Sinopsis Movie Thai : The Whole Truth (2021) Part 3

 


Netflix

AHLI WARIS JUTAWAN BEBAS TEMAN MENGAKUI TABRAK LARI.

Membaca berita dikoran, Kakek Pong sangat marah sekali. Lalu dia mulai menangis sedih. “Mai, anak Ayah. Setiap kali kau dalam masalah. Ayah selalu ada untuk membantumu. Tapi … kali ini… entah apa lagi yang bisa Ayah lakukan,” katanya, berbicara pada Ibu Mai yang masih koma.

Sudah bertahun- tahun Kakek Pong menjadi polisi dan melayani masyarakat, tapi hari ini hukum malah membebaskan penjahat yang seharusnya dihukum. Hal inilah yang membuat Kakek Pong marah dan sedih.


Nenek Wan mengantarkan segelas susu hangat kepada Putt. Lalu saat dia melihat foto Ibu Mai yang berada diatas meja, dia tersenyum dan mengenang masa lalu. Ibu Mai adalah wanita yang sempurna, Ratu di sekolah dan Ibu Mai adalah pemandu sorak seperti Pim. Dulu karena hal ini, Kakek Pong dan Nenek Wan menaruh banyak harapan pada Ibu Mai, sebelum …

“Sebelum apa?” tanya Putt, penasaran, ketika Nenek Wan tiba- tiba berhenti.

“Jangan membahas itu,” kata Nenek Wan. Lalu dia mengalihkan topik.


Nenek Wan meminta izin untuk melihat- lihat buku sketsa Putt. Dan Putt mengizinkan. Awalnya gambar- gambar dibuku sketsa, tampak normal. Tapi pada halam terakhir, ada satu gambar yang mengerikan. Gambar seseorang dengan lubang sangat besar di kepalanya. Melihat itu, Nenek Wan terkejut dan memarahi Putt. Namun Putt sendiri juga bingung, karena bukan dia yang menggambar itu. Tapi Nenek Wan tidak percaya.


Kemudian saat Nenek Wan melihat susu yang belum diminum di atas meja, dia semakin marah dan menyuruh Putt untuk meminum  itu. Dan dengan patuh, Putt pun meminumnya.

Setelah melihat Putt meminum sedikit susu, Nenek Wan merasa puas. Lalu dia mulai bersikap agak aneh, seperti bersikap linglung. Dia berjalan keluar dari dalam kamar begitu saja.


Melihat Nenek Wan pergi, Putt pun berhenti minum dan meletakkan susu diatas meja. Lalu dia melihat- lihat buku sketsanya, dan anehnya, gambar di halaman terakhir telah hilang. Melihat itu, Putt merasa terkejut dan tidak sengaja menabrak susu yang diletakkannya di atas meja, sehingga susu itu jatuh ke lantai, lalu Latte datang serta menjilat susu di lantai.


Disekolah. Acara pemilihan ketua tim baru. Tiga nama dinominasikan, Pim -ketua tim sekarang-, Mint, dan yang paling tidak disangka adalah Paew –teman baik Pim-.

Mendengar nama Paew disebut, Pim dan Mint sama sekali tidak menyangka. Tapi pada akhirnya, Paew tetap tidak terpilih. Yang terpilih sebagai ketua tim baru adalah Pim.

Setelah acara pemilihan selesai, Paew mengucapkan selama pada Pim. Tapi Pim memarahinya untuk berhenti bersikap polos, dan dia menanyai, kenapa Paew melakukan ini padanya. Dan Paew berpura- pura bersikap bodoh, dia balas menanyai, apa.

Ternyata video rekaman yang Fame miliki, itu berasal dari Paew. Pim mengetahui itu, saat dia memeriksa chat di ponsel Fame. Didalam chat, Paew memberitahu Fame kalau dia ingin Fame menyebarkan video itu.


Dengan jelas, Pim mengatakan itu. Lalu Paew pun berhenti berpura- pura bersikap polos. Dia menyuruh Pim untuk melihat ke sekeliling, orang- orang sedang berbisik sambil menatap ke arah mereka, itu karena mereka semua membenci Pim. Sebab Pim selalu bersikap seperti, ‘Hei, aku Pim. Aku cantik dan pintar. Aku gadis sempurna, bintang paling terang di sekolah’. Lalu Paew tersenyum, karena dia yakin kalau sekarang video Pim telah tersebar dan dilihat oleh seluruh sekolah.

Seperti kata Paew, orang- orang di tim mulai melihat ponsel mereka.



