Sinopsis Dorama : Cursed in Love Episode 02 part 2

 

Sinopsis Dorama : Cursed in Love Episode 02 part 2



Tsubaki mulai mengajari Nao mengenai manisan Monaka. Monaka sendiri mempunyai arti pertengahan musim gugur. Dan Monaka yang dibuat Kogetsu-an adalah Tsubu-an. Ketika di makan, Monaka akan menyatu dengan kulit di mulut.



Setelah menjelaskan mengenai kue Monaka, Tsubaki mulai mengajari Nao cara membuat isian kacang merah untuk Monaka. Cara membuatnya memang terlihat mudah, merebus kacang merah hingga menjadi pasta. Tapi, banyak hal yang harus di perhatikan dalam prosesnya seperti : cara mengaduk, suhu, besar kecilnya api dll. Sedikit saja kesalahan, membuat rasa pasta kacang merah bisa berbeda.

Tsubaki juga sangat jujur. Ketika rasanya nggak enak, dia akan bilang nggak enak. Dia juga memberitahu dimana letak kesalahan yang Nao buat.



Sayangnya, selalu ada orang iri. Dan orang itu adalah Pak Tomioka. Dia tidak suka melihat Tsubaki yang mengajari Nao. Kyoko menyadari hal tersebut. Dengan licik, dia bermulut manis dan bersikap agresif, memberi tanda agar Tomioka menghalangi Nao.



Sorenya, Pak Tomioka mengumumkan larangan Nao untuk menggunakan dapur. Alasannya karna Nao menganggu pekerjaan. Pak Tomioka mencoba meminta dukungan dari yang lain. Pak Yamaguchi tidak mau ikut campur. Sementara pekerja magang lainnya merasa takut untuk menentang Tomioka.


Nao bersikeras memohon agar di izinkan menggunakan dapur, tapi Tomioka malah bersikap kasar. Dia mendorong tubuh Nao. Jojima sampai terkejut dan ingin membantu Nao. Sayang, dia telat selangkah dari Tsubaki. Tsubaki memohon pengertian Tomioka untuk membiarkan Nao menggunakan dapur hingga pesanan Shirafujiya selesai. Ini adalah pesanan penting untuk memulikan kepercayaan toko.

“Aku tidak peduli.”

“Ini bukan permintaan tolong, melainkan perintah!”


“Tsubaki-san. Bukankah kau juga masih belajar? Hanya ada satu orang saja yang akan ku patuhi. Hanya pada Master (Sojyuro). Permintaan egois takkan ku dengar. Pemilik Kogetsu-an adalah Master. Kau ini tidak punya hak apapun.”

Tsubaki berusaha keras menahan amarah. Dia sadar kalau perkataan Tomioka benar.



Dengan marah, Tsubaki keluar dari dapur. Nao mengikutinya. Dan mereka malah berpas-pasan dengan Kakek. Tsubaki langsung mengikuti kakek ke ruangan yang memajang foto para leluhur. Tsubaki berlutut dan meminta kakek untuk memberikannya hak mengelola dapur.




“Aku sudah membahasnya kemarin. Hanya orang yang mewarisi toko ini yang akan di berikan otoritas. Hanya pada orang yang bisa menggunakan alat yang sedang tidur di sana (alat yang tersimpan di dalam lemari yang terletak di bawah foto para leluhur). Aku tidak bisa memberikannya padamu!” tegas Sojyuro.



Tanpa mempedulikan Tsubaki lagi, Kakek keluar ruangan. Dia berpas-pasan dengan Nao yang berdiri di depan pintu. Tanpa basa basi, Kakek berkata pada Nao kalau Tsubaki tidak akan mewarisi Kogetsu-an. Kenapa?

“Karna dia bukan cucu asliku,” beritahu Sojyuro dan beranjak pergi.

Kenyataan yang membuat Nao terkejut.



Tsubaki mengeluarkan alat yang ada di lemari dan menunjukkannya pada Nao. Isinya adalah peralatan tradisional membuat kue manisan. Tsubaki pun mulai menceritakan kisah mengenai Kogetsu-an.




