Sinopsis C-Drama : I Don’t Want to Be Friends with You Episode 03
Pentas drama TK,
Diadakan pementasan drama di TK Jinbu dan secara kebetulan, Jinbu
mendapat peran sebagai siluman. Seharusnya, sesuai naskah, pahlawan mengalahkan
siluman, tapi Jinbu yang berperan sebagai siluman malah menghajar para pahlawan
dan membuat mereka menangis. Pementasan drama gagal total!
Selesai pementasan, guru Jinbu memanggil Qingtong untuk bicara. Dia
menyampaikan apa yang sudah Jinbu lakukan dan juga mempertanyakan bagaimana
Qingtong mengajari Jinbu. Qingtong menundukkan kepala menunjukkan penyesalan
tapi dia juga tidak ada mengajari Jinbu untuk begitu. Guru tetap mengomel dan
memberitahu kalau Jinbu terus berteriak bilang kalau ayahnya adalah siluman.
Kalau bukan orangtua yang mengajari, siapa?!
--
Begitu selesai menemui Guru, Qingtong memarahi Jinbu. Dia memarahi
Jinbu karna sudah bicara sembarangan bilang ayahnya adalah siluman! Dia menegur
Jinbu untuk tidak bicara begitu lain kali. Jinbu balik menanyakan, dimana
ayahnya? Dia ingin melihatnya.
“Baik! Ayahmu memang siluman. Puas?!” ujar Qingtong dengan suara
keras. Melihat wajah sedih Jinbu, Qingtong memalingkan wajah dan mengajak
pulang.
“Ayahku adalah siluman. Dia tidak menginginkanku lagi! Siluman
jahat! Siluman jelek! Aku sangat membencinya!” teriak Jinbu.
Episode
03
-Siluman
Chen Junhe-
Qingtong
dan Fan Pang dengan panik menarik Jinbu untuk kabur. Di belakang mereka, Chen
Junhe dkk sedang mengejar. Sayang sekali, pengejaran mereka terhenti karna
mereka tidak sengaja menabrak satpam penjaga. Junhe yang di tahan sama satpam,
menyuruh kedua anak buahnya untuk mengajar Qingtong dkk.
Setelah
cukup jauh berlari, Qingtong, Fan Pang dan Jinbu akhirnya berhasil kabur dengan
bersembunyi di sebuah toko kecil.
--
Junhe
kembali ke kelas untuk mengambil barang-barangnya. Dia tidak menyadari kalau di
pipinya masih ada bekas sepatu Jinbu saat menendangnya. Bekas sepatu itu
menarik perhatian banyak anak lain, tapi tidak ada yang berani
menertertawakannya.
--
Karna
sudah aman, Fan Pang memarahi Jinbu karna sudah mencari masalah dengan anak
nakal di sekolah. Guru saja sudah tidak sanggup menghadapi Junhe, dan Jinbu
malah menyinggungnya!
--
Kedua
anak buah Junhe kembal dengan nafas ngos-ngosan. Mereka melapor kalau gagal menangkap
Jinbu. Junhe mengomeli mereka karna tidak bisa mengejar wanita. Tapi, kedua
anak buahnya itu heran, punya dendam apa gadis tadi (Jinbu) dengan Junhe?
--
“Aku
punya dendam dengannya!” ujar Jinbu, berapi-api.
--
Junhe
tidak merasa punya masalah dengan Jinbu. Gimana mau punya masalah, melihatnya
saja tidak pernah. Tadi itu, pertama kalinya mereka bertemu.
--
Melihat
Jinbu yang tampaknya sangat dendam pada Junhe, tentu saja Fan Pang dan Qingtong
kepo mau tahu masalah apa yang terjadi di antara mereka. Jinbu juga tidak bisa
menjelaskannya, jadi dia menyuruh mereka untuk tidak bertanya lagi. Yang
penting, dia punya dendam sama Junhe.
--
Kedua
anak buah Junhe masih tidak mengerti. Kalau nggak punya masalah, kenapa dia
berani menendang wajah Junhe tadi? Dan juga, siapapun yang berani menendang
wajah Junhe, pasti bukan orang biasa!
--
Qingtong
memaksa Jinbu untuk memberitahu dengan jelas, dendam apa? Jinbu malah heran
karna Qingtong seperti tidak mengenali Junhe.
“Aku?
