Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Mei 2019
Pagi hari. Jian Jian memeriksa gigi nya yang
terasa sakit didepan cermin.
Kemudian Jian Jian membuat sarapan roti
panggang sendiri. Namun sebelum roti panggang nya jadi, dia memakan timun
terlebih dahulu. Tapi karena gigi nya sedang sakit, maka diapun agak kesulitan.
Tepat disaat itu, Mingyue menelpon. Dengan
cerewet, dia memberitahu Jian Jian bahwa dia baru saja pulang dinas dan
sekarang dia mau mengambil mobil barunya, kemudian dia akan pergi menjemput
seseorang di bandara. Lalu dia menjelaskan, bila gigi Jian Jian masih terasa
sakit, maka besok dia akan mengantarkan Jian Jian ke dokter gigi. Tapi Jian
Jian langsung menolak.
“Jika kamu
memakai pemanggang, ingat awasi. Jangan lupa, pelontar otomatis nya rusak,” kata Mingyue, menasehati dengan khawatir.
“Oh,” jawab Jian Jian dengan panik. Lalu dia
berlari ke dapur.
Setelah selesai bersiap- siap, Jian Jian
mengambil permennya dan pergi.
Didalam bus. Jian Jian bertemu dengan
pencopet. Dan ketika dia melihat si pencopet ingin beraksi, dia dengan sengaja
menyenggol si pencopet. Lalu dia meminta maaf.
Setelah sampai ditempat tujuan, Jian Jian
langsung keluar dari bus sambil tersenyum kecil. Ternyata barusan dia ada menempel
kata- kata dibelakang punggung si pencopet. “Aku
adalah pencuri”.
Seseorang
mengikuti Jian Jian secara diam- diam.
Jian Jian
berhasil menang dalam kompetisi memahat. Jadi Li Haichao pun memberikan diskon
85% di toko mie nya.
Dengan
cerewet, Bibi Qian menanyai Li Haichao, sudah berapa kali Jian Jian menang
lomba dan berapa hadiahnya kali ini. Dan saat mengetahui kalau hadiahnya cukup
besar, dia memuji Jian Jian. Tapi lalu dia mengatakan kalau pekerjaan seperti
ini tidak stabil, jadi lebih baik menjadi pegawai sipil. Dan mendengar itu, Li
Haichao hanya tersenyum saja untuk menanggapi nya.
Bibi Qian
kemudian membahas tentang Ling Xiao dan Ziqiu yang belum pulang- pulang juga
dari luar negri. Lalu dia menyarankan Li Haichao untuk menikah kembali. Dan
mendengar itu, Li Haichao dengan sopan menyuruh Bibi Qian untuk duduk dulu.
Lalu dia berniat untuk masuk ke dalam dapur.
“Paman Li,
ponselmu berbunyi,” panggil Karyawan Li yang berjaga di kasir sambil memberikan
ponsel Li Haichao.
Ternyata
yang menelpon adalah Ling Heping. Dia menelpon untuk mengabari bahwa hari ini
Ling Xiao akan pulang. Dan mengetahui itu, Li Haichao sangat senang. Karena ini
sudah 9 tahun, Ling Xiao belum pernah pulang.
Mingyue
datang menjemput Ling Xiao dibandara. Dengan bangga, dia menceritakan tentang
mobil barunya. Tapi Ling Xiao hampir saja salah naik ke mobil milik orang lain. Sehingga dia menjadi
agak canggung dan malu.
Dalam
perjalanan. Ling Xiao memuji mobil baru Mingyue. Dan Mingyue merasa senang.
Lalu ponsel Ling Xiao bergetar, tapi Ling Xiao tidak mau mengangkatnya, jadi
diapun bertanya. Dan Ling Xiao menjawab bahwa itu hanya penganggu. Lalu dia
memandang pemandang ke luar.
“Selama ini
banyak perubahan,” komentar Ling Xiao.
“Benar.
Jembatan dan jalan direnovasi, dan rumah juga. Kota juga meluas. Kamu pergi
begitu lama, mungkin jalan lupa juga sudah lupa,” balas Mingyue. Dan Ling Xiao
hanya diam saja. “Tapi tidak masalah, kamu punya waktu untuk mengenali nya.
Akhir pekan aku bawa kamu jalan- jalan,” katanya, menyemangati dengan maksud tertentu.
“Tidak
perlu,” tolak Ling Xiao. “Kamu membantuku menyewa rumah, itu sudah sangat
membantu. Terima kasih banyak. Nanti aku traktir kamu.”