120 tahun yang lalu, Kogetsu-an pernah mengalami tragedi besar. Resep untuk membuat manju yang saat itu merupakan spesialisasi Kogetsu-an, di curi oleh seorang murid. Dengan resep itu, murid itu membuka toko manisan. Dan sejak saat itu, Kogetsu-an tidak bisa membuat manju lagi. Setelahnya, Kogetsu-an menjadi sangat menghargai hubungan darah dan tidak akan menyerahkan toko kepada sembarang orang. Ini menjadi jimat toko, seakan bola emas. Peralatan ini adalah simbolnya. Pada peralatan, tertanam jiwa pembuatnya. Hanya orang yang secara resmi mewarisi toko saja, yang akan di berikan peralatan itu. Dan 15 tahun lalu, tidak ada lagi orang yang memakai alat itu. Dan alat itu terus tertidur di dalam lemari.


Nao mengerti mengenai cerita itu. 15 tahun lalu adalah saat dimana Itsuki, Ayah Tsubaki, meninggal. Tapi, apa yang di maksud dengan Tsubaki bukan cucu asli Sojyuro?

“Aku anak perselingkuhan Nyonya. Dia menganggapnya begitu,” jawab Tsubaki.


Tsubaki teringat bagaimana kakeknya begitu membencinya saat dia kecil dulu. Kakek bahkan menyebutnya sebagai pembohong dan menyuruhnya pergi. Kenangan itu membuat Tsubaki menjadi sangat benci pada kakek, tapi di saat yang sama, dia sangat bertekad untuk bisa menjadi penerus Kogetsu-an. Dia akan menepati janjinya pada ayahnya dulu, mewarisi toko ini!



“Aku telah berjanji. Bahwa toko ini takkan ku berikan pada siapapun!”

--






Setelah mendengar cerita dan melihat ekspresi Tsubaki tadi, Nao menyadari kalau Tsubaki benar-benar ingin melindungi Kogetsu-an dan serius terhadap kue manisan. Tsubaki yang sekarang sangat berbeda dengan Tsubaki saat kecil yang selalu tersenyum dan bersikap ramah. Apakah dia memang mengenai Tsubaki?

Apa jangan-jangan, Tsubaki dulu tidak berbohong saat bilang melihat Ibunya saat ayahnya meninggal?


Lamunan Nao menjadi buyar ketika lampu tiba-tiba menyala. Jojima yang membuka lampu dapur. Dia datang karena mendengar suara aneh dan ternyata ada Nao. Tapi, ngapain Nao malam-malam di dapur?

“Pada pukul 10 malam saat pekerjaan di toko selesai, hingga pagi, aku bisa menggunakan dapur,” ujar Nao.

Jojima mengusulkan Nao untuk menggunakan saja pasta kacang yang dimasak di toko. Dia akan membantu mengambilkannya diam-diam. Kalau cuma mengambil sedikit tidak akan ada yang menyadari. Nao berterimakasih atas usulannya, tapi dia tetap akan membuat pasta kacang merahnya sendiri.

--



Pak Tomioka bersikap mencurigakan. Dia diam-diam menyelinap ke kamar Kyoko. Itu karna dia mendapat surat yang isinya : “Menyelinaplah ke kamarku malam ini.” Pak Tomioka mungkin mengira itu sebagai ucapan terimakasih. Ah, dasar mes*m!

Begitu masuk, dia langsung memeluk Kyoko yang duduk membelakangninya dan menutupi tubuh dengan selimut. Dia juga blak-blakan meminta Kyoko untuk segera memberikannya toko baru. Ish, ternyata mereka mempunyai hubungan lebih dari sekedar bos dan karyawan.


“Cerdik sekali, Pak Tomioka,” terdengar suara Tsubaki.

Pak Tomioka kaget setengah mati. Orang yang di peluknya, bukanlah Kyoko melainkan Tsubaki yang menyamar. Dan dengan kartu AS yang di milikinya (rahasia hubungan Tomioka dengan Kyoko, Ibunya), Tsubaki mengancam : “Bisakah kau mengembalikan dapur padaku?”

