Sinopsis Movie Thai : The Whole Truth (2021) Part 4

 

Netflix

Lampu didalam ruangan dinyalakan. Sehingga ruangan yang awalnya gelap, menjadi terang. Lalu terlihat Ibu Mai masuk ke dalam ruang tamu sambil mengendong seorang bayi kecil. Dia berjalan disekitar seperti sedang mencari seseorang, “Pinya!” panggilnya. Tapi tidak ada respon.

Lalu Ibu Mai mendekati Pria yang tidur di sofa. “Krit, bangun. Dimana Pinya?” tanyanya. Tapi Krit tidak merespon, mungkin karena tiba- tiba di bangunkan, jadi nyawa nya belum terkumpul. Heheh…

Kemudian disaat itu, Nenek Wan dan Kakek Pong pulang. Mereka mendekati Ibu Mai yang tampak panik. “Mai, apa yang terjadi?” tanya Nenek Wan.

“Ibu, putriku menghilang,” jawab Ibu Mai.

Pim berhenti melihat kejadian didalam lubang. Lalu dia memberitahu Putt, apa yang barusan dilihatnya. Dia melihat Ibu Mai yang masih muda dan sedang hamil, juga Nenek Wan serta Kakek Pong yang masih muda juga didalam sana. Mendengar ini, Putt merasa kalau analisis nya yang sebelumnya benar, ini adalah lubang cacing.

“Omong kosong. Sudah kubilang jangan melihat,” tegur Nenek Wan. Lalu dia memerintahkan Pim dan Putt untuk kembali ke dalam kamar sekarang juga.

Pim mengabaikan perintah Nenek Wan, dan menanyai, siapa Pinya. Tapi tentu saja, Nenek Wan tidak menjawab. Lalu untuk mencari tahu, Putt pun maju untuk melihat ke dalam lubang juga. Dan Nenek Wan meneriakinya untuk jangan melihat ke dalam lubang, tapi Putt mengabaikannya dan tetap maju untuk melihat ke dalam lubang.


“Pinya, anak Ibu! Jangan tinggalkan Ibu!” kata Ibu Mai sambil menangis.

Kakek Pong menemukan Pinya. Tapi kondisi Pinya sangat buruk. Baju putih Pinya, berlumurkan darah yang sangat banyak, dan dimulutnya juga ada bekas darah.

Ibu Mai menangis sangat sedih sekali. Tapi Krit, suaminya, malah masih tertidur dengan nyenyak.


Nenek Wan menarik Putt untuk berhenti melihat ke dalam lubang. Dan Putt pun berhenti melihat, lalu dia menanyai, apakah Krit adalah Ayahnya. Tapi Nenek Wan tidak menjawab, dan terus menarik Putt untuk menjauh dari lubang. Dan Pim mencoba menenangkan Nenek Wan agar jangan bertindak histeris.

“Ayahku kenapa? Aku ingin tahu,” kata Putt, menuntut jawaban.

“Kau tidak perlu tahu!” bentak Nenek Wan. Lalu tiba- tiba terdengar suara tembakan di dalam lubang.


Kakek Pong datang ke rumah sakit untuk menjenguk Ibu Mai seperti biasa. Tapi sesampainya disana, dia menemukan kamar rawat Ibu Mai kosong. Dan saat Dokter datang, barulah dia tahu, kalau Ibu Mai kabur.

Diruang makan. Nenek Wan akhirnya mau menceritakan kejadian 15 tahun lalu. Kejadian yang Pim dan Putt lihat dari dalam lubang. Hari itu, dia, Kakek Pong, dan Ibu Mai, mereka bertiga pergi keluar, meninggalkan Pinya dan Krit berdua di rumah. Tidak disangka, pada saat mereka pulang, mereka menemukan Pinya telah meninggal. Hal ini membuat Nenek Wan sangat menyesal, seandainya dia tidak meninggalkan Pinya dengan Krit, pria tidak berguna itu, dirumah.


Flash back

Tampaknya fisik Pinya kurang bagus, karena matanya bengkak sebelah. Dan kesehatan Pinya juga kurang bagus, karena dia ada terbatuk- batuk kecil.

Pinya mendekati Ayahnya, Krit, yang sedang melukis. Dia mengajak Krit untuk bermain dengannya, dan sambil tersenyum, Krit mengiyakan serta menanyai, Pinya mau bermain apa. Dan Pinya menjawab petak umpet. Dan Krit setuju, lalu dia menyuruh Pinya untuk bersembunyi, kemudian nanti dia yang akan mencari Pinya. Dan Pinya sangat senang sekali.


