Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 01-3


Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 01-3
Images by : TvN
Part 1 : The Children of Prophecy
10 tahun kemudian,
Di sebuah camp, para Saram mengadakan pesta untuk menyambut Tagon. Tagon muncul dengan mengenakan tengkorak di kepalanya, seperti yang biasa suku Neanthal lakukan. Tagon mengabsen satu persatu suku klan yang ada di sana : Suku Saenyeok, Suku Gunung Putih. Tetapi, Suku Hae tidak ada di sana.
“Kita suku yang berbeda dan memuja dewa yang berbeda. Namun, seluruh Pasukan Daekan adalah bersaudara. Sampai akhir yang panjang! Sampai dasar yang dalam!” pidato Tagon. “Kalian tahu apa yang kupakai di kepalaku? Benar. Ini tengkorak dari Neanthal terakhir di Arth. Aku baru saja mengulitinya dari kepala sampai kaki, dan darah biru kotornya sudah dicuci bersih. Baru dibunuh dan disiapkan!
Semua langsung bersorak. Mereka sangat menghormati Tagon. Dan usai pidato, saatnya minum-minum sampai mabuk.
“Untuk para saudara kita yang tak bisa kita lindungi, tapi melindungi kita. Untuk para saudara kita yang meninggalkan dunia ini, kembali ke Dewa Arth. Angkat gelas kalian.  Untuk kematian jaya mereka!”
Mubaek ada di sana dan tampak tidak menyukai acara itu. Di dalam hatinya dia berujar kalau kematian jaya mereka tidak ada, kematian hanya memandamkan cahaya.
“Akhirnya, perburuan besar selama satu dekade telah usai!” beritahu Tagon dengan bahagia.
Semua terus bersorak meneriakkan namanya dengan sukacita.

Saat itu, seorang wanita masuk ke dalam tempat pesta itu. Wanita itu bernama Taealha. Tagon sudh terlalu mabuk, hingga terjatuh saat menghampiri Taealha.
--
Taealha membawa Tagon ke dalam kamar, dan dia membenamkan Tagon ke dalam kendi air yang ada di sana untuk menyadarkannya. Tapi, kemudian Taealha sadar kalau semua kendi air di kamar Tagon itu, isinya bukan air tapi alkohol.
“Sadarlah. Anak itu sudah berumur sepuluh tahun. Kubesarkan dia walau belum menikah,” beritahu Taealha.
“Sepuluh tahun. Sudah sepuluh tahun,” gumam Tagon, masih setengah mabuk.
“Ya, sepuluh tahun aku mengikutimu ke berbagai peperangan. Ini. Ini geulbal anak itu. (Geulbal = surat).”
“Kau ajari dia menulis?” tanya Tagon. “"Ayah"?” gumam Tagon membaca surat itu.
“Kau mau dia anggap kau ayahnya. Namun, apa tujuannya? Kita berdua akan dibunuh jika orang tahu. Apa rencanamu?” tanya Taealha.
“Keropeng birunya akan luruh saat dia besar. Neanthal tak akan begitu, tapi dia Igutu.”
“Aku mengerti. Namun, apa tepatnya rencanamu? Tagon!”
“Rencanaku ialah menikahimu,” jawab Tagon dan membuat Taealha tersenyum. “Itu membuatmu senang walau kau kesal?”
“Aku sedih. Tak ada pernikahan, kecuali kau kembali ke Arthdal.”
“Apa maksudmu?” tanya Tagon.
“Suku Ago memberontak. Kau harus mengatasinya. Itu perintah Sanung. Titah ayahmu.”
“Suku Ago sibuk saling berperang, 'kan?”
“Mereka bersatu lagi, walau aku ragu itu tahan lama. Tagon, katakan sesuatu.”
“Mana bisa aku tak pergi? Itu perintah ayahku.”
“Sanung… Ayahmu, maksudku. Kau tahu betapa dia iri padamu?” ujar Taealha.
“Teruskan. Apa rencana ayahku sekarang?” tanya Tagon.
“Soal itu… Iark.”
--

