Original
Network : Hunan Tv, iQiyi, Mango TV
Ziqiu mengusir Ran yang datang ke cafenya dan
sibuk menggambar para wanita yang datang ke cafenya. Tapi Ran menolak untuk
pergi.
Ziqiu pun kemudian mengambil gambar Ran dan
menunjukkan nya kepada wanita yang Ran gambar. “Halo. Disini ada orang cabul yang mencuri
gambar kalian,” katanya, memberitahu.
Namun bukannya marah, mereka malah merasa
kagum kepada Ran, karena gambarnya sangat bagus. Dan Ran merasa bangga.
Sedangkan Ziqiu merasa sangat kesal.
Dengan tegas, Ziqiu memberitahu Ran bahwa
selama masih ada dirinya, maka Ran tidak bisa masuk ke dalam keluarga Li.
“Sikapmu
ini tidak seperti seorang Kakak, melainkan seperti seorang suami yang sedang
cemburu,” komentar Ran.
“Terserah
kamu. Intinya aku tidak setuju,” tegas
Ziqiu.
Ketika Jian Jian datang, Ziqiu mengajaknya
untuk melihat Ran yang sedang menggoda wanita lain. Dan dia memberitahu Jian
Jian betapa buruknya sikap Ran. Namun Jian Jian sama sekali tidak merasa ada
yang salah dengan sikap Ran.
“Otak
angsamu ini, masih saja tidak mengerti,” gerutu
Ziqiu sambil mengetok kepala Jian Jian beberapa kali.
“Jangan
menyentuh kepalaku,” keluh
Jian Jian.
Jian Jian dan Ziqiu kemudian mulai bertengkar.
Dan melihat itu. Ran merasa bingung.
Tang Can menemani Ibu Zhuang bermain mahjong
bersama- sama. Dan saat bermain, Tang Can sengaja membantu Ibu Zhuang dan
membiarkannya menang.
Saat pulang, Ibu Zhuang bercerita bahwa dia
sangat senang, karena Zhuang Bei memiliki sahabat seperti Tang Can yang mau
menemaninya untuk bermain mahjong. Dan Tang Can membalas bahwa sebagai kakak
kelas, Zhuang Bei sangat baik.
Mendengar Tang Can memuji anaknya, Ibu Zhuang
semakin bertambah senang dengan Tang Can. “Aku berharap
putra sulungku bisa merasa senang sepanjang hidupnya.”
“Coba saja ibuku juga bisa berpikir seperti
ini,” balas Tang
Can. “Aku selalu
salah di matanya. Kami selalu bertengkar. Mungkin karena aku tidak bisa
memenuhi harapannya,” katanya, bercerita.
“Apa yang dia harapkan darimu?” tanya Ibu
Zhuang, ingin tahu. “Ingin kamu menikah muda?” candanya
sambil tertawa. Dan Tang Can balas tertawa.
“Dulu, dia berharap aku bisa syuting banyak
iklan. Sekarang, dia mungkin berharap aku untuk tidak terlalu menyibukkan diri,” jawab Tang
Can.
“Kamu tidak mengerti. Aku beritahu kamu.
Seorang ibu akan menaruh perhatian penuh terhadap anaknya. Dia menginginkan
yang terbaik untuk anaknya. Apa yang ditakutkan seorang ibu? Dia paling takut
jika anaknya memilih jalan yang salah. Oleh sebab itu, kamu harus mencoba
memahami ibumu,” kata Ibu
Zhuang, menasehati.
“Baiklah, Bibi. Kamu begitu cantik, semua yang
kamu katakan benar,” balas Tang Can, bermulut manis. Dan Ibu Zhuang sangat senang
sekali.
Ketika taksi
datang, Tang Can pun pamit kepada Ibu Zhuang. Dan Ibu Zhuang memberitahu bahwa
lain kali mereka janjian bertemu lagi. Dan Tang Can mengiyakan dengan senang.
