Drama “Leh Ban Pa Kal” diproduksi berdasarkan catatan sejarah dan
beberapa karakter yang disebutkan adalah tokoh sejarah nyata. Tim produksi
tidak memiliki niat untuk menyinggung. Kebebasan kreatif diambil untuk hiburan
penonton. Kami mohon maaf atas ketidak nyamanan yang mungkin terjadi.
Original Network : Channel 3
Krat menyediakan
kue dessert untuk Sitang. Namun tanpa tahu malu, Plerngfah malah memakan nya
duluan dan lalu dia mengomentari bahwa rasa cupcake yang Krat sediakan cukup
aneh rasa nya, seperti muffin telur. Dan mendengar itu, Sitang menertawai
Plerngfah.
“Apa kamu tahu,
itu bukan cupcake? Itu dipanggil Kanom- Mu-sa-god (Muscat = sama dengan muffin
telur). Dessert tradisional Thailand. Itu cukup jarang di temukan sekarang,
tapi saat aku tahu kalau ini dessert kesukaan Nong Tang, tidak peduli betapa
langka nya itu, aku akan melakukan yang terbaik untuk dia,” jelas Krat dengan
bangga.
“Mu-sa-god, nama
yang aneh ya. Ini pertama kali nya akan mendengar itu,” komentar Plerngfah.
Plerngfah
kemudian diam dan memperhatikan desser tersebut dengan tatapan serius.
“Mu-sa-god. Aku cukup penasaran dan ingin tahu, God (Dalam bahasa Thai artinya pelukan atau merangkul)? Arti nama
makanan penutup ini membingung kan,” gumam nya.
Mendengar itu,
Sitang terkejut, sebab barusan Plerngfah bilang tidak tahu. Dan seperti baru
tersadar, Plerngfah tampak bingung, karena dia tidak ingat apa yang di katakan
nya tadi.
Dalam perjalanan
pulang, Plerngfah menumpang mobil Krat. Dan dengan sikap kurang senang, Krat
mengomentari bagaimana bisa Plerngfah datang ke tempat terpencil untuk bekerja
tanpa membawa kendaraan sendiri. Dan Plerngfah membalas bahwa ketika dia
datang, dia tidak menyangka kalau hanya dia sendiri yang di perbolehkan untuk
masuk ke dalam, jadi seluruh rekannya sudah pulang duluan. Mendengar itu, Krat
merasa tidak percaya.
“Aku minta maaf
ya, karena sudah mengganggu moment manis mu,” kata Plerngfah, pengertian.
Mendengar itu,
Sitang jadi merasa canggung dengan Krat. Tapi Krat menggunakan kesempatan itu
untuk mengajak Sitang makan malam bersama. Dan dengan tidak enak hati, Sitang
meminta maaf kepada Krat serta beralasan bahwa dia sudah ada janji makan
bersama dengan Ibu Plerngfah, jadi dia tidak bisa.
“Benarkah?” tanya
Plerngfah, terkejut. “Kapan kalian janjian? Mengapa aku tidak tahu?” tanyanya,
sengaja.
“Apa aku harus
melapor padamu setiap kali? Membiarkan kamu disini, itu sudah cukup bagus. Jadi
lebih baik kamu diam,” tegas Sitang, mengancam. Dan sambil tersenyum, Plerngfah
pun langsung diam dan duduk dengan nyaman.
Tidak lama
kemudian, Plerngfah tertidur. Dan dia bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat
seorang bangsawan yang wajahnya sangat mirip dengan dia.
Memimpikan itu, Plerngfah
merasa terkejut dan tersentak bangun dari tidurnya. Dan sikap nya itu, juga
mengejutkan Sitang dan Krat yang duduk di depan.
“Tiba- tiba
tersentak! Kamu menakuti kami, kamu tahu!” keluh Sitang , kesal.
“Maaf,” kata Plerngfah
dengan wajah serius.
Adul melakukan
penelitian dengan serius. Dan kemudian Pakboon datang mengantarkan minuman
serta menemani nya untuk bekerja lembur. Dengan rasa bersyukur, Adul pun merasa
tersentuh atas kebaikann dan kepedulian Pakboon kepadanya. Dan Pakboon
tersenyum kecil.
“Dimana pun kita
hidup, kamu selalu memperlakukan ku dengan baik sepanjang waktu. Aku tidak akan
pernah melupakan itu,” kata Sitang, tulus.
