Netflix
Pagi hari. Pim memeriksa tempat makan Latte,
dan ternyata isinya masih penuh. Ini tandanya semalam Latte tidak ada pulang.
Dan Pim merasa cemas. Tapi dia tidak berani untuk mengatakannya ataupun protes.
Lalu bila kemarin yang berada dimeja makan,
menemani Pim dan Putt untuk sarapan, adalah Kakek Pong. Kali ini yang ada
hanyalah Nenek Wan. Sedangkan Kakek Pong tidak ada dimeja sarapan. Anehnya,
kemarin Kakek Pong bilang kalau Nenek Wan tidak biasa sarapan, tapi dimeja
makan ada tersedia makanan untuk tiga orang.
Dengan suara kecil, Putt berbisik kepada Pim
yang duduk disebelahnya. Pertama, dia menanyai, apakah Latte sudah pulang. Dan
Pim menjawab belum. Lalu Putt menanyai, apakah Pim sudah ada memeriksa dinding,
karena barusan dia cek, lubang kecil di dinding yang mereka lihat, sekarang
sudah menghilang. Dan Pim menggelengkan kepalanya.
“Apa yang kalian bisikkan?” tanya Nenek Wan.
Mendengar Nenek Wan bertanya, Pim dan Putt
sama- sama mereka terkejut. Lalu mereka berdua diam dan tidak berbisik- bisik
lagi. Kemudian seperti sebelumnya, Putt diberikan segelas susu. Sedangkan Pim
tidak.
“Aku tidak suka susu,” kata Putt dengan pelan.
“Susu bagus untuk kesehatanmu, terutama
tulangmu,” kata Nenek Wan, menasehati. Dan Putt menutupi kaki nya. “Bisakah
kalian melakukan sesuatu untukku?” tanya Nenek Wan dengan sikap serius. “Jangan
membuat Kakek kesal lagi,” pintanya.
Mendengar itu, Pim dan Putt hanya diam.
Disekolah. Fame membully Putt dan mengancam
Putt menggunakan video yang direkam diponselnya. Tepat disaat itu, Pim lewat
dan melihat. Dengan keras, dia meneriaki Fame untuk jangan ganggu Putt. Dan
dengan sikap polos, Fame melepaskan tangannya dari rambut Putt dan menjelaskan
kalau dia tidak ada melakukan apapun, dia hanya ingin mampir saja ke rumah Putt
sepulang sekolah nanti.
“Aku baik- baik saja, Pim,” kata Putt, tidak
ingin merepotkan Pim.
Mendengar perkataan Putt, Fame tersenyum. Dan
Pim pun balas tersenyum, “Siapa yang mengundangmu? Kau tidak diterima dirumah
kami,” jelasnya penuh penekanan.
“Hei. Ucapanmu kejam sekali,” kata Fame,
bersikap terluka.
“Ibu tidak mau Putt berteman dengan pria
berengsek sepertimu,” ejek Pim sambil masih tersenyum.
“Maksudmu pria tampan sepertiku,” kata Fame,
bersikap narsis.
“Tampan, tapi tetap brengsek. Puas?” kata Pim
sambil mendengus jijik.
“Sangat. Setidaknya kamu menyebutku tampan,”
kata Fame, senang.
Pulang sekolah, Pim pergi ke rumah sakit untuk
menjenguk Ibu Mai. Dengan sedih, dia bercerita kepada Ibu Mai bahwa selama ini
dia tidak pernah tahu apa yang di lalui Putt, karena Putt tidak pernah
memberitahu nya apapun. Dia menceritakan ini pada Ibu Mai, karena hanya Ibu Mai
lah yang bisa memahaminya. Dan karena inilah, dia berharap agar Ibu Mai dapat
segera tersadar. Juga dia tidak nyaman tinggal dengan Kakek Pong dan Nenek Wan,
sebab mereka tidak pernah menghabiskan waktu bersama, jadi rasanya seperti
tinggal dengan orang asing.