Tentu saja aku tidak mengenalnya.”
“Baguslah.
Kau jangan berhubungan dengannya. Semakin jauh semakin baik. Jika dia berani
menyakitimu, aku tak akan melepaskannya!” ujar Jinbu.
“Apa
maksudmu? Kau masih mau terus berurusan dengannya?” tanya Fan Pang.
Jinbu
tidak mau menjelaskan apapun dan hanya bilang kalau masalah ini tidak ada
hubungannya dengan mereka berdua. Fan Pang langsung bilang kalau dia angkat
tangan kalau sudah menyangkut masalah Junhe. Dengan tenang, Qingtong menyuruh
mereka tidak usah khawatir karna mereka memiliki Ba Dan. Ba Dan itu terkenal
dan dijuluki ketua geng Tieyuan Tiga.
Umur
panjang, baru juga di bicarakan, Ba Dan lewat di depan toko. Qingtong langsung
memanggilnya. Ba Dan bersikap sangat sok bagak menanyakan siapa yang berani
mengganggu mereka? Sebutkan nama dan kelasnya, dan dia akan mengurusnya!
“Kelas
3-1, Chen Junhe,” jawab Fan Pang.
Nyali
Ba Dan langsung ciut. Tanpa waktu berpikir sedikitpun, dia langsung kabur. Eh,
tidak lupa, dia sok menasehati Qingtong untuk tidak bertengkar dengan teman
satu sekolah dan segera minta maaf.
--
Setelah
cukup lama berbincang, anak buah Junhe baru menyuruh Junhe untuk menghapus
jejak sepatu di pipinya. Junhe baru sadar dan jadi kesal karna mereka tidak
memberitahu dari awal kalau ada jejak sepatu di wajahnya. Keduanya menjelaskan
kalau tadi kan sibuk mengejar Jinbu, mana sempat memberitahu.
--
Malam
hari,
Qingtong
dan Jinbu masih belum bisa tidur. Qingtong sangat khawatir dengan nasib Jinbu
dan menyuruhnya untuk tidak keluar rumah selama beberapa hari ini. Jika tidak
keluar, dia pasti tidak akan bertemu Junhe. Dan setelah beberapa hari, Junhe
pasti akan lupa dengan masalah hari ini. Qingtong bukannya mendengarkan, malah
menyindir Qingtong yang tadi sore bersikap sangat berani, tapi kenapa sekarang
malah takut? Qingtong balik berujar kalau Jinbu kan bilang kalau jadi orang
harus tenang. Dan begitu malam tiba, dia tiba-tiba menjadi tenang dan teringat
Chen Junhe itu sangat menakutkan.
Jinbu
penasaran dengan Junhe. Apakah Junhe adalah anak nakal yang sering bertengkar
di sekolah? Qingtong tidak yakin karna dia belum pernah melihat Junhe
bertengkar secara langsung. Namun, semua orang takut padanya. Dan juga, mereka
tidak seangkatan, jadi dia pun tidak begitu paham (kenapa orang takut
padanya).
“Sudahlah.
Lagipula kau bukan murid sekolah kami. Kalian tak akan bertemu. Mungkin, dia
lupa sebentar lagi. Setelah lupa, takkan ada masalah,” gumam Qingtong.
Setelah
mendengarkan cerita mengenai Junhe, Jinbu semakin membencinya. Dia menganggap
Junhe sebagai orang brengsek yang meninggalkan istrinya. Dan kenapa juga
Qingtong begitu buta hingga menikahi orang sepertinya! Saking kesalnya, dia
langsung memperingati Qingtong untuk tidak pernah berhubungan dengan Chen
Junhe. Peringatannya hanya di anggap ucapan ngawur sama Qingtong.
Jinbu
jadi semakin cemas. Jadi, dia memutuskan untuk masuk ke sekolah Qingtong.
--
Permintaan
Jinbu itu membuat Qingtong jadi marah sampai keesokan harinya. Dia merasa Jinbu
bersikap sangat aneh. Kemarin, Jinbu menganggu Junhe tanpa sebab dan sekarang
bilang mau sekolah. Apa Jinbu nggak takut bakalan di hajar sama Junhe, hah?
Walaupun nggak takut, gimana caranya Jinbu bisa masuk ke sekolahnya?