--



Jojima malu karna Nao menolak usulannya dan juga karna dia sudah berpikir licik begitu, padahal dia adalah pembuat manisan. Dan Nao pun mulai menanyakan alasan Jojima mau menjadi pembuat kue manisan. Dengan mata berbinar, Jojima mulai bercerita. Keluarga Jojima mempunyai toko kue manisan bersama Shimaya. Dan dia ke Kogetsu-an untuk belajar. Dia ingin menjadi ahli manisan.



Mereka bersikap sangat akrab. Saling tersenyum. Tsubaki yang sudah cukup lama berdiri di depan pintu, jadi cemburu. Dia tidak suka melihat kedekatan mereka. Begitu masuk, Tsubaki langsung menegaskan pada Jojima kalau Nao adalah istrinya. Jojima yang sadar diri pun akhirnya memilih pergi.


Sekarang hanya tinggal Nao dan Tsubaki. Sembari mengawasi dan mengajari Nao membuat pasta kacang merah, Tsubaki membahas mengenai Nao yang tidak pergi walau sudah tahu fakta kalau dia bukan pewaris Kogetsu-an. Tsubaki mengira niat Nao mau menikah dengannya akan hilang.

“Aku tidak mau Shirafujiya membenci manisan. Aku tidak ingin semuanya berakhir seperti itu,” jawab Nao. “Terlebih, pasta kacang adalah sesuatu yang ku kagumi.”

“Yang di kagumi?”



“Sewaktu kecil, aku suka saat dibacakan buku favoritku oleh orang tuaku. Tidak peduli sesibuk apapun, orang tuaku selalu menyempatkan untuk bacakan satu buku. Namun, hanya pada saat membuat pasta kacang yang beda. Dia pasti tidak akan memalingkan matanya dari pasta dan selalu memandanginya.”

“Orang tuamu juga pembuat manisan?” tanya Tsubaki.

Pertanyaan itu langsung menyadarkan Nao kalau dia hampir keceplosan. Dia langsung bohong kalau orang tuanya bukan pembuat manisan hanya saja suka membuat manisan di rumah.




Untung Tsubaki tidak nanya lagi dan hanya mencobai pasta kacang buatan Nao.  Tsubaki juga mengajari satu hal pada Nao mengenai hal lain yang mempengaruhi rasa pasta kacang merah : perasaan pembuatnya. Dari hasil pasta yang di hasilkan, kita bisa mengetahui apakah pasta itu di buat saat sedih atau kesal. Bisa di katakan, pasta kacang merah adalah cermina diri pembuatnya.

“Makanya aku… sedikit takut membuatnya,” gumam Tsubaki dengan suara kecil.

Gumamannya sedikit terdengar oleh Nao. Tapi, dia mengira hanya salah dengar.

--


Pagi tiba dan pasta buatan Nao akhirnya jadi. Tsubaki mencobanya dan langsung memuji Nao yang berhasil. Rasanya sama seperi pasta kacang merah Kogetsu-an. Nao sangat senang mendengarnya.

“Namun ada yang kurang. Kau menganggap pasta kacang merah Kogetsu-an tidak enak kan? Sudah ku bilang, pasta kacang merah adalah cerminan diri sendiri. Buatlah pasta kacang yang menurutmu benar-benar enak,” ujar Tsubaki.

--


Kyoko menemui Pak Tomioka untuk protes karna dia mengizinkan Nao untuk menggunakan dapur. Dia kan sduah bilang untuk melarangnya. Pak Tomioka dengan genit, meminta Kyoko untuk tenang dulu. Sayangnya, karna Pak Tomioka tidak melakukan sesuai yang di katakannya, Kyoko tidak lagi mau bersikap genit pada Tomioka. Dia bahkan menyebut Pak Tomioka sebagai pria tak berguna.

--


Nao mulai membuat pasta kacang merah ala dirinya. prosesnya hampir sama seperti yang di ajarkan Tsubaki, hanya saja, pada tahap air, Nao menambahkan madu untuk membantu kacang merah mengeluarkan rasa manis umaminya. Dengan pasta buatannya, Nao membuat monaka.

Tsubaki pun mencoba monaka buatan Nao dengan pasta ala Nao. Enak! Buktinya, dia menyuruh Nao menyiapkan Monaka dengan pasta tersebut.



“Tahukah kau apa hal yang mutlak di dunia ini? Rasa enak,” ajarkan Tsubaki.

