So Ra mengikuti ujian PNS untuk menjadi guru. Ujian berlangsung dengan tenang dan So Ra bisa menyelesaikan soal dengan baik. Ujian selesai. So Ra sedikit gugup akan hasilnya nanti.
Malam hari, So Ra dan In Sung makan di kedai pinggir jalan. Mereka makan tteobokki dan kue ikan. In Sung bertanya bagaimana ujiannya dan So Ra menjawab kalau dia sudah mengerjakannya dengan baik. Tetapi, dia tahu semua orang juga sama seperti dirinya ingin lulus dan bekerja keras.
“Itu masalahmu. Jika mengerjakan dengan baik, berdoa saja kamu lulus. Jangan terlalu pesimis,” hibur In Sung.
“Apa kamu selalu gagal karena sangat optimis?” tanya So Ra. In Sung tertawa dan menjawab kalau dia akan lulus kali ini. So Ra kemudian tertawa tidak percaya karena bagaimana mungkin In Sung bisa lulus kalau hanya kencan setiap hari. Mereka saling bercanda dengan senang.
Hingga, mereka menyadari ada seorang pelanggan yang terus memandangi mereka (cameo Kim Seul Gi). Mereka segera terdiam dan menjadi canggung.
In Sung dan So Ra pulang di goshiwon dengan bergandengan tangan. Tiba-tiba, In Sung merasa sakit di perutnya. So Ra khawtir dan In Sung berkata mungkin dia sakit perut karena makanan. So Ra menasehati In Sung untuk tidak terlalu banyak makan gimbap yang sudah kadarluasa. Dia menasehati untuk menjaga kesehatan karena sebentar lagi In Sung akan ujian. In Sung mengerti dan pamit ke kamar untuk istirahat.
[Efek samping hari ke-33. Aku baik-baik saja sampai pagi ini, tapi tiba-tiba perutku sakit. Kuharap tidak ada apa-apa]
So Ra masuk ke kamar In Sung dan melihat In Sung sedang menulis sesuatu. Dia menghampirinya dan bertanya keadaannya. In Sung gugup dan mengangguk. Dia segera menyimpan buku catatannya ke dalam laci. So Ra penasaran dan bertanya apa itu. Tetapi In Sung menolak memberitahu, dia berkata itu hanya catatan pelajarannya. So Ra tidak memaksa dan memberikan obat yang di belinya. So Ra beralasan kalau itu hanya sebagai balasan karena In Sung membawanya ke UGD saat itu.
Hujan turun dengan deras. Di kamarnya, In Sung menggigil kedinginan. Dia memakai jaketnya dan segera berlari keluar, sepertinya hendak ke apotek seperti dulu. Namun, pandangannya terpaku pada pantulan dirinya di cermin. In Sung kaget dan terdiam.
Dia ingat dokter waktu itu memberitahu kalau gejala awalnya dimulai dengan gejala seperti flu tapi kemudian muncul bintik merah dan semua fungsi tubuh menurun. Itu sangat berbahaya. Jika sesuatu terjadi, dia harus langsung datang ke rumah sakit. In Sung meraba wajahnya yang muncul bintik merah. Dia ketakutan.
“Itu efek samping tipikan yang dialami subjek lainnya. Tapi kamu terlambat mengalaminya. Tapi jangan khawatir. Semua yang mengalami efek samping ini tidak mengalaminya lagi sehari setelah minum obatnya,” jelas dokter.
“Semua akan menghilang sehari setelah minum obat?” tanya In Sung ragu.
“Ya. Kamu akan kembali normal. Kamu akan kembali persis seperti sebelum eksperimen, jadi tidak perlu khawatir.”
In Sung menunduk ragu. Dia pulang dengan memakai topi dan masket hitam. Dia menatap obat berbentuk bulat dan berwarna biru yang di berikan dokter. Dia menatap ragu obat itu dan memutuskan untuk tidak meminumnya. Dia tidak ingin kembali seperti In Sung yang dulu lagi.
Ji Sub sedang memakai lotion wajah di stan dalam mall. Para SPG menatap risih padanya karena selalu datang dan memakai barang secara gratis. In Sung di sebelahnya dan telah menceritakan apa yang di alaminya tetapi dia tidak menyebut itu dirinya dan mengatakan dalam perumpamaan. Dia meminta saran Ji Sub.
