Sinopsis C-Drama : I Don’t Want To Be Friends with You Episode 01 part 01
Adegan
di buka dengan seorang pria muda di pemandian umum. Ketika dia lagi mandi
dengan santai, tiba-tiba pintu ruang sauna yang berada tepat di depan shower
yang di gunakannya, terbuka dan seorang gadis muda keluar dari ruangan
tersebut. Gadis itu, Li Jinbu, kaget setengah mati karna begitu membuka pintu,
dia malah melihat seorang pria telanjang lagi mandi. Pria itu yang lagi mencuci
rambut sambil menutup mata, ikutan kaget setengah mati saat mendengar suara
gadis yang berteriak : “Bajingan!”
Jinbu
langsung berbalik dan menutup matanya, sembari berteriak memarahi pria itu
karna masuk ke kamar mandi wanita. Si pria, Duan Xiao, balas berteriak kalau
ini kamar mandi pria. Duan Xiao segera mencuci sabun di matanya agar bisa
melihat lebih jelas. Jinbu beneran bingung dan kabur keluar kamar mandi.
Begitu
keluar kamar mandi, dia malah melihat segerombolan pria di ruang ganti yang
lagi berganti baju. Dengan menutup mata, dia lari balik ke kamar mandi dan
melewati ruang gosok badan. Tidak ada jalan keluar lain. Dia memang harus
melewati ruang ganti.
Duan
Xiao juga bingung karna tubuhnya udah dilihat sama Jinbu, segera ke ruang ganti
untuk berganti baju. Jinbu nekat masuk ke ruang ganti lagi sembari mencari
lokernya untuk mengambil hape. Tapi nggak ketemu.
Saat dia berhasil keluar dari ruang ganti, dia sampai di lobby pemandian umum yang sangat sederhana. Pemilik pemandian umum, bingung melihat Jinbu keluar dari kamar mandi pria.
“Aku
mau pulang!” teriak Jinbu, panik dan malu.
EPISODE 01
-AKU MAU
PULANG-
Jinbu
akhirnya di sidang sama pemilik pemandian umum, Chen Jian Kang. Dengan emosi,
dia menanyakan kenapa Jinbu bisa keluar dari kamar mandi pria? Pegawainya
berusaha menenangkan Jian Kang, tapi Jian Kang udah sangat emosi. Mau taruh
dimana muka-nya kepada para pengunjung karna seorang gadis masuk ke kamar mandi
pria?!
Dari
TV yang menyala, seorang reporter menyampaikan kalau hari ini adalah tanggal 25
Desember 1999 dan enam hari lagi, mereka akan menyambut pergantian abad
memasuki abad ke-21. Dan tanggal 01 Januari 2000, akan menjadi waktu lahiran
terbanyak. Banyak bayi akan segera lahir (wkwkw, pasti karna angka cantik
01-01-2000).
Mendengar
suara berita itu, Jinbu tampak bingung.
--
Kembali ke waktu sebelumnya,
Jinbu
bangun telat dan berteriak memarahi Ibunya, Li Qingtong karna tidak
membangunkannya. Qingtong juga kaget karna bangun telat dan memarahi Jinbu
karna alarm hapenya nggak bunyi. Begitu bangun, Qingtong langsung sibuk mencari
hapenya di ruang tamu yang sekaligus adalah kamar tidur Jinbu.
Jinbu
tidak peduli padanya karna dia juga sudah terlambat. Sebelum Jinbu keluar
pintu, Qingtong memberitahu kalau dia malam ini akan pulang telat, jadi Jinbu
makan sendiri saja.
--
Sekolah Jinhai
Jinbu
datang terlambat ke sekolah dan berusaha menyelinap diam-diam. Tapi, aksinya
itu ketahuan sama satpam. Apalagi, sekolahnya cukup ketat karna memasang CCTV
di setiap sudut, jadi siswa yang terlambat bisa ketahuan.
Tentu
saja, dia kena marah guru wali kelasnya, Guru Wang, karna ini bukan pertama
kalinya dia terlambat. Jinbu mencoba membuat alasan kalau jalan rumahnya lagi
ada perbaikan, makanya dia telat. Guru Wang makin emosi dan menyuruh Jinbu
untuk membuat alasan lain jika telat, jangan terus menggunakan alasan yang
sama. Jinbu langsung diam, tidak berkutik.
--
Bel
pulang akhirnya berbunyi. Dan Jinbu hanya sendirian, tidak ada teman sama
sekali,
Baru
juga mau pulang, dia malah melihat ibunya, Qingtong datnag ke sekolah dan
berjalan dengan gaya yang norak. Jinbu langsung menariknya dan menanyakan
alasan Qingtong datang ke sekolahnya. Qingtong menjawab dengan tenang kalau dia
datang untuk menghadiri rapat orang tua. Jinbu makin bingung dan menanyakan
siapa yang memberitahu ada rapat orang tua? Dan ternyata yang memberitahu
adalah Guru Wang.
