Original Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ketika Li Haichao membuka pintu. Ternyata orang yang datang adalah Ling Xiao. Dia datang untuk memberikan obat, setelah itu diapun langsung pergi tanpa mengatakan apapun. Dan Li Haichao menerima niat baiknya.
Dirumah.
Ling Xiao memasak Mie Instan sendirian dan makan sendirian. Lalu tepat disaat
itu, Chen Ting bangun. Dan melihat Ling Xiao memakan Mie Instan, dia menanyai
kenapa Ling Xiao tidak membangunkannya, jadi dia bisa memasak untuk Ling Xiao.
Dan Ling Xiao menjawab tidak apa- apa, karena dia memang suka makan Mie Instan.
Mendengar
itu, Chen Ting tersenyum sedikit. Lalu tiba- tiba terdengar suara ketukan di
pintu, jadi Chen Ting pun membuka kan pintu.
Ternyata
yang datang adalah Bibi Qian dan Bibi Fang. Dan dengan ramah, Chen Ting
mempersilahkan mereka berdua untuk masuk ke dalam rumah. Saat Bibi Fang melihat
Ling Xiao sedang makan, dia menanyai Chen Ting, kenapa Ling Xiao baru makan,
kepadahal ini sudah terlalu siang.
“Dia tidak
kenyang saat siang, sekarang lapar. Dan dia suka mie instan,” jawab Chen Ting,
beralasan. “Sapalah,” perintah nya kepada Ling Xiao.
“Nenek Fang,
Nenek Qian,” sapa Ling Xiao dengan patuh. “Mau minum teh?’ tanyanya. Dan Bbi
Qian serta Bibi Fang merasa senang serta suka kepada nya.
Bibi Qian
dan Bibi Fang datang berkunjung, karena sejak pindah ke sini, Chen Ting sama
sekali tidak ada keluar dan berkumpul bersama dengan tetangga. Jadi mereka
mengajak nya untuk main mahjong bersama. Dan Chen Ting menolak dengan alasan dia
tidak bisa bermain mahjong. Lalu ketika mereka berdua membahas tentang
bertengkarannya dengan Ling Heping, dia
merasa kurang senang.
Setelah Ling
Xiao mengantarkan minum kepada Bibi Qian dan Bibi Fang, dia pamit kepada Chen
Ting untuk pergi bermain diluar. Dan Chen Ting mengiyakan dengan pelan.
Setelah Ling
Xiao pergi, Bibi Qian dan Bibi Fang melanjutkan obrolannya dengan Chen Ting.
Mereka berdua menasehati Chen Ting yang sering bertengkar dengan Ling Heping.
Dan mereka mengajarkan Chen Ting cara menjaga anak serta mengurus keluarga yang
baik. Mereka juga menceritakan pengalaman mereka sebagai contoh.
Mendengar
itu, Chen Ting hanya diam saja dan menanggapi dengan tersenyum ramah.
Jian Jian
menghampiri Ling Xiao yang sedang duduk sendirian ditangga. Dia menawarkan
makanan buatan Ayahnya. Tapi Ling Xiao diam dan mengabaikan nya. Namun Jian
Jian tidak mudah menyerah dan terus menggoda Ling Xiao dengan mengatakan betapa
enaknya makanan buatan Ayahnya.
Mendengar
itu, Ling Xiao merasa tergoda dan lapar. Tapi dia diam dan tidak mengatakannya.
Saat Ling
Heping pulang dan melihat Chen Ting tidak ada memasak apapun dan hanya sibuk
minum bir saja, dengan perhatian dia menawarkan diri untuk memasak.
“Ling Xiao.
Kamu main diluar dulu,” perintah Chen Ting. Dan Ling Xiao pun menurut. Tapi
Ling Heping menghentikannya, karena sekarang sudah sangat malam.
“Sebenarnya,
ada apa?” tanya Ling Heping. “Aku sibuk seharian. Jangan buat keributan,”
pintanya.
“Buat
keributan? Kamu mnta Bibi Fang dan Bibi Qian datang kemari mengatakan itu
padaku. Kamu buat keributan apa?” balas Chen Ting dengan sinis. Dan Ling Xiao
pun langsung pergi.
Saat Ling
Xiao pergi. Ling Heping dan Chen Ting kembali bertengkar. Ling Heping
sebenarnya tidak ingin bertengkar, karena dia masih harus lembut dikantor.
Sebab anak temannya sedang sakit, jadi dia harus menggantikan temannya. Dan
mengetahui itu, Chen Ting marah serta melarang Ling Heping untuk jangan pergi.