Lalu Pinya pun bersembunyi di dalam gudang, yang berada dibawah tangga. Sedangkan Krit, yang berjanji untuk bermain, dia malah sibuk melanjutkan lukisannya.

Ntah berapa lama Pinya terjebak disana, ketika Pinya ditemukan, semuanya sudah terlambat. Pinya mati karena meminum racun tikus yang berada di dalam gudang. Mungkin Pinya mengira kalau itu adalah sirup, jadi Pinya meminum itu.


Krit, yang merupakan pelaku secara tidak langsung, dia bunuh diri. Sebenarnya sih, ntah benar ntah tidak kalau Krit itu bunuh diri. Tapi ketika Nenek Wan mendengar suara tembakan, dan turun ke lantai bawah untuk melihat, dia melihat Krit sudah meninggal dengan kepala berlubang. Dan Kakek Pong yang ada didekat Krit, dia menjelaskan kalau Krit merebut pistolnya dan menembak diri sendiri. Dengan sedih, Ibu Mai menangis sambil memeluk tubuh Krit.

“Dia pasti merasa bersalah atas kematian Pinya,” kata Kakek Pong.

Flash back end


Putt tiba- tiba memuntahkan banyak darah. Pim sangat terkejut melihat itu. Lalu dia ingin membawa Putt ke rumah sakit, karena bisa dilihat, keadaan Putt tampak memburuk. Namun Nenek Wan tidak setuju, dia menyuruh agar Putt berbaring saja, dan nanti Putt pasti akan pulih sendiri.

“Kumohon, Nenek, kita harus membawa nya ke rumah sakit,” bujuk Pim, memohon.


Ibu Mai datang ke rumah Kakek Pong. Dengan kaki telanjang (maksudnya tidak memakai sandal/ sepatu), dia berjalan masuk ke dalam halaman rumah. Didekat pintu, dia menemukan mayat Latte, yang meninggal dengan mulut berlumuran darah. Melihat itu, Ibu Mai sangat terkejut dan ingin menjerit, tapi dia menutup mulutnya sendiri supaya jangan sampai menjerit dan ketahuan oleh orang didalam rumah bahwa dia datang.


Seperti biasa, Nenek Wan membuatkan segelas susu untuk Putt, supaya Putt bisa segera sembuh. Pim tahu kalau Putt tidak suka susu, tapi kondisi Putt sedang sangat lemah sekali untuk menolak sendiri. Jadi Pim membantu Putt untuk menolak, dia mengatakan kepada Nenek untuk melupakan tentang susu ini, karena Putt sedang sangat sakit. Namun Nenek Wan malah mulai bersikap aneh.

“Pinya, minumlah. Ayo,” kata Nenek Wan dengan pelan, seperti membujuk anak kecil.

“Nenek, jangan!” tolak Pim, menghentikan.

Nenek Wan mengabaikan Pim dan menggunakan cara kasar untuk memaksa Putt meminum susu ini sekarang juga. Dan Putt menolak dengan menekan bibirnya. Pim juga berusaha untuk menghentikan Nenek Wan.

“Hentikan! Jangan ganggu anak- anakku!” teriak Ibu Mai.


Mendengar teriakan itu, semuanya berhenti dan melihat ke belakang, saat melihat kedatangan Ibu Mai, Pim serta Putt terkejut. Sedangkan Nenek Mai tersenyum senang. “Mai, putri Ibu tersayang,” panggilnya.

Kakek Pong pulang. Melihat pintu rumah terbuka, dia mengeluarkan pistolnya dan bersiap.


Cara Nenek Wan dan Ibu Mai berhubungan tampak aneh, maksudnya mereka berdua tidak tampak akrab seperti yang di bayangkan.

Nenek Wan menunjukkan rasa senang, ketika melihat Ibu Mai, dan lalu dia membujuk Ibu Mai untuk kembali tinggal bersamanya. Ibu Mai bersikap sebaliknya, dia tidak tampak senang sama sekali, malahan dia tampak seperti ingin menjauh dari Nenek Wan, karena pada saat Nenek Wan ingin menyentuhnya, dia menghindar. Lalu mengabaikan Nenek Wan, dia mengajak Pim untuk pulang dan menopang Putt yang lemah untuk ikut pulang bersamanya juga.

