Sinopsis C-Drama : MoonShine and Valentine Episode 13 - part 1


Broadcast Network        Tencent




Didalam tidurnya. He Lan bermimpi buruk. Ia mendengarkan suara Ibunya yang memanggil namanya, “A Xi! A Xi! A Xi! Apa kamu mendengar burung- burung bernyanyi?” kata Ibu He Lan.

He Lan menaikan tangannya keatas, mengapai- gapai, mencari sesuatu, namun ia tidak bisa menemukannya. “Siapa?” tanyanya.


“Anak baik. Jangan menangis. Ibu akan mengantarmu pulang,” kata suara Ibu He Lan lagi, didalam mimpi.

“Mom? Mom!” teriak He Lan, memanggil Ibunya.



Hui Yan yang mendengar suara teriakan He Lan, datang ke kamar He Lan. Dari luar ia melihat He Lan yang menaikan tangannya, menggapai- gapai sesuatu sambil berteriak meminta agar Ibu tidak pergi.



Bangku- bangku yang berada dikamar He Lan bertebangan diatas ruangan. Lalu saat akhirnya He Lan terbangun, bangku- bangku tersebut langsung terjatuh kebawah dengan suara yang keras.



Hui Yan mendekati He Lan yang masih berteriak memanggil Ibu. Ia duduk diranjang dan menyadarkan He Lan serta menenangkannya.

“Tidak apa! Itu hanya mimpi. Aku disini denganmu. Aku disini denganmu,” kata He Lan menenangkan sambil memegang tangan He Lan.

Setelah He Lan sudah agak tenang, Hui Yan melapkan keringat yang berada didahi He Lan.



“Apa aku merusak sesuatu lagi?” tanya He Lan.

“Akankah kamu berhenti memiliki mimpi buruk dari sekarang? Ibumu yang berada disurga pasti begitu sedih melihat kamu terus bermimpi buruk,” kata Hui Yan dengan lembut.



“Aku tidak pernah melihat Ibuku. Ayahku bilang kalau aku memiliki darah kotor manusia didalamku. Dia tidak pernah mengizinkan ku untuk bertanya tentang Ibu. Ayah pasti sangat membencinya,” kata He Lan dengan sedih.



Hui Yan dengan sengaja mencubit kedua pipi He Lan. “Itu tidak mungkin. Tuan Qing Mu pasti sangat mencintai Ibumu. Dia hanya tidak mau membicarakan tentang itu saja,” kata Hui Yan dengan riang.

Dan mendengar itu, He Lan tersenyum serta setuju.



Qing Mu yang berdiri diluar, mendengarkan pembicaraan He Lan serta Hui Yan yang berada didalam kamar. Ia tampak sedih.



Di tepi danau. Qing Mu mengunjungi sebuah tempat, yang kemungkinan adalah sebuah makam. Karena disana terdapat sebatang kayu besar yang ditanam didalam tanah.

“Aku sudah lama tidak berbicara denganmu,” kata Qing Mu sambil memegang kayu tersebut. Ia lalu berlutut dan menyiramkan minuman yang dibawanya ke tanah didekat kayu tersebut.



“Aku tidak pernah melupakan apa yang kujanjikan kepadamu. A Xi  baik- baik saja. Kami telah lama berpisah. Dia belum bisa melepaskan manusia yang satu itu. Dia seperti kamu. Anak itu menemukan lebih dan lebih informasi akhir- akhir ini. Jika kamu adalah aku, apa yang akan kamu lakukan?” kata Qing Mu, bercerita.



Seorang pria datang mendekat. Ia melaporkan tentang kedatangan Zhao Song (Qi Lin) dan Tushan Qian Hua bersama- sama.

“Aku takut dia akan membuat pengumuman. Menceritakan kepada setiap orang kalau dia adalah istri dari Imam Kiri,” kata Pria tersebut melaporkan.

“Qian Hua tidak bisa begitu saja membunuh perasaannya untuk A Xi. Itu tidak semudah itu,” kata ketua Qing Mu sambil mengelus kayu tersebut.

“Tapi ketua Imam…” kata si Pria, namun Qing Mu menghentikannya.