Karena dulu saat anak mereka sakit, Ling Heping tidak ada untuk membantu nya.
Ling Heping
sangat capek, dan akhirnya diapun kehilangan kesabarannya. “Chen Ting, aku
mohon padamu. Lepaskanlah aku, bagaimana?” pintanya. “Aku mohon. Aku sangat
lelah.”
“Baik,”
jawab Chen Ting. Dan Ling Heping berterima kasih banyak padanya. “Aku lepaskan
kamu.”
Ling Xiao
merasa stress mendengarkan pertengkaran kedua orang tuanya lagi.
Li Haichao
dan Jian Jian kemudian datang serta memanggil Ling Xiao untuk makan bersama
dirumah mereka. Jian Jian bahkan menarik tangan Ling Xiao untuk ikut dengan
nya. Dan kali ini, Ling Xiao tidak menolak.
Jian Jian
merasa sangat senang makan bersama dengan Ling Xiao. Dan Li Haichao bersikap
sangat ramah kepada Ling Xiao. Merasakan itu, Ling Xiao sangat menikmati
suasana dan makanan yang ada.
Selesai
makan, Jian Jian membawa Ling Xiao ke dalam kamarnya. Dan dia mengembalikan
foto keluarga Ling Xiao yang sudah ditempelnya. Lalu dia menceritakan apa yang
diceritakan Ayahnya. Dan Ling Xiao memberitahu Jian Jian bahwa Li Haichao
berbohong, karena adiknya sudah mati, dan mati itu artinya tidak ada lagi serta
mereka tidak bisa bertemu dengan mereka lagi. Mendengar itu, Jian Jian merasa
bingung.
“Karena
manusia pasti mati. Setelah mati barangnya akan dibakar, robek fotonya, dan
melupakan orang mati itu. Ayahmu juga begitu,” kata Ling Xiao, menjelaskan
dengan suram.
Jian Jian
mengajak Ling Xiao untuk masuk secara diam- diam ke dalam kamar Ayahnya. Lalu
dia menunjukkan foto Ibunya yang masih disimpan oleh Ayahnya. Juga pakaian-
pakaian Ibunya. Jadi intinya, Ayahnya tidak ada membuang satupun barang tentang
Ibunya, dan Ayahnya tidak ada melupakan Ibunya. Juga dia tahu, kalau Ayahnya
sering secara diam- diam merindukan Ibunya.
“Apa kamu
tidak merindukan Ibumu?” tanya Ling Xiao.
“Aku rindu.
Tapi aku harus pura- pura tidak rindu, karena Ayahku akan sedih.”
“Jadi saat
kamu rindu Ibumu, bagaimana?” tanya Ling Xiao, lagi.
“Aku
menggambar. Aku menggambar Ibuku. Aku juga diam- diam merindukan Ibuku, tidak
diketahui Ayahku. Kamu juga boleh diam- diam merindukan Adikmu, jangan ketahuan
Ayah dan Ibumu,” jelas Jian Jian, memberikan semangat kepada Ling Xiao.
Jian Jian
kemudian mengajak Ling Xiao untuk nonton kartun bersama. Dan Ling Xiao
mengiyakan ajakan nya.
Sejak hari
itu, hubungan antara Jian Jian dan Ling Xiao menjadi dekat. Jian Jian selalu
mengajak Ling Xiao untuk makan bersama ditempatnya. Dan Ling Xiao selalu
mengikutinya dengan senang.
Bahkan lama
kelamaan, Ling Xiao jadi selalu menunggu Jian Jian untuk datang dan mengajaknya
makan bersama. Makanya dia selalu duduk didekat tangga rumah Jian Jian.
Setiap hari
Ling Heping dan Chen Ting masih saja selalu bertengkar. Tapi kali ini, Ling
Xiao tidak tampak terlalu stress lagi. Karena ada Jian Jian yang lucu, yang
selalu menemaninya, dan selalu bisa membuatnya tertawa.
Ketika Li
Haichao, Jian Jian, dan Ling Xiao sedang makan bersama, He Mei datang menelpon.
Dia menelpon untuk meminta bantuan Li Haichao. Dia ingin meminjam uang, karena
Ibunya sedang sakit parah di kampung. Dan dia ingin Li Haichao untuk menjaga
Ziqiu selama sementara. Mendengar itu, Li Haichao mengerti dan menyanggupi.
“Xiao Jian,
Ling Xiao, aku mau keluar, ada hal darurat. Kalian makanlah. Setelah makan,
kalian pergilah bersama ke rumah Nenek Qian. Tunggu aku pulang,” kata Li
Haichao, mengingatkan. “Mengerti?” tanyanya. Dan mereka berdua mengiyakan
dengan patuh. Lalu Li Haichao pun pergi.