Sanung mendapat laporan kalau sudah di temukan jalan menuruni Tebing Hitam Besar. Dan tidak lama, Pemimpin Kepala Suku Gunung Putih dan Kepala Pendeta Arthdal, Asa Ron Niruha, tiba. Sanung segera menyambutnya.
Ini adalah rapat suku. Rapat ini di adakan Sanung untuk membahas tugas baru pasukan Daekan. Suku Hae telah menemukan teknologi untuk bertani di Dataran Bulan, tapi mereka kekurangan tenaga manusia. Asa Ron kebingunan, mereka merebut Dataran Bulan dari Neanthal karena membutuhkan lahan, dan sekarang mereka membutuhkan tambahan pekerja? Nanti setelah dapat pekerja, mereka pasti bilang butuh lahan lagi.
“Rasa kekurangan adalah hal yang membangun dunia ini,” ujar Hae Mihol. “Suku Hae sudah mengalami itu di Remus.”
“Ya. Namun, kalian akhirnya gagal dan datang jauh-jauh ke Arth,” sindir Asa Ron. “Tak ada lagi orang yang bisa bekerja untuk kita. Mengumpulkan suku tak akan membuat pekerja muncul begitu saja.”
Dan Sanung memberitahu kalau masih ada Iark. Di Iark terdapat banyak dujeumsaeng (kaum barbar). Dan mereka sudah menemukan jalan untuk menuju Iark. Tapi, mereka tidak mau memberitahunya kepada suku Asa.
“Kalian akan minta Tagon memimpin lagi?” tanya Asa Ron.
“Ya,” jawab Sanung.
“Apa kau membenci putramu? Kenapa lagi kau larang putramu kembali usai berperang sepuluh tahun? Kini, kau akan mengirim dia ke tempat seperti itu?”
“Tak ada orang selain Tagon yang bisa kupercaya dengan tugas ini. Kita akan merebut Iark,” jawab Sanung, berusaha untuk tetap tersenyum.
--

Tebing Hitam Besar, Iark
Seorang anak pria, berjalan di dalam gua dan begitu mencapai ujung dari gua tersebut, angin kencang berhembus mengenainya. Anak itu tidak ketakutan, dan berusaha berjalan di sisi tepi tebing. Tapi, tepi tebing terlalu rapuhi hingga dia terjatuh ke bawah. Untunglah, dia sebelumnya telah mengikat tubuhnya dengan tali, jadi dia tidak terjatuh hingga ke bawah.
Anak itu masih tidak takut. Dia masih terus mencoba melewati gua.

Setelah melewati gua, anak itu segera pulang ke sebuah gubuk yang di tutupi dedaunan. Anak itu masuk dan memanggil ibunya. Ibunya adalah Asa Hon.
“Aku menemukannya. Ingat Ibu bilang ada gurun garam di bawah? Ibu sangat ingin pergi ke bawah sana. Aku sudah ke sana. Kutemukan lubang menuju ke sana. Kubawa ini dari sana,” ujar Eun Seom bersemangat dan menunjukkan batu yang di bawanya dari sana. Asa Hon ragu dan mencoba batu tersebut, asin.

Asa Hon menangis terharu. Akhirnya, mereka menemukan gua yang bisa membawa mereka ke Iark setelah 10 tahun.
Tanpa menunggu lama, mereka segera berjalan memasuki gua untuk menuju ke Iark. Dan Asa Hon begitu terharu melihat tanah Iark dan tebing yang berada di atasnya. Mereka akhirnya turun dari atas tebing, menjauh dari Arthal.

Bersama, mereka berjalan menuju melewati tanah yang panas menuju pemukiman Iark.
“Ibu, apa yang akan kita lihat setibanya di sana?” tanya Eun Seom.
“Akan ada dunia baru dan orang baru.”
“Omong-omong, Bu. Apa aku bukan seorang Saram? Kenapa darahku berbeda dengan darah Ibu?”
“Saram atau bukan, tak ditentukan oleh warna darahmu. Jika hidup bersama Saram, maka kau menjadi Saram,” ujar Asa Hon.

Eun Seom tersenyum. Tapi, dia kemudian merasa kaki nya terasa terbakar karena tanah sangat panas. Sepatunya sampai hangus. Asa Hon segera menyuruh Eun Seom naik ke atas punggungnya, dia akan menggendong Eun Seom hingga ke seberang. Walau kakinya terbakar, Asa Hon terus berjalan. Hal itu karena dia ingin ke Iark, agar kutukan Aramun Haesulla tidak akan pernah terjadi. Iark bukanlah negeri milik pada Dewa Arth.
Eun Seom merasa cemas melihat ibunya tampak sangat pucat, tapi terus menggendongnya dan terus berjalan. Tanpa mengeluh sekalipun.
Malam dengan cepat telah tiba. Dan Asa Hon masih terus berjalan menggendong Eun Seok. Mereka telah memasuki hutan dan akhirnya Asa Hon kehilangan kekuatannya. Eun Seom panik, dan Asa Hon meminta Eun Seom memberikannya air. Kondisi Asa Hon sudah sangat lemah. Meminum air juga tidak dapat menghilangkan rasa lelahnya.
Eun Seom merasa curiga dan memeriksa kaki Asa Hon. Mengerikan, kaki Asa Hon melepuh. Eun Seom panik, dia berlari ke tumpukan tanaman bunga di sana. Mengumpulkannya dan mulai menumbuknya menjadi halus.