Setelah selesai bercerita, Pim pamit pulang.
“Aku harus pergi sekarang. Aku akan datang lagi besok dan aku akan mengajak
Putt,” katanya, berjanji. Lalu dia pergi.
Fame beneran datang berkunjung ke rumah Kakek
Nenek Putt, ketika pulang sekolah. Dan disana, dia merasa bosan sekali, karena
Pim tidak ada, dan juga tidak ada hiburan seperti game atau apapun dirumah
Kakek Nenek. Mendengar keluhan Fame, Putt agak tidak peduli, karena sebelumnya
dia sudah mengatakan agar jangan mengikutinya pulang, tapi Fame tetap mau ikut.
Lalu tiba- tiba terdengar suara sesuatu jatuh.
Dan saat Putt menatap ke depan, dia melihat lubang kecil di dinding yang pagi
ini hilang, muncul lagi. Melihat lubang itu, Putt merasa heran dan diapun
berjalan mendekati lubang tersebut. Lalu Fame mengikutinya.
“Ada apa?” tanya Fame, penasaran dengan sikap
Putt.
“Kau lihat lubang ini?” tanya Putt sambil
menunjuk ke lubang kecil di dinding. Dan Fame heran, lubang apa. “Lubang ini.
Disini,” jelas Putt.
“Tidak ada lubang. Kau pikir aku buta?” keluh
Fame.
Putt kemudian mendekat ke arah lubang kecil di
dinding dan mengintip. Dari lubang tersebut, dia melihat seorang gadis kecil
dengan rupa agak menakutkan, juga gadis tersebut mengeluarkan banyak darah dari
mulut serta hidungnya . Dan melihat itu, dia merasa terkejut serta ngeri.
Melihat sikap aneh Putt ini, Fame tertawa, dia mengira Putt sedang melawak.
Namun dengan sikap serius, Putt malah menyuruhnya untuk melihat sendiri.
Jadi Fame pun kemudian mendekat ke dinding
untuk melihat lubang yang Putt maksud. Dan juga mencari tahu, lelucon apa yang
Putt mainkan.
Tapi ketika Fame mendekatkan wajahnya ke
dinding, tiba- tiba dari belakang seperti ada seseorang yang mendorongnya.
Sehingga kepalanya menabrak dinding dan hidung nya terluka. Dengan kesal, dia
menyalahkan Putt dan menuduh kalau Putt pasti sengaja, karena ingin mendorong
nya. Kepadahal Putt sama sekali tidak ada mendorong. Namun walaupun Putt terus
menjelaskan seperti itu, tapi Fame sama sekali tidak percaya.
Kemudian Pim pulang. Melihat darah di wajah
Fame, dia merasa terkejut dan bertanya. Lalu Fame pun menunjuk Putt dan
berteriak marah. Setelah itu dia mengambil tasnya, dan mengatakan dengan marah,
“Kalian berdua akan membayar untuk ini!”
Setelah mengatakan itu, Fame pergi. Tapi tanpa
dia sadari, ponselnya tertinggal di sofa.
Mendengar kata- kata Fame, Pim merasa bingung,
apa maksudnya. Jadi diapun bertanya. Dan dengan ragu, Putt diam. Lalu Pim
mendesaknya untuk bercerita. Dan Putt pun berbicara dengan jujur. Fame memiliki
video tentang Pim, video saat Pim mandi di ruang olahraga. Mengetahui itu, Pim
berubah pucat dan merasa panik.
Putt hanya melihat video Pim itu selama
sekilas saja, tapi dia yakin kalau video itu benar tentang Pim. Tapi dia tidak
tahu sudah berapa orang yang menonton video ini. Juga Fame menggunakan video
ini untuk terus mengancamnya, karena Fame ingin dirinya membantu dia berkencan
dengan Pim, atau jika tidak Fame akan menyebarkan video tersebut ke sekolah.