Jinbu
mengomentari pakaian yang dikenakan Qingtong. Qingtong langsung memperingati
Jinbu untuk nggak sembarang memegang bajunya karna itu sangat mahal. Dia juga
menyuruh Jinbu untuk pulang ke rumah dan makan malam sendirian.
(Btw,
Jinbu manggil Ibunya nggak pakai sebutan “Mama” tapi langsung panggil nama “Li
Qingtong”).
Jinbu
beneran nggak ada takut sama Ibunya. Dia terang-terangan memperingati Ibunya
untuk tidak bicara sembarangan dan tidak membual. Jika tidak bisa melakukan
itu, maka pulang saja dan tidak usah ikut rapat. Qingtong tidak mempedulikan
peringatan itu karna terserah dia mau bicara apa.
“Jangan
ikut rapat. Dulu juga kau tidak ikut rapat, Li Qingtong,” teriak Jinbu.
“Li
Jinbu, kau sudah berani ya sekarang? hah! Anak mana yang memanggil nama orang
tuanya begitu?” omel Qingtong. “Cepat pulang! Satu! Dua!”
Jinbu
pun akhirnya berbalik, mau pulang.
Eit!
Tidak semudah itu. Jinbu nggak pulang dan diam-diam mengintip jalannya rapat.
Qingtong
mendapat giliran maju untuk membicarakan putrinya, Jinbu. Begitu maju, Qintong
mulai membual kalau Qingtong bisa pintar dan dapat nilai bagus karna menurun
darinya. Dia terus membicarakan mengenai didikan keluarganya yang
berintelektual. Qingtong juga menggunakan peribahasa, tapi peribahasa yang di
gunakannya itu salah kata.
Jinbu
yang mendengar dari luar, beneran malu. Karna yang mendengar bukan hanya
dirinya saja, tapi juga ada beberapa teman sekelasnya yang ikut mengintip
rapat.
Qingtong
masih terus asyik bicara, memuji Jinbu yang rajin, pintar, jujur dan unik. Itu
semua turunan dari dirinya! Teman sekelas Jinbu yan juga lagi ngintip,
menyindir Jinbu karna bualan Qingtong.
Karna
bualan Qingtong yang begitu hebat mengenai keluarganya, seorang orangtua siswa
jadi ingin tahu Qingtong lulusan universitas mana? Tanpa ragu, Qingtong
menjawab kalau dia lulusan Universitas Fudan. Tidak di sangka, Guru Wang pun
lulusan Universitas Fudan. Dia jadi, mau tahu Qingtong angkatan tahun berapa?
“Kebetulan
sekali,” ujar Qingtong, gugup. “Guru, kau angkatan berapa?” tanyanya balik.
“Aku
angkatan 01.”
“Aku
angkatan 02. Kita tidak seangkatan,” jawab Qingtong dengan cepat.
Guru
Wang tetap penasaran, mau tahu Qingtong jurusan apa? Qingtong dengan ragu
menjawab “Bahasa Mandarin.” Guru Wang makin bersemangat dan nanya, bukankah di
kelas Qingtong dulu ada yang namanya Wang Xiaoyu? Qingtong dengan ragu mengiyakan.
Eh,
Guru Wang dengan semangat memberitahu kalau dia satu kantor dengan Wang Xiaoyu.
Jadi, siap rapat nanti, mereka bisa mengadakan reuni kecil. Dengan cepat,
Qingtong langsung menolak dengan alasan kalau waktu sudah lama berlalu, dan
kalau ketemu juga mungkin nggak saling ingat juga. Lagipula, lulusan dari
universitas mana itu nggak penting. Yang penting adalah belajar.
Jinbu
beneran malu. Dia sangat kesal karna tadi kan sudah memperingati Ibunya, tapi
ternyata Ibunya tetap melakukannya : “Membual dan berbohong.”
Begitu
rapat selesai, Jinbu langsung menemui Qingtong dang memarahinya karna sudah
membual dan berbohong. Qingtong membela diri kalau dia tidak membual. Dia
memang ada mendaftar ke Universitas Fudan tapi nggak lulus. Walau gitu, dia menganggap
Universitas Fudan sebagai sekolah asalnya.
Jinbu
makin kesal karna alasan itu nggak masuk akal. Lagipula, emang ibunya pernah
kuliah? Kuliah dimana? Mana Ijazahnya?
Dia mau lihat.