Ditaman.
Jian Jian menceritakan tentang masalah Ling Xiao kepada Ran. Dia bertanya-
tanya, haruskah dia memberikan sesuatu kepada Ling Xiao untuk dibawa pulang
olehnya. Dan Ran menyarankan Jian Jian untuk bertanya langsung saja.
“Mana mungkin menanyakan hal ini kepadanya.
Jika kamu bertanya, kamu akan terlihat seperti tidak ikhlas membelikannya,” keluh Jian
Jian.
Ran merasa
sangat heran, mereka keluar untuk berkencan. Tapi kenapa Jian Jian terus saja
membahas tentang Ling Xiao dan Ziqiu. Dia merasa bosan. Dan dia mengajak Jian
Jian untuk coba berciuman seperti pasangan. Dan dengan gugup, Jian Jian
menjelaskan bahwa dia masih belum ada persiapan mental sama sekali.
“Cinta dan ciuman akan terjadi dengan
sendirinya. Bibir kita juga memiliki pemikirannya tersendiri,” kata Ran,
menjelaskan.
“Tetapi otakku tidak mengizinkan organ tubuhku
bertindak asal-asalan,” balas Jian Jian.
“Baiklah. Kalau begitu, berikan perintah
kepada otakmu,” pinta Ran
sambil menutup matanya. Dan dengan gugup, Jian Jian mendekati bibir Ran secara
perlahan.
Saat pulang
ke rumah, Tang Can langsung meminum air sebanyak- banyaknya. Karena dia duduk
selama 3 jam, tanpa bergerak sama sekali, saat bermain mahjong. Mendengar itu,
Mingyue menanyai, berapa uang yang Tang Can menangkan. Dan Tang Can menjawab
bahwa dia kalah 300 yuan
“Kamu lagi-lagi berbuat bodoh demi seorang
pria. Kamu selalu mengulang kesalahan yang sama,” kata Mingyue, mengomentari sikap Tang Can. “Utang mantan
pacarmu sebesar 25.000 Yuan sampai sekarang belum dilunasi. Tahun lalu, dia
masih ingin meminjam uang 5.000 Yuan kepadamu untuk mengaborsi kandungan
pacarnya yang sekarang. Jika bukan Li Jian Jian yang memberitahumu, dia mungkin
sudah berhutang genap 30.000 Yuan kepadamu,” kata Mingyue, mengomeli Tang Can supaya
sadar.
Mendengar
omelan itu, Tang Can merasa agak malu. Dan dia menjelaskan bahwa kali ini dia
sudah berubah.
Namun
Mingyue tidak mudah percaya. Kemudian dia menanyai, apakah Mantan Tang Can
sudah ada membayar hutang dulu. Dan dengan gugup, Tang Can menjawab bahwa
Mantannya telah memblokirnya dari daftar pertemanan, jadi uang itu tidak akan
mungkin kembali lagi.
“Lihatlah, rupamu yang terlihat cantik dan
cerdas ini, jika orang-orang tidak tahu, mereka mungkin akan mengira para pria
akan menghabiskan uangnya untukmu. Menjengkelkan sekali,” omel
Mingyue, dengan kesal. “Kelak, jangan memberitahuku jika kamu
memfoya-foyakan uangmu untuk para pria lagi. Aku bisa naik pitam setiap kamu
mengatakannya.”
Mingyue
kemudian menyibukkan diri membungkus- bungkus cemilan kecil. Itu adalah cemilan
dari orang- orang untuk Ibunya. Dan dia ingin memberikan ini kepada Ling Xiao
yang akan pulang ke Singapura besok.
“Yo, yo, yo. Aku menghabiskan uang untuk pria,
sedangkan kamu memberikan oleh-oleh yang dihadiahkan orang lain untuk mencari
perhatian calon mertuanya,” sindir Tang Can sambil tertawa.