“Kita teman
lama, tidak perlu sungkan. Tapi, makan juga boleh,”balas Mingyue dengan sikap
malu- malu yang tidak terlalu kentara.
Mingyue
kemudian menceritakan bahwa hasil pahat Jian Jian hari ini akan di pamerkan,
dan dia menanyai, apakah Ling Xiao mau ke sana. Dan Ling Xiao menolak, sebab
dia sudah ada rencana lain, jadi dia mau pulang dulu. Dan Mingyue pun mengerti.
Lalu sebelum
Mingyue sempat berbicara lagi, Ling Xiao mengatakan bahwa dia ingin tidur. Jadi
Mingyue pun diam dan berhenti bicara. Namun dia masih tersenyum senang.
Ditempat
pameran. Ketika Jian Jian ingin melihat karya milik temannya yang berhasil menang
juga, dia agak kesulitan. Karena disana ada banyak orang, jadi diapun berjinjit
dibelakang orang lain untuk melihat. Disaat itu, tanpa sengaja dia terdorong ke
belakang.
Ling Xiao
memakan mie buatan Li Haichao dengan sangat lahap. Dan Li Haichao merasa sangat
senang melihat itu.
“Kamu sudah
dewasa,” puji Li Haichao dengan perasaan sayang. “Dalam sekejap, kamu sudah
jadi orang dewasa. Kenapa hari- hari berlalu begitu cepat? Beberapa tahun ini,
kamu dan Ziqiu tidak disini, aku sering berdiri di meja kasir, melihat ke
pintu. Aku selalu merasa, kalian bertiga akan masuk seperti saat masih kecil,”
katanya, mengenang penuh kerinduan dan perasaan sedih.
“Kali ini aku pulang, aku tidak akan pergi lagi,” kata Ling Xiao, memberitahu. “Kalian semua disini, aku tidak mungkin seumur hidup diluar. Dan sebelum pulang, aku sudah dapat pekerjaan,” jelasnya.
Mengetahui
itu, Li Haichao merasa sangat senang dan bersemangat. Dia langsung menelpon
Jian Jian. Tapi sebelum dia sempat berbicara, dia dikejutkan oleh Jian Jian.
Karena ternyata sekarang Jian Jian sedang berada di kantor polisi.
Dikantor
polisi. Ziqiu menutupi wajahnya dan berusaha menghindari tatapan Jian Jian. Dia
dituduh telah melakukan pelecahan kepada Jian Jian, karena ketika Jian Jian
hampir saja terjatuh, dia tidak sengaja menyentuh dada Jian Jian.
“Ini dia.
Dia bahkan memerasnya dua kali,” kata Jian Jian kepada polisi dengan emosi.
“Aku tidak
meremas dadamu. Aku kira itu perut,” balas Ziqiu, membela diri.
“Jika perut
boleh kamu peras?” bentak Jian Jian, marah.
“Aku dulu…”
Sebelum Ziqiu sempat menjelaskan, Jian Jian terus mengomel dan mengeluh kepada
polisi. Dan Ziqiu merasa stress. “Aku sungguh tidak meremas nya. Saat dia
kecil, perutnya berlemak, aku sering …”
“Kenapa aku
kenal suaramu?” tanya Jian Jian, curiga.
“Kamu salah
dengar,” balas Ziqiu, sambil tetap menyembunyikan wajahnya.
Dengan kuat,
Jian Jian menarik Ziqiu untuk melihat wajahnya. Dan ketika dia melihat
wajahnya, dia merasa terkejut.
Dengan
canggung. Ziqiu dan Jian Jian berdiri didepan kantor polisi. Lalu selagi mereka
mengobrol, Ling Xiao datang dan berlari melewati mereka.
Ketika
menyadari ada yang aneh, Ling Xiao langsung berhenti berlari dan kembali ke
depan pintu masuk. “Li Jian Jian,” panggilnya.
Melihat nya,
Jian Jian serta Ziqiu sama- sama merasa terkejut. Karena ini sangat kebetulan
sekali.
Ditaman.
Suasana terasa sangat canggung sekali, Jian Jian duduk ditengah, dan Ling Xiao
duduk disebelah kanannya, serta Ziqiu duduk disebelah kirinya. Dan mereka
bertiga sama- sama saling diam.
Saat Jian
Jian berniat untuk berbicara, Ling Xiao dan Ziqiu tiba- tiba juga mulai
berbicara secara bersamaan. Dan itu terjadi sebanyak dua kali, jadi Jian Jian
pun langsung terdiam dan mundur ke belakang dengan canggung.
