Netflix
AHLI WARIS JUTAWAN BEBAS TEMAN MENGAKUI TABRAK LARI.
Membaca berita dikoran, Kakek Pong sangat marah
sekali. Lalu dia mulai menangis sedih. “Mai, anak Ayah. Setiap kali kau dalam
masalah. Ayah selalu ada untuk membantumu. Tapi … kali ini… entah apa lagi yang
bisa Ayah lakukan,” katanya, berbicara pada Ibu Mai yang masih koma.
Sudah bertahun- tahun Kakek Pong menjadi
polisi dan melayani masyarakat, tapi hari ini hukum malah membebaskan penjahat
yang seharusnya dihukum. Hal inilah yang membuat Kakek Pong marah dan sedih.
Nenek Wan mengantarkan segelas susu hangat
kepada Putt. Lalu saat dia melihat foto Ibu Mai yang berada diatas meja, dia
tersenyum dan mengenang masa lalu. Ibu Mai adalah wanita yang sempurna, Ratu di
sekolah dan Ibu Mai adalah pemandu sorak seperti Pim. Dulu karena hal ini,
Kakek Pong dan Nenek Wan menaruh banyak harapan pada Ibu Mai, sebelum …
“Sebelum apa?” tanya Putt, penasaran, ketika
Nenek Wan tiba- tiba berhenti.
“Jangan membahas itu,” kata Nenek Wan. Lalu
dia mengalihkan topik.
Nenek Wan meminta izin untuk melihat- lihat
buku sketsa Putt. Dan Putt mengizinkan. Awalnya gambar- gambar dibuku sketsa,
tampak normal. Tapi pada halam terakhir, ada satu gambar yang mengerikan.
Gambar seseorang dengan lubang sangat besar di kepalanya. Melihat itu, Nenek
Wan terkejut dan memarahi Putt. Namun Putt sendiri juga bingung, karena bukan
dia yang menggambar itu. Tapi Nenek Wan tidak percaya.
Kemudian saat Nenek Wan melihat susu yang
belum diminum di atas meja, dia semakin marah dan menyuruh Putt untuk
meminum itu. Dan dengan patuh, Putt pun
meminumnya.
Setelah melihat Putt meminum sedikit susu,
Nenek Wan merasa puas. Lalu dia mulai bersikap agak aneh, seperti bersikap
linglung. Dia berjalan keluar dari dalam kamar begitu saja.
Melihat Nenek Wan pergi, Putt pun berhenti
minum dan meletakkan susu diatas meja. Lalu dia melihat- lihat buku sketsanya,
dan anehnya, gambar di halaman terakhir telah hilang. Melihat itu, Putt merasa
terkejut dan tidak sengaja menabrak susu yang diletakkannya di atas meja,
sehingga susu itu jatuh ke lantai, lalu Latte datang serta menjilat susu di
lantai.
Disekolah. Acara pemilihan ketua tim baru.
Tiga nama dinominasikan, Pim -ketua tim sekarang-, Mint, dan yang paling tidak
disangka adalah Paew –teman baik Pim-.
Mendengar nama Paew disebut, Pim dan Mint sama
sekali tidak menyangka. Tapi pada akhirnya, Paew tetap tidak terpilih. Yang
terpilih sebagai ketua tim baru adalah Pim.
Setelah acara pemilihan selesai, Paew
mengucapkan selama pada Pim. Tapi Pim memarahinya untuk berhenti bersikap
polos, dan dia menanyai, kenapa Paew melakukan ini padanya. Dan Paew berpura-
pura bersikap bodoh, dia balas menanyai, apa.
Ternyata video rekaman yang Fame miliki, itu
berasal dari Paew. Pim mengetahui itu, saat dia memeriksa chat di ponsel Fame.
Didalam chat, Paew memberitahu Fame kalau dia ingin Fame menyebarkan video itu.
Dengan jelas, Pim mengatakan itu. Lalu Paew
pun berhenti berpura- pura bersikap polos. Dia menyuruh Pim untuk melihat ke
sekeliling, orang- orang sedang berbisik sambil menatap ke arah mereka, itu
karena mereka semua membenci Pim. Sebab Pim selalu bersikap seperti, ‘Hei, aku
Pim. Aku cantik dan pintar. Aku gadis sempurna, bintang paling terang di
sekolah’. Lalu Paew tersenyum, karena dia yakin kalau sekarang video Pim telah
tersebar dan dilihat oleh seluruh sekolah.
Seperti kata Paew, orang- orang di tim mulai
melihat ponsel mereka.