“Jangan asal ngomong. Karena makanan-makanan
ini bisa kadaluasa, jadi aku takut mubazir,” balas Mingyue, beralasan dengan malu- malu.
Tapi Tang
Can tidak percaya dan tertawa semakin keras. “Qi Mingyue. Kamu memakai parfum, ya?” godanya.
“Aku memakainya tadi pagi,” balas
Mingyue, semakin malu.
Tepat disaat
itu, Jian Jian pulang. Sebelum Mingyue sempat bercerita mengenai kelucuan
Mingyue yang menyiapkan hadiah untuk mertua. Jian Jian langsung mengambil
hadiah tersebut dan pergi ke apatermen di depan.
“Dasar bocah tidak peka,” kata Tang
Can, merasa kasihan kepada Mingyue.
Jian Jian
memberikan hadiah dari Mingyue kepada Ling Xiao. Dan Ling Xiao pun menerimanya.
Lalu dengan canggung, Jian Jian menawarkan bantuan untuk membantu Ling Xiao
beres- beres. Dan Ling Xiao menolak sambil mengeluarkan kopernya. Dan melihat
itu, Jian Jian jadi merasa panik, kenapa Ling Xiao membawa koper sebesar itu.
“Aku hanya membawa sebuah tas,” jelas Ling
Xiao, sambil menunjukkan tas ransel yang ada didalam kopernya. Melihat itu,
Jian Jian merasa lega dan tertawa.
Jian Jian
kemudian ingin memeriksa tiket pulang Ling Xiao. Dan Ling Xiao pun
memperlihatkannya. Melihat tanggal ditiket itu, Jian Jian semakin bertambah
lega. Lalu diapun pamit dan pergi.
Melihat
tingkah nya, Ling Xiao tersenyum senang.
Keesokan
harinya. Mingyue menawarkan diri untuk mengantarkan Ling Xiao ke bandara. Dan
Ling Xiao pun mnerimanya.
Dalam
perjalanan. Mingyue merasa sangat gugup sekali. Lalu setelah sampai dibandara,
dia memberitahu Ling Xiao bahwa dia akan menjaga Jian Jian dengan baik.
Kemudian dia menyatakan perasaan nya dengan ambigu, karena salah paham bahwa
Ling Xiao menyukainya.
“Aku tidak ingin menjalin hubungan yang ambigu
lagi. Ini adalah jawabanku,” kata Mingyue sambil mencium pipi Ling Xiao
dengan cepat.
“Qi Mingyue,” kata Ling Xiao, tidak paham.
“Aku mengerti, kita bicarakan lagi setelah
kamu pulang. Pergi, pergilah,” sela Mingyue dengan malu- malu sambil
mendorong Ling Xiao.
Dengan
bingung, Ling Xiao pun pergi. Dan lalu Mingyue tertawa dengan keras.
Distudio.
Ada satu klien yang menyusahkan, dia memesan 10.000 pahatan kuda dan
menginginkan itu dalam waktu 2 bulan. Mengetahui itu, Jian Jian memutuskan
untuk mengembalikan saja uang muka yang sudah diberikan kepada mereka. Kemudian
dia pergi untuk mengambil paketnya yang datang.
“Apa bos Li bodoh? Permintaan pelanggan selalu
berubah-ubah, uang mukanya tidak bisa dikembalikan,” keluh Zhou
Miao.
“Inilah seniman,” jawab Du Juan.
Jian Jian
kembali sambil membawa satu paket besar. Isinya adalah uang kertas untuk
dibakar pada hari peringatan kematian Ibunya. Dan mengetahui itu, Zhou Miao
berkomentar dengan sinis, karena membakar uang itu hanyalah takhayul baginya,
sebab orang meninggal tidak membutuhkan uang lagi. Mendengar itu, Jian Jian
merasa kesal. Dan Du Juan mengomeli Zhou Miao serta menyuruhnya untuk pergi
mengambilkan kayu saja.