“Aku tidak
beritahu demi memberi kejutan,” kata Ziqiu, menjelaskan duluan.
“Kebetulan.
Aku juga,” balas Ling Xiao.
“Hehe… tidak
masalah. Ini semua kejutan,” komentar Jian Jian.
Kemudian
suasana kembali menjadi canggung, karena tidak ada yang satupun yang berbicara
lagi. Kwak… kwak… kwak… *Suara Gagak*
Karena tidak
tahan lagi, Jian Jian pun pamit pergi. Dia beralasan bahwa dia sedang ada
urusan. Dia ingin membeli pemanggang roti yang baru. Jadi karena itu, diapun
pergi duluan.
Setelah Jian
Jian pergi, Ziqiu dan Ling Xiao mulai mengobrol dengan sikap canggung dan ketus
terhadap satu sama lain.
“Ibumu minta
kamu kembali?” tanya Ziqiu.
“Ayahmu
minta kamu kembali?” balas Ling Xiao. Pukulan
+1 untuk Ziqiu.
“Sudah
begitu lama, kamu masih tidak bisa berbincang. Aduh, dasar,” keluh Ziqiu. “Sia-
sia aku rindu padamu.”
“Benarkah?
Kenapa tidak kelihatan? Biasa kamu sibuk sampai tidak kirim pesan,” balas Ling
Xiao, tidak percaya.
“Kamu juga
tidak kirim pesan,” balas Ziqiu, tidak mau kalah.
“Aku tidak
merindukanmu,” tegas Ling Xiao. Pukulan
+2 untuk Ziqiu.
“Aku jijik
melihat laut bersamamu,” keluh Ziqiu.
“Aku juga,”
balas Ling Xiao.
Ling Xiao
kemudian menanyai, apakah Ziqiu ingin pulang bersamanya. Dan Ziqiu menolak,
serta dia mengingatkan Ling Xiao untuk jangan memberitahu Li Haichao dulu,
karena dia mau memberikan kejutan. Dan Ling Xiao mengerti serta pamit. Lalu dia
pergi duluan.
Sementara
Ziqiu duduk ditaman dan menikmati udara indah disana.
Jian Jian
berjalan pulang dengan perasaan bingung, terkejut, sedih, dan tidak tahu harus
bereaksi bagaimana. Intinya dia merasa ada ketidak nyamanan didalam hatinya.
Makan malam. Jian Jian tidak pulang dengan
alasan sedang ada pekeriaan. Jadi Ling Xiao pun makan malam bersama dengan Ling
Heping dan Li Haichao saja. Dan mereka makan dengan gembira.
“Baguslah
kamu sudah pulang,” komentar Li Haichao. Lalu dia menghela nafas sedih,
“Sekarang tersisa Ziqiu.”
“Tenang
saja, Ayah Li. Mungkin suatu hari, dia memberimu kejutan,” kata Ling Xiao,
menenangkan Li Haichao.
Diluar
restoran. Ziqiu memperhatikan semua kebahagiaan itu dengan perasaan rindu dan
sedikit iri kepada Ling Xiao. Lalu ketika karyawan Li datang, dia pun langsung
pergi darisana.
Ketika
Zhuang Bei sedang berjongkok untuk melepaskan tali sepatunya yang lepas,
penanya tidak sengaja terjatuh. Tepat disaat itu, Tang Can lewat dan tidak
sengaja terinjak pena tersebut. Lalu diapun terjatuh. Dan Zhuang Bei langsung
menangkapnya.
“Sepertinya
aku pernah melihat mu,” kata Zhuang Bei sambil menatap wajah Tang Can dengan
serius.
“Aku juga,”
jawab Tang Can sambil tersenyum malu- malu.
Tepat disaat
itu, dua anak kecil lewat. “Jangan lihat,” kata si pria kecil, menutup mata
teman wanita nya.
Mendengar
itu, Zhuang Bei langsung menarik Tang Can berdiri dan meminta maaf. Lalu diapun
langsung berlari masuk ke dalam lift.
Melihat itu,
Tang Can merasa canggung. Lalu ketika kedua anak kecil tersebut telah pergi,
dia tersenyum dan memungut pena Zhuang Bei yang ketinggalan di lantai.
Saat Mingyue
sedang membersihkan rumah, tiba- tiba Ling Xiao menelpon. Dan dia merasa sangat
senang sekali. Setelah itu, dia berbaring dengan bahagia disofa.
Tepat disaat
itu, Tang Can pulang. “Oh, Ibu,” panggilnya. “Tadi dipintu lift, aku bertemu
seorang pria.”
