Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles
Episode 06-3
Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Mubaek menebak kalau mungkin Asa Ron
yang memindahkan suku Wahan. Dujeumsaeng itu pasti masih ada di Arthdal. Dan Tagon
merencanakan pengkhianatan. Jadi, apa yang harus di lakukannya?
Dia kemudian teringat ucapan Asa Sakan
kalau pria yang membunuh ayahnya sendiri akan melawan benda langit dan
memastikan dunia tidak berakhir. Apa hal itu merujuk pada Tagon?
Flashback
Kitoha
menemui Mubaek dan memberitahu kalau sepertinya pria yang mengedarai kuda di
Iark (Eunseom) adalah orang yang membunuh Sanung Niruha. Mubaek jadi makin
bingung, kuda yang di kendarai oleh Eunseom adalah Kanmoreu dan ada kemungkinan
kalau Eunseom adalah Aramun Haesulla.
End
Semua teka-teki itu terus berputar di
dalam kepala Mubaek, menunggu untuk di pecahkan. Dan juga Asa Sakan mengatakan
ada 3 benda langit, : Pedang, Lonceng dan Cermin. Dimana ketiga benda yang di
maksud tersebut?
--
Seseorang berpakaian jubah putih,
menggunakan benda menyerupai cermin bulat, dan mengarahkan cahaya bulan dengan
cermin itu ke wajah Tanya yang tertidur. Karena cahaya itu, Tanya membuka
matanya. Dia terkesiap melihat sosok di hadapannya. Sosok berjubah putih itu
tidak di perlihatkan jelas wajahnya, tapi dia memberi tanda dengan jarinya agar
Tanya tidak berisik.
“Eunseom?” gumam Tanya.
Pria itu kembali mengarakan telunjuknya
ke mulutnya, menyuruhnya untuk diam. Tanya memperhatikannya dan melihat sosok
itu mengenakan kalung hitam. Tidak hanya itu, di rambut pria itu ada jepitan. Kemudian,
pria itu menunjuk ke arah salah satu benteng api. Saat Tanya menoleh ke benteng
itu, pria itu langsung menghilang.
Tanya terkesiap karena mimpinya
tersebut dan membuat Yeolson terbangun.
“Ayah, Eunseom tadi di sini. Dia pakai
kalung dan gelang dari Batu Keras,” beritahu Tanya. “Aku serius. Aku sungguh
melihatnya. Eunseom ada di sini. Dia datang untuk menyelamatkan kita. Dia tadi
di sini.”
“Tanya. Kedengarannya kau… akhirnya… bermimpi,”
ujar Yeolson. “Akhirnya. Kau bermimpi. Namun, kenapa? Kenapa sekarang?”
“Mimpi?” gumam Tanya. “Semua percuma
sekarang,” ujar Tanya tampak tidak menyukainya.
Tapi, matanya kemudian melihat sesuatu
di tanah.
--
Yeobi pergi menemui Eunseom di dalam
sebuah gua. Begitu masuk, Eunseom yang menutupi dirinya dengan pakaian hitam,
langsung bertanya dimana Mihol?
“Dia mau bertemu denganmu. Ikuti aku. Kau
akan temui dia,” ujar Yeobi. “Tidak ada perangkap. Kami amat butuh senjatanya,”
lanjutnya tanpa menoleh (karena Eunseom melarangnya menoleh).
“Jalan lebih dulu,” setuju Eunseom.
--
Asa Ron bersama Asa Mot menemui
Danbyeok. Mereka membahas mengenai kematian Sanung Niruha. Asa Ron masih belum
tahu kalau Danbyeok sudah tidak mempercayai Mihol dan mengira kalau Danbyeok
masihlah memihak pada Mihol. Saat itu, seorang pengawal masuk dan melapor kalau
pasukan Daekan bersenjata lengkap menuju ke benteng Api. Asa Ron langsung
kaget.
--
Eunseom mengikuti Yeobi dan bertanya
mau kemana mereka? Yeobi menjawab : “Benteng api.”
--
Asa Ron bersama pasukan Danbyeok tiba
di Benteng Api. Mihol yang melihat kedatangan mereka merasa heran. Asa Ron
segera memberitahu kalau pasukan Daekan-nya Tagon sedang menuju kemari. Mihol langsung
bisa menebak kalau pasukan Daekan hendak menyerang untuk merebut kembali suku
Wahan. Suku Wahan yang ada di sana, jelas bingung dengan apa yang sebenarnya
sedang terjadi.
“Bawa mereka ke Pilgyeonggwan. Sekarang!”
perintah Mihol. “Halangi gerbang.”