Saat Zhou
Miao pergi, Jian Jian memperhatikan kalung yang Du Juan pakai. Dan dengan malu-
malu, Du Juan mengakui hubungannya dengan Zhou Miao.
He Lan
datang ke café Ziqiu.
Mereka berdua duduk dan mengobrol dengan akrab. Seperti biasa, He Lan
menasehati Ziqiu untuk berbakti kepada Li Haichao, dan Ziqiu mengiyakan. Lalu
He Lan ingin menceritakan sesuatu, tapi tepat disaat itu Li Haichao menelpon,
jadi diapun tidak jadi bercerita.
Li Haichao
mempersilahkan He Lan masuk ke dalam rumah. Dan menyuruh Ziqiu untuk membantu
dia membawakan barang- barang dibawah. Dan Ziqiu mengiyakan serta meninggalkan
mereka berdua.
He Lan
berterima kasih, karena Li Haichao telah membesarkan Ziqiu dan dia memuji
betapa baiknya Li Haichao. Dan Li Haichao meminta He Lan untuk jangan membahas
ini lagi dan merasa tidak enak padanya. Lalu dia menanyai, bagaimana kabar
dikampung.
He Lan sama
sekali tidak tahu harus bercerita bagaimana. Dan melihat ekspresi nya, Li
Haichao merasa ada yang salah. “Ini... apa ada masalah?” tanyanya,
khawatir.
“Kakak Haichao. Suamiku didiagnosis menderita
kanker lambung pada bulan Maret yang lalu. Bulan lalu, dia menjalani operasi.
Minggu depan akan dikemoterapi,” jawab He Lan sambil menangis. “Ini… aku tidak
enak selalu merepotkan kalian. Jujur
saja, Kakak Haichao. Kedatanganku kali ini, selain untuk menjenguk Ziqiu, aku
sebenanrnya ingin meminjam uang dengannya. Aku sudah meminjam uang dengan semua
keluarga yang ada di kampung. Gara-gara aku meminjam uang dengan mereka, mereka
sekarang mulai menghindariku. Aku tidak punya pilihan lain,” katanya,
menjelaskan.
Mendengar
itu, Li Haichao merasa bersimpati kepada He Lan. Lalu dia menanyai, apakah He
Lan sudah ada memberitahukan ini kepada Ziqiu. Dan He Lan menjawab belun.
Mengetahui ini, Li Haichao merasa lega, sebab Ziqiu baru pulang dan membuka
usaha sendiri, dan itu tidaklah mudah, Ziqiu juga membutuhkan banyak uang. Lalu
dia menawarkan diri untuk meminjamkan uang kepada He Lan.
Diluar
rumah. Ziqiu dan Jian Jian mendengar pembicaraan itu.
He Lan
menolak uang pinjaman dari Li Haichao. Tapi Li Haichao terus memaksa nya supaya
jangan sungkan.
“20.000 Yuan. Apa kamu punya uang sebanyak
itu? Kurang dari itu pun tidak apa-apa,” kata He Lan, dengan agak malu.
“Tidak apa-apa, aku akan menebusnya,” balas Li
Haichao, menyanggupi.
Tepat disaat
itu, Ziqiu masuk ke dalam rumah. Dia memberitahu Li Haichao bahwa dia punya
uang. Dan dia menenangkan He Lan untuk tidak perlu sungkan. Lalu dia menanyai,
kapan Paman akan datang untuk kemotrapi.
“Kami sudah memesan kamarnya. Kemoterapi akan
dilaksanakan minggu depan,” kata He Lan, memberitahu.
“Baik. Nanti aku akan pergi menjenguk dan
merawatnya,” balas
Ziqiu.
“Bibi Kedua, aku juga bisa membantumu. Bibi
juga tidak perlu sungkan denganku,” kata Jian Jian.
“Terima kasih, Jian Jian,” balas He
Lan, merasa tersentuh.
