Original Network : tvN
Sepanjang
jalan, Lee Yeon memperhatikan Ji A hanya diam saja, jadi diapun bertanya ada
apa. Dan Ji A menceritakan bahwa dia terpikir akan kisah Putri Duyung. Dia
sangat membenci akhir ceritanya. Karena Putri Duyung bisa saja hidup, jika
membunuh pangeran, tapi kenapa Putri Duyung malah memilih untuk menjadi buih di
laut. Dahulu dia berpikir, jika dia menjadi Putri Duyung, maka dia pasti akan
membunuh pangeran dan menyelamatkan dirinya sendiri. Tapi setelah bertemu
dengan pangeran, ternyata dia lebih menyukai pangeran daripada yang
dibayangkannya. Jadi meskipun pangeran menghilang dan dongeng Putri Duyung bisa
berakhir bahagia, tapi …
“Jika aku putri duyung kecil itu, aku akan membunuh si penyihir laut. Aku tidak mau menjadi mainannya,” kata Lee Yeon, mengerti ke khawatiran Ji A.
“Aku
dikutuk. Aku bisa mendapatkan orang tuaku kembali jika aku menjualmu,” kata Ji
A dengan jujur sambil menunjukkan obat yang diberikan padanya.
“Aku
mendengar keinginan mereka, jadi, beri tahu aku keinginanmu,” balas Lee Yeon
sambil tersenyum dan mengambil obat tersebut.
“Aku ingin
suaraku kembali dan menemukan pangeranku. Dan tidak berubah menjadi buih laut,”
jawab Ji A. “Jadi, mari berburu penyihir bersamaku,” ajak nya.
Pria Rang
mengingatkan Lee Rang bahwa waktu kesepakatan mereka akan berakhir dalam 24
jam. Dan Lee Rang tidak peduli, karena mungkin ini hari terakhirnya hidup. Dan
Pria Rang menanyai, apakah Lee Rang yakin mau menyia- nyiakan hidup demi Lee
Yeon. Lalu dia menceritakan tentang pertemuan antara Imoogi dan Lee Yeon hari
ini, serta pembicaraan mereka berdua hari ini. Dan Lee Rang tidak percaya.
“Kamu telah
ditelantarkan lagi,” kata Pria Rang sambil tertawa.
“Yeon… Dia
bilang dia tidak pernah menelantarkanku,” balas Lee Rang, dengan sikap seperti
ingin menyakinkan diri sendiri juga.
“Kamu dari
semua orang pasti tahu itu bohong,” kata Pria Rang.
“Dia
menyelamatkanku dari Hutan Orang Kelaparan,” balas Lee Rang, mengingat akan Lee
Yeon yang datang untuk menyelamatkannya pada hari itu.
“Dia harus
melakukannya untuk menyelamatkan Ji A. Kamu bisa dibuang,” kata Pria Rang. Dan
Lee Rang menjadi emosi. “Lee Yeon akan melakukan apa pun demi Ji A bahkan jika
harus membunuhmu,” katanya. “Akankah kamu menyerahkan hidupmu demi seorang
kakak yang hanya memedulikan pacarnya?”
Mendengar
itu, Lee Rang merasa sedih dan menjadi tidak terlalu yakin sendiri.
Shin Joo
membantu Soo Ho membersihkan ingusnya. Dan Yoo Ri merasa jijik melihat itu.
Lalu ketika Lee Rang menelpon, dia merasa sangat senang. Tapi kemudian, dia
menjadi cemberut lagi. Karena ternyata Lee Rang menelpon untuk berbicara dengan
Shin Joo.
“Kamu tahu,
bukan? Di mana Yeon?” tanya Lee Rang, mendesak.
“Dia pergi
menemui Nona Nam,” jawab Shin Joo.
“Jadi, di
mana?” teriak Lee Rang.
“Aku akan
meneleponmu kembali dengan jawaban,” jawab Shin Joo, karena dia juga tidak
tahu.
Hyeonuiong
dan Taluipa membahas tentang kasus bunuh diri 132 orang yang baru saja terjadi.
Taluipa yakin bahwa nanti pasti akan ada lebih banyak kasus seperti ini lagi,
karena Imoogi adalah kekacauan, dan ini baru awalnya.