Jinbu
sangat keras kepala. Dia tetap mau masuk sekolah Qingtong. Dia merasa sangat
bosan berada di rumah sendirian. Dan juga, dia masuk ke sekolah agar bisa terus
bersama Qingtong. Lagian, di sekolah ada banyak siswa, tidak mungkin Junhe bisa
menemukannya.
Qingtong
merasa alasan Jinbu masuk akal. Jadi, dia setuju Jinbu masuk sekolah.
Masalahnya, bukan dia yang harus setuju Jinbu masuk sekolah tapi pihak sekolah
kan?
--
Dengan
polosnya, begitu tiba di sekolah, Jinbu menemui guru Wu dan memintanya
mengizinkan temannya masuk sekolah. Guru Wu menolak dengan tegas. Masuk sekolah
itu ada prosedurnya. Harus melakukan pendaftaran dan sebagainya. Bukannya hanya
meminta izin dan langsung bisa masuk sekolah.
Guru
Wu menyuruh Qingtong untuk fokus belajar saja. Dan jika temannya itu memang mau
bersekolah, maka suruh keluarga temannya itu datang untuk mengurus administrasi
dsb.
--
Malam
hari,
Qingtong
menyuruh Jinbu untuk menelpon orangtuanya dan meminta untuk mendaftarkannya
sekolah di sini. Jinbu menolak saran itu karna orangtuanya tidak akan setuju.
Kalau udah gitu, Qingtong pun juga nggak tahu harus gimana.
Dan
lagi-lagi, umur panjang. Ba Dan datang berkunjung. Qingtong masih kesal dengan
Ba Dan dan menyebutnya penakut. Ba Dan tidak terima di sebut begitu karna
memang tidak ada yang berani mengganggu Junhe. Qingtong tidak peduli dan tetap
menyuruhnya pergi.
Pas
Ba Dan mau pergi, Qingtong tiba-tiba terpikir sesuatu. Jika Ba Dan mau di
maafkan, Ba Dan harus membantunya sesuatu.
Setelah
mendengarkan masalahnya, dengan sombong, Ba Dan bilang itu masalah sepele.
Urusan pindah sekolah, serahkan padanya. Dia menyuruh Jinbu memberikan datanya
padanya dan dia akan mengurus prosedur pendaftarannya. Dia jamin, Jinbu akan
langsung masuk sekolah.
“Kau
ingin memalsukannya?” tanya Jinbu.
“Bukan
memalsukannya. Kalian juga tidak akan mengerti kalau di jelaskan. Tidak perlu
bertanya lagi. Jika tanya terus, aku takkan urus. Kalian urus sendiri.”
Karna
tidak ada pilihan lain, mereka setuju untuk percaya pada Ba Dan. Ba Dan
menyuruh mereka untuk menunggu kabar darinya 2 hari lagi.
--
Ba
Dan menepati janjinya. Dia menyerahkan formulir pemindahan sekolah Jinbu.
Semuanya tampak menyakinkan, namun ada satu celah. Cap sekolah lama (palsu)
Jinbu bertuliskan : SMA Shenzhen 6. Mana pernah ada nama sekolah yang di tulis
dengan angka Arab! Tampak sekali itu palsu.
--
Jinbu
beneran galau.
“Bagaimana ini? Aku di mimpi ini
tidak bisa mempunyai identitas yang legal. Selanjutnya, aku harus hidup
bagaimana?”
Tepat
saat itu, Jinbu terpikirkan sesuatu.
Dia
langsung keluar dan pergi ke taman. Dia mau mencari paman penjual Tanghulu.
Tapi mau di cari dan di tanya ke siapapun, tidak pernah ada yang melihat paman
penjual Tanghulu.
Jinbu
masih belum menyerah dan pergi ke box telepon, tempat dia dulu menerima telepon
untuk pertama kalinya. Dia mencoba menekan asal nomor, tapi tidak terhubung
kemanapun. Walau begitu, Jinbu tidak menyerah dan memutuskan menunggu di depan
box telepon sampai telepon berdering.
Duan
Xiao yang kebetulan lewat, heran melihatnya duduk di luar, di cuaca dingin
seperti ini. Apalagi, melihat ekspresi wajah Jinbu yang tampak seperti ada
masalah. Jinbu tidak mau menjelaskan apapun dan hanya menyuruh Duan Xiao untuk
pergi.
