Sinopsis K- Drama : Star-Up Episode 1 part 2

 



Original Network : tvN Netflix

Melihat Dal Mi, Ji Pyeong teringat akan ramalan keberuntungan dari Yeong Sil pagi ini.


Flash back. 15 TAHUN LALU.

Ji Pyeong baru saja memenangkan juara pertama dari kompetisi investasi dan mendapatkan banyak hadiah uang. Tapi ketika Nenek Choi bertanya, dia merasa ragu dan tidak jadi untuk membeli makanan disana.

Ji Pyeong melihat- lihat rumah kos yang berharga murah. Tapi rumah kos yang ditemukannya sangat panas, dan uang yang didapatnya dari panti asuhan hanya dua juta won saja. Bila uang itu dipakai, itu hanya cukup untuk membayar deposit saja, belum lagi biaya sewa dan uang makan.


“Anak muda sepertimu punya bakat begini?” tanya marketing rumah, ketika melihat perhargaan besar yang Ji Pyeong dapatkan. “Berapa ini? Satu, dua, tiga… Seratus juta won? Hadiah uang seratus juta won? Kau bisa bayar sewa rumah per tahun,” katanya dengan bersemangat.

“Itu uang dunia maya,” jawab Ji Pyeong.

Mengetahui hal itu, si marketing merasa kecewa. Lalu dia menyarankan Ji Pyeong untuk berinvestasi secara sungguhan saja daripada hanya mengikuti simulasi seperti ini saja. Dan Ji Pyeong menjawab tidak bisa, karena dia belum berusia 19 tahun dan dia tidak memiliki orang tua.



Menyadari hal tersebut, si marketing merasa tidak enak kepada Ji Pyeong. “Semangat! Kudengar anak muda bahkan membeli kesengsaraan,” teriaknya, ketika Ji Pyeong berjalan pergi.

“Kalau begitu, belilah sengsaraku. Akan kujual murah,” balas Ji Pyeong, kesal.



Ji Pyeong berdiri didepan restoran mie. Dan melihat orang- orang yang memakan mie didalam sana, dia merasa iri serta ingin makan juga, tapi sayangnya tidak bisa. Lalu disaat itu, dia melihat berita di televisi. “NAM DO-SAN, JUARA PERTAMA TERMUDA OLIMPIADE MATEMATIKA”.

Melihat berita itu, Ji Pyeong membandingkannya dengan penghargaannya sendiri. Dan dia merasa, apa yang dimenangkan nya tidak sehebat yang penghargaan yang diterima Nam Do San. Jadi dia membuang penghargaan tersebut.

Hujan kemudian mulai turun. Dan Ji Pyeong memungut kembali penghargaannya itu serta memakainya sebagai payung nya untuk melindungi nya dari hujan.

Ji Pyeong kemudian melihat selebaran yang ditempel ditiang jalan. “RUMAH TANPA DEPOSIT 200.000 WON PER BULAN”. Membaca itu, Ji Pyeong merasa itu pasti hanyalah penipuan. Lalu tepat disaat itu, Nenek Choi tiba- tiba saja muncul dibelakangnya. Dan dia merasa terkejut.



“Sudah pasti jika tanpa deposit dan sewanya murah,” kata Nenek Choi dengan serius. “Biaya pemeliharaannya pasti 500.000 won,” katanya, menjelaskan. Lalu dia memperhatikan Ji Pyeong. “Kau tak punya tempat tinggal?”

“Tidak, aku punya,” jawab Ji Pyeong, tidak mau dipandang remeh.


“Tidur di sini sementara jika tak ada. Tokoku tutup pukul 20.00, dan buka pukul 10.00,” kata Nenek Choi, menawarkan. Dan Ji Pyeon menolak dengan keras. Dan Nenek Choi pun tidak memaksa. “Ada sebuah kandang burung di pohon sakura dekat sini. Aku akan taruh kuncinya di situ,” bisiknya. Kemudian diapun pergi.




Ji Pyeong merasa ragu ketika menatap toko Nenek Choi. Tapi karena tidak ada pilihan, diapun akhirnya masuk juga ke dalam toko. Dan didalam, dia menemukan ada makanan diatas meja. Dengan kelaparan, dia langsung menghabisakan makanan tersebut. Lalu dia menghangatkan diri dengan selimut.



Tiba- tiba Ji Pyeong menemukan uang yang Nenek Choi sembunyikan di dalam toko. Dan dia tampak seperti tergoda untuk mengambilnya.


