Ketika Xi Que membuka pintu, Luo
Jing langsung merasa antusias karena dia mengira itu Wu Mei. Tapi saat dia
mengetahui kalau itu Xi Que, dia tampak sedikit kecewa. Dia menanyakan kepada
Xi Que, apakah Wu Mei sudah pulang.
Dan Xi Que menjawab bahwa dia telah
bertanya kepada Zhang Ji, tapi Zhang Ji juga tidak tahu. Lalu karena ini sudah
sangat malam, dia merasa mungkin Wu Mei masih berada di Istana untuk mengurus
masalah penting. Jadi lebih baik Luo Jing tidur duluan.
“Aku bahkan membuat begitu banyak
makanan enak untuknya,” kata Luo Jing sedikit kecewa. “Mm… sudahlah. Setelah
dia kembali, aku akan membuatkannya lagi,” lanjut Luo Jing sambil tersenyum. Lalu
Luo Jing kembali ke dalam kamar.
Pagi hari. Luo Jing merebuskan obat
untuk Wu Mei, dan ketika Luo Jing mencicipi obat itu dia merasa obatnya sangat
pahit. Jadi dia ingin kedapur untuk membuatkan makanan manis bagi Wu Mei untuk
dimakan, ketika dia pulang. Karena Wu Mei meminum obat itu setiap hari, jadi
pasti Wu Mei merasa pahit juga.
“Nona. Kamu tidak seharusnya
menunggu Yang Mulia lagi,” kata Xi Que, pelan.
“Mengapa aku tidak seharusnya
menunggu dia?” tanya Luo Jing, tidak mengerti.
Xi Que dengan gugup beralasan bahwa
selama kembali kesini, Luo Jing selalu sibuk mengurus Wu Mei. Jadi Xi Que ingin
mengajak Luo Jing untuk bersantai sejenak. Mendengar itu, Luo Jing merasa ada
yang aneh dengan sikap Xi Que tiba2. Jadi dia meminta Xi Que untuk
memberitahunya ada apa.
“Tidak, Nona. Xi Que sangat
menyanyangin Nona. Bagaimana bisa Xi Que menyembunyikan sesuatu dari Nona.
Hanya saja… mm… Xi Que ingin tinggal disisi Nona sedikit lagi,” kata Xi Que
dengan gugup.
“Mengapa aku merasa sepertinya hari
ini kamu sedikit…” kata Luo Jing, tidak percaya.
Tiba2 terdengar suara pengawal yang
berteriak mengabarkan kepulangan Wu Mei. Dan mendengar itu, Luo Jing merasa
sangat gembira sekali, dan mau menemui Wu Mei segera. Tapi Xi Que memegang
tangannya, dan menahannya.
“Nona. Mengapa kita tidak pergi
membuat cake? Atau, apa kamu haus, Nona? Lapar? Xi Que akan menggosokan
punggung mu,” kata Xi Que, sedikit melantur.
Dengan heran, Luo Jing menarik
tangannya, dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Lalu karena Xi Que hanya
diam, maka Luo Jing pun memutuskan untuk pergi. Dan Xi Que langsung
memanggilnya dengan cemas.
Wu Mei tampak tidak fokus
mendengarkan, ketika Ru Yu berbicara kepadanya. Tapi saat dia melihat
kedatangan Luo Jing, dia langsung memeluk bahu Ru Yu, dan bersikap mesra
kepadanya.
“Jika Yu’er (Ru Yu) ingin tinggal
disini, maka tinggal lah selama yang kamu suka,” kata Wu Mei. Dan dengan
senang, Ru Yu bersandar didada Wu Mei.
Tapi saat Ru Yu menyadari keberadaan
Luo Jing didekat mereka, dia langsung merasa malu. “Kakak Zhong, disana ada
seseorang. Siapa dia? Mengapa dia mengenakan masker?” tanyanya.
“Dia kah? Dia adalah tabib yang
mengobati penyakitku. Aku dengar karena wajahnya jelek, jadi dia mengenakan
masker,” jawab Wu Mei dengan nada sedikit keras. Mendengar itu, Luo Jing tampak
terkejut dan terluka.
Saat Wu Mei serta Ru Yu tidak
sengaja berpapasan dengan Luo Jing didalam kediaman. Wu Mei dengan sengaja
mengabaikan Luo Jing, dan dengan perhatian memegang tangan Ru Yu.
“Yu’er. Kamu baru tiba di Sheng
Jing. Kamu mungkin capek. Pergilah ke kamar mu untuk beristirahat hari ini.
Tunggu sampai aku telah menyelesaikan beberapa urusan, lalu aku akan menemui
mu,” kata Wu Mei dengan lembut.
“Baiklah,” balas Ru Yu sambil
tersenyum. Lalu dia berjalan melewati Luo Jing yang berada didepannya.
Luo Jing bertanya dengan kesal, dia
meminta Wu Mei untuk memberikan penjelasan apa maksud nya ini. Tapi dengan
acuh, Wu Mei balas bertanya mengapa. Dan Luo Jing pun mengeluhkan bahwa dia
telah menunggu Wu Mei sepanjang malam, tapi Wu Mei tidak pernah datang. Lalu
sekarang Wu Mei malah pulang dengan membawa wanita lain, dan berakting seperti
itu didepannya barusan.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Ada
apa?” tanya Luo Jing, meminta penjelasan.