“Mari bawa
dia masuk. Beri tahu aku caranya, dan akan kulakukan sendiri,” pinta Hyeonuiong
dengan penuh tekad.
“Ini di luar kapasitasmu. Untuk membawanya masuk, kamu harus melakukan sesuatu yang sangat kamu benci,” balas Taluipa dengan serius.
Tepat disaat
itu, Lee Yeon datang. Dan dia juga membawa Ji A bersamanya. Dengan sopan, Ji A
membungkuk dan memperkenalkan dirinya sendiri. Dan Taluipa memperhatikannya
dengan tatapan tajam.
Suasana terasa sangat canggung. Dan Lee Yeon pun memberikan kode kepada
Hyeonuiong supaya membantunya. Dan Hyeonuiong pun mencoba, tapi kemudian
Taluipa berteriak dengan keras, jadi diapun langsung terdiam.
“Kamu! Beraninya kamu membawa orang hidup ke sini?” kata Taluipa, marah.
“Aku tahu dia orang hidup, tapi dia juga tema perdebatan yang kalian
alami,” jawab Lee Yeon dengan santai.
“Kamu terlalu cepat masuk ke sini. Kembalilah,” usir Taluipa, tidak peduli.
“Aku tahu Anda sangat menghargai peraturan dan prinsip. Aku kemari
mengetahui risikonya karena ...” kata Ji A, ingin menjelaskan.
“Apa aku terlihat seperti ibu perimu?” bentak Taluipa. Dan Lee Yeon berniat
untuk maju serta membantu Ji A berbicara. Tapi Hyeonuiong langsung
menghentikannya.
Ji A memberanikan dirinya untuk terus berbicara kepada Taluipa. Dia
menjelaskan bahwa dia telah bertemu dengan peramal dan mengetahui tentang
kehidupannya. Dan dia mendengar bahwa dia memiliki sesuatu milik Imoogi. Dan
itulah takdirnya, tapi dia berencana untuk menentang takdir itu sampai nafas
terakhirnya. Itulah sebabnya dia berani datang ke tempat ini.
“Dia sama sepertimu,” komentar Taluipa.
“Ya, kami memang berjodoh,” balas Lee Yeon, menerima pujian itu. Dan
Hyeonuiong tersenyum lebar mendengar itu.
“Aku kagum kamu tidak terintimidasi olehku. Jadi, katakan alasan
kedatanganmu ke sini,” kata Taluipa dengan sikap sedikit melunak.
Ji A langsung mendekati Taluipa dan duduk di dekatnya. “Pinjamkan
Kewaskitaan padaku. Aku ingin tahu di mana orang tuaku berada,” pintanya secara
langsung.
“Seolah-olah ada yang bisa kamu tawarkan sebagai balasannya,” balas
Taluipa.
“Aku akan mengizinkan Anda menagihku berlebihan, tapi tidak banyak yang
bisa kuberikan,” kata Ji A, sadar diri.
“Lalu dengan apa kamu akan membuat kesepakatan?” tanya Taluipa.
“Kami akan membawa Imoogi pada Anda. Yeon dan aku,” jawab Ji A, berjanji
dengan serius.
Mendengar itu, Hyeonuiong menatap terkejut pada Lee Yeon. Sementara Taluipa
menghela nafas pasrah.
Hyeonuiong mengantarkan Ji A keluar dari dalam gedung. Dan dengan lega, Ji
A langsung membuang kegugupannya. Dia menceritakan kepada Hyeonuiong bahwa
selama ini dia mengira kehidupan lampau dan akhirat hanya ada dibuku komik,
tapi ternyata itu sungguhan.
“Anda membantu orang mati menyeberangi Sungai Samdo dari sini?” tanya Ji A,
ingin tahu.
“Aku memberi presentasi tentang apa yang bisa diharapkan di akhirat,
menangkap mereka yang menolak menyeberangi sungai, dan tetap membahagiakan
istriku,” jawab Hyeonuiong dengan malu- malu.
“Aku senang seseorang seperhatian Anda adalah orang pertama yang
orang-orang temui setelah meninggal,” puji Ji A. Dan Hyeonuiong merasa senang
serta bangga.
