Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 05 - 2


Note :
- Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 05 - 2
Images by : SET TV



Para pekerja masih bertahan di depan gedung hingga larut malam. Tianjian beneran tidak tega melihat hal itu. tn. Hu menghampirinya dan tersenyum tipis menyadari kalau Tianjian mempedulikan para pekerja. Apalagi, Tianjian meminta sarannya, apa benar tidak ada jalan keluar?



Tn. Hu menjelaskan kalau bukannya tidak ada jalan keluar, hanya saja kalau di lakukan, takutnya Mingli tidak akan senang. Tianjian malah menanggapi dengan ringan dan berkata akan bertanggung jawab jika Mingli nantinya marah.



“Aku bisa mengerti bahwa Kakakmu kuat dan tegas karena dia menginginkan hasil. Tapi, jika dia bergegas terlalu cepat, itu akan membuat orang emosi. Yang mereka butuhkan adalah seseorang yang mau mendengarkan mereka dan menerima pendapat mereka. Seseorang yang inklusif dan akan bertindak sebagai jembatan antara perusahaan dan karyawan. Sebelumnya, peran ini di lakukan dengan baik oleh Tianxing. Sayangnya, sekarang dia...,” hentikan tn. Hu, sesaat, “Jembatan ini tidak bisa di pegang oleh sembarang orang,” lanjutnya dan menepuk bahu Tianjian.


Tianjian kaget dan menolak karna merasa kalau dirinya tidak akan mungkin bisa menjadi pendengar untuk para pekerja seperti Tianxing. tn. Hu menyakinkan Tianjian yang pasti akan bisa melakukannya kana Tianjian kan juga anak dari tn. He.
--



Mingli baru saja pulang dan mood-nya sudah rusak oleh Ibunya. Ibunya menyuruh Mingli untuk menjaga perusahaan dengan baik dan menangani pemogokan para pekerja itu dengan segera karna perusahaan itu kelak akan menjadi milik Tianjian.


“Apa yang baru saja kau katakan?” tanya Mingli, dengan nada marah.
“Tianjian,” jawab Ibu. “Bukankah kau membersihkan jalan di perusahaan untuknya?”
“Siapa bilang aku membuka jalan untuknya?”


“Jika kau tidak membantunya, apa kau membantu Tianxing? Sekarang Tianxing terluka, Tianjian adalah satu-satunya putra di keluarga He. Pemilik masa depan Grup Tianliang hanya bisa dia,” jawab Ibu, tanpa sadar kalau Mingli menginginkan posisi itu untuk dirinya sendiri.


Mingli sangat marah karna Ibunya hanya menganggapnya sebagai orang yang membantu Tianjian untuk mendapatkan perusahaan. Ibunya hanya menggunakannya sebagai alat untuk Tianjian.
Dan yang lebih buruknya lagi, Ibunya sama sekali tidak sadar dengan alasan Mingli marah.
--



Pakaian Chuchu sudah kering dan Aoran juga sudah menandatangani dokumen yang di revisi. Karna semua sudah siap, sekarang saatnya Chuchu kembali. Aoran sebagai si pemeran utama, tentu menawarkan diri untuk mengantarkan. Dan… Chuchu menerima.


Xiao’en yang sedari tadi menguping, tidak rela jika Aoran berduaan dengan Chuchu di dalam mobil di tengah hujan. Jadi, dia segera bergegas ke garasi sebelum Aoran.
--



Apa yang Xiao’en lakukan?
Ketika Aoran dan Chuchu ke garasi, wiper mobil Aoran malah menghilang. Itulah yang Xiao’en lakukan. Karna itu, Aoran menawarkan untuk memanggl taksi. Setelah di telepon, tidak ada taksi yang mau datang karna lokasinya terlalu jauh dan sedang ada topan.