Tapi tanpa Paew sangka, tiba- tiba Pelatih
datang menghampirinya. Pelatih menegur Paew, karena merekam teman mandi secara
diam- diam, menyebarkan video tersebut, dan mempermalukan Pim. Dan Paew
menyangkal hal tersebut, dia mengatakan bahwa bukan dialah pelakunya. Tapi
Pelatih tidak percaya, karena dia memiliki bukti atas tuduhan ini, yaitu ponsel
Fame. Melihat itu, Paew pun terdiam.
“Berikan ponselmu. Sekarang,” kata Pelatih
sambil mengulurkan tangannya. Dan Paew mulai merasa panik.
Malam hari. Ketika Pim pulang, Putt
memberitahu kalau dia tidak ingin tinggal disini lagi. Dia ingin pulang ke
rumah mereka. Karena lubang di dinding terus memanggilnya, membuat dia tidak
tahan ingin melihat ke dalam lubang. Mendengar ini, Pim menasehati Putt untuk
jangan melihat, sebab karena lubang dan gadis hantu itulah Putt jadi sakit.
Lalu Putt mulai batuk- batuk. Dan batuknya
mengeluarkan darah. Melihat itu, Pim merasa khawatir dan berniat untuk mengajak
Putt ke rumah sakit.
Pim agak panik, dan tidak tahu harus
bagaimana. Dia mengetuk kamar Nenek Wan, tapi sepertinya Nenek Wan sedang
tidur. Jadi diapun menelpon Kakek Pong.
Ketika Pim menelpon, Kakek Pong sedang berada
di dalam club dan sibuk mengawasi Pop, pelaku yang menabrak Ibu Mai, untuk
membalas dendam. Awalnya saat Pim menelpon, Kakek Pong memberitahu kalau dia
sedang sibuk dan agak lama baru akan pulang. Namun saat tahu kalau Putt sedang
sakit dan Nenek Wan sedang tidur, maka Kakek Pong pun mengiyakan dan mengatakan
kalau dia akan segera pulang.
Terdengar suara dari dalam lubang di dinding.
Sebenarnya suara itu tidak terlalu keras, tapi ntah kenapa Pim dan Putt yang
berada di lantai dua bisa mendengar itu. Dan secara bersamaan, mereka berdua
terbangun.
Lalu Pim dan Putt turun bersama- sama ke
lantai satu. Mereka menatap lubang di dinding dengan perasaan gugup. Kali ini
Putt tidak mau melihat ke dalam lubang lagi, sebab karena sering melihat ke
dalam lubang lah, makanya dia jadi sakit, dan Pim mengerti serta setuju. Jadi
sekarang, Pim lah yang maju untuk mengintip ke dalam lubang.
Didalam lubang. Ada satu pria yang sedang
tidur di sofa, pria itu tampaknya tidur karena mabuk, sebab ada beberapa botol
kosong di dekatnya.
Lalu pintu kamar yang ada disana, yang awalnya
tertutup, secara perlahan pintu tersebut terbuka, dan Gadis kecil berpakaian
putih, berkulit gelap, dengan tubuh berlumuran darah, keluar dari dalam kamar
tersebut. Gadis itu merangkak (lebih ke arah menyeret tubuhnya untuk bergerak
maju), menuju ke dekat sebuah lukisan. Kemudian yang mengejutkan, gadis itu
tiba- tiba membalikkan tubuhnya, menjadi berbaring.
Melihat hal itu, Pim menjerit pelan. Lalu dia
menceritakan apa yang barusan dilihatnya kepada Putt. Dan mendengar tentang
‘pria mabuk’, Putt merasa penasaran. Jadi diapun mengintip juga ke dalam
lubang. Dan dia melihat hal yang sama seperti yang dilihat oleh Pim.
“Bagaimana dia meninggal?” gumam Putt,
berpikir.
“Mungkin semua ini terjadi, karena gadis itu
berusaha memberitahu kita soal kematiannya,” kata Pim, menebak.
Putt berpikir lebih jauh daripada Pim. Dan dia
menemukan beberapa kejanggalan. Contohnya, ruangan didalam lubang yang mereka
lihat, persis seperti ruang tamu mereka. Bedanya ruang didalam lubang, ada
sebuah jam dinding bulat. Tapi diruang tamu mereka, tidak ada jam dinding
bulat. Namun bila di perhatikan, di dinding terdapat bekas jejak seperti pernah
ada jam yang dipasang disana. Dan selama ini, Nenek Wan juga sering melihat ke
sana, saat mau melihat waktu. Mendengar analisis Putt, Pim jadi tersadar kalau
ruang didalam lubang memang persis seperti ruang tamu mereka.