Li Haichao
membawa Ziqiu untuk tinggal dirumahnya. Dia bersikap sangat baik dan ramah
kepada Ziqiu. Lalu dia mengingatkan Ziqiu bahwa Jian Jian agak emosional serta
juga suka marah, jadi Ziqiu harus sabar dan mengalah. Dan Ziqiu mengerti.
“Kapan kamu
menikah dengan Ibuku?” tanya Ziqiu dengan polos. “Tadi pagi aku lihat kamu beri
uang pada Ibuku, uang 100 Yuan yang banyak, kamu juga minta aku tinggal dirumah
mu.”
“Bukan.
Ziqiu, kenapa kalau aku beri uang untuk Ibumu?” tanya Li Haichao.
“Aku dengar
dari Bibi Kedua, pria memberi uang untuk wanita adalah mahar nikah, artinya mau
menikah,” jawab Ziqiu, menjelaskan. Dan Li Haichao tertawa geli.
“Ibumu
menerima mahar nikah, kelak kamu adalah anakku, harus patuh padaku. Mengerti?”
canda Li Haichao dengan agak serius. Sehingga Ziqiu menganggap Li Haichao
sedang serius.
Melihat
Ziqiu tiba- tiba terdiam, Li Haichao merasa takut dan bersalah. Lalu tiba- tiba
saja Ziqiu memanggilnya ‘Ayah’. Dan mendengar panggilan itu, Li Haichao merasa
sangat senang serta tertawa. Dan Ziqiu juga ikut tertawa.
Jian Jian
tidak terima Ziqiu memanggil Li Haichao dengan sebutan ‘Ayah’. Dan dia tidak
suka Ziqiu tinggal dirumahnya. Jadi dia selalu mengganggu Ziqiu. Dan Li Haichao
merasa stress. Apalagi saat Jian Jian mengigit tangan Ziqiu.
“Apa kamu
anjing?” tanya Li Haichao, memarahi Jian Jian. Tapi kemudian Jian Jian malah
gantian mengigit tangannya.
Hubungan
antara Ling Heping dan Chen Ting masih tidak membaik juga. Ling Heping berusaha
untuk memperbaiki hubungan mereka berdua, dengan selalu mengajak Chen Ting
berbicara seperti biasa. Tapi Chen Ting sama sekali tidak merespon.
“Anakku,
kamu tidak lapar?” tanya Ling Heping, mengalihkan perhatiannya kepada Ling
Xiao. Dan Ling Xiao menggelengkan kepalanya.
“Dia tidak akan lapar. Nanti jam makan, dia pergi ke rumah tetangga,” kata Chen Ting dengan sedikit ketus.
“Chen Ting,
kamu harus masak untuk anakmu. Jika anak ini lapar, pasti makan dirumah orang.
Benar,’kan?” kata Ling Heping, menegur Chen Ting.
“Lagipula
kamu anggap rumah ini hotel, untuk apa kamu ikut campur?” balas Chen Ting. Dan
Ling Heping pun langsung diam.
Jian Jian
selalu membuang koper Ziqiu. Dan Ziqiu selalu memungut kopernya serta membawa
nya kembali ke rumah. Hal itu terus saja berlanjut dari hari ke hari.
Paling
parahnya, Jian Jian memasukkan permen ke dalam sepatu Ziqiu. Dan akhirnya, Li
Haichao lah yang membantu mencucikan sepatu Ziqiu.
Saat sedang
menonton TV bersama, Jian Jian mengabaikan Ziqiu dan sibuk memakan semangka
sendirian saja. Sehingga Ziqiu jadi agak murung dan kesepian. Melihat itu, Ling
Xiao memberikan semangka kepada Ziqiu. Dan Ziqiu merasa senang serta mulai
tertawa.
Hari- hari
terus berlalu. Jian Jian dan Ziqiu mulai sering main bersama. Dan hubungan
mereka lumayan membaik. Saat makan mie, Jian Jian selalu memberikan sayuran nya
kepada Ziqiu. Dan Ziqiu selalu memberikan daging nya kepada Jian Jian. Lalu Li
Haichao akan memberikan dagingnya kepada Ziqiu.
“Terima
kasih, Ayah,” kata Ziqiu. Dan mendengar itu, Jian Jian berpura- pura muntah,
karena cemburu.