“Kau
akan duduk sampai kapan?” tanya Duan Xiao.
“Aku
akan pergi sebentar lagi. Pergilah.”
Duan
Xiao memikirkan sesuatu dan bergegas pulang.
--
Duan
Xiao kembali ke tempat Jinbu duduk tadi. Dia membawakan selimut untuk
menghangatkan tubuh Jinbu. Dia juga memberikan topinya untuk menutupi kepala
Jinbu. Tidak hanya itu, dia juga duduk menemani Jinbu. Jinbu jadi nggak enak
dan menyuruh Duan Xiao untuk pulang.
“Tidak
mau. Tunggu kau pulang dulu.”
Jinbu
tidak mengatakan apapun lagi. Mereka hanya duduk diam. Duan Xiao, walau tidak
tahu apa yang di tunggu Jinbu, tetap memaksakan diri menemani Jinbu. Padahal,
dia sudah mulai sakit dan bersin-bersin. Jinbu jadi nggak tega dan memilih
berbagi selimut dengan Duan Xiao.
“Kau
menunggu apa?” tanya Duan Xiao, akhirnya.
“Menunggu
telepon.”
“Kau
sudah menunggu begitu lama, kau bisa menunggu?”
“Tidak
tahu. Mencoba keberuntungan. Kau juga tak akan paham,” jawab Jinbu.
“Baiklah.
Aku juga akan mencoba keberuntungan.”
“Keberutungan
apa?”
“Kau
juga tak akan paham,” balas Duan Xiao.
Salju
mulai turun. Dan keduanya tetap di sana. Yang tidak Jinbu sadari adalah Duan
Xiao yang terus menatapnya dengan tersenyum.
--
Akibatnya,
begitu pulang ke rumah, Duan Xiao terkena demam. Kak Mudan (ibunya) jadi marah
karna dia tadi keluar rumah di tengah cuaca dingin dengan membawa selimut dan
akhirnya kena demam. Walau mengomel panjang lebar, Kak Mudan tetap saja
khawatir padanya. Dia membuatkan obat untuk Duan Xiao dan menyuapinya.
--
Pagi-pagi
sekali, sudah ada pengantar surat datang mengantarkan surat ke kediaman Li.
Surat untuk Jinbu.
Dan
begitu di buka, isinya adalah Surat Pendaftaran Sekolah dan semua hal yang di
butuhkan untuk mendaftar. Ada juga buku tabungan. Dan sebuah kertas bertuliskan
: Langsung sekolah. Uang sekolah di dalam
tabungan.
Sangat
aneh!
Walau
begitu, Jinbu tidak memikirkannya. Dia hanya menunjukkan pada Qingtong dan
berbohong kalau ibunya sudah mengurus semuanya. Waktu itu, dia memberitahu
ibunya di telepon dan tiba-tiba saja Ibunya sudah mengurusnya.
Qingtong
makin heran karna sebelumnya, Jinbu bilang orangtuanya tidak akan setuju dia
sekolah di sini. Jinbu berbohong kalau Ibunya sudah berubah dan sekarang
mendengarkan permintaaannya.
Qingtong
tidak bertanya lagi. Dia sangat antusias karna akan satu sekolah dengan Jinbu.
Dan dengan baiknya, dia memberikan Jinbu tas baru yang belum di gunakannya,
kotak pensil dan alat-alat tulisnya.
--
Junhe
dkk ternyata masih mencari Jinbu. Mereka sengaja datang pagi-pagi selama
beberapa hari dan menunggu di depan gerbang untuk melihat satu persatu wajah.
Mereka juga sudah memeriksa ke setiap kelas. Tapi, tetap saja mereka tidak
menemukan Jinbu. Da Da dan Xiaohuo (nama kedua anak buah Junhe) menyimpulkan
kalau Jinbu bukanlah murid sekolah mereka.
“Maka
carikan dua orang yang mengikutinya yang memakai seragam Tieyuan Tiga,”
perintah Junhe.
--
Qingtong
pulang dengan riang dan memberitahu Jinbu kalau semua prosedur pendaftaran
Jinbu udah selesai, jadi dia sudah bisa sekolah mulai besok. Dia sangat senang
karna bisa bersekolah bareng. Jinbu pun senang karna dia bisa lebih mengawasi
Qingtong dalam belajar. Dalam sekejap, Qingtong langsung lemes.