Qingtong
jadi memarahinya karna menginterogasi sampai begitu. Dan juga, dia sudah
menghabiskan banyak uang untuk menyekolahkan Jinbu di sekolah bagus, bukan
untuk membuat Jinbu menasehatinya. Jinbu
jadi makin emosi dan bilang nggak mau sekolah! Dia nggak mau jadi beban!
Pertemuan
mereka akhirnya berakhir dengan pertengkaran.
--
Jinbu
pulang sendiri ke rumah. Begitu tiba, dia langsung membuka kulkas mencari apa
yang bisa dimakan. Karna kulkas kosong, Jinbu hanya minum air soda. Tapi, lampu
tiba-tiba padam. Jinbu sangat kesal karna Ibunya pasti lupa membayar uang
listrik lagi. Dia langsung menelpon Qingtong.
Qingtong
lagi makan bersama boss-nya dan mabuk berat. Hapenya juga dalam mode silent,
jadi nggak mendengar suara telepon Jinbu.
Jinbu
akhirnya pergi keluar untuk membeli sup pangsit. Dia memesan sup pangsit tanpa
cabe, bawang, jahe dan ketumbar. Pas mau bayar dengan meng-scan QR Barcode, hape nya malah nge-hang. Pada akhirnya, dia nggak jadi beli.
Seolah
belum cukup dengan kesialannya hari ini, begitu sampai di rumah, dia malah
mendapati Qingtong yang duduk di depan kamar dalam keadaan mabuk dan ngeracau
menawarkan suntik wajah tirus. Jinbu lah yang memapah ibunya masuk ke rumah.
Dia membaringkan Qingtong di kasur.
--
Esok
harinya,
Qingtong
ke sekolah menemui Guru Wang. Dia datang untuk meminta maaf dan mengakui kalau
semua ucapannya saat rapat hanyalah bualan. Dia tidak pernah sekolah di
Universitas Fudan. Dia takut kalau hal ini akan membuat guru-guru dan
teman-teman menertertawai Jinbu. Guru Wang menenangkannya karena ja; seperti
itu tidak mungkin terjadi di sekolah ini.
Guru
Wang kemudian menyarankan agar Qingtong menyelesaikan masalah dulu dengan
Jinbu. Karna hari ini, Jinbu tidak datang ke sekolah. Jinbu juga mengirim pesan
padanya, isinya, berharap sekolah mengeluarkannya.
Qingtong
jadi panik. Dia segera mencoba mencari Jinbu dan menelponnya, tapi tidak
berhasil. Qingtong juga meminta tolong pada temannya, Fan Pang yang juga adalah
ibu angkat Jinbu, untuk mencoba menelpon Jinbu. Tapi, Jinbu juga nggak
mengangkat telepon Fan Pang.
Fan
Pang kemudian terpikirkan sesuatu. Apa mungkin Jinbu pergi mencari Chen Junhe?
Ekspresi Qingtong berubah cemas. Dia merasa itu tidak mungkin karna Jinbu nggak
tahu apapun.
Umur
panjang. Qingtong menemukan Jinbu yang lagi duduk di taman. Qingtong segera
mengakhiri telepon dengan Fan Pang. Dia menghampiri Jinbu dan langsung
menanyakan maksud Jinbu mengirim pesan pada guru, meminta di keluarkan. Dengan
santai, Jinbu menjawab kalau dia tidak mau sekolah.
“Kau
itu masih 17 tahun. Kalau tidak sekolah, mau apa?”
“Apa
aja.”
Qingtong
capek dan meminta Jinbu berhenti berulah dan ikut dengannya pulang. Tapi, Jinbu
menolak. Dia merasa sudah dewasa karna sebentar lagi akan berusia 18 tahun. Dia
bisa membuat keputusan sendiri, jadi Qingtong tidak perlu mengurusnya!
“Kau
umur 18 tahun dan tidak perlu kuurus lagi ya? Waktu umur 8 tahun, kenapa kau
nggak bilang begini juga? Saat aku melahirkanmu, kenapa nggak bilang begini?”
marah Qingtong.
“Kalau
aku bisa, aku akan memintamu tidak usah melahirkanku.”
Ibu
mana yang nggak marah mendengar anaknya bilang begitu. Jinbu juga tampaknya
capek dengan hidupnya. Dia mengeluarkan buku nikah milik ayah ibunya. Qingtong
langsung tampak gugup dan mengambil buku nikah itu.
“Aku
selalu mencari waktu yang tepat untuk membicarakan ini. Namun, kau selalu mabuk
atau membuat keributan. Bagaimana aku bisa bicara padamu?”
“Itu
kan acara makan malam. Bukannya aku minum bir tiap hari. Aku awalnya ingin
bicara baik-baik padamu hari ini. Namun, kau yang kabur dari rumah begini.”
“Okay.
Mari bicara sekarang. Apakah Chen Junhe
itu ayahku?” tanya Jinbu, to the point.
