kau bercanda. Namun, kini, aku berterimakasih.”
“Bukan karenaku. Itu kekuatan
manisan.”
“Tempo hari, kau pernah
bertanya, kan? Apa makna gulungan ini? Jangan berbohong. Jangan mempunyai hati
yang menipu. Orang yang berbohong di hadapan gulungan ini, akan masuk neraka.”
Tsubaki mengingat pertanyaan
Kyoko mengenai alasannya kenapa sangat ingin menikahi Nao. Dan Tsubaki juga
tidak tahu alasannya. Namun, semakin dia menyangkal, semakin dia tidak bisa
membantahnya.
“Nao, mungkin aku telah…
terpikat padamu,” nyatakan Tsubaki. “Bukan sebagai mempelai yang ku gunakan
untuk memberontak, melainkan sebagai wanita.”
“Tsubaki…”
“Namun, kalau kamu itu Sakura,
aku harus membunuh perasaan ini,” tegasnya. “Jawablah Benarkah dirimu itu
Hanaoka Nao. Atau Sakura?” tanyanya dengan tatapan mata lancar.
--
Kyoko memberikan bayaran untuk
orang suruhannya. Itu upah karna dia sudah membantunya membawakan teh yang
sudah di campur obat tidur pada Nao. Walau begitu, dia masih saja kesal masalah
vas itu.
Dan pelakunya adalah… Jojima!
“Soalnya aku kesal pada
Tsubaki. Dia selalu saja sok kalem. Aku ingin melihat wajah putus asanya,” ujar
Jojima.
“Sayang sekali. Dia takkan
gampang putus asa. Karna dia penerus Kogetsu-an.”
“Namun, aku kepikiran cara yang
lebih bagus.”
“Apa itu?”
“Aku akan merebut sesuatu yang
berharga darinya,” jawab Jojima dengan tatapan licik.
--
Jangan mempunyai hati yang menipu. Yang
berbohong akan masuk neraka.
Ini yang Nao pikirkan sebelum
menjawab pertanyaan Tsubaki. Dan apa jawabannya? Nantikan di episode
selanjutnya ^^!
Lanjuuuut
ReplyDelete💞💞💞💞💞lanjut semangat🔛🔥 💞💞💞💞💞
ReplyDelete