Sayangnya, ide Ibu Mai untuk membawa kedua anak nya pulang, gagal. Karena tepat ketika mereka membuka pintu, Kakek Pong muncul sambil menodongkan pistol kepada mereka. Jadi dengan terpaksa, mereka bertiga pun harus kembali masuk ke dalam rumah.


Setelah mereka bertiga masuk ke dalam rumah, Kakek Pong bersikap sangat perhatian pada Ibu Mai. Dia menanyai, kenapa Ibu Mai kabur dari rumah sakit, kepadahal Dokter sudah menyarankan agar Ibu Mai menginap disana terlebih dahulu untuk diamati kondisinya. Namun Ibu Mai tidak menjawab pertanyaan Kakek Pong ini, dan dia menunjukkan sikap takut serta waspada, menjauhi Kakek Pong.

Melihat sikap Ibu Mai, Kakek Pong menyuruh Pim serta Putt untuk pergi ke atas, karena dia mau berbicara dengan Ibu Mai. Tapi Ibu Mai menolak keras, dia menyuruh Pim serta Putt untuk tetap berada disisinya. Sebab Ibu Mai ingin kedua anak nya tahu yang sebenarnya.


“Ayah tidak pernah menyembunyikan apapun darimu,” kata Kakek Pong, bingung dengan sikap Ibu Mai.

“Benarkah? Lihat tangan Ayah. Ayah masih memegang pistol yang sama,” kata Ibu Mai dengan agak sinis sambil menatap pistol ditangan Kakek Pong.

Mendengar itu, Kakek Pong menyimpan pistol yang di pegang nya di saku belakang dengan gugup. Melihat sikap gugupnya ini, Ibu Mai merasa curiga, dia yakin pasti ada sesuatu yang Kakek Pong sembunyikan darinya. Tapi Kakek Pong terus menyangkal bahwa tidak ada apa- apa. Namun Ibu Mai tidak percaya.

Nenek Wan mendekati Kakek Pong dan berdiri di sisinya. Dia meminta Kakek Pong untuk menghentikan Ibu Mai agar jangan kabur lagi. Tapi semua orang diam, karena suasana sedang tegang.

Karena Kakek Pong terus menyangkal dan tidak mau mengatakan apapun, maka Ibu Mai pun mengajukan pertanyaan, “Pada hari itu, benarkah Krit merebut pistol Ayah?” tanyanya.

“Ibu, aku dan Pim sudah tahu tentang Ayah,” kata Putt, berbicara. Dan Ibu Mai tertegun.

“Jangan dengarkan anak- anakmu. Mereka bicara omong kosong,” kata Kakek Pong dengan keras.

“Kami juga tahu tentang Pinya,” kata Pim, ikut berbicara. Dan Ibu Mai semakin tertegun.

Ibu Mai heran, bagaimana Pim serta Putt bisa tahu tentang Krit dan Pinya. Lalu tiba- tiba saja, Putt mulai batuk- batuk berdarah lagi. Ibu Mai dan Pim pun langsung panik.


“Aku sudah memberitahu Nenek, tapi dia terus mendesaknya untuk minum susu,” kata Pim, menjelaskan kepada Ibu Mai.

“Susu?” gumam Ibu Mai.

“Ya. Sebelum Ibu datang, dia memaksa Putt minum susu itu,” jawab Pim sambil menunjuk susu di atas meja. Lalu tiba- tiba, dia menyadari sesuatu yang aneh. Dan dia terdiam.


Pim teringat akan sesuatu. Pertama, Gadis hantu yang dilihatnya didalam lubang, Pinya. Dia melihat Pinya mengendong seorang bayi, lalu tiba- tiba Pinya memuntahkan banyak darah. Kondisinya sama persis seperti Putt. Karena Putt juga sebelumnya memuntahkan banyak darah. Kedua, perkataan Nenek Wan. Pinya mati karena tidak sengaja meminum racun tikus. Mengingat kedua hal ini, Pim jadi mencurigai sesuatu. Jadi diapun bertanya, dan Nenek Wan menjawab bahwa itu hanyalah susu biasa.

“Kalau begitu, aku akan mencobanya. Bolehkah?” tanya Pim.

“Tidak, kau tidak boleh meminumnya!” tolak Nenek Wan, melarang.