--
Untuk
merayakan masuknya Jinbu di sekolah mereka, Qingtong, Fan Pang dan Ba Dan
mengadakan pesta kecil-kecilan di kedai favorit mereka. Dan lagi-lagi, Ba Dan
menyombongkan diri kalau tidak ada yang bisa menyainginya di Tieyuan Tiga.
Jadi, kalau ada yang mengganggu, silahkan laporkan padanya. Ucapan sombongnya
itu mendapatkan cemoohan dari yang lain. Mereka mengingatkan Ba Dan yang
ketakutan hanya mendengar nama Junhe.
“Aku
takut… aku takut dua ekor harimau bertengkar dan melibatkan kalian,” alasan Ba
Dan.
Fan
Pang semakin mengejek Ba Dan yang beromong besar padahal kemarin dia di kejar
sama anak SMP kelas tiga sampai sepatunya hilang. Ba Dan malah membuat alasan
kalau sepatunya itu kebesaran, makanya lepas. Semua hanya menertertawainya.
--
Udah
pulang ke rumahpun, Qingtong masih saja ketawa girang membayangkan akan satu
sekolah dengan Jinbu. Dia tidak menyangka kalau belasan tahun kemudian, mereka
akan satu sekolah bareng lagi. Melihat Qingtong yang sangat bahagia, Jinbu jadi
penasaran, apakah dulu mereka memang akrab?
“Kau
amnesia ya?! Kita paling akrab sewaktu kecil. Meskipun kau sangat sensitif,
suka menangis dan pelit. Tidak ingin berbagi makanan. Namun, kau sudah begitu
besar. Memang banyak berubah. Menjadi cantik dan pintar. Daerah selatan
(Shenzhen) ini memang membina orang. Tempat yang bagus.”
“Waktu
kecil, aku jahat padamu, kenapa sekarang kau baik padaku?”
“Aku
juga merasa sangat aneh. Aku merasa sangat akrab saat bertemu denganmu kali
ini. Seperti keluarga. Tentunya bukan keluarga sungguhan. Bagaimanapun kau
sedikit jelek. Tidak secantik aku,” jawab Qingtong.
Jinbu
beneran senang. Di dalam hatinya, dia merasa seperti keajaiban karna bisa
bertemu Li Qingtong yang berusia 17 tahun dan menjadi temannya. Bahkan harus
menghadapi nama ayahnya yang ada di akta cerai mulai besok.
“Mungkin, inilah arti sebenarnya
dari kedatanganku ke sini.”
--
Dan
dimulailah aktivitas Qingtong dan Jinbu yang bersiap-siap bersama menuju
sekolah.
Di
depan gerbang, sudah ada guru Yang Ailing yang berdiri mengawasi penampilan
anak-anak. Semua anak-anak tampak takut padanya. Qingtong memberitahu Jinbu
kalau Yang Ailing adalah guru yang paling di benci di seluruh sekolah. Dia
selalu berdiri di depan gerbang sekolah dan menangkap murid yang tidak
disiplin.
Kemudian,
ada seorang siswi cantik dengan jaket berwarna merah. Qingtong memberitahu
Jinbu kalau gadis itu adalah Lin Xuewei, yang selalu bilang diri sendiri
sebagai primadona sekolah. Dan juga, ketua kelas mereka. Yang menjengkelkan,
Xuewei sangat sombong. Setiap hari terus bilang bajunya dari luar negeri.
Padahal, kan kalau dari luar negeri harusnya labelnya pakai bahasa inggris,
tapi dia pernah melihat label baju Xuewei pakai bahasa mandarin.
Mendengar
ucapan Qingtong, Jinbu tidak menyangka kalau Qingtong ini panjang lidah juga
ya. Qingtong beralasan kalau dia hanya ingin Jinbu mengerti dan tidak salah
bergaul.
--
Begitu
masuk kelas, Xuewei sudah memerintahkan orang yang piket hari ini untuk
membersihkan papan tulis dengan bersih.
Tidak
lama, guru Wu masuk dan memberitahu kalau ada 2 murid pindahan di kelas mereka
hari ini. Yang pertama adalah Li Jinbu yang merupakan pindahan dari Shenzhen.
Dan kedua, adalah Wang Xiaomin yang sebelumnya berasal dari kelas 2-2.