Pagi hari. Ketika Nenek Choi terbangun, dia baru tersadar bahwa dia ada meninggalkan uangnya didalam toko, dan dia merasa khawatir, tapi kemudian dia mengingat bahwa Ji Pyeong menolak untuk tinggal ditokonya, jadi tidak apa- apa. Namun kemudian dia merasa khawatir lagi.

“Tapi baguslah kalau dia ke sana. Dia pasti lebih butuh uang itu. Aku bisa cari lagi …” kata Nenek Choi, berusaha untuk menyakikan dirinya sendiri. “Tidak! Aku susah payah untuk itu,” keluh nya.


Dengan buru- buru, Nenek Choi berlari ke toko dan memeriksa uang nya. Dan ketika dia melihat uangnya masih utuh, dia langsung berdoa meminta maaf kepada Tuhan karena sudah mencurigai orang lain. Lalu dia duduk dengan perasaan lega diatas lantai. Tepat disaat itu, Ji Pyeong muncul.

“Aku hampir membawa kabur uang itu. Simpanlah uangmu di bank,” kata Ji Pyeong, menasehati. Lalu dia membawa barang- barangnya dan berniat untuk pergi.


“Hei, Anak Baik,” panggil Nenek Choi. “Kau tak bayar uang makan?” tanyanya. Dan Ji Pyeong merasa terkejut, karena dia tidak menyangka kalau dia harus membayar.



Nenek Choi membawa Ji Pyeong ke bank untuk membantu nya untuk membuka rekening.

Dalam perjalanan pulang, Nenek Choi menjelaskan bahwa dia tidak mengerti apapun tentang bank, jadi dia ingin Ji Pyeong membantunya untuk mengurus tabungannya. Dan Ji Pyeong menolak.

“Aku bisa memberimu makan tiga kali sehari,” kata Nenek Choi, menawarkan. “Cepat pegang. Tanganku sakit,” keluhnya, memberikan buku tabungannya kepada Ji Pyeong.

“Kau tak takut kepadaku?” tanya Ji Pyeong, ragu. “Aku tidak baik. Aku tahu sandi tabunganmu dan tempat kunci tokomu. Bagaimana jika aku berbuat jahat kepadamu?” tanyanya.

“Mau bagaimana lagi? Aku harus terima bahwa aku salah menilai orang,” balas Nenek Choi, tanpa rasa ragu.



Mendengar itu, Ji Pyeong diam dan merenung. Lalu dia menatap ke arah kantor Investasi. Dia mengingat perkataan si marketing rumah kepadanya, dan dia tergoda untuk berinvestasi.


“Nenek, ayo buat satu rekening tabungan lagi,” teriak Ji Pyeong memanggil Nenek Choi. Dan sambil tersenyum, Nenek Choi mempercepat langkahnya. Melihat itu, Ji Pyeong pun berlari mengejar Nenek Choi.

Malam hari. Ji Pyeong memeriksa laptop yang baru dibelinya.


Keesokan harinya. Ji Pyeong pergi ke perpustakaan dan mempelajari tentang investasi lebih mendalam. Serta dengan gugup, dia membuat akun untuk memulai berinvestasi.



Ji Pyeong berjalan dibelakang Dal Mi sambil sibuk membaca. Dan tindakannya itu, membuat Dal Mi yang berjalan didepan merasa salah paham. Dia mengira Ji Pyeong sedang mengikutinya, jadi diapun memarahinya. Dan Ji Pyeong merasa bingung mendengar itu.



Ketika sampai ditoko Nenek Choi, Dal Mi menangis dan menceritakan apa yang terjadi. In Jae memilih Ibu dan pergi bersama dengan Ibu. Mengetahui itu, Nenek Choi merasa terkejut dan memeluk Dal Mi untuk menghiburnya.


Ji Pyeong menatap hal itu dari jauh. Dan dia tidak berani untuk mengganggu.


Malam hari. Ji Pyeong melihat Nenek Choi tampak tidak bersemangat, jadi diapun bertanya ada apa. Dan Nenek Choi lalu meminta Ji Pyeong untuk mau menjadi teman surat Dal Mi supaya Dal Mi tidak merasa kesepian. Dan awalnya Ji Pyeong menolak. Namun pada akhirnya, dia tidak tega menolak permintaan Nenek Choi.

“Untuk awal suratnya…” kata Nenek Choi, membacakan. “Teruntuk Dal-mi.”

“Itu sudah sangat kuno. Pasti ketahuan itu kau,” komentar Ji Pyeong dengan ketus. “Begini saja,” katanya mulai menuliskan surat untuk Dal Mi. “Halo, Dal-mi. Namaku … Siapa namanya?”