“Kamu dapat obat untuk mendapat nilai sempurna di ujian, tapi mungkin akan ada yang salah setelah ujian, bukan?” tanya Ji Sub. In Sung membenarkan. “Seperti apa contohnya? Seperti apa? Hmmm… apa kamu bisa mati?”
In Sung ragu menjawabnya dan bertanya sepertinya mungkin. Ji Sub kemudian memarahi In Sung bodoh. Hal ini karena dia akan memilih untuk hidup hebat dalam sehari daripada hidup seperti ini. In Sung menyetujuinya. Tetapi, Ji Sub heran karena In Sung mempunyai pertanyaan seperti itu dan merasa In Sung pasti memiliki imajinasi yang sudah kronis.
“Aku mengerti kamu gugup karena ujian, tapi … Tetap saja,” ujar Ji Sub. Dia berhenti bicara karena sample wax yang hendak di pakainya habis dan meminta izin pada SPG untuk membuka yang baru. Para SPG menjawab dengan malas.
Tae Yi pergi ke kantor polisi, tempat Gong Moo bekerja. Seniornya memanggil Gong Moo yang sedang membersihkan toilet. Tae Yi senang melihatnya dan menunjukkan barang yang dibawanya untuk Gong Moo.
Mereka duduk di depan kantor polisi. Tae Yi mengucapkan terimakasih untuk yang kemaren. Gong Moo menjawab kalau itu memang sudah menjadi tugasnya sebagai polisi.
“Aku merasa jauh lebih baik sekarang setelah meluapkan isi hatiku kepadamu malam itu,” ujar Tae Yi malu-malu. Gong Moo juga merasakan hal yang sama.
Gong Moo hendak minum ketika tiba-tiba Tae Yi memanggilnya dengan sebutan ‘Oppa’. Dia sampai menumpahkan minuman di mulutnya dan terbatuk.
“Ada yang ingin kukatakan kepadamu. Boleh aku memanggil nama depanmu?”
“Tentu. Terserah saja.”
“Aku bukan gadis yang mudah. Aku tidak pernah terpikat seseorang semudah ini sebelumnya, tapi aku menyukaimu. Bagaimana aku menurutmu?” tanya Tae Yi mengedipkan kedua matanya. Gong Moo bingung harus menjawab apa dan melanjutkan minumnya.
Ji Sub sedang mengajari Ae Gyo tetapi ketika dia mengajar dia semakin mendekat ke Ae Gyo dan merangkulnya. Ae Gyo merasa risih. Dengan sopan, dia menyuruh Ji Sub untuk melepaskan tangannya di bahunya. Ji Sub segera mengangkat tangannya seolah baru sadar.
“Benar, bukan? Sulit berkosentrasi di sini? Apa sebaiknya kita belajar di tempat lain yang lebih tenang? Seperti kamarku? Atau kamarmu?” ajak Ji Sub sambil tersenyum.
Ae Gyo segera menampar wajah Ji Sub. Dia merasa marah. “Dasar cabul. Beraninya kamu merayuku? Kamu terlihat seperti cumi kering yang tertabrak truk,”teriaknya, “Hei!!! serta kurangi parfummu. Menyebalkan sekali.” Ae Gyo pun pergi dari sana.
So Ra sedang berdoa di kamarnya. Dia berdoa dengan serius. Dia kemudian melihat pengumuman di ponselnya. Dan ternyata dia lulus ujian tahap pertama sertifikasi guru. So Ra berteriak senang dan melompat-lompat. Dia menangis haru.
Di dinding kamarnya, kita melihat tulisan : [Tidur, maka kamu akan bermimpi. Belajar, maka mimpimu terkabul.]
So Ra masuk ke kamar In Sung dengan gembira. Tetapi In Sung sedang berbaring lemah. So Ra khawatir melihatnya dan bertanya dia kenapa. In Sung bangkit dengan lemah dan mengucapkan selamat. So Ra mengajaknya ke rumah sakit tetapi In Sung menolak.
“Kamu harus pergi, kalau mau ikut ujian besok,” bujuk So Ra.
Ji Sub berjalan keluar dari tempat les dengan memegang pipinya yang memerah akibat di tampar. So Ra sudah menunggunya dan kaget melihat wajah Ji Sub.
“Kenapa? Apa aku terlihat seperti cumi kering yang ditabrak truk?” teriak Ji Sub sedih.