Saat itu, terdengar suara hewan buas mendekatinya. Tidak hanya satu tapi banyak. Eun Seom terdiam, melihat sekitar. Hewan buas itu adalah serigala. Eun Seom panik, apalagi saat melihat para serigala itu mendekati ibunya. Dengan cepat, dia berlari menghampiri ibunya dan mengeluarkan suara untuk mengusir mereka. Dia menggunakan kekuatan Neunthal-nya. Sehingga dia tampak seperti hewan buas.
Dan saat salah satu seriagala menerjangnya, sebuah panah menembus kulitnya. Para penduduk Iark datang dan menyelamatkan mereka.
“Memang ada orang di sini,” ujar salah satu orang Iark, Yeol Son dan menatap ke anak perempuan kecil yang ikut bersamanya, sepertinya dia adalah Tan Ya. (apa itu tandanya mereka ke sana karena Tan Ya yang memberitahu? Tapi bagaimana Tan Ya bisa tahu? Apa dia bisa meramal?)
Melihat mereka, Eun Seom langsung meminta tolong agar ibunya di selamatkan. Eun Seom kemudian lanjut untuk memetik bunga dan menumbuknya menjadi halus untuk luka di kaki ibunya.

 

Asa Hon sedikit membuka mata, melihat hamparan bunga di depannya. Dan itu mengingatkannya akan mimpinya, 10 tahun yang lalu. Di dalam mimpi itu, Aramun Haesulla juga berdiri di tengah padang bunga. Di sana juga ada pohon sama seperti di mimpinya. Kemudian, di tangan Tan Ya terlihat benda menyerupai Palu Angin, sama seperti yang ada di mimpinya.

Tidak hanya itu, dia melihat Eun Seom yang berlari menghampirinya setelah menumbuk bunga. Di tangan Eun Seom, dia juga menggenggam bunga kamperfuli. Sama seperti di mimpinya!
Semua melihat kondisi kaki Asa Hon, dan terkejut karena kakinya melepuh. Tan Ya menduga kalau Asa Hon dan Eun Seom pasti menyeberangi Laut Air Mata.
“Ibu, bangun! Ibu,” pinta Eun Seom.
“Kau baik-baik saja?” tanya Tan Ya.


Asa Hon bangkit. Dia melihat benda menyerupai palu angin yang Tan Ya pegang. Dan dia melihat bunga bunga kamperfuli yang Eun Seom pegang. Melihat itu, membuatnya menjadi tersadar. Dan dia mulai mengingat wajah Aramun Haesulla di dalam mimpinya adalah perpaduan Eun Seom dan Tan Ya.
Eun Seom bingung melihat sikap Asa Hon.
“Kau… Kau memanfaatkan aku, Aramun Haesulla,” ujar Asa Hon penuh kemarahan sambil mencengkeram Eun Seom dengan kuat.
“Apa... Apa?” bingung Eun Seom.
“Kau memanfaatkanku… untuk datang ke Iark.”
“Ibu,” tangis Eun Seom melihat ibunya bersikap aneh. Semua penduduk Iark juga heran melihat sikapnya.

Asa Hon kemudian menangis penuh kesedihan dan bahkan menjerit sedih, “Setelah keropengmu luruh, kembali ke tempat ini, Aramun,” ujarnya, sambil memberikan kalung yang di kenakannya pada Eun Seom.
“Ibu, apa maksud ibu?”


Apa aku membawa Aramun kemari, atau aku membawamu kepada Aramun? Tanya Asa Hon, di dalam hatinya. Dan kemudian dia meninggal.
Eun Seom menangis histeris memanggil ibunya untuk bangun.
--
Bertahun-tahun berlalu,
Seorang pemuda sedang tertidur dan bermimpi. Dia mengigau memanggil nama ibunya.
Dan tampak sekelompok pemuda mengelilinginya dan menatapnya aneh.

Pemuda itu terbangun karena mimpi buruknya. Dia memakai kalung yang Asa Hon berikan padanya. Dia adalah Eun Seom!
“Eun Seom. Apa itu benar? Kau sungguh bermimpi? Kau baru saja terbangun dari mimpi?!” tanya Yeolson.
-Bersambung-

Post a Comment

Previous Post Next Post