Jadinya, Aoran menyuruh Chuchu untuk menginap saja di tempatnya malam ini. Chuchu menolak karena Direktur Pemasaran bilang ini sangat mendesak dan harus segera di antar malam ini. Aoran memaksa karna dia kan CEO, jadi dia yang memutuskan. Xiao’en yang menguping jadi panik.

Srringg! Sang penyelamat muncul. Maha Guru Qingfeng.
“Susan bilang dokumen-dokumen itu di perlukan secepatnya jadi aku datang untuk menjemput Chuchu,” jelas Qingfeng.

“Kau cukup antusias,” komentar Aoran, tampak kesal dan kecewa.
“Tentu saja, ini bisnis perusahaan,” tanggapi Qingfeng, santai.
Chuchu juga tampaknya kecewa karna harus pergi dengan Qingfeng dan tidak bisa menghabiskan waktu lebih lama dengan Aoran. Setelah Chuchu masuk ke dalam mobil Qingfeng, Xiao’en bisa tersenyum lebar dan kembali ke kamar.

Baru juga mau masuk ke kamar, lampu tiba-tiba mati. Xiao’en jadi semakin lega karna jika Chuchu tadi belum pergi dan menginap, pasti akan terjadi adegan klise antara Aoran dan Chuchu gegara lampu padam.

Aoran masuk dengan wajah pucat. Dia menyuruh Xiao’en untuk segera memeriksa apa yang terjadi. Xiao’en dengan santai menjawab kalau mungkin listrik lompat. Dan saat Xiao’en melewati Aoran, Aoran menarik ujung bawah baju Xiao’en. Xiao’en sampai terkejut.
“Aku khawatir kau hanya membual dan tidak punya keterampilan yang sebenarnya. Aku akan pergi bersamamu,” alasan Aoran. “Untuk mengawasimu.”

Mendengar itu, Xiao’en jadi kesal. Dia berusaha mengibaskan tangan Aoran, tapi Aoran mencengkeram ujung bajunya dengan sangat kuat. Mau tidak mau, Xiao’en membiarkan Aoran mengekorinya.

Mereka pergi memeriksa box panel listrik.
“Ada satu kabar baik dan satu kabar buruk. Mana yang ingin kau dengar lebih dulu?” tanya Xiao’en, setelah memeriksa.
“Kabar baik.”

“Sirkuit listriknya baik-baik saja.”
“Kabar buruk?”
“Listriknya mati.”

Aoran langsung menghela nafas, seperti stress. Xiao’en menyuruhnya tidak usah khawatir karna kan sudah malam dan mereka akan segera tidur. Dia akan membantu menyalakan lilin dan Aoran bisa tidur.
“Tidak bisa!” teriak Aoran.
Xiao’en kaget, kenapa Aoran marah? Dan melihat ekspresi wajah Aoran, Xiao’en bisa menduga kalau Aoran sebagai karakter utama novel roman pasti juga memiliki trauma masa kecil seperti karakter utama novel roman lainnya.
“Apakah sesuatu terjadi padamu saat kecil? Apa kau di culik? Di aniaya? Di lupakan temanmu saat petak umpet? Atau terjebak di lift saat kebakaran?” tanya Xiao’en.
“Diam!”
“Aku bertanya karena khawatir.”
“Aku tidak butuh perhatianmu.”
Xiao’en mengerti dan diam. Dan karna tidak ada yang bisa di lakukan juga, Xiao’en memutuskan untuk memasak. Dia lapar.
--


Aoran beneran tidak meninggalkan Xiao’en dan terus mengekorinya termasuk saat Xiao’en memasak. Dia heran melihat Xiao’en membuat makanan gorengan daging ayam yang tampak asing tapi menggiurkan. Saat dia tanya Xiao’en membuat apa, Xiao’en menyebut nama yang tak pernah di dengarnya : Popcorn chicken!
“Terlihat jelek,” komentar Aoran.
“Biarin. Aku yang akan makan,” jawab Xiao’en cuek.
Akhirnya, makanannya jadi.