Ji Sub mengambil minuman di tempat dia pernah mengambil ice cream. Pemilik kedai menegurnya. Ji Sub berkata kalau pemilik mengenalnya, bukan? Dia makan daging beberapa hari lalu disini. Dia juga memuji minuman di kedai imo sangat enak. Pemilik tidak percaya dengan kelakuan Ji Sub.
Ji Sub memberikan minuman pada So Ra yang sudah menunggunya di depan. Ji Sub mulai bercerita kalau In Sung sudah berubah. Dia menjadi sangat aneh. So Ra bertanya kapa itu dimulai? Ji Sub mencoba mengingat dan memberitahu sejak hari itu. Hari dimana So Ra mencampakkan In Sung tanpa perasaan dan tanpa ampun. Dia gagal ujian dan diusir dari goshiwon hari itu. Ji Sub kemudian ingat kalau In Sung berkata akan mencari uang dengan mengikuti sebuah eksperimen medis. So Ra menyadari sesuatu.
In Sung merasa sangat kesakitan. Dia berlari ke kamar mandi dan mengetuk pintu dengan kasar. Orang yang ada di dalam, segera keluar dan merasa kesal. In Sung masuk dan muntah-muntah.
So Ra masuk ke kamar In Sung dengan perlahan. Tidak ada orang. So Ra mulai memeriksa lemari In Sung. In Sung di kamar mandi dan kondisinya semakin lemah. So Ra membuka laci meja In Sung dan menemukan sebuah buku yang bertuliskan ‘Catatan Efek Samping’.
So Ra membuka dan membaca semua isinya. Catatan itu sampai hari ke-33. So Ra tidak percaya. In Sung masuk dan melihat So Ra memegang buku catatannya. In Sung segera merebutnya. So Ra bertanya apakah itu semua benar? Itu karena eksperimen medis?
Mereka berbicara di atap. In Sung berkata dia tidak akan peduli apapun pendapat So Ra dan dia akan tetap menahannya sampai ujian besok. So Ra menasehati In Sung kalau In Sung bisa mati jika tetap seperti ini.
“Aku tidak peduli jika aku mati.”
“Apa kamu harus melakukannya? Apa artinya itu bagimu?”
“Banyak. Itu berarti banyak bagiku. Aku ingin terbebas dari Noryangjin. Aku ingin lulus dan tidak khawatir dengan pendapat orang lain.”
“Kamu tidak akan lulus dengan usahamu sendiri. Kamu akan mengambil tempat seseorang yang belajar giat. Itu tidak adil.”
“Jika lahir di keluarga kaya, masuk kelas persiapan, dan belajar giat tanpa kerja sambilan dan lulus, apa itu adil?”
So Ra terkejut mendengar pemikiran In Sung tersebut. Dia berusaha menyadarkan In Sung. So Ra memegang tangan In Sung dan memberitahu kalau ini bukan In Sung sebenarnya. In Sung menarik tangannya dari genggaman So Ra dan bertanya kalau begitu dia harus bagaimana?
“Kamu bilang aku menyedihkan dan muak kepadaku karena aku gagal,” teriaknya.
So Ra berusaha menjelaskan kalau itu bukan karena In Sung gagal. Tetapi dia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Dia putus asa dan berkata kalau In Sung tidak pernah tahu apa-apa. In Sung marah dan berkata dia tahu. Dia tahu semuanya tetapi tidak bisa menaklukkannya. Akhirnya, tidak bisa.
“Aku tidak bisa menyerah dalam ujian ini,” ujar In Sung dan pergi meninggalkan So Ra. So Ra kaget mendengar perkataan In Sung.
Di kamarnya, bintik merah In Sung semakin parah. In Sung meraih kalendarnya dan melihat tanda hari besok adalah hari ujian. Dia menandainya lagi semakin tebal. In Sung melihat obat dokter yang tadi diberikan.
“Hidupku terasa seperti permainan yang harus dimulai sepuluh langkah ke belakang. Tapi saat itu, aku mendapatkan kunci emas dan aku bisa maju tiga langkah ke depan. Itu tidak adil. Aku tidak boleh menyerah,” tekad In Sung dan meremas bungkus obatnya. “Tidak. Aku menolak menyerah. Tidak bahkan jika membunuhku.”