“Apa ini sesuatu yang perlu aku
jelaskan kepadamu? Aku masih punya beberapa urusan yang harus diurus sekarang.
Selamat tinggal,” balas Wu Mei. Lalu dia pergi.
Keesokan harinya, Luo Jing datang ke
kamar Wu Mei. Tapi penjaga pintu menghalanginnya untuk masuk ke dalam. Si
Penjaga pintu berbohong, dia mengatakan bahwa Wu Mei sedang pergi ke Istana,
jadi Luo Jing bisa kembali nanti.
Wu Mei yang sebenarnya berada
didalam kamar, ketika dia mendengar tentang kedatangan Luo Jing, dia merasa
sedih dan tidak tega. Tapi dia tidak bisa perbuat apapun, dan hanya bisa diam.
Keesokan harinya, Luo Jing datang
lagi ke kamar Wu Mei. Dan kali ini, Zhang Ji yang menghalanginnya. Zhang Ji
memberitahu Luo Jing bahwa Wu Mei sudah pergi karena ada urusan. Jadi Luo Jing dengan
terpaksa pun harus pergi darisana lagi.
Xi Que menghampiri Luo Jing yang
sedang duduk termenung didepan pintu. Dia mengajak Luo Jing untuk kembali ke
dalam bersamanya, karena disini sangat dingin. Tapi Luo Jing tidak menjawab,
malahan dia menanyakan berapa lama Wu Mei berencana untuk menghindarinya.
“Nona. Yang Mulia mungkin sangat
sibuk. Setelah beberapa hari nanti, dia pasti akan menjelaskan nya padamu,”
kata Xi Que. Kemudian dia berdiri diam, menemanin Luo Jing yang masih duduk
diam didepan pintu.
Keesokan harinya. Luo Jing
berpapasan dengan Ru Yu. Dan Ru Yu menyuruh Luo Jing berhenti, karena dia ingin
memberikan hadiah terima kasih untuk Luo Jing yang telah mengobati Wu Mei
dengan baik.
Tapi Luo Jing menolak hadiah itu
dengan halus, dan mengucapkan terima kasih untuk kebaikan Ru Yu. Lalu dia pun
ingin pergi. Namun langkahnya terhenti, ketika dia melihat kalung yang
dikenakan oleh Ru Yu.
Luo Jing teringat, dulu ketika dia
dan Wu Mei berjalan-jalan dipasar malam. Saat itu dia melihat sebuah kalung
yang sangat bagus, dan dia menginginkannya. Tapi Wu Mei tidak mau membelikan
kalung itu.
“Kalung ini,” kata Luo Jing dengan
pelan.
“Kalung ini? Ini hadiah yang
diberikan kepada Putri kami oleh Yang Mulia,” jawab Pelayan pendamping Ru Yu.
Mendengar itu, Luo Jing tampak
seperti sedih. Dan lalu dia pun berjalan pergi.
Setelah Luo Jing pergi. Ru Yu
bertanya kenapa Pelayannya (Shan’er) berbohong kepada Luo Jing, dengan
mengatakan kalau kalung ini hadiah dari Wu Mei. Kepadahal kalung ini adalah
hadiah ulang tahunnya dari Ayahnya sendiri.
“Tuan Putri. Saya mendengar bahwa
ada beberapa pembisnis diluar sana yang meniru design kalung ini. Dan itu
sangat populer di Sheng Jing. Lalu Tabib wanita barusan tampak syok ketika
melihat kalung ini barusan, jadi dia pasti ada salah paham. Jadi itu bagus bagi
kita mengambil kesempatan ini untuk membuang harapannya, agar dia tidak
mendekati Yang Mulia. Benarkan?” jelas Shan’er.
Ru Yu merasa bahwa itu sedikit tidak
baik. Tapi Shan’er menegaskan bahwa Raja telah menyuruhnya untuk menemanin Ru
Yu selama di Sheng Jing, jadi dia pasti akan melindungin Ru Yu.
“Yang Mulia begitu baik, tampan, dan
mudah bergaul. Jadi pasti akan ada beberapa orang yang tertarik. Makanya Putri,
kamu harus memegang erat Yang Mulia,” jelas Shan’er. Lalu dia mengatai Luo Jing
yang harusnya berkaca lagi untuk melihat apa dirinya layak untuk mencoba
mendekati Wu Mei.
“Kamu benar. Palsu akan tetap palsu.
Itu tidak akan pernah menjadi asli,” kata Ru Yu sambil tersenyum setuju.
Didalam kamar. Wu Mei memperhatikan
sepatu doraemon buatan Luo Jing. Serta dress bunga berwarna biru milik Ibunya
yang pernah dipakai oleh Luo Jing. Dia mengingat setiap kenangannya bersama
dengan Luo Jing.
“Xiao Jing. Aku minta maaf,” kata Wu
Mei dengan raut sedih diwajahnya.
Tags:
Unique Lady