Kemudian
mereka mulai bermain- main dan bercanda sambil tertawa dengan gembira. Melihat
kebaikan mereka, He Lan merasa sangat berterima kasih.
Awalnya,
Ziqiu pergi ke atm, tapi disana dia hanya bisa menarik sedikit uang saja. Jadi
diapun pergi ke bank untuk bisa menarik lebih banyak uang.
Kemudian bus
datang, dan He Lan pun naik ke dalam bus serta pergi.
Saat He Lan
memeriksa uang yang Ziqiu berikan, dia merasa sangat tersentuh dan berterima
kasih, karena uang yang diberikan cukup banyak.
Dicafe. Jian
Jian menceritakan kepada Ziqiu bahwa dia sangat stress, karena dua hari lagi
dia harus membayar gaji karyawannya, Zhou Miao. Masalahnya Zhou Miao itu
seperti buddha besar, dia sering cuti dan datang terlambat, juga Du Juan sering
lembur demi membantu Zhou Miao.
“Apa otak kakak kelasmu itu bermasalah?” tanya
Ziqiu, menyindir.
“Mmh … Sedang dimabuk cinta,” jawab Jian
Jian.
“Memangnya kamu tidak dimabuk cinta? Cepat,
putus dengan Ran,” balas
Ziqiu. Dan Jian Jian merasa kesal, mendengar itu lagi.
Jian Jian
kemudian mengalihkan pembicaraan. Dia bertanya- tanya, apakah Ling Xiao sudah
sampai di Singapura. Dan Ziqiu merasa seharusnya Ling Xiao sudah sampai disana.
Ling Xiao
berdiri sangat lama didepan rumah. Lalu setelah itu barulah dia mengetuk pintu
rumah, dan Chen Ting langsung membukakan pintu baginya.
Chen Ting
bersikap sangat ramah dan perhatian kepada Ling Xiao.
Meiyang
bersikap sangat judes kepada Chen Ting, saat Chen Ting ingin masuk ke dalam
kamarnya. Tapi dia bersikap cukup baik kepada Ling Xiao.
Ketika Chen
Ting mengetahui kalau Ling Xiao tidak ada membawa koper pulang, dia berpikir
apakah mungkin Ling Heping sakit, jadi Ling Xiao harus tinggal lebih lama
disana. Dan Ling Xiao menjawab tidak, ini tidak ada hubungannya dengan Ling
Heping.
Mendengar
itu, Meiyang merasa sangat malas sekali dan tidak jadi makan. Dia lebih nemilih
untuk masuk ke dalam kamar saja.
“Apakah karena Li Jian Jian?” tebak Chen
Ting. Dan Ling Xiao diam. “Apa kamu sudah gila? Kalian bisa membicarakan
masalah kalian nantinya. Ini berkaitan dengan masa depanmu. Pekerjaan sebaik
ini, kamu melepaskannya begitu saja. Sulit sekali untuk masuk ke tempat itu,
kamu bahkan tidak menginginkan pekerjaanmu lagi,” omel Chen Ting, marah.
“Aku sudah mendapatkan pekerjaan di rumah
sana,” balas Ling
Xiao.
“Di rumah sana apanya? Memangnya ini bukan
rumahmu?” tanya Chen
Ting. Dan Ling Xiao diam. “Ibu sudah tinggal lama bersamamu. Memangnya
ini bukan rumahmu?” tanyanya
sambil menangis.
Tepat disaat
itu, Jian Jian menelpon. Dan melihat itu, Chen Ting melarang Ling Xiao untuk
mengangkatnya. Lalu ponsel Ling Xiao pun jatuh dan rusak.
Meiyang
keluar dari kamar, tanpa melihat ke arah mereka berdua sama sekali, karena dia
tidak peduli dan sudah terbiasa. Dia pergi dari rumah untuk berangkat ke
sekolah.
Ling Xiao
mengambil ponselnya dan tasnya. Lalu dia masuk ke dalam kamar.