“Hari ini
aku juga bertemu satu,” balas Mingyue.
“Ini
berbeda,” balas Tang Can dengan bersemangat. “Tuhan bersaksi. Moment ku itu
sudah terjadi.”
“Bisakah
kamu bicara dengan baik?” balas Mingyue, tidak mengerti.
Dengan
senang, Mingyue menceritakan pertemuannya dengan Zhuang Bei, yang terjadi
seperti didalam drama. Lalu dia mencium pena milik Zhuang Bei. Namun sayangnya,
dia tidak tahu siapa nama Zhuang Bei, karena dia tidak sempat bertanya. Tapi
dia yakin kalau Zhuang Bei pasti tinggal di apatermen yang sama seperti mereka.
“Oh,” respon
Mingyue dengan datar. “Bajumu dan Li Jian Jian selama seminggu sudah dicuci,
jemurlah,” perintahnya.
“Responmu
hanya ini?” keluh Tang Can, kecewa.
Tepat disaat
itu, Jian Jian pulang. Dia merasa sangat tidak bersemangat dan ingin memakan
permen, tapi Mingyue langsung menghentikannya. Sedangkan Tang Can membela Jian
Jian. Dan dengan nakal, Jian Jian pun memakan permennya dengan berani.
“Tang Can!”
bentak Mingyue. “Kamu manjakan dia. Giginya sudah hitam,” teriaknya, memarahi.
“Besok aku bawa kamu ke Dokter Gigi, cabut semua gigimu,” tegasnya. Dan Jian
Jian langsung menjulurkan lidahnya.
“Lihat.
Sedikit pun tidak sakit. Jika sakit, aku makan obat penghilang sakit,” jelas
Jian Jian dengan bangga.
Melihat
tingkah mereka berdua, Tang Can tersenyum geli.
Jian Jian
kemudian menceritakan bahwa barusan didepan pintu, dia bertemu dengan senior
mereka dulu, Zhuang Bei. Mendengar itu, dengan heran, Tang Can bertanya, kenapa
dia tidak pernah dengar nama itu.
Jian Jian
kemudian menceritakan bahwa barusan didepan pintu, dia bertemu dengan senior
mereka dulu, Zhuang Bei. Mendengar itu, dengan heran, Tang Can bertanya, kenapa
dia tidak pernah dengar nama itu.
“Saat itu
kamu peduli pada orang lain?” sindir Jian Jian.
“Oh, Ibu,”
kata Tang Can dengan sikap berlebihan sambil memeluk Mingyue. “Aku lapar. Malam
ini kita makan apa?”
“Tanah,”
jawab Mingyue, dingin. Lalu dia menunjuk Jian Jian dan Tang Can dengan tegas.
“Jemur baju,” perintahnya. Lalu dia pergi.
“Jemur
baju,” perintah Jian Jian. Lalu dengan cepat, diapergi juga.
“Oh, Tuhan,”
keluh Tang Can sambil berbaring lemas.
Didalam
kamar. Jian Jian mengingat- ingat kembali kenangannya bersama dengan Ling Xiao
dan Ziqiu, ketika mereka bertiga masih kecil dulu.
Flash back
Li Haichao
membawa Jian Jian, Ling Xiao, dan Ziqiu, liburan ke pertanian di kampung.
Disana dia menceritakan sebuah cerita kepada mereka bertiga. Didalam satu
lahan, ada tanaman kacang, jagung, dan labu. Mereka bertiga adalah tiga teman
baik.
Akar Kacang
membuat nitrogen. Dan Nitrogen itu berguna untuk membuat Jagung tumbuh tinggi.
Jika Jagung bisa tumbuh tinggi, maka Kacang juga bisa ikut tumbuh dengan
melingkar disekitarnya. Sedangkan Labu, bisa berteman dengan mereka berdua,
karena Labu memiliki daun yang sangat besar. Dia melindungi mereka berdua dari
angin dan hujan. Karena itulah mereka menjadi teman baik.
Setelah
selesai bercerita, Li Haichao bertanya, “Menurut kalian, mereka bertiga seperti
apa?”
“Kami
bertiga,” jawab Ling Xiao. Dan Li Haichao tertawa membenarkan.
“Ayah,
kenapa ada telur ditanah?” tanya Jian Jian, merasa bingung dan ragu.
“Bodoh.
Inipun tidak tahu. Telurnya dari ayam,” kata Ziqiu, menjawab.
“Dua orang
bodoh. Maksud Ayah Li adalah sebuah jenis zat,” balas Ling Xiao, menjawab.
