Sinopsis Lakorn : Krong Karm Episode 2 - part 9


Krong Karm Episode 2 – part 9
Network : Channel 3

Atong menanyai mengapa Yoi membeli rumah di kota lain, dan Yoi pun menjawab bahwa dia membeli itu sebagai simpanan. Mana tahu suatu saat Asi ingin membuka toko di sana. Dan Atong merasa itu hal yang bagus.

“Tong, aku ingin membicarakan tentang Philai. Apa yang ingin ku katakan ini, aku harap kamu mengerti, ini semua karena aku menyanyangin mu. Menyanyangin kalian semua. Dia akan menjadi menantu di sini, tapi aku bisa merasakan bahwa dia pelit dan tamak, dia hanya berpikir tentang mengambil milik yang lain. Aku takut bisnis keluarga kita akan kacau,” jelas Yoi.

“Ma, jika kamu tidak yakin, mengapa kamu tidak batalkan saja?” tanya Atong, berharap.



Yoi menolak untuk membatalkan pernikahan, karena menurutnya pernikahan ini sangat penting untuk menjaga image keluarga mereka yang telah bermasalah. Jadi Yoi hanya ingin mengingatkan Atong untuk berjaga- jaga, sebab jika dia mati, dan Atong serta yang lainnya berebutan harta sampai bertengkar, dia akan merasa sedih dalam kuburnya.

“Jadi apa yang akan kamu lakukan?” tanya Atong.



“Setelah kamu menikah, kamu harus pindah ke rumah kecil, masak dan makan disini saat pagi, dan kalian berdua harus bekerja disini. Aku akan menggaji kamu, tapi jangan biarkan istrimu duduk di meja kasir! Kamu harus menghitung nya sendiri. Karena untuk masalah uang, selain suami dan anakku, aku tidak mempercayai siapapun,” jelas Yoi.

Atong tersenyum, dan berkomentar bahwa Yoi terlalu serius. Tapi Yoi tetap menekan kan agar Atong melakukan seperti apa yang dikatakannya. Karena tidak peduli apa, Seorang Ibu akan selalu tetap menjadi Seorang Ibu, dan Saudara kandung akan selalu tetap menjadi Saudara kandung, tidak bisa diputuskan atau dipisahkan. Tapi Seorang Istri hanyalah orang luar.

“Jika Philai tidak seperti yang aku pikirkan, toko ini akan ku berikan padanya seperti komitmen ku. Tapi itu hanya setelah kalian berdua mempunyai anak,” jelas Yoi, tegas.



“Ma, apa Hia Chai tahu tentang ini atau tidak? Bahwa aku akan mendapatkan toko ini?” tanya Atong. Dan Yoi tidak peduli.

“Tong! Menjadi seorang Ibu tidak mudah. Selain harus membesarkan anak menjadi baik dan mengajari mereka. Harta dan uang harus cukup. Jadi ketika aku meninggal, tidak seorang pun yang akan menggosip kan ku di belakang. Apa kamu mengerti maksud ku?” tanya Yoi sambil menangis, ketika mencerita kan itu. Dan Atong pun mengiyakan.


Yoi lalu memakai sepatu nya, karena dia harus pergi untuk mengurus bisnis yang sangat penting. Dan karena kaki Yoi masih sakit, maka sebagai anak yang perhatian dan berbakti, maka Atong pun segera membantu Yoi memakai sepatu.



Yoi datang ke pabrik penggilingan, dan ketika melihat nya Asa langsung menyapanya. Sementara Asi yang sedang asyik tiduran, dia tidak percaya bahwa Ibu mereka datang, jadi karena itu dia bertaruh akan membayar 1 baht jika Ibu mereka benar datang.



“Berikan aku 1 baht sekarang, Asi,” kata Yoi. Dan mendengar itu, Asi langsung membuka matanya dan bangung.

“Aku bercanda, ma. Aku sangat merindukan mu,” kata Asi sambil berlari ke arah Yoi.

“Berhenti. Beritahu aku apa yang kamu lakukan di Pak Nam Pho? Kamu pikir aku tidak tahu? Tunggu aku! Kita harus berbicara panjang,” balas Yoi.



Yoi pergi ke rumah Renu dan Chai, disana dia mengunci pintu rumah menggunakan gembok besar, sehingga tidak ada yang bisa masuk ke dalamnya.