Jian Jian
merasa heran, kenapa Ling Xiao tiba- tiba tidak bisa dihubungi, kepadahal
sebelumnya sempat masuk. Dan Ziqiu menebak bahwa mungkin saja jaringan disana
kurang bagus.
Li Haichao
dan Ling Heping merasa khawatir dengan kondisi Ling Xiao, karena ponselnya sama
sekali tidak bisa dihubungi.
Kemudian
setelah itu, Ling Heping membahas tentang He Mei. “Tidak tahu
apa yang dipikirkan He Mei waktu itu. Menurutmu, dia menyuruhmu membujuk Ziqiu
untuk mengakui ayahnya. Menurutmu…” katanya, lalu berhenti sambil menghela
nafas. “Selain itu,
kamu tidak memberitahu Ziqiu, waktu itu He Mei pernah kembali, kan?” tanyanya.
“Mana mungkin aku memberitahunya. Sikap He Mei
waktu itu bisa saja melukai anaknya,” balas Li Haichao. “Bagaimana
jika, kamu membantuku mencari tahu keberadaan He Mei sekarang?” tanyanya,
meminta.
“Maksudmu?” goda Ling Heping.
“Tidak, aku tidak bermaksud seperti itu,” kata Li
Haichao, menjelaskan. “Aku lihat, Ziqiu selalu menyimpan cermin rias
milik ibunya. Aku pikir anak ini mungkin rindu ingin bertemu dengan ibunya.
Lagi pula, He Mei sudah mengembalikan uangnya kepadaku. Aku juga tidak
memberitahu Ziqiu. Aku merasa tidak enak,” jelasnya.
Mendengar
itu, Ling Heping memuji Li Haichao dengan sinis, menurutnya Li Haichao begitu
baik seperti Bunda Maria. Lalu dia menasehati, Li Haichao untuk jangan terus-
menerus menjadi Bunda Maria.
“Baiklah, aku akan menuruti perkataanmu,” kata Li
Haichao, mengerti. “Aku akan mengembalikan uang makanmu. Silakan
Anda numpang makan di rumah sebelah,” usirnya dengan halus.
“Tidak, tidak, kakak. Aku minta maaf kepadamu.
Aku salah,” kata Ling
Heping dengan tulus. “Aku akan segera membantumu mencari tahu.”
“Kupas kacangnya,” perintah Li
Haichao, dengan puas.
Dengan
gugup, Mingyue menceritakan kepada Jian Jian dan Tang Can bahwa hari ini dia
telah menyatakan cintanya kepada Ling Xiao. Saat dia mengantarkan Ling Xiao ke
bandara. Dan mengetahui itu, mereka berdua merasa terkejut, karena tidak
menyangka.
“Ling Xiao adalah orang yang cuek dan pemalu.
Sampai kapan aku harus menunggu dia menyatakan cinta kepadaku? Jadi aku
mengungkapkannya terlebih dulu,” kata Mingyue, bercerita.
“Lalu apa yang dia katakan?” tanya Tang
Can, bersemangat.
“Aku ingin dia memberiku jawaban ketika dia
pulang nanti. Tetapi menurutku, aku sepertinya telah mengagetkannya,” jawab
Mingyue.
“Mengagetkannya? Apa orang yang kamu maksud
itu adalah Ling Xiao?” ejek Tang Can sambil tertawa, karena sulit
untuk percaya.
Mendengar
itu, Jian Jian hanya diam saja. Dia tidak merasa bersemangat sama sekali,
karena sampai sekarang dia masih belum bisa menghubungi Ling Xiao. Dan
mengetahui itu, Tang Can mengomelinya. Dan Mingyue membela Jian Jian.
“Kamu boleh menyukai siapa pun, tetapi kenapa
kamu harus menyukai pria rumahan yang tergila-gila pada adiknya? Kelak, kamu
harus cemburu pada bibi kecilmu setiap harinya,” kutuk Tang Can, mengomeli Mingyue.