Xiao’en mulai makan dengan di temani sebotol bir. Aoran masih ada di sana dan mengomentari semua hal yang di lakukan Xiao’en. Walau awalnya terlihat tidak tertarik pada makanan Xiao’en, tapi saat melihat ekspresi Xiao’en yang sangat menikmati makanan itu, Aoran jadi ngiler.


Dan benar saja, saat Xiao’en pergi untuk mengambil es batu, Aoran langsung mencuri sesuap. Eh, ketahuan sama Xiao’en. Udah ketahuan, Aoran tidak malu dan malah beralasan kalau takut Xiao’en tidak bisa menghabiskan seorang diri. Mereka mulai rebutan.

Dan Xiao’en yang memenangkan rebutan tersebut. Begitu selesai, Aoran mulai berkata kalau sekarang gilirannya. Ngapain?
--

Aoran mau mandi, tapi karna mati lampu dan gelap, dia takut. Jadi, dia menyuruh Xiao’en untuk memegang senter hp sementara dia mandi. Xiao’en tentu kesal karna Aoran melarangnya mengintip tapi malah menyuruhnya menunggu di depan kamar mandi sambil memegang senter. Menjengkelkan.
--

Udah selesai menemani mandi, pekerjaan Xiao’en masih belum selesai. Dia masih harus menyinari Aoran hingga dia tertidur. Beneran menjengkelkan. Masalahnya, Aoran tidak bisa tidur sementara Xiao’en sudah mengantuk. Dan setiap kali tangannya turun karna ngantuk, Aoran akan protes.
“Aku lelah! Undang-undang pekerja saya menulis kalau jam kerja normal adalah 8 jam sehari. Dan sudah berapa jam ini sejak mati lampu tadi? Tidurlah!!! Tidur!” perintah Xiao’en, berteriak.

Xiao’en ternyata tidak tega pergi juga. Jadi, dia hanya merubah posisi dari berdiri ke duduk tapi masih sambil memegang senter ponsel. Aoran tampaknya takut kalau Xiao’en pergi diam-diam, jadi dia berulang kali memanggil nama Xiao’en. Awalnya, Xiao’en menjawab biasa, tapi karna Aoran terus memanggilnya, dia jadi kesal. Apa Aoran tidak bisa tidur? Apa dia harus mendongeng hah?

Tidak di sangka, ucapan asalnya malah di tanggapi serius sama Aoran. Dia mau mendengarkan dongeng Xiao’en.
“Suatu ketika, ada bos yang jahat yang tidak membiarkan pengurus rumahnya tidur pada malam badai. Pengurus rumah benar-benar --.”
“Kurasa cerita ini agak aneh,” komentar Aoran. “Ceritakan kisah yang lain,” perintahnya.
“Apa kau mengira aku mesin dongeng?” protes Xiao’en. “Alkisah, di kastil yang jauh, hiduplah gadis bernama Cinderella. Dia mengenakan sepatu kaca dan bertemu seorang pangeran. Sejak saat itu, mereka hidup bahagia selamanya.”
Aoran malah protes karna Xiao’en menceritakan kisah kekanakan, emangnya dia anak berusia 3 tahun hah?

“Baik. Lalu aku akan menceritakan cerita yang lebih menegangkan. Suatu ketika, seorang detektif naik kereta. Kemudian seorang pedagang barang antik juga naik kereta. Kemudian, seorang putri, seorang sekretaris, seorang dokter, seorang pembantu rumah tangga, seorang penari dan sejumlah besar orang semuanya naik ke kereta. Tiba-tiba, pedagang barang antik itu mati. Kemudian mereka mulai mencari dan mencari. Di cari dan di cari. Ternyata si pembunuh itu… semua orang,” akhiri Xiao’en dengan gaya horor.