Asa serta Asi yang mengikuti Yoi, mereka bertanya apa yang sedang Yoi lakukan itu. Karena jika Yoi mengunci pintu rumahnya, maka Sor Renu tidak akan bisa masuk ke dalam ketika pulang nanti. Tapi Yoi tidak peduli, dan itu lah yang di harapkan nya juga.


“Pelacur sepertinya! Satu dari kita harus mengalahkannya! Jadi dia akan meninggalkan rumah kita! Hmmm… dia belum mengenal Yoi dengan baik,” kata Yoi dengan nada benci. Dan mendengar itu, Asa serta Asi pun hanya diam, karena tidak bisa melawan.



Malam hari. Renu menanyakan apa Wanna malu mempunyai kakak seorang pelacur sepertinya. Dan Wanna menyuruh agar Renu jangan mendengar kan perkataan orang, karena orang- orang tidak tahu apapun, serta mereka juga tidak ada meminta makanan ke orang- orang itu, jadi lebih baik mereka bersyukur saja.

“Tapi Pok… aku tidak tahu… jika suatu hari, dia mengetahui bahwa Ibu nya seorang wanita rendahan, dia mungkin tidak setuju, dia mungkin tidak bisa menerima nya,” kata Renu.

“Keitika dia sudah sedikit besar lagi, mari jelaskan kepadanya secara perlahan mengenai kebenaran nya,” balas Wanna.



Dengan sinis Renu merenungkan tentang uang yang bisa membeli apapun di dunia ini, kecuali kematian. Mendengar itu, Wanna berkomentar bahwa Renu adalah kakak yang paling di kagumin. Karena dulu ketika Ayah mereka sakit, semua saudara mereka menyerah untuk membiayai, kecuali Renu. Saat itu hanya Renu yang terus bekerja keras untuk Ayah mereka.

“Tapi aku harus membayar untuk dosa ku sampai aku mati,” kata Renu, sinis pada diri sendiri.

“Itu sudah berlalu, P’. Dan sekarang, kamu sudah berbalik dari itu. Jadi mengapa kamu masih memikirkan tentang itu?” balas Wanna.


“Kamu benar. Hidup harus terus maju. Mengapa kita masih bersedih oleh cerita masa lalu? Aku berjanji. Aku tidak akan pernah kembali ke tempat itu lagi. Aku berjanji,” gumam Renu.



Si merayu Yoi untuk membelikannya sebuah kamera baru, karena semua temannya telah memiliki itu. Tapi dengan tegas Yoi menolak, sebab itu sia- sia saja dan tidak berguna. Dan Si yang pantang menyerah, dia terus merengek dan meminta, dia beralasan bahwa jika dia memilik kamera, maka dia bisa membantu menjadi kameramen di pernikahan Atong, jadi Yoi tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membayar kameramen.

Capek mendengar kan rengekan Si yang tidak ada hentinya, Ayah pun meminta Yoi untuk membelikan saja Asi kamera. Dan akhirnya Yoi pun menyerah, dan setuju.



“Baik. Janji padaku dulu! Kamu harus memperhatikan sekolahmu, dan tidak berlarian seperti sebelumnya. Pasti tidak !” jelas Yoi.

“Itu masalah mudah. Aku janji, ma,” balas Si dengan riang.

“Jangan membuat paman dan bibi stress karena mu. Tentang masalah wanita. Lalu karena kamu tinggal jauh dariku, aku sangat khawatir,” kata Yoi.

“Kamu tidak perlu mengkhawatirkan ini, ma. Aku janji,” balas Si.


“Ketika ada bajingan yang mendekati mu, kamu harus hati- hati, jangan sampai terjebak oleh mereka, ya. Dan para pekerja yang rendah, jangan menginginkan mereka! Kamu harus berkencan dengan seseorang seperti pemilik toko, anaknya. Mengerti?” kata Yoi, lagi.

“Aku mengerti, ma. Aku janji. Kamu bisa tenang,” kata Si berjanji.



Malam hari. Didalam kamar. Jantra membaca buku yang Atong pinjamkan pada nya, dan setelah selesai membaca buku tersebut, Jantra tanpa sengaja menemukan sebuah surat yang terselip di belakang buku itu.

Jantra, aku ingin memberitahu mu bahwa aku menyukai mu. Walaupun kita tidak akan pernah punya kesempatan untuk tinggal bersama, tapi aku ingin memberitahu mu bahwa hatiku selalu denganmu, Jantra.