Ba
Dan tanpa canggung langsung duduk di tempat yang kosong karna dia kan hanya
pindah kelas. Dia juga sempat-sempatnya memberikan dadah-dadah sama Qingtong
dan Fan Pang yang kaget karna Ba Dan masuk kelas mereka.
Guru
Wu menunjukkan Jinbu tempat duduknya. Jinbu datang tempat duduk di sebuah meja
kosong. Teman sebangkunya juga tidak masuk hari ini.
--
Begitu
jam istirahat, Ba Dan menemui Guru Wu. Dia membual kalau dari awal, selalu
ingin masuk kelas Guru Wu, yaitu kelas 2-3. Baginya, Gu Wu adalah guru terbaik
di seluruh angkatan. Guru Wu jadi jengkel. Dia mengingatkan kalau Ba Dan masuk
kelasnya karna hanya dia guru darah rendah yang bisa tahan dengan Ba Dan.
Sekarang ini, guru wali kelas Ba Dan dulu, Guru Ma, masuk rumah sakit agar
darahnya kembali normal. Semua guru di sekolah ini sudah di buat darah tinggi
sama Ba Dan, cuma tersisa dirinya. Kalau dia tidak menerima Ba Dan, dia sudah
pasti di suruh pulang.
“Aku
katakan di sini, Wang Xiaomin. Jika kau masih seperti dulu, malas belajar dan
ribut, aku tak seperti Guru Ma begitu toleransi. Aku akan pergi ke rumahmu
setiap hari. Aku tinggal di rumahmu,” peringati Guru Wu.
“Aku
mengerti, Guru Wu. Aku pasti belajar dengan giat!” janji Ba Dan.
Tapi,
itu hanya ucapan kosong. Bisa-bisanya dia menyuruh Guru Wu untuk minum teh
hijau untuk menurunkan tekanan darah.
--
Saat
jam istirahat, Qingtong dan Fan Pang berkumpul di meja Jinbu. Fan Pang
menyarankan Jinbu untuk segera menemui Guru Wu dan meminta tukar tempat duduk.
Alasannya karna otak orang yang duduk di sebelah Jinbu itu bermasalah.
Qingtong
tidak suka mendengarnya dan memarahi Fan Pang. Dia menyebut otak Fan Pang yang
bermasalah. Yang duduk di sebelah Jinbu adalah juara petama satu angkatan.
Otaknya sangat bagus. Tinggi dan tampan. Sangat sempurna.
“Orang
yang di sukia Li Qingtong sejak kelas 1 SMA. Pangeran yang mempesona,” beritahu
Fan Pang.
Qingtong
menyangkal dan meralat kalau dia hanya kagum. Fan Pang menambahkan lagi kalau
Qingtong sudah menganggumi orang yang duduk di sebelah Jinbu selama 1 tahun
tapi tak pernah berani mengajaknya mengobrol.
Pembicaraan
mereka berhenti karna Ba Dan datang. Dan seperti biasa, Ba dan yang supel dan
ceria mulai meramaikan suasana. Walau mereka terus bertengkar, tapi pertemanan
mereka tampak hangat.
--
Saat
jam pelajaran kedua setelah istrirahat, orang yang duduk di sebelah Jinbu
akhirnya datang ke sekolah. Teman sebangkunya adalah seorang pria, Wu Zhi Xun,
yang tampan tapi sangat pendiam. Begitu tiba, dia bukannya menyuruh Jinbu
menyingkir, tapi hanya berdiri menatapnya. Jinbu untungnya peka sehingga dia
langsung menyingkir agar Zhi Xun bisa masuk dan duduk di bangku bagian dalam.
Udah gitu, begitu duduk, Zhi Xun langsung menggeser buku Jinbu yang terletak di
atas mejanya.
“Halo.
Aku murid baru. Namaku Li Jinbu,” ujar Jinbu, memperkenalkan diri.
“Wu
Zhixun,” jawab Zhixun dengan suara kecil dan hanya fokus membaca buku
pelajarannya.
Tidak
lama, Guru Wu masuk. Dia mengumumkan kalau Zhixun mewakili sekolah mereka
mengikuti olimpiade matematika dan mendapatkan medali emas. Semua siswa
bertepuk tangan sebagai tanda selamat. Dan yang paling bersemangat bertepuk
tangan adalah Qingtong. Qingtong kelihatan menyukai Zhixun karna dari awal
Zhixun masuk kelas, dia hanya menatapnya.