Aoran tanpa sadar mendengar cerita anti-klimaks tersebut. Xiao’en ikutan senang. Tapi, Aoran malah meminta Xiao’en bercerita lagi. Xiao’en beneran lelah dan memohon agar Aoran membiarkannya tidur. Aoran malah memanggil namanya lagi.
“Aku mohon padamu. Kalau ada yang mau di bicarakan, bicarakan saja besok. Oke?” mohon Xiao’en, lelah.
Aoran diam sejenak, memikirkan cara mengutarakan hal yang mau di katakannya. “Lalu, kau akan tetap di sini, bukan? Kau tidak di izinkan untuk menyelinap pergi ketika aku tidur. Jika aku melihatmu menyelinap pergi, aku akan batalkan perjanjian kita hari ini untuk makan bersama di meja makan,” ujar nya sambil menunjuk dengan telunjuk.

Xiao’en meraih telunjuk Aoran, memegangnya dengan erat, “Jangan khawatir, aku akan tidur di sini. Aku berjanji tidak akan pergi kemanapun. Bahkan jika aku tidur sambil berjalan, aku tidak akan pergi.”

Aoran tampaknya tersentuh akan ucapan itu. Hatinya menjadi lebih lega. Dia membiarkan Xiao’en memegang telunjuknya sambil tidur. Dan di saat Xiao’en sudah tertidur lelap dan pegangan tangannya lepas, Aoran langsung menangkap tangan itu dan mengenggamnya sambil tidur. Malam itu, Aoan tidur sambil mengenggam tangan Xiao’en, erat.









 --

Xiao’en terbangun keesokan harinya dengan tubuh sakit karna tidur di samping ranjang masih dalam posisi tidur. Ada selimut di tubuhnya juga. Walau begitu, Xiao’en tetap kesal karna Aoran beneran membiarkannya tidur seperti ini sepanjang malam. Dia mulai mengomel-ngomel.
Aoran yang baru saja kembali dari bertukar baju, mendengar omelannya itu. Dia balas menyindir Xiao’en dan menyuruhnya untuk menyiapkan sarapan.

Xiao’en jadi makin kesal tapi berusaha keras menyembunyikan kekesalannya. Tapi… dia juga heran, kenapa dia bisa memakai selimut? Apakah dia memakai selimut tadi malam?
Xiao’en mulai membayangkan kalau Aoran terbangun dan memakaikan selimut itu padanya. Tapi, sepertinya tidak mungkin. Yang lebih mungkin adalah dia yang merasa kedinginan, dalam keadaan setengah tertidur, menarik selimut yang sedang di pakai Aoran. Hal itu jauh lebih mungkin.
--

Sarapan selesai di buat dan di hidangkan. Berbeda dengan hari sebelumnya, dimana Aoran makan sendirian dan hanya membiarkan Xiao’en melihat, hari ini, Xiao’en ikut duduk dan makan. Wkwkw, itu karna syarat Xiao’en kemarin.


Suasana makan terasa canggung karna mereka terus saja mau mengambil sayur yang sama. Tapi, kecanggungan itu menjadi hilang saat Aoran dengan sengaja mengambil sayur yang sudah di ambil sumpit Xiao’en dan memakannya. Dia yang memancing Xiao’en.
“Semua makanan di atas meja adalah milikku,” ujar Aoran.
Xiao’en semakin terpancing. Dan akhirnya, dia dan Aoran malah rebutan sayur. Suasana makan jadi semakin terasa menarik bagi Aoran.
Tapi, selera  makan Xiao’en mendadak lenyap saat menyadari kalau Aoran sudah menyiapkan koper untuk pergi dengan Chuchu.
--

Susan masih kesal karna Chuchu yang di ajak pergi untuk perjalanan bisnis. Dia memberikan pengarahan terakhir pada Chuchu mengenai yang harus di lakukannya dan jangan sampai melakukan kesalahan. Kekesalannya makin memuncak karna Chuchu menerima telepon dari CEO yang bilang sudah tiba untuk menjemputnya.