“Kenapa kau menyakitinya? Sekarang dia akan
menyebarkan video itu!” kata Pim, menyalahkan Putt, karena dia panik.
“Aku sungguh tidak menyentuhnya,” jelas Putt
dengan serius.
Ketika Nenek Wan pulang berbelanja, dia merasa
terkejut melihat darah dilantai, yang sedang dibersihkan oleh Pim dan Putt. Dia
mengira kalau ada yang terluka. Dan dengan cepat, Pim menjelaskan kalau dirinya
dan Putt tidak ada terluka, mereka baik- baik saja.
Lalu ntah kenapa, sikap Nenek Wan tiba- tiba
berubah menjadi aneh. “Mai. Tolong katakan sesuatu. Singkirkan itu! Ibu tidak
tahan lagi,” katanya sambil memegang bahu Pim dengan kuat serta mengocang-
gocang nya.
“Nenek, ini aku, Pim,” jelas Pim.
“Bersihkan. Lakukan sekarang!” perintah Nenek
Wan sambil menunjuk darah di lantai. Kemudian dia menatap ke arah Putt, “Semua
ini salahmu, Krit. Lihat ini perbuatanmu!”
“Nenek, itu Putt, dan aku Pim,” jelas Pim,
berusaha menyadarkan Nenek Wan.
Beberapa saat kemudian, sikap Nenek Wan
berubah lagi. Dia kembali bersikap normal. Dia bisa mengenali Pim dan Putt
dengan baik. Lalu dengan rasa bersalah, dia memeluk Pim dan meminta maaf.
Kemudian dia menatap ke arah dinding yang kosong.
“Waktunya aku minum obat. Ambilkan aku air
minum,” kata Nenek Wan.
“Ambilkan air minum, Putt,” perintah Pim
langsung pada Putt yang masih belum bereaksi sama sekali dari keanehan Nenek
Wan.
Tengah malam, saat semua orang tertidur nyenyak.
Tiba- tiba terdengar suara teriakan keras. Hal ini membuat Pim dan Putt
terbangun. Lalu saat Pim dan Putt mau memeriksa, Kakek Pong menghentikan mereka
dan menyuruh mereka agar kembali ke kamar.
Namun karena rasa penasaran, maka Pim dan Putt
pun mengintip ke lantai bawah dari tangga, ketika Kakek Pong sudah turun.
Ternyata suara teriakan itu adalah suara Nenek
Wan yang menggila. Ketika Kakek Pong berusaha untuk menenangkannya, Nenek Wan
marah, “Apa yang kau lakukan, brengsek? Aku tidak akan pernah memaafkanmu,”
katanya.
“Kembalilah tidur. Aku akan mengambilkan
obatmu,” bujuk Kakek Pong. Tapi Nenek Wan tetap bersikeras histeris.
Melihat itu, dan mendengar perkataan Nenek
Wan, Pim serta Putt merasa bingung dan cemas.
Pagi hari. Pada saat sarapan, sikap Nenek Wan
sudah kembali seperti normal. Bahkan seperti biasanya juga, dia memberikan
segelas susu pada Putt. Sebenarnya Putt ingin menolak dan protes, tapi Pim
menghentikannya, karena takut kondisi Nenek Wan memburuk seperti kemarin.
Dulunya ternyata Kakek Pong adalah mantan
Letjen, Kepala Penanggulangan Tindak Kriminal, tahun 2007- 2011. Kakek Pong
datang menemui temannya yang ada dikantor polisi untuk membahas terkait kasus
Ibu Mai. Dia ingin melihat berkas kasus nya.
Sebagai teman lama, dan sebagai mantan
bawahan, Kepala Penanggulangan Tindak Kriminal, dia menunjukkan berkas kasus
tabrak Ibu Mai.
Apiwat raja real estatet
Nama pemuda yang menabrak Ibu Mai adalah
Chaiyut, biasa di panggil Pop, dia adalah putra dari Apiwat raja real estatet.