“Untuk kehidupan
yang telah berlalu biarlah itu berlalu, jangan terpaku pada itu. Lebih baik pikirkan tentang masa sekarang,”
balas Adul.
“Aku tidak bisa.
Aku seseorang yang mengingat segalanya. Siapapun yang baik padaku, atau jahat
kepadaku.”
Mendengar itu,
Adul merasa sedikit aneh. “Lupakan lah,” katanya. Lalu dia lanjut bekerja.
Sesampainya
dirumah Plerngfah, Krat ingin bergabung untuk makan bersama dengan alasan kalau
dia akan mengantarkan Sitang pulang nanti. Dan Plerngfah langsung menolak,
karena setelah makan, dia yang akan mengantar Sitang pulang. Mendengar itu,
Sitang langsung menatap tajam Plerngfah. Kemudian dia menolak tawaran Krat
dengan sopan.
“Kalau begitu aku
pulang sekarang,” kata Krat, pamit.
“Selamat tinggal.
Dan terima kasih banyak,” balas Plerngfah, tanpa tahu malu.
Sesudah Krat
pergi, Sitang mengomeli Plerngfah yang telah sengaja menyulitkan nya. Namun Plerngfah
tidak peduli dan berniat untuk masuk ke dalam rumah. Tapi tiba- tiba Plerngfah
melihat sesuatu yang aneh di ujung jalan rumah nya. Dia melihat seorang penari
tradisional. Namun sesaat kemudian, penari tersebut menghilang darisana.
“Kamu melihat
penglihatan lagi, kah?” tanya Sitang.
“Lebih baik masuk
ke dalam rumah,” balas Plerngfah. Dan Sitang langsung mengikuti nya dengan
perasaan ngeri.
Didalam rumah. Plerngfah
menegaskan bahwa dia tidak gila ataupun sakit, jadi dia tidak mau ke psikolog.
Namun Sitang terus berusaha membujuk Plerngfah untuk coba saja, karena walaupun
Plerngfah tidak gila, tapi Plerngfah masih boleh berkonsultasi dengan psikolog.
Itu seperti seseorang yang pergi ke dokter karena flu. Itu saja menurut nya.
“Aku tumbuh di
Amerika, kamu tahu? Aku tahu ini adalah masalah normal. Dan aku juga tahu kalau
diriku sendiri, itu baik-baik saja,” kata Plerngfah bersikap keras kepala.
“Jadi, bisakah
kamu jelaskan padaku apa yang terjadi padamu?” tanya Sitang, serius. Dan Plerngfah
tidak bisa menjelaskan. “Aku ada berkonsultasi dengan seorang psikolog mengenai
kondisi mu. Dia sangat tertarik dengan gejala mu. Dia menganalisa kalau kamu
mungkin memiliki kemampuan psikis,” jelas nya, membujuk.
“Aku X-Man!” kata
Plerngfah, bercanda dengan sikap serius. “Itu Professor yang botak dan bisa
membaca pikiran orang!”
“Sudah selesai
bercanda nya?” keluh Sitang, kesal. dan Plerngfah pun langsung diam.
Sitang yakin
kalau Plerngfah memiliki semacam kekuatan untuk melihat sesuatu, karena ketika Plerngfah
menyentuh barang atau manusia, Plerngfah ada melihat sebuah gambaran atau
warna. Contohnya saat Plerngfah menyentuh si pria hitam. Dan dia memberitahu Plerngfah
bahwa ada beberapa orang juga yang sama seperti Plerngfah. Jadi dia ingin Plerngfah
untuk mencoba berkonsultasi dulu ke psikolog.
Mendengar itu, Plerngfah
pun diam dan mempertimbangkan saran Sitang. Tapi kemudian Ibu datang, dan dia
mengatakan dengan tegas bahwa dia tidak menyetujui Plerngfah untuk pergi ke
psikolog.
“Mengapa tidak
boleh, ma?” tanya Sitang, tidak mengerti.
“Plerng, bawa
bunga garland ke Budha untuk ku,” perintah Ibu.
“Sekarang?” tanya
Plerngfah, bingung.
“Aku menyuruh mu,
jadi ya harus!” tegas Ibu.
Setelah Plerngfah
pergi. Ibu berbicara serius kepada Sitang, dia memberitahukan kondisi Plerngfah.
Tahun itu, alasan dia membawa Plerngfah ke Amerika, itu adalah karena kondisi Plerngfah
ini.