Besoknya, di tempat ujian layanan sipil kepolisian 2016 Babak Dua, semua peserta masuk dalam gedung. Dan diluar gedung, terlihat para anggota keluarga yang menunggu dengan cemas.
Di kelas ujian. In Sung merasa semakin sakit tetapi berusaha menahannya. Pengawas ujian masuk dan membagikan kertas ujian. Salah satu petugas, melihat In Sung yang menggigil dan bertanya keadaannya. In Sung berkata dia bisa ikut ujian. Pengawas tidak bertanya lagi.
In Sung berbicara dalam hatinya dan menyakinkan dirinya kalau dia harus bertahan karena ini kesempatan terakhir dalam hidupnya. Dan jika dia bisa melaluinya, dia akan bisa bertahan.
So Ra berjalan dengan merenung. Sebuang layar di atas gedung, memberitakan berita mengenai pelajar yang mengikuti eksperimen obat berakhir dalam kondisi kritis. Dan eksperimen ini sudah memakan banyak korban. So Ra teringat dengan kondisi In Sung yang semakin hari semakin sakit.
So Ra segera menelpon In Sung tetapi tidak di angkat juga. So Ra semakin khawatir dan segera menyeberang sambil menelpon In Sung. Dia tidak menyadari sebuah mobil yang sedang melaju dan…..
Ujian dimulai. Ponsel di atas meja In Sung berbunyi dari So Ra. In Sung mengangkatnya dan langsung berkata kalau dia harus ujian sekarang. Tetapi, yang terdengar adalah suara orang yang berkata wanita tersebut tertabrak mobil dan berusaha membangunkannya. In Sung menjadi panik dan memanggil So Ra. Hal ini terdengar oleh pengawas ujian. Pengawas menegur In Sung untuk menutup teleponnya atau dia akan gagl ujian. In Sung bingung antara memilih So Ra atau ujian.
Akhirnya, In Sung memilih meninggalkan ujian. Dia berlari keluar gedung sampai terus memanggil So Ra. Seseorang mengangkat telponnya. Dia adalah paramedis dan memberitahu kalau pemilik ponsel (So Ra) tertabrak mobil dan sedang dibawa ke rumah sakit.
In Sung segera mematikan telponnya. Dia segera mencari taksi tetapi tidak ada yang berhenti. Dengan sisa-sisa kekuatannya, dia berlari menuju rumah sakit walaupun harus terjatuh beberapa kali.
Dia tiba di rumah sakit dan segera menghampiri So Ra yang terbaring. Dia berusaha membangunkan So Ra. In Sung menangis khawatir. So Ra terbangun dan heran melihat In Sung. Dia bertanya keadaan In Sung dan In Sung mengangguk bahwa dia baik-baik saja. So Ra bertanya lagi bagaimana dengan ujian In Sung?
“Siapa yang peduli dengan ujiannya? Kamu baik-baik saja?”
“Aku baik. Tanganku tidak cedera, jadi, aku bisa ikut ujian praktik.”
In Sung menangis lega mendengarnya. So Ra kembali bertanya keadaan In Sung karena In Sung terlihat sangat sakit. In Sung menyakinkan dia baik-baik saja. Tapi, tidak lama kemudian, dia terjatuh dan kehilangan kesadarannya. So Ra panik dan berteriak minta tolong.
In Sung tersadar dan sedang terbaring di kamar rumah sakit. So Ra berada di sebelahnya. Mata In Sung kabur. Dia memenjamkan matanya dan tetap kabur. So Ra memberikan kacamata In Sung yang dibawanya dan memakaikannya. So Ra bertanya keadaannya? In Sung tidak menjawab dan malah bertanya apa yang terjadi?
“Kamu pingsan.”
“Lalu, aku meminum obatnya?”
In Sung sudah pulang. Kini, di mejanya sudah bertumpuk lagi buku pelajaran. Dia melihat kalendarnya yang ditandai hari tanggal ujian sebelumnya. In Sung menghela nafas. Dia merobek kalendar iru.
In Sung latihan ditaman yang ada alat olahraganya. Dia latihan memutar-mutar setir di alat tersebut. Tapi, baru beberapa putaran, dia terjatuh ke lantai dan mencedari tangannya. Para pengunjung yang ada di taman itu melihat dan membicarakannya. In Sung berbaring sedih di tanah sedih.