Mobil yang menabrak Ibu Mai terdaftar atas nama Ayahnya tersebut. Dan Pop
bersama dengan pacarnya, mereka berdua memberikan kesaksian bahwa yang
mengemudi pada hari itu serta menabrak Ibu Mai, itu bukanlah Pop, tapi teman
mereka yang lain. Namun Kakek Pong sama sekali tidak percaya, kalau pelakunya bukanlah
Pop, sebab didalam catatan kepolisian tercatat dengan jelas bahwa Pop dan
pacarnya memiliki kadar alkohol dalam darah di atas batas legal. Mengenai teman
yang disebut pelaku, Kakek Pong yakin kalau Pop pasti membayar si teman
tersebut untuk menanggung kesalahan.
“Jangan terlalu terburu- buru memutuskan,”
kata Letjen, Kepala Penanggulangan Tindak Kriminal.
Kakek Pong bersikap keras. Dia ingin keadilan
di tegakkan dengan adil. Dia ingin pelaku yang menabrak putrinya di hukum.
Sebab selama sebulan ini, putrinya masih koma, dan jika sesuatu tiba- tiba
terjadi pada putrinya, maka cucu- cucunya akan menjadi yatim piatu.
“Camkam ucapanku. Meski keluarganya berkuasa,
aku tak akan membiarkannya lolos,” kata Kakek Pong, penuh penekanan. Lalu dia
pergi.
Dirumah. Diruang tamu. Pim dan Putt stress
memikirkan tentang ancaman Fame, mereka tidak tahu harus bagaimana atau
melakukan apa. Disaat mereka berdua merasa stress, suara pesan masuk terdengar,
dan saat mereka mencari asal suara. Woahh… mereka menemukan ponsel Fame di
sofa. Ketika menemukan ponsel itu, mereka berdua merasa sangat senang.
Namun tiba- tiba lubang kecil di dinding yang
semula tidak ada, kini lubang itu kembali muncul. Dan dari sana terdengar suara
kecil. Melihat itu, Pim dan Putt merasa tegang.
Dengan hati- hati, Pim dan Putt berjalan
mendekati lubang kecil tersebut. Seperti biasa Putt ingin mengintip, tapi Pim
menghentikannya karena khawatir. Lalu Putt pun menjelaskan bahwa dia pernah
mengintip ke dalam lubang itu juga sebelumnya. Dan disana dia melihat seorang
gadis kecil. Mengetahui itu, Pim jadi penasaran juga. Lalu Pim menyuruh Putt
untuk mengawasi, apakah Kakek Pong sudah pulang.
Kemudian setelah Putt pergi, Pim mendekatkan
wajahnya dan mengintip dari lubang kecil tersebut. Dari balik lubang, Pim
melihat ruang tamu yang sama persis seperti ruang tamu mereka. Lalu seorang
gadis berbaju putih muncul dan merangkak (lebih ke arah menyeret tubuhnya untuk
bergerak maju) ke arah dinding. Melihat itu, Pim sangat terkejut sekali. Lalu
dia buru- buru keluar untuk mencari gadis tersebut, dia ingin menolong si
gadis.
Melihat sikap aneh Pim, Putt penasaran dan
mendekat ke arah lubang di dinding untuk mengintip lagi. Dari lubang, Putt
melihat wajah gadis tersebut dengan sangat jelas. Wajahnya tampak hitam,
kulitnya pun tampak hitam kusam, matanya bengkak, dahinya berlubang seperti
terluka. Gadis tersebut mengulurkan tangannya ke arah lubang di dinding. Dengan
ngeri, Putt berhenti mengintip.
Putt kemudian menyarankan Pim untuk jangan masuk
ke rumah sebelah, hanya demi menolong gadis tersebut. Karena gadis itu adalah
hantu. Jadi jika mereka ke sana, mereka akan mati.