Dini hari. Setelah selesai berbelanja, Jantra pulang melalui rumah Atong, yaitu toko Yoi. Dan ketika dia melihat seseorang membuka pintu toko, dia langsung merasa bersemangat. Tapi saat melihat bahwa orang yang membuka pintu toko dan keluar adalah Asa, wajahnya langsung tampak seperti kecewa.

Asa yang melihat Jantra, dia menghampirinya dan menanyakan ada apa. Dan Jantra pun menyerahkan buku yang di pinjamkan Atong padanya.


“Bisakah kamu mengembalikan ini kepada Hia Tong?” tanya Jantra.

“Dia ada di dalam sekarang. Maukah kamu menunggu?” tanya Asa.

“Tidak perlu. Tolong kamu serahkan ini saja kepada dia,” balas Jantra. Lalu dia pergi.



Ketika Atong telah keluar dari kamar, Asa memberikan buku yang titip kan oleh Jantra barusan. Dan Atong pun menerima buku itu, lalu dia melihat ke halaman paling belakang buku untuk melihat apa surat yang ditulisnya masih ada.

“Asa, apa dia ada menitipkan pesan?” tanya Atong.



“Dia tidak ada mengatakan apapun. Dia mengembalikan itu dan pergi dengan cepat,” jawa Asa. “Hia, tahan hati mu. Apa yang kamu lakukan tidak bagus, kamu harus menikah dengan Sor Philai dalam beberapa hari ini,” kata Asa, seperti  mengerti.

“Itu sulit. Kamu bukan aku, kamu tidak mengerti,” balas Atong.


“Begitukah. Aku hanya memberi saran sebagai adik mu,” balas Asa. Dan Atong tersenyum mengerti. “Hia, satu hal lagi. Jantra mempunyai pria lain yang pacaran dengan nya. Sebenarnya aku tidak mau memberitahumu, tapi waktu nya akan datang juga. Kamu harus memantapkan pikiranmu,” jelas Asa. Dan Atong menundukan kepala, dia tampak kecewa.



Hari kremasi Ibu Renu. Semua orang berkumpul di tengah tanah lapang, dan memperhatikan dengan sedih Ibu mereka yang di kremasi disana. Lalu setelah semua selesai, satu persatu pergi meninggalkan tempat itu. Kecuali Renu.



Renu memberitahu Wanna bahwa dia akan kembali ke Chum Saeng siang ini, karena dia tidak memiliki alasan lagi untuk tinggal di sini, jadi lebih baik dia pulang dan mencari uang. Dan karena Renu akan pergi, maka Wanna pun memutuskan untuk kembali ke Pak Nam Pho siang ini juga.



“Pok, siapkan pakaian mu dan ikut dengan ku. Untuk tinggal di Chum Saeng dengan ku,” kata Renu, memberitahu Pok.

“Apa Chumsaeng itu jauh?” tanya Pok.

“Tidak. Ayo,” ajak Renu. Dan Pok menggelengkan kepalanya.

Pok tidak mau pergi. Dan Renu menasehati agar Pok ikut bersama nya, karena tidak ada siapapun lagi yang bisa menjaga Pok di sini. Serta jika Pok ikut dengan nya, maka Pok bisa pergi ke sekolah dan belajar seperti yang lainnya. Tapi Pok tetap tidak mau pergi, dia mau tinggal dengan Luang Phor saja ( kepala biksu).


“Mengapa kamu tidak mau mendengarkan ku?” tanya Renu dengan nada besar.

“Aku tidak akan pergi kemanapun denganmu! Aku akan tinggal dengan Luang Phor disini,” balas Pok, lalu dia berlari pergi.



Renu menemui kepala biksu, dan kepala biksu pun menyarankan agar Renu jangan memaksa Pok, jika Pok tidak mau pergi. Lalu jika Pok memang mau tinggal bersamanya, kepala biksu sama sekali tidak masalah, jadi Renu tidak perlu khawatir. Mendengar itu, Renu pun merasa lega, tapi sedih juga.



Kepala biksu kemudian memanggil Pok, dan memberitahu Pok kebenaran nya. Renu adalah Ibu kandung Pok, orang yang melahirkan Pok. Mendengar itu, Pok meneteskan air mata dan memaling kan wajahnya dari Renu.



“Mengapa kamu begitu keras kepala hari ini? Kamu harus menghormati Ibumu,” tegur kepala biksu. Dan dengan terpaksa, Pok memberikan hormat kepada Renu. Melihat itu, Renu tampak merasa sedikit sedih.

1 Comments

Previous Post Next Post