Ketika Chen
Ting menemukan foto keluarga yang Ling Xiao sembunyikan, dia merasa marah. Dan
mulai memukuli Ling Xiao. Dan Ling Heping menghentikan nya serta memarahi nya.
“Aku yang
harusnya mati tersedak kenari!” teriak Chen Ting.
“Apa bisa
jangan bahas ini lagi? Lagipula itu kecelakaan. Tidak ada yang menyalahkanmu,”
balas Ling Heping, sudah tidak tahan lagi.
“Benar. Kamu
tidak menyalahkanku, aku harus berterima kasih padamu, ‘kan?” teriak Chen Ting.
“Kamu tidak peduli pada anak. Kamu boleh menghindar dari ini. Kamu bisa
menghakimiku, semua adalah salahku, ‘kan?”
“Aku tidak
menghakimi mu. Apa kita bisa jangan bahas ini? Bisa hidup dengan baik?” pinta
Ling Heping.
Chen Ting
sama sekali tidak mau berhenti. Dia menyalahkan Ling Heping. Dan dia juga
menyalahkan Ling Xiao, karena Ling Xiao yang memberikan Adik nya makan kacang
kenari. Mendengar itu, Ling Xiao merasa sedih dan stress. Ling Heping pun berusaha
menghentikan Chen Ting.
“Dia yang
mencelakainya!” teriak Chen Ting sambil menunjuk- nunjuk Ling Xiao. Dan
akhirnya, Ling Heping sudah tidak tahan lagi dan menampar Chen Ting.
Saat pulang
sekolah Ling Xiao mengabaikan Jian Jian yang mendekatinya, karena apa yang
terjadi tadi pagi dirumahnya.
Tepat ketika
Chen Ting pergi meninggalkan rumah dengan membawa koper, Ling Xiao yang baru
pulang sekolah melihatnya. Dan Chen Ting juga melihat Ling Xiao, tapi dia tetap
berjalan pergi.
“Bibi,”
panggil Jian Jian. “Bibi tidak menginginkan Ling Xiao lagi?” tanyanya dengan
polos. “Jika Bibi tidak mau, berikan kepadu. Kebetulan aku tidak punya Kakak,”
katanya dengan ceria.
“Untukmu
saja!” balas Chen Ting sambil berjalan pergi dengan sedih.
Dengan
senang, Jian Jian berputar- putar menggelilingi Ling Xiao dan tertawa.
Sementara Ling Xiao terdiam sedih.
Ketika
bermain mahjong, Bibi Qian menceritakan kepada semuanya tentang permasalahan
keluarga Ling Heping dan Chen Ting yang sebenarnya.
Chen Ting
dipanggil temannya untuk bermain mahjong. Dan Chen Ting lalu menyuruh Ling Xiao
untuk menjaga adiknya. Adiknya ini suka makan kenari, dan biasanya Ling Xiao
yang memberikan adiknya ini makan itu, dan tidak ada masalah. Tapi hari itu
kebetulan, karena sebiji kacang kenari tersumbat di kerongkongan adiknya dan
pintu rumah terkunci, Ling Xiao tidak bisa keluar. Ling Xiao memanggil
siapapun, tapi tidak ada yang dengar. Setelah Chen Ting pulang, adiknya sudah
mati karena tersedak.
Bibi Qian
mengetahui cerita ini, karena Bibinya tinggal didekat rumah Chen Ting yang dulu.
Dan Bibinya yang memberitahunya ini. Jadi menurutnya, Ling Heping dan Chen Ting
bercerai, itu adalah hal yang baik.
Mendengar
cerita itu, Li Haichao merasa sangat bersimpati kepada Ling Xiao dan Ling
Heping.
“Hei,
Haichao kapan menikah dengan He Mei?” tanya Bibi Qian.
“Belum
sampai tahap itu. Nanti baru lihat lagi,” balas Li Haichao, tanpa semangat.
Malam hari.
Ling Heping datang ke rumah Li Haichao untuk menjemput Ling Xiao. Tapi Ling
Xiao sudah tidur. Jadi dia tidak ingin mengganggunya. Lalu Li Haichao
menawarkan L:ing Heping yang belum makan untuk makan dirumah nya. Dan Ling
Heping mengiyakan dengan senang hati.
Sebelum
makan, Ling Heping memeriksa Ling Xiao yang sudah tidur bersama dengan Ziqiu
dan Jian Jian, disatu ranjang yang sama.
Ling Heping
merasa malu, karena banyak orang yang sepertinya sudah mendengar tentang
masalah keluarganya. Dan Li Haichao menghibur Ling Heping untuk jangan terlalu
memikirkan omongan para tetangga, karena sebenarnya para tetangga tidak berniat
jahat. Dan Ling Heping mengerti itu. Namun dia sedih karena sikap Chen Ting.