“Aku menghadapi aib hanya untuk aib yang lebih buruk. Aku tahu rasa malu yang lebih besar menantiku. Karena aku pecundang memuakkan.”
In Sung duduk di bangku taman. So Ra menghampirinya dan memberikan susu pisang dan kimbab rasa ayam panggang. Kimbabnya bahkan belum melewati waktu kadarluawasa. In Sung tidak bersemangat dan tetap diam.
So Ra membuka kimbab tersebut sambil berkata kalau dia lulus ujian. In Sung terlihat kecewa. So Ra bertanya apakah In Sung tidak akan memberinya selamat? Yang perlu dia lakukan sekarang hanya menunggu penugasannya mengajar.
In Sung sedih. Dia menahan air matanya dan memberi selamat.
“Kamu tidak perlu datang ke tempat seperti ini. Kamu akan pergi ke tempat-tempat yang bagus dan makan enak…” belum selesai In Sung bicara, So Ra segera memasukkan kimbab yang sudah dia buka bungkusnya, kedalam mulut In Sung. Dan menyuruh In Sung untuk makan.
In Sung mengeluarkan kimbab dari mulutnya, dan lanjut berkata, “Sekarang kamu tidak perlu mengecani pria sepertiku juga. Kamu akan bertemu para guru tinggi dan tampan di sekolah. Hidupmu akan baik. Semua berjalan baik sekarang.”
So Ra tersenyum mendengarnya. Dia kemudian memberitahu kalau dia bisa lulus ujian karena In Sung. Karena tanpa In Sung, dia pasti sudah menyerah. In Sung tidak percaya.
“Itu benar. Lalu, bagaimana bisa aku mencampakkanmu? Aku sangat menyukaimu. Aku menyukainmu karena kamu tidak ambisius seperti pria lainnya. Kamu sangat sederhana. Kamu sangat tidak peka dan sangat buruk dalam berbohong. Aku menyukaimu karena kamu begitu lemah. Kamu membutuhkanku,” aku So Ra.
In Sung terharu mendengarnya. Dia memakan kimbabnya dengan menangis. So Ra memberikan susu pisangnya juga. Dia kemudia memegang rambut In Sung. “In Sung, aku yang akan membantumu kali ini. Jadi, kamu bisa lulus ujian kali berikutnya.” janji So Ra. In Sung berterimakasih. So Ra berkata kalau mereka akan selalu bersama, kan? In Sung membenarkan.
Ji Sub dengan model rambut baru. Model belah tengah. Kini, dia sudah beralih ke bidang lain dan sedang mengikuti mata kuliah hukum. Dia melirik seorang mahasiswi yang duduk di belakangnya. Dia tersenyum pada mahasiswi tersebut dan mahasiswi itu balas tersenyum.
Kelas sudah usai. Ji Sub segera menghampiri mahasiswi tersebut dan mengajak membuat kelompok belajar dengannya. Seorang pria, kemudia muncul di belakang Ji Sub dan bertanya pada wanita itu siapa dia? Mahasiswi itu mengaku tidak mengenal Ji Sub.
Pria tersebut langsung memegang leher baju Ji Sub dan mengangkatnya tinggi-tingi sampai menabrak langit. Ji Sub meminta maaf.
Ji Sub menemui dokter In Sung dulu. Dia meminta ikut eksperimen. Kemudian, kita melihat sebelah mata Ji Sub yang lebam.
“Dokter, akan ada efek sampingnya, bukan?” tanya Ji Sub. Layar menjadi gelap.
Kini, In Sung bekerja sebagai petugas yang membantu anak-anak sekolah menyeberang jalan. Dia sangat ramah pada anak-anak dan anak-anak juga mengenalnya.
So Ra sudah menjadi guru dan berjalan pulang bersama murid-muridnya. Di gerbang, In Sung sudah menunggu So Ra. Murid-muridnya kemudian berjalan pulang. So Ra dan In Sung saling menatap.
In Sung menghampiri So Ra. Dia berdiri tepat di samping So Ra dan memberikan lengannya. So Ra merangkul lengan In Sung dan mereka saling tersenyum. In Sung bertanya hari So Ra hari ini dan So Ra menjawabnya. Mereka pulang dengan berbincang riang.
Kami mendukung impianmu.
= Vivid Romance / Romance Full Of Life =
Thank U karena sudah membaca sinopsis di blog ini :)
Tags:
Romance Full of Life