“Kenapa? Kenapa aku tidak boleh minum susu ini?” tanya Pim sambil mengambil susu di atas meja. Dia semakin curiga bahwa pasti ada sesuatu, jadi dia ingin mencobanya.

“Tidak! Kau tidak boleh meminumnya!” larang Nenek Wan, panik.


Sebelum Nenek Wan bisa melakukan sesuatu, secara gaib sesuatu terjadi. Gelas susu yang Pim pegang dan sudah mendekati bibirnya, tiba- tiba saja seperti ada sesuatu yang lewat dan memukul gelas itu, sehingga gelas susu itu melayang ke arah dinding dan pecah.

Semua orang sangat terkejut pada kejadian aneh ini.


Kemudian didekat pintu gudang, yaitu pintu yang berada dibawah tangga, sosok Pinya muncul disana. Sosoknya tampak agak mengerikan, karena pakaian putihnya diwarnai oleh merah darah. Tapi sayangnya, tidak ada yang bisa melihat sosok Pinya, selain Nenek Wan.


Kebenaran 15 tahun lalu.

Sikap Nenek Wan terhadap Pinya, sama seperti sikapnya terhadap Putt. Dia tidak terlalu perhatian, tapi tidak tampak terlalu kejam juga. Cuma dia selalu memaksakan satu hal, yaitu dia menwajibkan Pinya untuk meminum susu. Walaupun Pinya tidak suka, tapi karena takut, maka dia tetap meminum susu yang Nenek Wan berikan padanya.


Disisi yang lain, sikap Nenek Wan terhadap Pim yang masih bayi, sangat baik sekali. Dia bersikap lembut, perhatian, dan penuh kasih, terhadap Pim.

Sikap bias Nenek Wan bukanlah hal yang kejam. Namun hal yang paling kejam dibalik semua ini adalah ternyata susu yang selama ini Nenek Wan berikan kepada Pinya dulunya serta Putt yang sekarang, itu mengandung racun. Makanya Latte mati.


Namun sayangnya, selama ini tidak ada yang tahu tentang kebenaran ini sama sekali, termasuk Kakek Pong. Sehingga Kakek Pong terus menyalahkan Krit. Dan Nenek Wan yang merupakan pelaku utama, dia hanya diam serta menyaksikan Kakek Pong menyalahkan semua hal yang terjadi kepada Krit. Dan alasan Nenek Wan meracuni Pinya adalah hanya karena Pinya bukanlah anak normal.


“Teganya Ibu melakukan ini kepada putriku. Kenapa Ibu tega?” tanya Ibu Mai sambil menangis sedih.

“Mai, kau menyalahkan Ibu? Semua yang Ibu lakukan hanya untukmu,” balas Nenek Wan, tidak terima disalahkan danb dia tidak merasa salah. “Kau gadis yang sempurna, tapi kau memilih menikahi bajingan itu! Lalu anak pertamamu aneh. Terlahir jelek dan lumpuh, seperti Putt!” katanya sambil memandang Putt dengan tatapan jijik.


Nenek Wan merasa semua ini adalah kutukan. Keluarga ini dikutuk. Putri yang sempurna, malah menikah dengan pemabuk dan melahirkan anak cacat. Tapi Ibu Mai berpikiran lain, menurut nya menjadi putri dari Nenek Wan, itulah kutukan.

“Ibu membantu keluarga ini dengan menyingkirkan karma buruk. Hanya itu yang Ibu lakukan,” kata Nenek Wan, masih tanpa rasa bersalah, malahan dia tertawa dan merasa kalau tindakannya benar.


“Aku tidak akan menyalahkan siapapun. Bagaimanapun, kalian adalah ayah dan ibuku,” kata Ibu Mai, malas berbicara pada Nenek Wan lagi. “Tapi ku peringatkan. Mulai sekarang, jangan ganggu keluargaku,” tegasnya.

Setelah mengatakan itu, Ibu Mai mengajak Pim dan Putt untuk pulang. Dengan histeris, Nenek Wan menangis dan meminta agar Ibu Mai jangan meninggalkannya.

Dari balik lubang kecil, Pinya memperhatikan semua itu.


Jreng… jreng… semua kembali seperti semula. Ibu Mai sudah baikan dan Putt juga sudah baikan. Lalu mereka bertiga tidak tinggal dirumah mereka sendiri.