“Kamu pernah mendengar teori lubang cacing?”
tanya Putt. Dan Pim tidak tahu. “Lubang cacing menghubung kan dimensi yang
berbeda. Jadi apa yang kita lihat di lubang itu, pernah terjadi dimasa lalu,”
jelasnya.
“Kau serius?” tanya Pim, mulai yakin dengan
analisis Putt, tapi disatu sisi masih agak ragu juga.
“Sangat serius.”
Disaat Pim dan Putt sedang berdiskusi serius,
Kakek Pong tiba- tiba muncul dan mengejutkan mereka berdua. Dengan sikap tegas,
Kakek Pong menyuruh mereka untuk beristirahat.
Namun Pim dan Putt tidak mau pergi ke kamar
dan tidur, sebab mereka masih penasaran tentang apa yang mereka lihat didalam
lubang. Lalu mereka pun memberitahu Kakek Pong tentang lubang di dinding, dan
tentang gadis yang mereka lihat di dalam lubang. Sayangnya, tidak peduli
bagaimanapun Pim dan Putt menjelaskan bahwa benaran ada lubang di dinding, tapi
Kakek Pong tetap tidak bisa melihat, lubang mana yang mereka berdua maksud,
karena yang dia lihat, tidak ada lubang sama sekali di dinding.
Akhirnya karena Pim dan Putt terus bersikeras
kalau beneran ada lubang di dinding, maka Kakek Pong pun mendorong lemari untuk
menutupi lubang yang mereka dua sebutkan, supaya Pim dan Putt bisa tenang serta
tidak memikirkan tentang lubang itu terus. Setelah itu, Kakek Pong menyuruh Pim
dan Putt untuk beristirahat.
Kali ini, dengan patuh, Pim dan Putt kembali
ke kamar untuk beristirahat.
Setelah Pim dan Putt kembali ke kamar. Kakek
Pong juga kembali ke dalam kamarnya. Kakek Pong menukar pakaiannya menjadi
seragam polisi. Lalu dia mengeluarkan pistol yang selama ini dia simpan. Dia
memeriksa isi pistol. Kemudian setelah itu dia berangkat. Berangkat pergi untuk
membalaskan dendam pada Pop yang telah menabrak Ibu Mai dan membuat Ibu Mai
koma.
Pim dan Putt tidak bisa tidur dengan tenang,
karena lagi- lagi mereka mendengar suara dari lantai bawah. Suara itu membuat
mereka agak gelisah. Suara yang mereka dengar adalah suara seperti lemari yang
di gerakkan. Dan mereka berdua berusaha mengabaikan suara tersebut.
Lemari yang digunakan untuk menutupi lubang di
dinding, bergerak sedikit seperti di dorong dari belakang. Kemudian lama- lama,
lemari itu jatuh ke depan.
Saat Pim dan Putt bangun serta ke lantai bawah
untuk memeriksa, mereka terkejut melihat lemari yang menutupi lubang, jatuh.
“Apa yang terjadi?” tanya Nenek Wan, tiba-
tiba muncul. Membuat Pim serta Putt terkejut.
Seperti sebelumnya, Pop menyetir mobil dalam keadaan mabuk. Dengan bangga, dia mengatakan kepada temannya di telpon bahwa tenang saja, dia tidak akan ke tangkap, karena tidak ada pos pemeriksaan di jalan yang di lewatinya ini, bahkan jika ada, polisi di wilayah ini di gaji oleh Ayahnya, jadi tidak apa- apa.
Setelah Pop selesai bertelponan, Pop menyetir
memasuki terowongan. Tiba- tiba dari arah depan, muncul sebuah mobil.
Untungnya, Pop berhasil menghentikan mobilnya, sebelum mereka sempat
bertabrakan.
Mobil yang muncul didepan, itu adalah mobil
Kakek Pong. Setelah mobil Pop berhenti, Kakek Pong keluar dari dalam mobil
serta mendekat mobil Pop. Melihat pakaian polisi yang Kakek Pong kenakan, Pop
sama sekali tidak takut, malahan dia menanyai, berapa yang Kakek Pong mau. Dan
Kakek Pong menepuk kepala Pop serta menyuruhnya untuk diam. Tidak terima
diperlakukan kasar, Pop mengancam bahwa dia akan memberitahu Ayahnya, lalu dia membuka
laci mobil untuk mengambil pistol. Tapi sebelum Pop berhasil mengambil pistol
tersebut, Kakek Pong membenturkan kepalanya ke stir mobil, sehingga tanpa
sengaja Pop tergigit lidahnya sendiri sampai berdarah.
Ibu Mai terbangun dari komanya. Saat terbangun,
Ibu Mai memandang ke sekeliling nya dengan bingung. “Pim… Putt…” panggilnya.