Tapi tanpa Paew sangka, tiba- tiba Pelatih datang menghampirinya. Pelatih menegur Paew, karena merekam teman mandi secara diam- diam, menyebarkan video tersebut, dan mempermalukan Pim. Dan Paew menyangkal hal tersebut, dia mengatakan bahwa bukan dialah pelakunya. Tapi Pelatih tidak percaya, karena dia memiliki bukti atas tuduhan ini, yaitu ponsel Fame. Melihat itu, Paew pun terdiam.

“Berikan ponselmu. Sekarang,” kata Pelatih sambil mengulurkan tangannya. Dan Paew mulai merasa panik.


Malam hari. Ketika Pim pulang, Putt memberitahu kalau dia tidak ingin tinggal disini lagi. Dia ingin pulang ke rumah mereka. Karena lubang di dinding terus memanggilnya, membuat dia tidak tahan ingin melihat ke dalam lubang. Mendengar ini, Pim menasehati Putt untuk jangan melihat, sebab karena lubang dan gadis hantu itulah Putt jadi sakit.

Lalu Putt mulai batuk- batuk. Dan batuknya mengeluarkan darah. Melihat itu, Pim merasa khawatir dan berniat untuk mengajak Putt ke rumah sakit.


Pim agak panik, dan tidak tahu harus bagaimana. Dia mengetuk kamar Nenek Wan, tapi sepertinya Nenek Wan sedang tidur. Jadi diapun menelpon Kakek Pong.


Ketika Pim menelpon, Kakek Pong sedang berada di dalam club dan sibuk mengawasi Pop, pelaku yang menabrak Ibu Mai, untuk membalas dendam. Awalnya saat Pim menelpon, Kakek Pong memberitahu kalau dia sedang sibuk dan agak lama baru akan pulang. Namun saat tahu kalau Putt sedang sakit dan Nenek Wan sedang tidur, maka Kakek Pong pun mengiyakan dan mengatakan kalau dia akan segera pulang.


Terdengar suara dari dalam lubang di dinding. Sebenarnya suara itu tidak terlalu keras, tapi ntah kenapa Pim dan Putt yang berada di lantai dua bisa mendengar itu. Dan secara bersamaan, mereka berdua terbangun.

Lalu Pim dan Putt turun bersama- sama ke lantai satu. Mereka menatap lubang di dinding dengan perasaan gugup. Kali ini Putt tidak mau melihat ke dalam lubang lagi, sebab karena sering melihat ke dalam lubang lah, makanya dia jadi sakit, dan Pim mengerti serta setuju. Jadi sekarang, Pim lah yang maju untuk mengintip ke dalam lubang.


Didalam lubang. Ada satu pria yang sedang tidur di sofa, pria itu tampaknya tidur karena mabuk, sebab ada beberapa botol kosong di dekatnya.

Lalu pintu kamar yang ada disana, yang awalnya tertutup, secara perlahan pintu tersebut terbuka, dan Gadis kecil berpakaian putih, berkulit gelap, dengan tubuh berlumuran darah, keluar dari dalam kamar tersebut. Gadis itu merangkak (lebih ke arah menyeret tubuhnya untuk bergerak maju), menuju ke dekat sebuah lukisan. Kemudian yang mengejutkan, gadis itu tiba- tiba membalikkan tubuhnya, menjadi berbaring.


Melihat hal itu, Pim menjerit pelan. Lalu dia menceritakan apa yang barusan dilihatnya kepada Putt. Dan mendengar tentang ‘pria mabuk’, Putt merasa penasaran. Jadi diapun mengintip juga ke dalam lubang. Dan dia melihat hal yang sama seperti yang dilihat oleh Pim.

“Bagaimana dia meninggal?” gumam Putt, berpikir.

“Mungkin semua ini terjadi, karena gadis itu berusaha memberitahu kita soal kematiannya,” kata Pim, menebak.


Putt berpikir lebih jauh daripada Pim. Dan dia menemukan beberapa kejanggalan. Contohnya, ruangan didalam lubang yang mereka lihat, persis seperti ruang tamu mereka. Bedanya ruang didalam lubang, ada sebuah jam dinding bulat. Tapi diruang tamu mereka, tidak ada jam dinding bulat. Namun bila di perhatikan, di dinding terdapat bekas jejak seperti pernah ada jam yang dipasang disana. Dan selama ini, Nenek Wan juga sering melihat ke sana, saat mau melihat waktu. Mendengar analisis Putt, Pim jadi tersadar kalau ruang didalam lubang memang persis seperti ruang tamu mereka.