“Kenapa? Apa yang kau lihat di lubang itu?
Tunggu. Kau tidak melihat hal yang sama denganku?” tanya Pim, heran. Tapi Putt
hanya diam. Dengan penasaran, Pim ingin mengintip lagi.
“Jangan lakukan itu,” kata Putt, menghentikan.
Tapi Pim tetap mau melihat.
Dari balik lubang, Pim melihat wajah si gadis
dengan jelas. Si gadis tampak agak mengerikan, dan dia ada mengedong seorang bayi.
Lalu tiba- tiba si gadis mendekat dan memuntahkan banyak cairan gelap, seperti
darah dari dalam mulutnya. Dan Pim sangat terkejut sekali.
Pim lalu membuat kesimpulan. Di dalam lubang,
cuaca tampak gelap, sedangkan sekarang masih terang. Jadi intinya, apa yang
mereka lihat dari lubang tidaklah nyata dan gadis itu adalah hantu. Lalu Pim
meminta Putt untuk berjanji padanya, jangan mengintip ke dalam lubang itu lagi.
Dan Putt menganggukkan kepalanya. Setelah Putt berjanji, barulah Pim merasa
agak tenang.
Malam hari. Latte yang sudah lama menghilang,
tiba- tiba muncul di hadapan Pim. Dan Pim sangat senang sekali, lalu dia
berteriak pada Putt dan memberitahu kalau Latte sudah pulang.
Setelah merasa senang selama sesaat, Pim fokus
memeriksa isi ponsel Fame. Sementara Latte dirawat dan diberikan makan oleh
Putt.
Didalam ponsel Fame, Pim benar- benar
menemukan video dirinya yang sedang mandi. Melihat itu, Pim merasa heran,
darimana Fame bisa merekam dia dan dia sendiri tidak sadar direkam. Lalu dia
juga merasa lega, karena ponsel Fame tertinggal disofa rumah, jika tidak, maka
video nya ini benar- benar akan tersebar. Dan itu akan sangat berbahaya.
Tengah malam. Ketika semua orang sudah
tertidur nyenyak, Putt yang awalnya juga tertidur nyenyak, ntah kenapa malah
terbangun. Dia seperti mendengar suara langkah. Merasa ngeri, diapun
bersembunyi di dalam selimut. Dan disaat dia merasa sudah agak aman, dan
mengintip ke arah Pim, dia melihat gadis hantu ada disana dan duduk disebelah
Pim.
Lalu seperti tersadar kalau Putt mengintip, si
gadis hantu berjalan mendekati Putt. Dengan ngeri, Putt berteriak keras sambil
terjatuh dari tempat tidur.
Pim terbangun oleh suara teriakan Putt dan
mendekati Putt. Lalu Putt memberitahu apa yang dilihatnya barusan. Tapi Pim
menganggap bahwa Putt mungkin hanya bermimpi buruk saja. Dan tidak menganggap
perkataan Putt secara serius.
Diluar kamar. Seseorang berdiri disana.
Pagi hari. Ketika Pim sudah bersiap- siapa dan
rapi, dia melihat Putt sama sekali belum bangun. Jadi dia mendekati Putt dan
menemukannya, tapi ketika Putt membuka selimut, baju putih Putt ada noda darah
dan dihidung Putt juga ada darah keluar. Dengan lemah, Putt menjelaskan kalau
tampaknya dia terkenak deman, karena tubuhnya tidak terasa enak.
“Aku akan memanggil Nenek,” kata Pim.
“Jangan,” kata Putt, menghentikan. “Aku mau ke
sekolah,” jelasnya.
“Dengan kondisi seperti itu? Tidak mungkin!
Tunggu disini.”
Setelah mengatakan itu, Pim keluar dan berteriak memanggil Nenek. Dia memberitahu kalau Putt saki. Dan hantu yang berada didalam lubang di dinding, mendengar itu.