Kakek Pong menyeret Pop keluar dari dalam
mobil dan lalu menendang nya sekali. “Kau dituntut atas upaya pembunuhan
terhadap polisi.”
“Aku kebal terhadap hukum Thailand. Kau tidak
tahu itu? Enyahlah, polisi tidak berguna! Tamatlah riwayatmu. Setelah pergi
dari sini, aku akan membunuhmu!” kata Pop, memandang rendah polisi dan tidak
ada rasa takut ataupun hormat sama sekali.
Sekali lagi, Kakek Pong menendang Pop. Lalu
dia menuangkan sebotol minum keras yang ada didalam mobil ke tubuh Pop. Dan kemudian, dia menyalakan api.
“Terbakarlah di neraka, Brengsek,” katanya.
Kakek Pong membakar Pop hidup- hidup.
Dokter mencoba menelpon Kakek Pong, tapi tidak
ada yang menjawab. Lalu diapun memberitahu Ibu Mai, dan dengan bingung, Ibu Mai
bertanya, siapa. Dan Dokter menjawab bahwa yang di telponnya barusan adalah
Kakek Pong, Ayah dari Ibu Mai.
“Ayahku?” gumam Ibu Mai.
“Benar,” jawab Dokter. “Kamu baru siuman dari
koma. Pandanganmu mungkin agak buram,” jelasnya, mengingatkan Ibu Mai.
“Bagaimana dengan anak- anakku?” tanya Ibu
Mai.
“Mereka datang hampir setiap hari. Jangan
khawatir. Kini mereka tinggal bersama kakek mereka,” jawab Dokter, menjelaskan
dengan sikap baik.
Mendengar kalau Pim dan Putt sekarang tinggal
bersama Kakek Pong, Ibu Mai tampak seperti tertegun. Lalu tiba- tiba, dia
melepaskan infus di tangannya dan kabel oksigen di hidungnya, dan mau turun
dari tempat tidur. Melihat itu, Dokter serta Perawat segera menghentikan Ibu
Mai. Tapi Ibu Mai malah mulai bersikap histeris dan tampak seperti sangat
panik.
“Aku harus menjemput anakku,” kata Ibu Mai
sambil memberontak dari pegangan Dokter serta Perawat yang menahannya.
Dirumah. Pim, Putt, dan Nenek Wan, mereka
bertiga mendirikan lemari yang jatuh dan membersihkan pecahan piring keramik
dan pecahan lainnya di lantai. Lalu setelah semua hampir mau selesai, dengan
perhatian, Pim menyarankan Nenek Wan untuk beristirahat, biar mereka berdua
saja yang membersihkan sisanya. Dan Nenek Wan mendengarkan itu serta berhenti.
Dia pergi ke sofa dan duduk disana.
Tiba- tiba terdengar suara dari lubang kecil
di dinding. Dan kali ini, bukan hanya Pim serta Putt saja yang bisa mendengar
suara itu, tapi Nenek Wan juga.
“15 tahun… selama 15 tahun, suara itu menyiksaku,”
gumam Nenek Wan.
Mendengar itu, Pim serta Putt merasa tidak
menyangka, juga mereka heran. Jika Nenek Wan memang bisa mendengar suara dari
lubang di dinding, bahkan bisa melihat lubang di dinding juga, kenapa selama
ini Nenek Wan tidak mengatakan apapun pada mereka.
“Kamu tahu betapa pemarahnya kakekmu. Karena
dia belum pernah mendengar suara itu dan belum pernah melihat lubang itu seperti kita. Dia pikir
aku sudah gila… selama bertahun- tahun dia menyuruhku meminum pil itu, supaya
aku akan melupakan semua yang kulihat dan semua yang ku dengar,” kata Nenek
Wan, menjelaskan. Dan Pim serta Putt merasa bersimpati kepada Nenek Wan.
“Kau pernah melihat ke dalam lubang itu?”
tanya Pim, ingin tahu. Dan Nenek Wan menggelengkan kepalanya dengan kaku. Sehingga
Pim agak tidak percaya dan lanjut bertanya, “Nenek, gadis itu mati dirumah
kita, ‘kan?” tanyanya, ingin tahu. Dan Nenek Wan menggelengkan kepalanya lagi.
Tiba- tiba terdengar suara agak keras di dalam
lubang. Dengan penasaran, Pim mendekati lubang di dinding untuk melihat dan
mencari tahu kebenaran yang sebenarnya. Melihat itu, dengan panik, Nenek Wan
menyuruh dan meminta agar Pim jangan melihat ke dalam lubang. Namun Pim
mengabaikannya.
“Menjauhlah dari lubang! Pim!” teriak Nenek Wan, panik.