Didalam kamar. He Lan dengan panik memanggil Xiumei Ia meminta agar Xiumei membuka kan pintunya. Namun Xiumei serta teman- temannya yang sedang minum- minum diluar kamar, menolak untuk membuka kan pintu.

“Tuan He Lan. Apa kamu sudah selesai?” tanya Xiumei sambil menuangkan anggur merah kedalam gelasnya.

“Hentikan ini. Buka pintunya,” perintah He Lan.


“Aku melakukan ini untuk kebahagiaan setiap orang. Aku tidak akan membuka pintu sampai kamu selesai dengannya,” balas Xiumei sambil tertawa bersama teman- temannya.

“Dia pingsan,” teriak He Lan. Namun Xiumei tidak percaya dan menggangap itu sebagai candaan saja.


“Dia pingsan? Tuan He Lan, apa kamu terlalu kasar? Hahah…” kata Xiumei sambil tertawa bersama teman- temannya.

Ketika He Lan mengatakan bahwa Pi Pi adalah manusia, maka Xiumei serta teman- temannya menjadi panik. Dengan segera Xiumei membuka kan pintu kamar.



Saat Xiumei telah membuka pintu. He Lan segera berlari sambil menggendong Pi Pi. Ia membawa Pi Pi ke rumah sakit. Dan perawat rumah sakit dengan segera menanganin Pi Pi.



“Apa yang terjadi?” tanya dokter.

“Pasien 24 tahun. Dia pingsan 15 menit yang lalu. Tekanan darahnya 70/ 40,” jelas seorang perawat dengan cepat. Sambil menyerahkan data Pi Pi.



“Apa dia pernah mempunyai masalah hati?” tanya Dokter. Dan He Lan menjawab tidak.

Karena kondisi Pi Pi semakin memburuk, maka dokter menyuruh agar perawat menyiapkan kejutan sebesar 200 joules. Namun mendengar itu, He Lan langsung menghalangin perawat.


“Ini bukan serangan hati. Kamu tidak bisa mengejutkanya seperti itu,” kata He Lan. Namun Dokter tidak mau mendengarkan.


Xiu Xian dan Xiao Ju datang kerumah sakit dengan panik. Disana Xiu Xian menghampiri Kuan Yong dan menanyakan apa benar Pi Pi mencium He Lan. Lalu Kuan Yong pun membenarkan itu.

Sedangkan Xiao Ju yang mengikuti, tampak kebingungan dengan pembicaraan mereka berdua.



“Apa yang terjadi?” tanya Xiao Ju dengan panik.

“Nona Guan mencium Tuan He Lan. Kemudian dia pingsan,” jelas Xiu Xian.

“Bagaimana bisa kamu masih bercanda?” tanya Xiao Ju, tidak bisa percaya.

“Ini bukan candaan. Nona Guan adalah manusia. Nafas Tuan He Lan akan menyakitinya, jika mereka tidak melakukan persiapan sebelum berciuman,” jelas Kuan Yong dengan serius.



“Kemudian mengapa kalian tidak memperingatkannya?” balas Xiao Ju, marah.

“Kami tidak tau kalau mereka akan bergerak begitu cepat,” jelas Xiu Xian.

“Apa yang kamu tau?” balas Xiao Ju dengan sinis dan kesal.


Karena He Lan menghalangin mereka, maka dengan tegas Dokter menyuruh He Lan untuk keluar. Namun He Lan tentu saja tidak mau keluar. Lalu saat kondisi Pi Pi semakin buruk, He Lan berteriak memanggil Kuan Yong.

Sehingga mereka bertiga yang mendengar itu, segera buru- buru masuk kedalam.



Kuan Yong meminta agar Dokter bisa menyingkir sebentar. Lalu ia meminta perawat untuk menyiapkan obat. Setelah itu Kuan Yong mengambil suntikan dan ingin menyutik Pi Pi. Tapi Dokter menghentikan tangan Kuan Yong.

“Dokter, aku akan bertanggung jawab kepada hidupnya,” kata He Lan dengan tegas kepada Dokter.