“Kamu tumbuh dengan cukup baik walau kehilangan orang tuamu di usia belia.
Mereka akan sangat bangga padamu,” balas Hyeonuiong, memuji Ji A juga.
“Akankah aku bertemu mereka lagi?” tanya Ji A, agak ragu.
“Mari percaya pada Yeon dan meyakini dia akan berhasil,” jawab Hyeonuiong,
menghibur. Dan Ji A tersenyum serta mengganguk.
Didalam gedung. Lee Yeon menanyai, kenapa Taluipa tidak mengubah Imoogi
menjadi batu, sebelum Imoogi menjadi masalah. Kepadahal Taluipa mampu melakukan
itu. Dan Taluipa menjawab bahwa dia tidak bisa, karena dia tidak ingin Lee Yeon
menggila. Sebab sebagian diri Imoogi ada di dalam diri Ji A.
“Adakah cara untuk membebaskannya dari hal itu?” tanya Lee Yeon, memohon.
“Tidak ada. Entah dia mati atau Imoogi meninggalkannya secara sukarela,”
jawab Taluipa dengan serius. “Gadis itu akan dikorbankan, dan sisa hidupmu
hanya akan menyakitkan. Itu takdirmu,” jelasnya dengan sedih.
“Sekarang aku mengerti kenapa kamu tidak mau aku mencarinya. Sejak awal,
kamu bilang seharusnya kami tidak bertemu. Kamu tidak ingin aku terluka lagi.
Kamu tidak ingin aku terseret ke dalam takdir itu lagi,” balas Lee Yeon,
mengerti. “Terima kasih, Nenek. Tapi aku tetap memilihnya. Satu-satunya tujuan
hidupku adalah bertemu dengannya lagi,” jelasnya. Lalu diapun berniat untuk
pergi.
“Tampaknya pada akhirnya kamu selalu membuat keputusan yang sama,” balas
Taluipa. Dan Lee Yeon mengiyakan. “Ceplukan itu. Di sanalah orang tuanya
berada,” katanya, memberitahu.
Mengetahui itu, Lee Yeon merasa sangat senang dan memberikan kecupan kepada
Taluipa. Dan melihat itu, Taluipa menggeleng- gelengkan kepalanya.
Dengan
bersemangat, Lee Yeon mengajak Ji A untuk segera berangkat.
“Jika
terjadi sesuatu, datanglah ke sini dan sebutkan namaku tiga kali. Entah kamu
menang atau kalah melawan takdir, tapi aku tetap ingin bertaruh untuk kalian,”
bisik Hyeonuiong, sebelum Ji A pergi.
“Terima
kasih,” kata Ji A dengan tulus.
Ketika mereka
sudah masuk ke dalam mobil, Lee Yeon memberitahu Ji A tentang buah ceplukan.
Itu adalah buah yang bisa memerangkap tubuh dan jiwa manusia, jadi kedua orang
tua Ji A ada disana. Dan mengetahui itu, Ji A mengajak Lee Yeon untuk segera ke
rumah Pria Rang, karena buah ceplukannya ada di dalam ruang tamu.
“Dia mungkin
memindahkannya ke tempat lain. Tidak ada di sana kali terakhir aku datang,”
kata Lee Yeon. Dan Ji A merasa kecewa.
Tepat disaat
mobil Lee Yeon dan Ji A pergi, Lee Rang muncul dan memperhatikan dari jauh. Dia
mengingat kesepakatan nya dengan Pria Rang yang hanya tinggal 24 jam saja.
Dicafe.
Imoogi bersikap sangat ramah kepada seorang gadis kecil. Dia tersenyum kepada
gadis kecil yang memandang nya. Dan ketika Pria Rang menelpon, dia mengangkat
nya dengan sikap biasa dan berbicara sambil tetap tersenyum.
Pria Rang
dengan bangga menceritakan tentang Lee Rang dan Ji A yang sudah masuk ke dalam
perangkap nya. Dan dia yakin bisa mendapatkan jantung Lee Yeon. Mendengar itu,
Imoogi memperingatkan Pria Rang untuk jangan meremehkan Lee Yeon. Karena dulu
dia kalah, sebab dia meremehkan Lee Yeon.