Ibu Mai menunjukkan keluarga mereka. Yang dilukis oleh Krit, ayah Pim serta Putt. Didalam lukisan itu, ada Pinya kecil dan Pim yang masih bayi dan Putt yang masih berada didalam kandungan Ibu Mai.


“Putt. Kamu sangat mirip dengannya. Ayahmu seorang seniman. Dia biasa melukis setiap hari,” kata Ibu Mai sambil mengelus kepala Putt. Lalu dia menghela nafas. “Dia tidak pernah menceritakan masalahnya. Dia beralih ke alkohol yang menghancurkannya,” kata Ibu Mai dengan sedih.

Setelah mengenang tentang Krit. Ibu Mai kemudian mengenang tentang Pinya. “Dia sangat menyanyangimu. Dia memelukmu dan menyanyikan ninabobo sampai kau tertidur,” katanya pada Pim.

“Karena itu melodinya terdengar tidak asing. Bahkan sekarang pun, aku masih bias menyenandungkannya,” kata Pim sambil tersenyum. Lalu dia memandang gambar Pinya, dan terpikir sesuatu, “Ma, bagaimana jika apa yang kita tahu, bukan seluruh kebenarannya?” tanyanya dengan agak ragu- ragu.

“Apa maksudmu?” tanya Ibu Mai, tidak mengerti.



“Terkadang, apa yang kita ketahui hanya sebagian kecil dari kebenarannya, bukan seluruhnya,” kata Pim.

“Dia bicara soal Ayah,” jelas Putt, mengerti dengan maksud Pim.

Pim dan Putt kemudian menceritakan lubang kecil di dinding yang mereka berdua lihat. Mendengar itu, Ibu Mai agak terkejut, karena dia juga bisa melihat lubang itu. Dan lubang itulah yang membuatnya ingin keluar dari rumah itu.

Setelah Krit bunuh diri, Kakek Chom berusaha menutup lubang itu, tapi lubang itu tidak pernah menghilang. Dan melihat lubang itu, Ibu Mai merasa penasaran.

“Ibu pernah melihat ke dalamnya?” tanya Pim.

“Tidak. Tidak pernah,” jawab Ibu Mai. Tapi ekpresinya tampak agak aneh.

Terdengar suara aneh, dan Nenek Wan terbangun gara- gara suara itu. Dia merasa agak ngeri. Dan lalu Kakek Chom ikut terbangun, tapi dia bukan terbangun oleh suara, namun karena Nenek Wan.

“Hei. Aku tidak mendengar apapun,” kata Kakek Chom.

“Aku sudah mendengarnya selama 15 tahun. Aku tidak tahan lagi! Cukup! Hentikan!” teriak Nenek Wan, mulai bersikap histeris. Lalu dia berlari keluar dari kamar.

“Wan!” panggil Kakek Chom, heran.


Ketika Kakek Chom ingin menyusul Nenek Wan yang tiba- tiba keluar dari kamar dengan sikap histeris, ponselnya berbunyi. Jadi diapun tidak jadi menyusul dan mengangkat telpon masuk tersebut.

Letjen, Kepala Penanggulangan Tindak Kriminal, teman lama Kakek Chom yang mengurus kasus tabrakan Ibu Mai. Dia menelpon dan memberitahu Kakek Chom bahwa Pop dibunuh tadi malam. Setelah mengatakan itu, dia menanyai, dimana Kakek Chom berada malam itu. Dan Kakek Chom menjawab dengan kebohongan, dia menjawab bahwa dia berada di rumah sakit menemani Putrinya.


Mendengar jawaban Kakek Chom, Letjen agak tidak percaya. Jadi dia meminta Kakek Chom untuk datang ke kantor dan menjawab beberapa pertanyaan.

“Kau didesak oleh para petinggi, kan?” tanya Kakek Chom dengan yakin.

“Jangan bilang begitu,” jawab Letjen, masih berbicara dengan sopan. “Dalam kasus menantumu 15 tahun lalu, aku sudah melakukan yang terbaik untuk membantumu, kan?”


Kakek Chom diam. Jadi Letjen pun lanjut berbicara. Dia membicarakan tentang kasus penabrakan Ibu Mai. Dalam kasus itu, ada saksi dan foto- foto dari kamera dasbor. Pop berbicara jujur. Yang menabrak mobil Ibu Mai bukanlah Pop, melainkan benar- benar temannya Pop.