Dan ucapannya itu terdengar oleh kakek yang lewat di depan dapur.

--


Nao dan Tsubaki mengantarkan monaka yang sudah jadi ke Shirafujiya. Shrafujiya sangat antusias mencoba monaka buata Nao. Dan begitu memakannya, otomatis, bibirnya tersenyum

“Ini benarkah buatan Nao?”

“Bagaimana rasa Monaka-nya?” tanya Tsubaki.

“Woah, sama sekali tidak berubah,” jawab Shirafujiya. “Rasanya persis monaka yang telah di buat Kogetsu-an sedari dahulu.”


Tsubaki tentu bingung. Setahunya, harusnya rasa monaka berubah menjadi lebih enak karna pasta kacang yang di buat Nao jauh lebih enak daripada yang biasa di buat Kogetsu-an. Karna rasa penasaran, Tsubaki meminta izin untuk mencoba satu Monaka-nya. Dan benar, rasanya sama seperti Kogetsu-an, berbeda dari yang di cobanya tadi pagi.


“Shirafujiya belum pernah memesan monaka sebagai reservasi kan? Saya melihat pesanan terdahulu. Semua reservasi adalah manisan segar dan tidak ada monaka. Sehingga, saya berpikir, bagi Shirafujiya, manisan Monaka Kogetsu-an adalah sesuatu yang tiba-tiba ingin dimakan, dan kemudian membelinya langsung di toko. Di padu dengan teh yang biasa, rasa yang tidak berubah itu melegakan hati. Bukankah ini manisan yang seperti itu?” tanya Nao.


“Ya, benar. Itu sangatlah benar. Walau sudah lama tidak memakannya, rasanya tetap sama dan enak! Manisan dari Kogetsu-an, saya ingin terus memakannya sampai seterusnya,” ujar Shirafujiya. “Kimono pernikahan kalian, izinkan kami yang menyiapkannya.”

--




Dalam perjalanan pulang, Tsubaki hanya diam. Nao menduga Tsubaki marah karna dia tidak membawa monaka yang baru. Dia melakukan itu karna Tsubaki bilang kalau pasta kacang adalah cerminan diri sendiri. Dia memang menyukai pasta buatannya sendiri, tapi itu di buat dengan perasaan egois.  Sedangkan, rasa yang Shirafujiya harapkan adalah rasa Kogetsu-an yang biasa.

“Hasilnya, keputusanmu itu benar. Aku tidak berhak berkomentar apapun,” ujar Tsubaki sambil terus berjalan pergi.


Tapi, tiba-tiba dia berbalik dan menghentikan langkah Nao. Dia sangat marah karna Nao membuat keputusan itu tanpa berkonsultasi sedikitpun padanya. Apa Nao senang melihatnya kebingungan seperti tadi? Nao menyangkal hal tersebut. Dia tidak memberitahu Tsubaki karna mengira Tsubaki akan menentangnya. Mereka mulai berdebat.



Perdebatan kemudian berakhir secara tiba-tiba begitu saja. Tsubaki secara mendadak, menawarkan Nao untuk mencoba bertingkah seperti suami istri. Dia mengulurkan tangannya dan Nao meraihnya. Mereka berjalan sambil bergandengan tangan.

--



Setelah Nao dan Tsubaki pergi, Takigawa baru datang menemui Shirafujiya. Dia juga mencoba monaka buatan Nao. Shirafujiya beneran penasaran, mengenai siapa Nao sebenarnya? Takigawa tidak memberitahu dan hanya bilang kalau tangan terampl Nao di turunkan oleh Ibu Nao.

--


Beberapa orang yang lewat, berbisik dengan suara keras, menyebut Nao dan Tsubaki sebagai pasangan manis yang berkencan dengan menggunakan kimono. Mereka tidak merasa risih sama sekali dengan bisikan – bisikan itu dan terus bergandengan tangan.


Nao tiba-tiba membahas mengenai masalah Tsubaki dan Kakek. Dia menyarankan Tsubaki untuk bicara baik-baik dengan kakek dan mungkin mereka akan bisa saling mengerti.

“Kau memanglah naif,” ujar Tsubaki dan melepaskan genggaman tangan mereka.