Suku Wahan jelas menjerit ketakutan
karena akan di bawa ke tempat asing lagi. Mereka kan sebelumnya berada di halaman,
sekarang mereka di bawa ke dalam gedung. Mihol langsung menyuruh pelayannya untuk
mengurung semua suku Wahan di dalam gudang.
Pasukan Daekan tiba dan mulai berusaha
mendobrak gerbang benteng api. Perperangan langsung pecah begitu benteng
berhasil di dobrak. Sekarang ke empat kubu saling berhadapan : Asa Ron, Mihol,
Danbyeok dan Tagon.
Mihol berusaha tenang dan bertanya ada
urusan apa mereka kemari? Ini adalah benteng api, daerah tempat tinggalnya!
“Karena ditangkap Pasukan Daekan di
Iark, dujeumsaeng itu milik kami. Kami mau bawa suku Wahan kembali,” jawab
Tagon dengan tenang.
“Jangan beri alasan konyol, Tagon,” Asa
Ron angkat bicara. “Bukan karena itu kau kemari. Kami bawa mereka kemari untuk
menangkap dujeumsaeng yang membunuh Sanung Niruha. Kau takut dujeumsaeng itu
akan tertangkap. Maka itu kau kemari. Apa aku salah? Kau kemari karena takut
akan kebenaran. Apa aku salah?”
“Kebenaran?” ulang Tagon. Danbyeok langsung
menatapnya. “"Kebenaran," katamu? Kebenaran harus diungkap. Namun, aku
tak percaya kau untuk mengungkapnya, Mihol.”
“Apa? Kenapa? Kenapa, Tagon?” tanya Mihol,
tidak menduga jawaban Tagon.
“Karena kau mau membunuhku sehari
sebelum Sidang Keramat,” jawab Tagon, membuat semuanya terkejut. “Kau coba
menjebakku dengan menangkap dujeumsaeng itu.”
“Aku? Aku mencoba membunuhmu?”
“Kau minta Taealha untuk membunuhku. Bichwisan
(racun tanpa warna, bau dan rasa) Tanpa bau, rasa, atau warna. Kau tahu, 'kan?”
Danbyeok yang mendengar itu jelas
semakin tidak percaya dengan Mihol yang telah mencoba membunuh kakaknya, Tagon.
Mihol masih berpura-pura tidak mengerti maksud Tagon. Sementara Danbyeok yakin
kalau pasti bukan ayahnya yang memerintahkan hal tersebut. Dia jadi semakin
yakin kalau Mihol telah berkomplot dengan Asa Ron, bahkan sebelum sidang keramat
di laksanakan.
“Tagon. Tak penting ada kesalahpahaman
apa atau apa masalah antara kau dan Mihol. Kau melanggar prinsip dasar Serikat dengan
bawa Pasukan Daekan ke Benteng Api. Pemimpin Serikat tewas. Maka, ini otoritasku,
Asa Ron, kepala Suku Gunung Puncak Putih dan Pendeta Tinggi. Kini,
kuperintahkan Tagon ditangkap!” ujar Asa Ron. “Tagon, menyerah saja. Kami sudah
panggil penjaga dari seluruh Arthdal, dan mereka sedang kemari. Pasukan Daekan
mungkin berani, tapi kalian kalah jumlah. Tolong bekerja sama!” lanjutnya.
Mihol tersenyum senang. Dan Asa Ron segera
memerintahkan pasukan Danbyeok untuk menangkap Tagon. (Jadi, kini pasukan
Danbyeok itu pengawal yang bertugas menjaga kentetraman Arthdal, sementara
pasukan Daekan milik Tagon adalah pasukan khusus yang di perintahkan untuk memberantas
pemberontak di luar Arthdal). Sayangnya, semua pasukan Danbyeok hanya diam. Asa
Ron jadi kesal dan menyuruh Danbyeok untuk segera memerintah anak buahnya itu
untuk menangkap Tagon.
“Mihol. Putrimu, Taealha, menghilang
pagi itu di hari Sidang Keramat. Apa yang kau lakukan? Kau ikuti perintah
siapa?” tanya Danbyeok.
“Apa maksudmu? Kuikuti perintah Sanung…”
“Tidak! Ayahku tak mungkin beri perintah
itu. Jika Tagon tewas sebelum sidang itu, yang paling diuntungkan adalah yang
menyudutkannya. Asa Ron, Pendeta Tinggi. Penjaga, hunus pedang!” perintah
Danbyeok. “Kuperintahkan tangkap Asa Ron Niruha dan Mihol, kepala suku Hae, untuk
mengungkap kebenaran!”