“Nama pria yang kelihatannya pintar, baik hati, dan beruntung,” kata Nenek Choi, menyarankan. “Pakai namamu saja?”

“Jangan. Aku tak mau,” tolak Ji Pyeong. Lalu dia memakai nama Nam Do San yang berada dikoran.

Setelah menuliskan surat, Ji Pyeong bertanya- tanya, apakah surat ini benar bisa membuat Dal Mi menjadi bersemangat kembali. Dan Nenek Choi juga tidak merasa yakin.


Dal Mi merasa sangat bersemangat mendapatkan surat dari Ji Pyeong. Dia merasa itu adalah surat cinta, dan dia menunjukkan surat itu kepada Ayah Seo. Dan Ayah Seo tertawa.

“Dengarkan aku,” kata Dal Mi, membacakan surat yang didapatnya.


Kuharap kau tak kaget dengan suratku yang tiba-tiba. Beberapa hari lalu, aku melepas kepergian temanku, Mongsil. Dia seekor anjing yang sudah seperti adikku. Aku amat merindukannya. Kemarin aku menangis sambil melihat sepatuku yang sering digigiti Mongsil. Konyol, ya?

Kupikir dia akan terus bersamaku. Dulu aku tak sadar waktu bersamanya adalah waktu yang berharga. Semua momen bersamanya adalah anugerah. Harusnya aku lebih baik kepadanya. Sekarang, setiap detik dan menitku penuh dengan penyesalan. Karena itu, tiba-tiba aku terpikir. Masa kini juga anugerah.

Aku pasti menyesal lagi nanti. Rindu hijau musim panas di musim dingin. Pada musim panas, aku rindu salju putih. Jadi, aku sudah bulatkan tekad. Aku tak akan mengisi masa kinidengan penyesalan lagi. Ini alasanku bisa punya keberanian untuk menulis surat ini. Aku menyukaimu, Seo Dal-mi!

Saat aku menulis surat ini adalah saat yang mendebarkan dan membahagiakan bagiku. Aku berterima kasih kepadamu. Dari Nam Do-san yang ingin berteman denganmu.

Membaca surat itu, Dal Mi merasa senang. Dan dia merasa pendekatan seperti ini sangat romantis. Dan dia ingin membalas surat Ji Pyeong dengan alasan untuk menghargainya.

Mendengar itu, Ayah Seo tertawa senang untuknya.



Ayah Seo datang mengantarkan surat balasan Dal Mi kepada Nenek Choi. Dan Nenek Choi menyuruh Ayah Seo untuk menaruh surat ini ke dalam sangkar burung.

“Ibu, terima kasih. Berkatmu, Dal-mi semangat lagi,” kata Ayah Seo. Dan Nenek Choi tidak menyangka bahwa tindakan nya sangat jelas sekali. Dan Ayah Seo tertawa.

“Bagaimana dengan Dal-mi? Dia percaya?” tanya Nenek Choi, khawatir. Dan Ayah Seo mengiyakan. Mengetahui itu, Nenek Choi merasa senang dan bersyukur.


“Ibu. Aku akan berusaha sekuat tenaga. Aku akan membawa A-hyeon dan In-jae kembali. Dan aku… juga akan belikan Ibu gedung,” kata Ayah Seo dengan penuh tekad. “Tungguhlah setahun. Setahun saja.”

Mendengar itu, Nenek Choi mengerti dan menghargai Ayah Seo.


Hari- hari terus berjalan. Ayah Seo selalu bekerja keras. Dan Dal Mi selalu membantunya. Mereka selalu pergi dan pulang bersama sambil bergandengan tangan dengan bahagia.

Sementara ditempat lain. In Jae sibuk menghabiskan waktu nya bersama dengan temannya.


Setiap malam Dal Mi akan selalu menuliskan surat balasan untuk Ji Pyeong.


Ayah Seo menunjukkan kepada Dal Mi, website buatan nya. Baedal.com.


Terkadang Dal Mi dan In Jae akan bertemu serta makan bersama.

Ji Pyeon selalu membuat kan surat balasan untuk Dal Mi.



Setelah bertemu dengan In Jae, Dal Mi Akan mengambil surat di dalam sangkar burung. Dan dia merasa sangat senang sekali dengan kesehariannya itu.


Ayah Seo terus berusaha dengan sangat keras. Sampai dia kurang tidur dan merasa kelelahan.



Ji Pyeong menikmati surat- surat yang Dal Mi berikan.

1 Comments

Previous Post Next Post