Dia mulai berjalan cepat meninggalkan Nao.

--


Malam hari,

Nao melihat tangannya. Rasanya ada yang aneh sejak Tsubaki menggenggam tangannya tadi.


Saat itu, kakek tiba-tiba muncul di hadapannya. Kakek sudah mendengar mengenai monaka buatan Nao yang memberikan kesan nostalgia pada Shirafujiya. Karna itu, dia mulai mengajak Nao untuk ikut makan malam keluarga.


Tentu saja, Kyoko tidak suka melihatnya ikut makan malam bersama mereka. Tapi, kakek berkata kalau dia yang mengajak Nao karna Nao sudah berhasil membuat Shirafujiya tidak kehilangan kepercayaan pada Kogetsu-an. Utang budi harus di balas.

Dengan setengah hati, Kyoko pun duduk dan tidak lagi protes. Tiba-tiba saja, Nao malah tersenyum. Itu karna dia sudah lama tidak makan malam bersama orang lain, jadi itu membuatnya senang. Entah apa yang di rasakan oleh kakek, karna tiba-tiba dia menyuruh Tsubaki untuk pergi mengambilkan sake.


“Apa kau bisa membuat (Rakugan) kembang gula kering?” tanya Sojyuro.

“Bisa. Walau masih belajar. Rakugan itu rapuh dan bisa hancur dengan sedikit kekuatan. Jadi, ini tentang keahlian.”

“Kau paham betul ya. Aku menyukai Rakugan. Bahan dan cara membuatnya simpel. Makanya, naluri dari pembuatnya di perlukan. Dalam setiap butirnya, terpancar kecantikan. Namun, Tsubaki ingin menghilangkan Rakugan dari toko karna tidak laku. Pemikiran yang bodoh! Dia itu tidak memilik apapun. Baik kebanggan sebagai pembuat, maupun cinta kepada manisan. Makhluk bodoh yang tidak berdaya.”



Kyoko sangat kesal mendengar kakek yang menjelek-jelekan Tsubaki. Tsubaki yang baru kembali membawa sake, juga mendengar ucapannya dari balik pintu. Yang tidak di sangka sama Tsubaki adalah Nao yang membelanya dan menentang pendapat kakek.

“Tentang Tsubaki, benarkah kau mencintainya?”

“Ya,” jawab Nao, yakin.


Kakek tersenyum sinis. Dan secara tiba-tiba, dia melemparkan mangkok ke arah Nao. Untungnya, Nao mempunyai refleks yang bagus dan berhasil menghindari lemparan mangkok tersebut.



“Jangan bohong!!! Kalian bilang menikah, tapi berbeda kamar! Aku takkan tertipu. Dulu pernah ada dua wanita yang masuk ke rumah ini. Yang pertama adalah si rubah ini (Kyoko). Dia mengkhianati putraku dan mengandung anak yang tidak memiliki hubungan darah denganku!”

“Tsubaki benar-benar adalah anak…,” ujar Kyoko.

“DIAM!” teriak Sojyuro. “Lalu, yang satunya lagi wanita yang mengaku sebagai pembuat manisan (Ibu Nao), dan dia… merenggut nyawa putraku. Kau, berniat merebut sesuatu apa yang berharga dariku?” tanya Sojyuro dan mulai mencekik Nao. Benar-benar menyeramkan.



Untung di saat genting tersebut, Tsubaki masuk dan langsung mendorong kakek ke tembok. Dengan mengintimidasi, dia memperingati kakek untuk tidak menyentuh Nao. Setelah memberi peringatan itu, dia memeluk Nao dan menyuruh Nao untuk pindah ke kamarnya. Mulai hari ini, dia akan tidur sekamar dengan Nao.

“Bisakah kau membahagiakan orang lain?!” ujar Sojyuro, menghentikan langkah Tsubaki.


Tsubaki terdiam. Nao bisa melihat keraguannya. Dan karna itu, Nao memungut mangkok yang kakek lemparkan tadi padanya dan berlutut di hadapan Kakek.



“Aku menahan diri untuk melakukan ini, karna pernikahanku di tentang. Namun, aku senang kalau di akui. Terimakasih banyak, Kakek,” ujar Nao, tersenyum. Dia tidak menunjukkan rasa takut sama sekali.