“Karena itu
aku memasang tiga perangkap,” kata Pria Rang dengan sangat percaya diri.
“Begitu ini berakhir, aku akan terjun ke politik. Aku muak berpura-pura menjadi
dirut perusahaan penyiaran,” keluhnya. “Dan aku pantas mendapat imbalan.”
“Apa pun
yang kamu inginkan,” balas Imoogi.
Lee Rang
terus teringat akan perkataan Pria Rang yang mencoba membuatnya bertikai dengan
Lee Yeon. Dan tepat disaat itu, Lee Yeon menelpon, dan dia merasa senang. Tapi
kemudian dia merasa kecewa, karena ternyata Lee Yeon menelpon hanya untuk
menanyakan tentang dimana buah ceplukan.
“Aku bisa
mencari tahu. Dirut menghargainya sebesar nyawanya sendiri,” kata Lee Rang.
“Mari bertemu besok,” ajaknya. Lalu setelah itu, tatapan matanya berubah
menjadi tajam.
Setelah
selesai bertelponan, Lee Yeon menceritakan kepada Ji A bahwa besok dia dan Lee
Rang akan bertemu. Dan Ji A ingin ikut. Tapi Lee Yeon menolak dan menyuruh Ji A
untuk percaya saja padanya.
Tiba- tiba
saja disaat itu bel rumah berbunyi, dan ternyata yang datang adalah rekan Kim
dan rekan Pyo. Tanpa Lee Yeon mengundang mereka berdua untuk masuk, mereka
berdua sudah masuk duluan. Mereka datang untuk memeriksa, apakah Ji A baik-
baik saja. Dan mereka memberikan snak cacing- cacing kecil yang masih hidup
kepada Lee Yeon.
“Cacing?”
keluh Lee Yeon, jijik.
“Aku
bertanya pada teman yang menyutradarai acara hewan, dan dia bilang rubah
menyukainya,” kata rekan Pyo dengan sikap tulus. “Silakan menikmatinya.”
Dengan
kesal, Lee Yeon mengembalikan cacing- cacing tersebut. Dan melihat itu, Ji A
pun langsung mengalihkan pembicaraan. Dia mengajak rekan Kim dan rekan Pyo
untuk makan bersama.
Dibar. Lee
Rang terus memperhatikan waktu di jam tangan nya. Lalu dia memperhatikan bunga
pemberian dari Lee Yeon. Dan kemudian dia mengingat perkataan Taluipa, dia
harus mati untuk bisa memutuskan kontrak antara rubah dan manusia.
Sambil
makan, Ji A menceritakan kepada rekan Kim dan rekan Pyo tentang kasus mumi yang
ditemukan baru- baru ini. Itu adalah perbuatan Pria Rang, Direktur mereka.
Mengetahui itu, rekan Pyo menyarankan supaya mereka memberikan kacamata alis
macan kepada Detektif Baek, supaya Detektif Baek bisa tahu. Dan mendengar itu,
Lee Yeon berbisik keras kepada Ji A, dia mempertanyakan IQ rekan Pyo. Dan rekan
Kim tertawa.
“Kamu tidak
makan cacing tanah dan tidak makan babat. Apa kamu makan hati orang?” tanya
rekan Kim, ingin tahu.
“Kamu
membuatku ingin memakannya sedikit,” balas Lee Yeon. Dan rekan Kim langsung terdiam.
“Aku tahu
ini lancang, tapi apa kamu punya ekor?” tanya rekan Pyo, penasaran.
“Kenapa
bertanya jika tahu itu lancang?” balas Lee Yeon.
“Aku masih
tidak percaya kamu rubah berekor sembilan,” kata rekan Pyo.
“Ya, dia
punya. Aku melihatnya,” kata Ji A, menjawab.
“Sulit
dipercaya. Kamu juga menempelkan daun di dahimu dan berubah?” tanya rekan Pyo,
semakin bersemangat.
“Itu rakun,”
balas Lee Yeon, ketus. “Aku tahu cara berubah, tapi tidak kulakukan karena
tidak berkelas.”
“Tunjukkan pada kami! Tunjukkan pada kami!” seru rekan Pyo, ingin melihat. Dan Lee Yeon langsung mengumpatinya. Sehingga rekan Pyo pun terdiam.