 Dan kekesalan mereka sedikit memudar karna Xiao’en datang berkunjung.
--

Xiao’en di bawa untuk bicara sama Susan dan Chuntian. Mereka menanyakan kabar Xiao’en dan ingin tahu dia kerja dimana sekarang? Mereka sangat khawatir. Xiao’en sedikit berbohong kalau dia sekarang kerja sebagai pengasuh. Dan karna anak yang di asuhnya sedang liburan ke tempat neneknya di pegunungan, makanya dia bisa datang kemari. Chuntian jadi kasihan karna dari seorang pekerja kantoran menjadi pengasuh.

Mereka kemudian menggosipi hal lain. Mengenai Chuchu. Susan dan Chuntian menunjukkan brosur resort yang di kunjungi Chuchu dan Aoran. Tempatnya sangat indah dan juga mahal. Bahkan dapat uang saku. Pertemuan juga akan di lakukan besok. Jadi, hari ini mereka pasti bersenang-senang. Ah, menceritakannya saja sudah membuat emosi. (dan tujuan Xiao’en datang adalah untuk mengetahui kemana Chuchu dan Aoran pergi).
--

Mood Mingli semakin memburuk saat mendapat laporan dari Qiaozhi mengenai Tianjian yang sekarang ada di depan pintu masuk dan membagikan makan untuk para karyawan yang mogok kerja. Dan juga, Tianjian berkata pada para pekerja akan mengambil tanggung jawab dan membicarakan masalah ini dengan Mingli. Dia bilang, pasti akan memberi penjelasan pada mereka.
“Cepat panggil dia!” perintah Mingli.
Qiaozhi langsung menghubungi, tapi ponsel Qiaozhi tidak aktif.
--

Tianjian masih ada dengan para pendemo dan mendengarkan keluhan mereka dengan baik. Sementara Chuchu membantu membagikan makanan bagi mereka yang berdemo. Para pendemo sangat senang dengan Tianjian karna mau mendengarkan cerita mereka dan bahkan mengerti kesulitan yang mereka alami. Apalagi Tianjian janji akan membicarakan masalah ini dengan baik ada Mingli. Mereka percaya penuh pada Tianjian dan mulai mengelukan namanya. (masalah yang mereka alami adalah pekerjaan tiga orang di kerjakan satu orang karna Mingli menghentikan begitu banyak karyawan senior bahkan tanpa memberikan waktu untuk serah terima pekerjaan. Mereka juga di tuntut menyelesaikan sesuai waktu. Jadi, mereka harus bekerja lembur dan masuk di hari libur juga).

Eluan itu terhenti dengan kedatangan Mingli dan Qiaozhi. Di depan semuanya, Tianjian mulai menyampaikan aspirasi dan meminta waktu Mingli untuk mendengar. Mingli tidak mau mendengar. Dia bicara dengan para pendemo, menyebut kalau perusahaan sudah memperlakukan mereka dengan sangat baik, tapi mereka malah bukannya bekerja tapi berdemo seperti ini dan mencemarkan nama Tianliang. Dan akhirnya, Mingli membuat keputusan di detik itu juga.

“Kalian semua, jika kalian bersedia menulis surat permintaan maaf dan mengakui bahwa mogok kerja adalah kesalahan yang tidak akan di lakukan lagi di masa depan, tolong berdiri dan kembali ke kantor bersamaku. Dan masalah hari ini akan ku anggap tidak ada. Besok, semua orang akan terus bekerja keras bersama,” ujarnya. Tidak ada yang mau berdiri. “Bagus sekali. Kalian sangat teguh. Mari tepuk tangan untuk keteguhan kalian,” ejeknya. “Qiaozhi, catat semua nama pendemo ini. Semua orang ini… Grup Tianliang tidak menginginkannya. Mari kita mulai merekrut pekerja baru besok.”



Keputusan yang membuat Tianjian terkejut. Para pendemo juga terkejut dan meminta Tianjian untuk membantu mereka.

Post a Comment

Previous Post Next Post