--




Mulai hari itu, Nao pun pindah ke kamar Tsubaki. Di dalam hatinya, dia merasa sangat kesal karna tidak bisa membantah ucapan kakek yang bilang kalau Ibunya yang merenggut nyawa putranya.

“Maaf. Karna sudah bilang kalian akan saling memahami jika ngobrol. Aku terlalu mudah berkata begitu. Aku sangat minta maaf,” ujar Nao, tulus.


Tsubaki bisa merasakan ketulusannya dan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Nao sangat terkejut dan segera melepaskan pelukan Tsubaki. Dia masih belum siap. Tsubaki hanya tersenyum sinis karna dia sudah salah mengira niat Nao. Maaf.

--


Nao sudah berganti baju menjadi yukata untuk tidur. Saat memasuki kamar, Tsubaki sudah tidur duluan. Nao berbaring di sampingnya dengan membelakangi Tsubaki. Berada berdua di dalam kamar, membuat Nao menyadari kalau kamar Tsubaki sempit. Tsubaki masih belum tidur dan mendengar ucapan Nao, sehingga dia menanggapi kalau ini adalah kamar yang di gunakannya sedari kecil.



“Nao… Sakura, ya,” ujar Tsubaki.

“Eh?”

“Tujuh Bunga Sakura,” lanjut Tsubaki, membahas arti nama Nao dalam tulisan Kanji.

“Membahas kanji?”

“Dulu, di rumah ini, ada seorang perempuan bernama Sakura. Dan kami sering buat manisan di sini.”

“Dia anak seperti apa?”


“Dia pendiam. Dan cengeng,” ujar Tsubaki, mengingat Sakura. “Namun, di rumah yang gelap ini, dialah satu-satunya cahaya.”

Mereka saling membalikan tubuh dan bertatapan. Tsubaki meraih tangan Nao dan menyentuh telapaknya.


“Tanganmu seperti mentari. Sejak pertama bertemu, kalau tangan ini berada di sisiku, mungkin sesuatu akan berubah.”

Wanita yang langsung menyetujui pernikahan dengan pria yang baru ditemuinya, tadinya ku pikir hanya untuk di manfaatkan. Sama seperti wanita yang tertarik hanya pada papan nama toko ini.

Namun… mengapa kau  (Tsubaki mengingat saat Nao membelanya di depan kakek)


Ada yang aneh (pada perasaan Tsubaki)



Nao hanya terus menatap ke arah Tsubaki walaupun Tsubaki sudah berbalik. Hanya menatap punggung Tsubaki, Nao tiba-tiba saja memeluknya.

Tidak boleh

Padahal aku tahu tidak boleh…


Tsubaki terkejut dengan pelukan Nao yang tiba-tiba. Dia berbalik dan wajah mereka saling bertatapan.

Yang membuat diriku sekarang berbeda saat kecil…

adalah Tsubaki

Padahal dia yang paling ku benci sedunia.

Aku benci.

Terbawa akan suasana, Tsubaki mencium Nao. Nao tidak menghindar dan menerima ciuman itu.

Padahal aku sangat membencinya,

--



Kyoko sudah memerintahkan seseorang untuk memeriksa latar belakang Nao. Orang itu, mengenakan pakaian pekerja dapur. Dia adalah salah satu koki manisan yang bekerja di Kogetsu-an. Siapakah dia? (Yamaguchi, Abe, Sugita atau Jojima? Jawabannya ada di episode selanjutnya ^^)

Dan hasil dari pemeriksaan latar belakang Nao adalah… Nao adalah putri dari Yuriko Okura. Nama Nao sebelumnya adalah Okura Nao.

--


Tsubaki dan Nao terbawa perasaan.

“Hei, Tsubaki. Jika di hadapanmu muncul anak yang bernama Sakura, apa yang akan kau lakukan?”


“Jika Sakura ada di hadapanku? Akan ku suruh menghilang. Menghilang dari hadapanku selamanya,” jawab Tsubaki dengan tatapan dingin.

Tatapan yang membuat Nao terhenyak.


2 Comments

Previous Post Next Post