--
Junhe
di kelasnya bukannya fokus belajar malah berbincang dengan Xiaohuo sambil
tertawa. Guru yang mengajar jadi kesal karena dia sudah memperingati berulang
kali untuk tenang, tapi Junhe tetap mengabaikannya. Akhirnya, dia menyuruh
Junhe untuk membawa kursinya dan duduk di depan papan tulis. Tanpa malu, Junhe
melakukannya.
--
Begitu
bel pulang berbunyi, Zhixun sudah langsung pulang. Dia tidak bicara sedikitpun
dengan siapapun. Walau sikapnya sangat pendiam dan dingin, Qingtong tetap saja
tertarik padanya. Qingtong bahkan bilang sama Jinbu kalau Zhixun semakin tampan
setelah nggak masuk beberapa hari.
Qingtong
mengalihkan topik dengan menanyakan mengenai Duan Xiao. Bukankah Duan Xiao
sekelas dengan Qingtong, tapi kenapa tidak kelihatan? Da Mao yang menjawab
kalau Duan Xiao sakit. Sudah dua hari, hanya istirahat di rumah.
--
Duan
Xiao menikmati waktunya di rumah dengan nonton pertandingan sepak bola. Duan
Xiao juga kelihatan sekali menyukai Jinbu. Karna begitu mendapat telepon dari
Jinbu, nada suaranya menjadi sangat bersemangat.
“Aku
ingin memberitahu. Hari ini, aku pindah ke sekolah kalian. Kita adalah teman
sekelas,” ujar Jinbu.
Duan
Xiao sangat senang mendengarnya. Dengan semangat, dia bilang kalau besok, dia
akan masuk sekolah.
--
Esok
harinya,
Pagi-pagi
sekali, Duan Xiao pergi ke rumah Qingtong untuk menjemput Jinbu. Dia beralasan
kalau mereka sejalan ke sekolah jadi berangkat bersama saja. Qingtong
berkomentar kalau rumah mereka tidak searah dan sebelumnya, dia tidak pernah
melihat Duan Xiao sejalan ke sekolah.
Duan
Xiao tidak peduli dengan komentar Qingtong. Dia mengajak Jinbu ikut naik sepeda
dengannya sementara Qingtong bisa mengikuti dari belakang.
--
Junhe
dkk masih belum menemukan Jinbu dan kedua temannya. Junhe memarahi mereka karna
tidak becus mencari orang. Xiaohuo dan Da Da beralasan kalau kedua gadis yang
bersama Jinbu waktu itu, wajahnya biasa jadi mereka tidak begitu ingat. Yang
mereka ingat, satu gadis itu gemuk.
Pas
sekali, Fan Pang lewat di sebelah mereka. Dalam sekejap, ingatan mereka
kembali. Mereka ingat dengan Fan Pang. Fan Pang panik dan langsung kabur ke
kelas.
Dia
kembali ke kelas dan menarik Qingtong dengan Jinbu untuk kabur. Tapi, karna
terlalu panik, dia jadi kesulitan menjelaskan ada apa. Dan Junhe dkk malah udah
tiba di depan kelas. Junhe berjalan mendekati Jinbu, tapi Qingtong segera
menghalanginya. Dia tidak mau minggir dan menggunakan senjata pensil untuk
menyuruh Junhe keluar sembari mengancam akan melapor ke guru.
“Kita
bicara di luar,” ujar Jinbu, tidak mau melibatkan orang lain.
Junhe
setuju dan pergi keluar. Jinbu mau mengikutinya tapi Qingtong dan Fan Pang
menghalangi. Junhe menyuruh mereka untuk tenang karna dia tidak pernah memukuli
wanita. Qingtong tidak peduli dan tetap menghalangi Jinbu keluar. Junhe jadi
kesal dan menendang meja.
Saat
itu, Duan Xiao dan Ba Dan baru kembali habis jajan di kantin. Duan Xiao yang
menyukai Jinbu, langsung bergerak melindungi Jinbu.
“Chen
Junhe. Ini sekolah.”
“Siapa
kau? Apa hubungannya denganmu?” balas Junhe dan ingin mendekati Jinbu.
Duan
Xiao menghalangi dan mendorong Junhe. Suasana menjadi mencekam.