Tagon tersenyum puas karena semua berjalan
sesuai rencananya. Mihol dan Asa Ron sudah tersudut. Tapi, Mihol tiba-tiba
tertawa dan melihat ke atas, di atas ada Hae Heulrib.
“Bulan purnama ada di langit. Namun,
kebetulan tertutup awan gelap di langit malam. Ini Benteng Api. Ini rumahku,”
ujar Mihol dan mengadahkan tangan ke atas. Pas saat itu, Heulrib memotong
rantai sehingga semua api penerangan yang ada langsung padam dan terjadi kegelapan.
Semua gempar. Tidak bisa melihat apa
yang terjadi. Dan pintu gerbang pun langsung di tutup dengan besik dari luar.
Suara ribut-ribut diluar itu,
terdengar hingga ke dalam gudang dimana suku Wahan terkurung. Salah satu
pengawal jadi penasaran dengan yang terjadi, dan malah mengintip keluar pintu. Dalsae
melihat adanya kesempatan segera menyerang dan merebut pisau serta menghunuskannya
ke pengawal itu hingga tewas. Semua suku Wahan langsung senang apalagi dengan
pisau itu, Dalsae memotong tali yang mengikat mereka semua.
“Ayah Yeolson, sekarang apa?” tanya
Dalsae. “Ayo bunuh minimal satu. Mari mati bertarung.”
“Bertarung dalam nama Wahan,” timpal
yang lain.
Yeolson terdiam sesaat. “Tidak. Wahan...
sudah tak ada lagi. Kubuat keputusan bijak terakhir. Buksoe dari Wahan. Mungtae
dari Wahan. Agaji dari Wahan. Semua warga Wahan. Mulai saat ini, kubebaskan
semua nama kalian yang terikat dengan Wahan. Kini, kita mandiri. Kita putuskan
sendiri dan hidup mandiri. Beberapa akan mati. Beberapa akan hidup. Mari
berhenti berharap kita akan bertemu setelah mati. Berharaplah kita akan bertemu
lagi semasa hidup. Jangan pernah bertekad untuk mati bersama lagi. Pergilah. Kini,
pergilah,” putuskan Yeolson.
Semua menangis mendengar keputusan Yeolson.
Arti dari keputusan Yeolson adalah mereka akan berusaha hidup sendiri walau itu
artinya mereka akan tercerai berai bersama dengan yang lain.
Dalsae berdiri sambil menangis. Mungtae
dan Buksoe serta yang lain mulai berdiri satu-persatu. Mereka mendengarkan
keputusan terakhir Yeolson. Mereka berjalan keluar dari gudang, berpisah satu
sama lain. Yeolson masih ada di dalam gudang dan memberi tanda agar Tanya juga
pergi.
--
Yeobi dan Eunseom tiba di dekat
Benteng Api dengan obor di tangan Yeobi. Saat itu, mereka mendengar suara
orang-orang berteriak di dalam Benteng Api yang mencari obor. Yeobi sadar sesuatu
yang buruk telah terjadi.
Pasukan di dalam Benteng Api, tidak
bisa mengenali satu sama lain karena kegelapan tersebut. Dalsae dan yang lain
memanfaatkan moment tersebut untuk memukul mereka dan kabur dari dalam Benteng
Api. Tapi, tentu saja sangat sulit karena mereka saling bertabrakan satu sama lain.
Di tengah kekacauan tersebut, Tanya melihat
sebuah pintu, sehingga dia memutuskan untuk masuk ke dalam pintu tersebut. Begitu
masuk, Tanya segera menutup pintu dengan rapat. Ruangan itu seperti ruangan
belajar. Banyak kertas dan tulisan yang asing bagi Tanya. Tanya segera masuk
lebih dalam dan menemukan tangga menuju ke atas.
Tanya menatap tangga itu dan menatap
liontin batu keras yang ada di genggamannya. Liontin itu dia temukan di tanah. Dan
dia ingat kalau liontin batu itu adalah yang di kenakan sosok yang di lihatnya.
Dia juga teringat sosok itu menunjuk ke arah atas menara. Hal itu membuat Tanya
yakin kalau semua bukanlah mimpi.
Dengan cepat, Tanya menaiki tangga
tersebut. Tangga itu sangatlah tinggi.
--
Dalsae berhasil kabur dari para
pengawal di lapangan dengan Buksoe yang terluka. Mereka menemukan pijakan untuk
keluar dari dalam benteng. Sebelum kabur, Buksoe sempat bertanya bagaimana
dengan Mungtae dan Teodae? Dalsae tidak bisa menjawab dan menyuruh Buksoe untuk
cepat manjat saja.