Dokter mulai kehilangan kesabaran, ia memanggil penjaga agar membawa mereka semua keluar. Xiao Ju yang berada disana juga menjadi kebingungan, kenapa mereka bertiga tidak mau mendengarkan perkataan seorang dokter.

“Nona, dia akan mati, jika dia disuntik dengan obat ini. Mereka semua gila!” kata Dokter kepada Xiao Ju dan mengatai Xiu Xian, He Lan, serta Kuan Yong.



Mendengar itu, Xiao Ju teringat tentang apa yang biasa Ayahnya dipanggil oleh orang- orang. Yaitu mereka memanggil Ayahnya gila.

“Xiao Ju, percaya kami,” pinta Kuan Yong.



Xiao Ju akhirnya memilih untuk mempercayai mereka bertiga dibanding para perawat dan dokter. Xiao Ju mengambil sebuah pisau operasi kecil yang berada didekatnya dan ia mengarahkan itu dilehernya sendiri.

“Hentikan sekarang!” ancam Xiao Ju. Sehingga para dokter dan perawat berhenti.



Kuan Yong lalu menyutikan obat itu dilengan Pi Pi. Dan setelah obat tersebut disuntikkan, kondisi Pi Pi kembali normal. Lalu Xui Xian menurunkan tangan Xiao Ju yang memegang pisau, karena semuanya telah okay.



Qian Hua heran ketika Qi Lin membawanya ke dalam ruangan permainan billyard. “Apa Putri Zhao Yan akan  berada disini?” tanya Qian Hua.

“Sabarlah. Kami bahkan tidak tau, apa dia masih hidup atau tidak. Tapi seorang pria bernama Bo Zhong akan ada disini. Ia tangan kanan pria itu (Qing Mu),” jelas Qi Lin.

“Bagaimana kamu tau dia disini?” tanya Qian Hua.



“Ini adalah pertama kaliku memberikan Pearl of Charms ku. Jika dia tidak datang untukku, maka dia akan datang untukmu,” jawab Qi Lin dengan sikap santai.

“Tidak bisakah kamu serius? Aku tidak kesini untuk bermain rumah- rumahan denganmu,” kata Qian Hua, memperingatkan Qi Lin.


“Apa aku tidak serius? Mungkin kita harus lebih serius lagi,” kata Qi Lin sambil memegang tangan Qian Hua.



Qi Lin membawa Qian Hu masuk keruangan lain. Disana ada sebuah ring terbuka. Dan didalam ring tersebut ada dua orang gadis yang saling bertarung. Dan orang- orang yang berada disana sibuk minum- minum.

“Apa mereka benar- benar bertarung?” tanya Qian Hua.

“Tentu saja! Tidak seorang pun dari utara yang selembut dan berbudaya sepertiku,” kata Qi Lin, menjawab.



Qi Lin menyapa seorang pria muda yang sedang makan dimeja bar. Qi Lin berbicara dengan keras dan memberikan kode agar si pria muda lebih banyak makan.



“Dia bisu. Dia menderita itu sejak kecil, jadi dia tidak bisa mendengar atau bicara. Dia hanya selalu datang kesini untuk makan,” jelas Qi Lin kepada Qian Hua.


Qi Lin membawa Qian Hua untuk duduk dikursi bar dan memesankan nya segelas beer. Namun Qian Hua tidak mau minum dan melakukan toss, saat ia tau bahwa ternyata Qi Lin tidak pernah bertemu dengan Bo Zhong dan tidak tau rupa Bo Zhong seperti apa.

“Tapi aku bisa memastikan padamu, kalau dia akan ada disini hari ini,” kata Qi Lin.



Qian Hua berencan mencari beberapa informasi. Namun saat ia mendekati para gadis yang sedang mengobrol dimeja lain, para gadis itu malah pergi karena tidak mau Qian Hua masuk dalam obrolan mereka.


“Orang di utara seperti sebuah keluarga besar sekarang. Kami semua sangat dekat. Tapi kami tidak suka aroma orang asing. Kamu hanya akan diabaikan mereka,” kata Qi Lin mengomentari Qian Hua.