Qingtong
terdiam. Tidak ada jawaban sepatah katapun. Jinbu jadi kesal dan memintanya
untuk menjawab. Qingtong malah bilang kalau itu tidak ada hubungannya dengan
Jinbu. Jinbu makin marah, kenapa bilang tidak hubungan? Kenapa mereka bercerai?
Jinbu mau tahu alasan kenapa ayahnya tidak peduli samanya selama 17 tahun ini
dan tidak pernah muncul. Dia butuh penjelasan. Kalau di lihat dari tanggal
perceraian, mereka bercerai saat dia masih berusia 3 bulan.
“Apa
dia selingkuh dan meninggalkanmu?”
Qingtong
langsung memukul Jinbu dan memarahinya karena bicara seperti itu. Dan sekali
lagi, dia bilang kalau masalah ini, tidak ada hubungannya dengan Jinbu. Ini
adalah keputusan orang dewasa dan Jinbu tidak perlu mengurusinya.
Akhirnya,
mereka bertengkar hebat lagi. Jinbu marah karna Qingtong tidak pernah mau
menjelaskan apapun. Apa Qingtong tidak pernah memikirkan perasaannya? Qingtong
capek dan menegaskan kalau semua yang dilakukannya adalah demi Jinbu.
“Terserah
aku mau gimana. Aku mau punya rumah yang nyaman. Bolehkah?” tanya Jinbu. “Sudah
17 tahun, aku bahkan tidak punya kamar sendiri. Selalu pindah rumah, pindah
sekolah. Selalu cuci baju sendiri, masak sendiri, ke sekolah sendiri. Menurutmu
aku bahagia? Pernahkah kau berpikiri hari seperti apa yang kulewati? Ponsel
yang rusak bahkan saat mengirim pesan. Ditertawakan orang karna namaku yang
seperti pria. Ayah yang hilang dan tidak peduli padaku selama 17 tahun. Juga,
ibu yang membuatku jadi tertawaan saat rapat orang tua sekali setahun. Li
Qingtong, yang kupunya tidaklah banyak dan mewah. Kurasa, kau sangat kesusahan
merawatku. Aku lebih merasa kesusahan dirawat olehmu!”
Qingtong
tampak terluka mendengar semua perasaan Jinbu.
“Kamu
tidak bahagia, aku sangat bahagia? Pindah rumah, pindah sekolah, bukankah itu
semua demimu? Setiap hari aku dimarahi pelanggan, dimarahi bos. Saat aku tidak
bisa menyelesaikan tugasku, aku pergi minum bir. Aku meminjam baju orang lain,
agar kau punya harga diri. Aku tidak kesusahan, aku sangat bahagia. Kau tidak
punya apapun, aku punya semuanya? Beberapa tahun ini, apakah ada satu hari
saja, aku hidup sesuai keinginanku, Li Jinbu?”
“Jadi,
menurutmu aku menyulitkanmu? Apa salahku sebenarnya? Aku hanya ingin masa kecil
yang bahagia. Ibu yang bisa melindungiku dan seorang ayah. Apakah tidak
pantas?”
“Aku
yang tidak pantas!” teriak Qingtong, menangis. “Sejak melahirkanmu, aku tidak
pantas punya kehidupan yang tenang.”
“Li
Qingtong, bukan kamu yang tidak pantas, aku yang tidak pantas. Aku bahkan tidak
pantas dilahirkan olehmu. Jika bisa memilih, aku ingin kau tidak melahirkanku.
Agar kita berdua tidak hidup seperti ini,” ujar Jinbu.
Usai
mengatakan semua itu, Jinbu pergi begitu saja. Meninggalkan Qingtong yang
terluka dengan perkataannya.
--
Jinbu
pergi ke sauna. Dia memilih tempat itu karna di sana, dia bisa bermalam gratis
dengan tidur di lobby.
Saat
mau menyimpan ponsel di loker, Jinbu mendengarkan terlebih dahulu pesan suara
dari Ibu angkatnya, Fan Pang. Fan Pang menyuruhnya menjawab telepon dan
memberitahu ada dimana, atau dia akan menelpon polisi. Selesai mendengarkan
pesan suara itu, Jinbu menyimpan ponselnya di loker.
Setelah
itu, Jinbu masuk ke ruang sauna. Dia sendirian di dalam ruangan sauna. Panasnya
ruangan sauna, perlahan, membuat kesadarannya semakin menipis. Dan saat dia
sudah nggak tahan lagi, Jinbu memutuskan
keluar. Saat dia membuka pintu, cahaya terang tiba-tiba menyinarinya. Dan dalam
sekekap, di hadapannya ada seorang pria telanjang yang lagi mandi.
(Kita
kembali ke scene awal).