“Kamu pernah mendengar teori lubang cacing?” tanya Putt. Dan Pim tidak tahu. “Lubang cacing menghubung kan dimensi yang berbeda. Jadi apa yang kita lihat di lubang itu, pernah terjadi dimasa lalu,” jelasnya.

“Kau serius?” tanya Pim, mulai yakin dengan analisis Putt, tapi disatu sisi masih agak ragu juga.

“Sangat serius.”


Disaat Pim dan Putt sedang berdiskusi serius, Kakek Pong tiba- tiba muncul dan mengejutkan mereka berdua. Dengan sikap tegas, Kakek Pong menyuruh mereka untuk beristirahat.

Namun Pim dan Putt tidak mau pergi ke kamar dan tidur, sebab mereka masih penasaran tentang apa yang mereka lihat didalam lubang. Lalu mereka pun memberitahu Kakek Pong tentang lubang di dinding, dan tentang gadis yang mereka lihat di dalam lubang. Sayangnya, tidak peduli bagaimanapun Pim dan Putt menjelaskan bahwa benaran ada lubang di dinding, tapi Kakek Pong tetap tidak bisa melihat, lubang mana yang mereka berdua maksud, karena yang dia lihat, tidak ada lubang sama sekali di dinding.

Akhirnya karena Pim dan Putt terus bersikeras kalau beneran ada lubang di dinding, maka Kakek Pong pun mendorong lemari untuk menutupi lubang yang mereka dua sebutkan, supaya Pim dan Putt bisa tenang serta tidak memikirkan tentang lubang itu terus. Setelah itu, Kakek Pong menyuruh Pim dan Putt untuk beristirahat.

Kali ini, dengan patuh, Pim dan Putt kembali ke kamar untuk beristirahat.


Setelah Pim dan Putt kembali ke kamar. Kakek Pong juga kembali ke dalam kamarnya. Kakek Pong menukar pakaiannya menjadi seragam polisi. Lalu dia mengeluarkan pistol yang selama ini dia simpan. Dia memeriksa isi pistol. Kemudian setelah itu dia berangkat. Berangkat pergi untuk membalaskan dendam pada Pop yang telah menabrak Ibu Mai dan membuat Ibu Mai koma.


Pim dan Putt tidak bisa tidur dengan tenang, karena lagi- lagi mereka mendengar suara dari lantai bawah. Suara itu membuat mereka agak gelisah. Suara yang mereka dengar adalah suara seperti lemari yang di gerakkan. Dan mereka berdua berusaha mengabaikan suara tersebut.

Lemari yang digunakan untuk menutupi lubang di dinding, bergerak sedikit seperti di dorong dari belakang. Kemudian lama- lama, lemari itu jatuh ke depan.


Saat Pim dan Putt bangun serta ke lantai bawah untuk memeriksa, mereka terkejut melihat lemari yang menutupi lubang, jatuh.

“Apa yang terjadi?” tanya Nenek Wan, tiba- tiba muncul. Membuat Pim serta Putt terkejut.


Seperti sebelumnya, Pop menyetir mobil dalam keadaan mabuk. Dengan bangga, dia mengatakan kepada temannya di telpon bahwa tenang saja, dia tidak akan ke tangkap, karena tidak ada pos pemeriksaan di jalan yang di lewatinya ini, bahkan jika ada, polisi di wilayah ini di gaji oleh Ayahnya, jadi tidak apa- apa.


Setelah Pop selesai bertelponan, Pop menyetir memasuki terowongan. Tiba- tiba dari arah depan, muncul sebuah mobil. Untungnya, Pop berhasil menghentikan mobilnya, sebelum mereka sempat bertabrakan.


Mobil yang muncul didepan, itu adalah mobil Kakek Pong. Setelah mobil Pop berhenti, Kakek Pong keluar dari dalam mobil serta mendekat mobil Pop. Melihat pakaian polisi yang Kakek Pong kenakan, Pop sama sekali tidak takut, malahan dia menanyai, berapa yang Kakek Pong mau. Dan Kakek Pong menepuk kepala Pop serta menyuruhnya untuk diam. Tidak terima diperlakukan kasar, Pop mengancam bahwa dia akan memberitahu Ayahnya, lalu dia membuka laci mobil untuk mengambil pistol. Tapi sebelum Pop berhasil mengambil pistol tersebut, Kakek Pong membenturkan kepalanya ke stir mobil, sehingga tanpa sengaja Pop tergigit lidahnya sendiri sampai berdarah.


Ibu Mai terbangun dari komanya. Saat terbangun, Ibu Mai memandang ke sekeliling nya dengan bingung. “Pim… Putt…” panggilnya.