Ibu : “Ketika dia mulai berbicara, dia selalu mengatakan beberapa
hal yang aneh. Pertamanya, aku pikir itu hanya imajinasi anak- anak saja. Tapi
itu menjadi lebih dan lebih buruk. Banyak kali, ketika sesuatu terjadi sesuai
yang dia katakan, kami kemudian memutuskan untuk membawa dia ke dokter.”
“Dan… apa yang
dokter katakan, ma?” tanya Sitang, ingin tahu.
“Dokter tidak
bisa menemukan jawabannya. Tapi dia merekomendasikan seorang eksper di Amerika
kepada kami. Jadi Ayah Plerng memutuskan untuk menjual tanah kami disini, dan
membawa Plerng untuk berobat dengan cara hinoptis. Setelah itu, dia tidak
pernah melihat penglihatan yang mengerikan lagi,” jawab Ibu, memberitahu.
Mendengar itu,
Sitang menjadi penasaran, apa yang sebenarnya Plerngfah lihat. Dan dengan ragu,
Ibu terdiam sesaat, lalu dia menjawab bahwa Plerngfah bisa melihat masa lalu.
Ketika Plerngfah
sedang berdoa di depan patung Dewa. Tiba- tiba seperti ada sesuatu yang
merasukinya, dan seluruh mata nya berubah menjadi hitam, tanpa sedikit pun
warna putih. Seperti warna mata Pakboon, ketika Pakboon menggunakan kekuatan
nya.
Sitang sudah
mengetahui kalau Plerngfah sering melihat gambaran aneh. Tapi menurutnya, itu
tidak terlalu bahaya sampai Plerngfah tidak bisa hidup dengan yang lain. Jadi
dia ingin tahu, kenapa Ibu mencegah Plerngfah untuk melihat gambaran tersebut.
Dan Ibu pun menceritakan penglihatan terakhir yang di lihat Plerngfah, sehingga
mereka memutus kan untuk membawa Plerngfah ke Amerika. Itu terjadi ketika Plerngfah
berumur 5 tahun.
Host Berita :
“Kolonel Polisi Surachai memberikan pernyataan tentang Istri nya yang sudah
meninggal 20 tahun lalu. Dia percaya kalau seorang gadis kecil bernama Pakboon
adalah renkarnasi Istrinya.”
Kolonel mengakui
kalau awalnya dia tidak percaya, karena ini adalah hal yang aneh. Lalu saat
Pakboon memberitahu nya, dia juga masih bingung dan berpikir seseorang sedang
bermain trik. Namun kemudian, ketika dia mendengarkan semua yang Pakboon
katakan padanya, dia hampir terkejut. Karena Pakboon mengetahui segala nya,
seperti kapan kencan pertama mereka dan apa hadiah yang pernah di berikan nya.
“Dia datang
kembali untuk membunuh nya,” kata Plerngfah, tiba- tiba. Saat dia mendengar kan
berita tersebut. Mendengar itu, kedua orang Plerngfah merasa terkejut. Dan Ibu
pun bertanya, apa yang Plerngfah katakan barusan.
“Gadis ini datang
kembali untuk membunuh mantan suaminya, Ma! Dia masa lalu, dia tidak bisa
melakukan nya. Jadi dalam kehidupan ini, dia datang kembali. Dia akan membunuh
banyak orang. Dia kembali untuk membalas dendam,” kata Plerngfah, menjelaskan.
Ibu : “Beberapa hari kemudian setelah itu, Kolonel polisi yang
adalah mantan suami gadis kecil tersebut, dia beneran meninggal.”
Ibu mengakui
kalau pada saat itu, dia sangat takut, dan dia tidak tahu apa yang akan Plerngfah
lihat lagi ke depan nya. Dan lebih Plerngfah melihat masa lalu, lebih takut dia
jadi nya. Dia takut kalau Plerngfah akan menghadapi lebih banyak bahaya. Itulah
alasan dia membawa Plerngfah ke Amerika untuk di obati.
Mendengar itu,
Sitang pun mengerti. Namun ada satu hal yang di khawatirkan nya, hipnotis yang Plerngfah
pernah lakukan, apakah itu akan bertahan selama nya atau tidak? Bila tidak, maka
antara Plerngfah melihat tanpa sadar, atau ketika Plerngfah melihat secara
sadar tapi Plerngfah bisa mengontrolnya, mana yang lebih aman? Dia ingin tahu
pendapat Ibu. Karena akhir- akhir ini, Plerngfah mulai bisa melihat hal aneh
lagi. Dan mengetahui itu, Ibu merasa terkejut serta bingung.