Mendengar kebenaran ini, Kakek Chom terdiam gugup. Dan lalu dia menelpon telpon dari Letjen.


Diruang tamu. Nenek Wan menjerit seperti orang gila. Lalu tiba- tiba terdengar suara pintu gudang di gedor- gedor. Dengan ngeri, dia berteriak dan bertanya siapa, tapi tidak ada jawaban. Lalu ketika suara gedoran berhenti, dia mendekati pintu gudang dan membuka pintu gudang. Dan darisana keluarlah, hantu Pinya.

“Nenek, tersayang. Nenek, gendong aku. Aku kedinginan. Didalam sana dingin,” kata Pinya sambil mengulurkan tangannya. Meminta dipeluk.


Dengan ngeri, Nenek Wan melangkah mundur. Dan hantu Pinya berjalan mendekatinya serta memeluknya dengan erat. Dan Nenek Wan langsung mendorongnya.

Tiba- tiba hantu Pinya menyemburkan banyak darah ke arah Nenek Wan.


Mendengar suara teriakan Nenek Wan, Kakek Chom turun. Dan saat dia turun, dia melihat Nenek Wan menggeliat- liat di lantai. Dengan panik, dia mendekati Nenek Wan, dan saat dia mendekat, dia melihat mulut Nenek Wan mengeluarkan darah dan ada botol racun tikus di tangannya.



Ketika Kakek Chom mengira, kalau Nenek Wan sudah meninggal, dia panik. Tapi tiba- tiba saja, Nenek Wan berdiri, dan secara perlahan tubuhnya berubah menjadi tubuh Krit. Dan Kakek Chom pun langsung menembaknya. Setelah menembak, tubuh Krit berubah kembali menjadi tubuh Nenek Wan. Melihat itu, Kakek Chom langsung memeluk tubuh Nenek Wan dan menangis.

“Wan. Wan!” panggil Kakek Chom, sedih dan penuh penyesalan.


Kemudian Kakek Chom membuat keputusan. Dia menembak mulutnya sendiri, sebagai aksi bunuh dirinya. Demikianlah akhir hidup, Nenek Wan dan Kakek Chom.



Terkadang, kebenaran seperti lubang kecil yang tersamarkan oleh kegelapan. Selalu ada disana. Kita hanya tidak bisa melihatnya. Tapi begitu cahaya menyinarinya, semua orang bisa melihatnya, membuat kita bertanya- tanya berapa lama itu tersembunyi disana.

Dulu, Ibu Mai ada mengintip ke dalam lubang di dinding juga. Di dalam sana, dia melihat Pinya masuk ke dalam gudang dan bersembunyi. Tanpa mengetahui itu, Nenek Wan mengunci pintu gudang, lalu dia pergi. Sedangkan Krit, dia tertidur di sofa karena mabuk, jadi dia tidak sadar ketika Pinya mengedor- ngedor pintu gudang dan memanggilnya.


Malam hari. Ketika Pinya di temukan meninggal didalam gudang, Ibu Mai dan Kakek Chom, mereka sama- sama menyalahkan Krit. Tapi bedanya, Kakek Chom hanya menjambak dan menyiram wajah Krit menggunakan alkohol, supaya Krit terbangun. Namun Ibu Mai, bersikap lebih parah, dia mengambil pistol dan menembak kepala Krit.

“Kau membiarkan putri kita mati,” kata Ibu Mai, menyalahkan Krit.

“Mai, apa yang telah kau lakukan?” tegur Kakek Chom, pada Ibu Mai.


Kemudian Kakek Chom langsung membantu Ibu Mai. Dia mengambil pistol ditangan Ibu Mai dan meletakkannya ditangan Krit. Untuk membuat seolah- olah Krit bunuh diri.

“Krit. Krit!” panggil Ibu Mai, sambil menangis.


Didalam kamar. Dengan memakai pakaian merah terang serta lipstik merah terang, Ibu Mai memandang dirinya didepan cermin sambil tersenyum.





Didalam kamar. Pim yang sedang tidur dengan nyenyak, tiba- tiba seperti merasakan sesuatu. Jadi diapun bangun.

“Pim, kau cantik sekali. Aku menyanyangimu,” kata Pinya kepada Pim bayi.

Mengingat itu, Pim tersenyum sambil membiarkan tangannya dipegang oleh Pinya.

Post a Comment

Previous Post Next Post