Mereka berhasil memanjati benteng dan
keluar. Diluar, mereka beruntung karena bertemu dengan Eunseom dan Yeobi. Sialnya,
Yangcha melihat mereka. Yeobi panik melihat Yangcha yang adalah pasukan Daekan tapi
kenapa bisa berada di Benteng Api.
--
Di atas tangga itu, ada sebuah pintu. Dengan
hati-hati, Tanya masuk ke dalam-nya. Di dalam, ada sebuah tempat tidur,
permainan catur batu hitam putih dan sebuah meja. Dan… sesuatu yang terlihat di
mimpi Eunseom!
“Semalam
mimpinya sama, tentang dikurung. Aku dikurung dalam tempat yang dikelilingi
bebatuan. Tergantung di dinding, ada kulit yang disamak dengan lukisan aneh. Lembaran
kayu dijahit menyatu, digulung menjadi silinder,” Tanya teringat cerita mimpi Eunseom (baca
di episode 02).
“Aku ada di mimpi-nya Eunseom,” ujar
Tanya dalam hati.
--
Yeobi berpas-pasan dengan Mubaek saat
kabur. Begitu melihat Mubaek, Yeobi langsung memberitahu kalau dujeumsaeng pembunuh
Sanung ada di sana. Mubaek langsung pergi sesuai arah yang di tunjukkan Yeobi.
--
Eunseom menyuruh Dalsae untuk kabur
bersama Buksoe, sementara dia yang akan menghadapi Yangcha. Yangcha segera
menyerang dengan rantainya. Sementara Dalsae langsung kabur dengan Buksoe
(mereka ragu kabur, tapi Eunseom berteriak menyuruh mereka cepat kabur).
Eunseom mengeluarkan pedang kecilnya
dan mengenggamnya dengan erat.
--
Tanya melihat ke sekeliling ruangan. Di
ruangan itu terdapat cermin. Tanya terkejut melihat wajahnya di cermin (dia
belum pernah melihat cermin sebelumnya). Dan saat berjalan mundur, dia menginjak
sebuah bel. Tanya mengambil bel itu.
Bel itu berdentang.
--
Mubaek masih berlari menuju ke Benteng
Api sambil mengingat perkataan Asa Sakan.
Sekitar
dua dekade lalu, tiga benda ini muncul bersama di dunia. Apa tiga benda langit
itu?
Lonceng untuk bergema di seluruh dunia
(Tanya sedang memegang lonceng dan suaranya lonceng
itu terus berdentng) ;
Pedang untuk membunuh dunia (Eunseom sedang mengenggam erat pedang/pisau kecilnya dan tatapan
matanya siap menyerang) ;
dan Cermin untuk menerangi dunia (Seseorang membuka tirai
yang berada di belakang Tanya. Orang itu memiliki wajah sama persis seperti
Eunseom. Dia adalah pria yang menemui Tanya. Dia adalah Saya)
Tiga benda ini akan mengakhiri dunia.
-Bersambung-
Epilog
20 tahun yang lalu,
Saat Yeolson sedang di luar, dia melihat sebuah komet biru : “Kenapa
komet itu harus muncul sekarang? Bagaimana jika dia melahirkan hari ini?” khawatir
Yeolson.
Dan benar saja, terdengar suara tangis bayi dari rumahnya.
--
Di Arthdal, Ragaz juga melihat komet biru tersebut. Dan dia bisa mendengar
suara tangisan bayi dari kejauhan. Dengan kencang, Ragaz berlari ke gua-nya.
Di sana, Asa Hon baru saja melahirkan. Ragaz melihat bayinya dan Asa
Hon. Dia merangkak perlahan mendekati bayi itu. Asa Hon melihatnya dan tersenyum.
Ragaz menyentuh bayinya. Tidak hanya satu. Tapi dua. Bayi kembar
(Eunseom dan Saya)
Eunseom : di
besarkan Asa Hon dan di bawa ke Iark.
Saya : yang
di temukan Tagon di hutan (baca episode 01 part 2) dan dia minta Taealha untuk
membesarkannya.
Dan berakhirlah Part 1 dari Arthdal Chronicles
: The Children of Prophecy (Anak-anak
Nubuat). Episode selanjutnya, kita akan masuk dalam Part 2 dari Arthdal Chronicles
😊
Tags:
Arthdal Chronicles
Terimakasih..
ReplyDeleteLanjut .. semangat yaa 👍👍