Dalam perjalanan
pulang. Sitang memikirkan kembali cerita Ibu dan dia teringat pada Pakboon,
Melihat Sitang yang termenung, Plerngfah pun memanggil nya dan menyadarkan nya.
“Eh … belok ke
kiri dari sini!” perintah Sitang, tiba- tiba.
“Apa?” tanya Plerngfah,
bingung.
“Belok ke ke
kiri! Belok … belok!”
“Ada apa dengan
mu?” keluh Plerngfah.
Ternyata Sitang
menyuruh Plerngfah untuk belok ke kiri, karena dia ingin mampir sebentar ke TK
mereka dulu untuk lihat-lihat dan mengenang masa lalu.
“Mengapa kamu
sangat bersemangat tentang TK ini? Haruskah kita pergi sekarang?” tanya Plerngfah.
“Bagaimana kamu
tahu?” balas Sitang. “Ini adalah waktu terindah dalam hidup ku, kamu tahu?
Segera setelah ini, orang tua ku meninggal. Walaupun paman sangat mengasihi ku,
tapi itu tidak sama. Aku pindah ke sekolah lain, bertemu teman baru, tapi itu
tidak sama dengan kebahagiaan yang aku miliki disini,” katanya, mengenang masa
lalu.
“Karena tidak ada
aku,” balas Plerngfah, narsis.
“Hmm!” dengus Sitang,
geli.
Plerngfah
kemudian mengajak Sitang untuk ikut bersama nya. Dia membantu Sitang untuk
memanjat pagar sekolah dan masuk ke dalam nya. Lalu dia menarik Sitang ke
halaman bermain mereka dulu.
“Mari mengenang
masa lalu!” ajak Plerngfah. Dan Sitang menertawai nya. Tapi Plerngfah
mengabaikannya, dan duduk diatas ayunan kecil.
“Hey! Itu akan
putus!” kata Sitang, mengingatkan.
“Tidak akan kalau
hanya duduk sebentar,” balas Plerngfah. Lalu dia menarik Sitang untuk duduk di
sebelah nya.
Sambil menikmati suasana
dulu, Plerngfah menceritakan bahwa ketika dia pindah ke sekolah lain, dia
bertemu teman baru, tapi dia tidak sebahagia seperti ketika dia berada disini.
Dan kali ini, giliran Sitang yang bersikap narsis, dia membalas bahwa itu
karena dia tidak ada. Dan Plerngfah tersenyum geli.
“Sejak aku ke
Amerika, apakah kamu ada bermain ayunan dengan pria lain?” tanya Plerngfah.
“Tidak,” jawab
Sitang, jujur.
“Sangat bagus,”
gumam Plerngfah, senang.
“Apa?”
“Tidak ada.”
Dengan penasaran,
Sitang lalu menanyakan, apa yang Plerngfah lalukan ketika berada di Amerika.
Dan Plerngfah menjawab bahwa disana dia belajar seperti anak biasa, tidak ada
yang special. Dia merasa kalau segala yang di lakukan nya hanyalah kewajiban
saja, dan dia berusaha melakukan yang terbaik, tapi seperti ada sesuatu yang
kurang dari hidup nya. Mendengar itu, Sitang diam sambil tersenyum kecil.
“Mau bermain
game?” ajak Plerngfah.
“Sekarang?! Game
apa?” tanya Sitang, bersemangat.
Plerngfah berdiri
dan mengangkat kedua tangan nya. Dan melihat itu, Sitang teringat akan
permainan mereka dulu semasa kecil. Mereka saling memukul tangan satu sama
lain, dan siapa yang jatuh duluan, dia yang kalah.
Dengan kuat dan
bersemangat, Sitang memukul tangan Plerngfah. Dan Plerngfah membalas nya. Lalu
seperti dulu, Sitang terjatuh ke dalam pelukan Plerngfah. Dan seperti waktu
berhenti, mereka berdua terdiam. Kemudian dengan malu- malu, mereka saling
bertatapan.
“Siapa!” teriak
penjaga keamanan. Mendengar itu, Sitang serta Plerngfah pun buru- buru
bersembunyi di dalam lorong mainan untuk menghindari si penjaga.
Kemudian setelah
si penjaga menjauh, mereka pun segera pergi darisana. Sambil tertawa senang, Plerngfah
dan Sitang berlari bersama. Seperti saat mereka kecil dulu.
Tags:
Leh Bunpakarn
Terima kasih admin,, semoga bisa update sampai episode terakhir
ReplyDelete