“Masalah
rumah kami, kamu juga tahu, ‘kan?” kata Li Haichao, gantian membahas tentang
keluarganya. “Saat itu, Hui Ying baru meninggal, aku sangat sedih. Para
tetangga selalu menasehatiku. Apa kamu tahu? Kata- kata menghibur itu seperti
pisau kecil, terus menusuk ke hatimu. Aku sangat menyesal, tidak membujuk
Istriku, tidak mendengarkan perkataan Dokter,” jelasnya.
“Saat Chen
Ting mengandung Yunyun sudah tiga bulan, kami baru tahu itu. Demi anak ini, dia
keluar dari pekerjaannya. Aku ini bayar denda dikantor, pekerjaanku juga
ditarik. Jangankan naik jabatan, aku bahkan hampir kehilangan pekerjaan. Tetapi
seumur hidupku, aku tidak pernah menyesali ini,” kata Ling Heping, bercerita.
Sepanjang
malam, Ling Heping dan Li Haichao terus mengobrol. Membicarakan tentang masalah
keluarga mereka. Masalah mereka sendiri. Penyesalan mereka. Kesedihan mereka.
Dan lalu mereka saling menemani, saling mengerti, juga saling menghibur.
Kemudian tanpa sadar, mereka berdua menjadi dekat.
“Pantas saja
Ling Xiao selalu ke rumahmu untuk makan. Tumis timun saja berbeda dari tempat
lain. Enak,” puji Ling Heping.
“Jika suka,
seringlah datang, anggap rumah sendiri. Begini juga baik, anak- anak bisa
berteman,” kata Li Haichao dengan ramah.
“Kalau
begitu aku tidak sungkan lagi,” balas Ling Heping sambil tertawa.
“Jangan
sungkan,” balas Li Haichao sambil ikut tertawa juga.
Hari- hari
terus berlalu. Hingga akhirnya, Ling Xiao, Jian Jian, dan Ziqiu tumbuh besar bersama.
Dan setiap harinya, Li Haichao yang bertugas memasakkan makanan untuk mereka
semua nya.
“Xiao Jian,
saatnya makan. Ini hari pertama sekolah, jangan sampai telat,” kata Li Haichao,
berteriak, mengingatkan Jian Jian.
Dengan
malas, Jian Jian masuk ke dalam kamar mandi. Lalu menggunakan sapu Ziqiu
mengetuk atap rumah untuk memanggil Ling Xiao makan bersama. Kemudian dia
memanggil Jian Jian untuk cepat keluar dari kamar mandi, karena dia sudah tidak
tahan lagi.
“Jangan
mendesakku, aku sedang buang dengan senang,” teriak Jian Jian.
Ziqiu
akhirnya mengambil kunci dan pergi ke rumah Ling Xiao untuk menumpang ke kamar
mandinya
“Hei, Ziqiu.
Aku sudah bilang, jangan masuk saat aku menggosok gigi,” kata Ling Xiao,
mengingatkan.
“Baik, aku
tahu. Perhitungan sekali,” keluh Ziqiu.
Mendengar
itu, Ling Xiao pun membawa pergi tissue kamar mandinya. Dan Ziqiu tertawa,
karena dia sudah membawa persiapan.
Tapi
kemudian Ling Xiao kembali dan merebut tissue itu juga. Dan Ziqiu jadi merasa
bingung harus bagaimana.
Saat makan,
Ling Xiao dan Zhiqiu saling bertengkar kecil dan berebutan makanan. Lalu Li
Haichao datang, dan mereka berdua pun berhenti bertengkar.
“Dengar,
Tahun ini Xiao Jian sudah SMA kelas 1, kalian SMA kelas 3, dan disekolah yang
sama. Jangan seperti SMP setiap hari harus memanggil orang tua. Kalian harus
jadi Kakak yang baik,” pinta Li Haichao.
“Baik.
Tenang Ayah. Aku akan menjaganya,” kata Ziqiu.
“Tenang,
Ayah Li. Aku akan jaga mereka,” kata Ling Xiao.
“Li Jian
Jian. Ling Xiao makan ondemu!” kata Ziqiu, balas dendam kepada Ling Xiao yang
bersikap sok keren dan dewasa.
Mendengar itu, Jian Jian keluar dari kamar mandi. Dia menaruh satu kakinya ke atas kursi dan mengigit tusuk gigi dengan sikap seperti preman.
Semangat kak, lanjuttt terus
ReplyDelete