“Lalu apa yang harus ku lakukan? Bagaimana bisa aku menemukan petunjuk, jika aku tidak mendekati mereka?” tanya Qian Hua dengan agak kesal.



“Apa kamu suka kalau orang lain mencoba menjadi teman baikmu untuk tujuan tertentu? Sudah kubilang, bersikaplah jadi istriku sekarang. Jadi kamu pasti akan dihormati disini,” jelas Qi Lin.



Disaat Qi Lin serta Qian Hua sedang mengobrol, seorang wanita hamil datang mendekat dan meminta berkat dari Qi Lin untuk anaknya. Dan disaat itu, Qi Lin menawarkan agar Qian Hua yang adalah istrinya yang melakukan itu.



Namun disaat Qian Hua mau menyentuh perutnya, wanita itu langsung melangkah mundur dan menatap dengan takut, lalu pergi dari sana.


“Jangan pikirkan lah. Lagian kita bukanlah pasangan asli. Aku tidak perlu memberinya berkat,” kata Qian Hua. Agak kecewa, tapi bersikap seolah- olah ia baik- baik saja.

“Jangan menyalahkan wanita itu. Suaminya baru saja meninggal. Kurasa kamu mengenalnya,” kata Qi Lin menenangkan, lalu membisikan nama suami wanita itu ditelinga Qian Hua.



Dan benar, tampaknya Qian Hua mengenal suami wanita tersebut. “Wakil ketua perlindungan hewan. Bukankah dia dari selatan?”

“Wanita itu bertengkar karena suaminya mencampuri hubungan manusia. Suaminya cukup naif, ia percaya bisa mengubah manusia. Mungkin baumu seperti manusia, jadi ia tidak suka itu. Jangan salahkan dia,” jelas Qi Lin.



“Aku dengar suaminya meninggal karena kecelakaan mobil,” kata Qian Hua, pelan.

“Begitu banyak ‘kecelakaan’ dalam sejarah manusia,” balas Qi Lin.



Pagi hari. Di Amerika. Didalam kamar kosan. Tian Xin duduk dikursi sambil memperhatikan Jia Lin yang sedang sibuk bersiap- siap untuk pergi.

“Aku menyiapkan sarapan untukmu. Apa yang kamu mau?” tanya Tian Xin.

“Aku kenyang. Mengapa kamu tidak pergi makan?” balas Jia Lin masih sambil sibuk menyiapkan ini- itu, tidak memperhatikan Tian Xin.



“Aku kira kelas kamu mulai jam 10.”

“Aku ingin membuat kesan yang baik, jadi aku datang cepat.”

“Kemudian kapan kamu pulang?” tanya Tian Xin dengan lemas.

Jia Lin lalu melihat jadwalnya,” Kelas berakhir jam 8. Aku akan pulang jam 9. Makan malam lah duluan tanpaku,” kata Jia Lin.



Setelah semuanya selesai. Jia Lin memberikan ciuman di pipi Tian Xin yang sama sekali tidak merespon, namun tampaknya Jia Lin tidak sadar. Karena dengan sikap santai ia berpamitan kepada Tian Xin.



Baru saja keluar dari kamar. Jia Lin kembali membuka pintu,” Oh ya. Ada yang salah dengan kamar mandi kita. Bisakah kamu memperbaiki itu?” pinta Jia Lin, lalu menutup pintu kamar dan pergi.

Tian Xin mendengus. Ia tampak sedih, kesepian, serta kecewa.



Tian Xin membuka laptopnya dan bervideo call dengan Ibunya. Selama berbicara dengan Ibunya, Tian Xin berusaha untuk tampak ceria dan baik- baik saja, walaupun sebenarnya ia tidak baik- baik saja.



Tian Xin mengambil seember air dan menuangkannya kedalam tangki toilet duduk yang kosong. Lalu ia membersihkan tempat tidur dan kamar.  Sesudah itu, ia tiduran sambil membaca komik.




Tian Xin tidur. Dan setelah bangun tidur, ia berdiri menatap pemandangan diluar jendela. Disana Tian Xin tampak sangat bosan, sedih, serta kesepian.


2 Comments

Previous Post Next Post