Kakek Pong menyeret Pop keluar dari dalam mobil dan lalu menendang nya sekali. “Kau dituntut atas upaya pembunuhan terhadap polisi.”

“Aku kebal terhadap hukum Thailand. Kau tidak tahu itu? Enyahlah, polisi tidak berguna! Tamatlah riwayatmu. Setelah pergi dari sini, aku akan membunuhmu!” kata Pop, memandang rendah polisi dan tidak ada rasa takut ataupun hormat sama sekali.

Sekali lagi, Kakek Pong menendang Pop. Lalu dia menuangkan sebotol minum keras yang ada didalam mobil ke tubuh  Pop. Dan kemudian, dia menyalakan api. “Terbakarlah di neraka, Brengsek,” katanya.

Kakek Pong membakar Pop hidup- hidup.


Dokter mencoba menelpon Kakek Pong, tapi tidak ada yang menjawab. Lalu diapun memberitahu Ibu Mai, dan dengan bingung, Ibu Mai bertanya, siapa. Dan Dokter menjawab bahwa yang di telponnya barusan adalah Kakek Pong, Ayah dari Ibu Mai.

“Ayahku?” gumam Ibu Mai.

“Benar,” jawab Dokter. “Kamu baru siuman dari koma. Pandanganmu mungkin agak buram,” jelasnya, mengingatkan Ibu Mai.

“Bagaimana dengan anak- anakku?” tanya Ibu Mai.

“Mereka datang hampir setiap hari. Jangan khawatir. Kini mereka tinggal bersama kakek mereka,” jawab Dokter, menjelaskan dengan sikap baik.

Mendengar kalau Pim dan Putt sekarang tinggal bersama Kakek Pong, Ibu Mai tampak seperti tertegun. Lalu tiba- tiba, dia melepaskan infus di tangannya dan kabel oksigen di hidungnya, dan mau turun dari tempat tidur. Melihat itu, Dokter serta Perawat segera menghentikan Ibu Mai. Tapi Ibu Mai malah mulai bersikap histeris dan tampak seperti sangat panik.

“Aku harus menjemput anakku,” kata Ibu Mai sambil memberontak dari pegangan Dokter serta Perawat yang menahannya.


Dirumah. Pim, Putt, dan Nenek Wan, mereka bertiga mendirikan lemari yang jatuh dan membersihkan pecahan piring keramik dan pecahan lainnya di lantai. Lalu setelah semua hampir mau selesai, dengan perhatian, Pim menyarankan Nenek Wan untuk beristirahat, biar mereka berdua saja yang membersihkan sisanya. Dan Nenek Wan mendengarkan itu serta berhenti. Dia pergi ke sofa dan duduk disana.


Tiba- tiba terdengar suara dari lubang kecil di dinding. Dan kali ini, bukan hanya Pim serta Putt saja yang bisa mendengar suara itu, tapi Nenek Wan juga.

“15 tahun… selama 15 tahun, suara itu menyiksaku,” gumam Nenek Wan.


Mendengar itu, Pim serta Putt merasa tidak menyangka, juga mereka heran. Jika Nenek Wan memang bisa mendengar suara dari lubang di dinding, bahkan bisa melihat lubang di dinding juga, kenapa selama ini Nenek Wan tidak mengatakan apapun pada mereka.

“Kamu tahu betapa pemarahnya kakekmu. Karena dia belum pernah mendengar suara itu dan belum pernah  melihat lubang itu seperti kita. Dia pikir aku sudah gila… selama bertahun- tahun dia menyuruhku meminum pil itu, supaya aku akan melupakan semua yang kulihat dan semua yang ku dengar,” kata Nenek Wan, menjelaskan. Dan Pim serta Putt merasa bersimpati kepada Nenek Wan.

“Kau pernah melihat ke dalam lubang itu?” tanya Pim, ingin tahu. Dan Nenek Wan menggelengkan kepalanya dengan kaku. Sehingga Pim agak tidak percaya dan lanjut bertanya, “Nenek, gadis itu mati dirumah kita, ‘kan?” tanyanya, ingin tahu. Dan Nenek Wan menggelengkan kepalanya lagi.


Tiba- tiba terdengar suara agak keras di dalam lubang. Dengan penasaran, Pim mendekati lubang di dinding untuk melihat dan mencari tahu kebenaran yang sebenarnya. Melihat itu, dengan panik, Nenek Wan menyuruh dan meminta agar Pim jangan melihat ke dalam lubang. Namun Pim mengabaikannya.

“Menjauhlah dari lubang! Pim!” teriak Nenek Wan, panik.

Post a Comment

Previous Post Next Post