“Benar,”
kata Li Haichao, setuju. “Bukan telur ayam,” ejeknya sambil tertawa bercanda.
Flash back
end
Mengingat
itu, Jian Jian merasa sulit untuk tidur.
Disamping
sungai. Ziqiu berniat untuk mengirimkan pesan kepada Jian Jian, tapi apapun
yang dia ketik, terasa agak canggung. Jadi diapun terus menghapus dan mengubah
katanya berkali- kali.
Setelah itu,
dia meminum sekaleng bir dan diam merenung.
Li Haichao
menyarankan Ling Xiao untuk sementara tidur dikamar Ziqiu saja, karena kamar
itu sering dia bersihkan. Lalu besok, jika senggang, Ling Xiao baru
membersihkan kamar sendiri saja. Dan Ling Xiao mengerti. Lalu dia membantu Li
Haichao untuk menyimpan pakaian yang sudah dilipat, karena dia tahu bahu Li
Haichao sering sakit.
“Ayah Li,
kamarku itu tidak perlu dibersihkan. Aku minta temanku sewa satu rumah,” kata
Ling Xiao, memberitahu. “Didepan rumah Jian Jian,” jelasnya dengan agak gugup.
“Oh, baik.
Aku sudah tenang,” kata Li Haichao, mengerti. “Hari ini kamu sudah beritahu
dia?” tanyannya, kemudian.
“Belum
sempat,” jawab Ling Xiao.
Ling Xiao
menyadari kalau Jian Jian sudah banyak berubah dan dewasa. Jadi pantas saja
bila Jian Jian merasa canggung. Dan Li Haichao mengerti, karena dirinya sendiri
sudah tua juga. Lalu dia menanyai, apakah Ling Xiao sudah punya pacar. Dan Ling
Xiao menjawab belum, karena tidak sempat.
Melihat
reaksi Ling Xiao yang tampak tidak mau membahas tentang masalah hubungan, Li
Haichao pun mengalihkan pembicaraan. Lalu dia pamit untuk tidur duluan.
“Ayah Li,”
panggil Ling Xiao. “Aku boleh lihat kamar Jian Jian?” tanyanya, meminta izin.
“Boleh.
Lihat saja. Aku tidur dulu,” balas Li Haichao.
Ling Xiao
masuk ke dalam kamar Jian Jian dan melihat- lihat isi kamarnya sambil tersenyum
senang.
Pagi hari.
Li Haichao memasakkan kepiting besar dan sup Wonton kesukaan Ling Xiao. Melihat
itu, Ling Heping mengomentari betapa perhatiannya Li Haichao kepada Ling Xiao.
Kemudian dia menyarankan Ling Xiao untuk tinggal sementara dikamar Ziqiu,
karena kamarnya belum sempat dia bersihkan.
“Ayah, tidak
perlu. Aku sudah mau pindah,” kata Ling Xiao, dengan agak tidak enak. Dan Ling
Heping merasa terkejut.
“Dia sudah
bilang, dia akan pindah ke seberang rumah Xiao Jian,” kata Li Haichao, membantu
menjelaskan. Dan Ling Heping mengerti serta setuju.
Tanpa
sarapan, Li Haichao pamit pergi duluan. Dan Ling Xiao serta Ling Heping pun
langsung bersikap canggung kepada satu sama lain sambil mengobrol dengan sikap
biasa.
“Oh, kapan
kamu bekerja?” tanya Ling Heping. Dan Ling Xiao menjawab hari ini. “Kenapa kamu
tidak istirahat dulu dua hari?”
“Mereka
ingin tanggal 13. Sudah tunda seminggu,” jawab Ling Xiao. Dan Ling Heping
mengiyakan, lalu dia diam. “Tidak masalah, aku sudah pulang, kelak punya banyak
waktu,” jelasnya. Dan Ling Heping merasa senang.
Di dokter
gigi. Jian Jian duduk menunggu gilirannya dengan gugup. Lalu ketika sudah
hampir tiba gilirannya, dia beralasan mau ke kamar mandi. Dan Mingyue yang
menemaninya langsung menahannya.
Mingyue
menarik Jian Jian dengan paksa. Dia membawa Jian Jian masuk ke dalam ruangan.
Lalu dia sengaja menutup pintu dari luar. Dan Jian Jian merasa sangat kesal.
Tapi sayangnya, dia tidak bisa melakukan apa- apa.
“Berbaringlah,”
panggil Dokter.
Mendengar suara itu, Jian Jian berbalik dan menatap Dokter dengan terkejut.
💕💕💕💕💕
ReplyDelete