Sinopsis K-Drama : Ms. Hɑmmurɑβi Episode 10-3



Sinopsis K-Drama : Ms. Hɑmmurɑβi Episode 10-3
Images by : JTBC

Ba Reun menemui Yong Jun yang memintanya bertemu. Yong Jun mengungkapkan kekhawatirannya pada O Reum. Dia merasa kalau pengadilan tidak cocok untuk O Reum. Dan ayahnya terus berbicara mengenai O Reum, dia yakin kalau O Reum lebih cocok untuk menjalankan sebuah kerajaan.
Ba Reun bertanya apa maksudnya NJ Group? Yong Jun tersenyum karena Ba Reun mengerti. Ba Reun balik bertanya, posisi apa yang O Reum di ‘kerajaan’ tersebut, raja atau ratu? Yong Jun tersenyum dan menjawab ‘entahlah.’
“Maaf atas kelancanganku. Tapi aku penasaran tentang apa kelebihan O Reum di mata ayahmu.”
“Hasrat. Hasrat akan kekuasaan. Walau niat awalnya baik, itu tetap hasrat. Ada banyak orang yang cerdas dan baik di dunia ini. Tapi orang tanpa hasrat akan kekuasaan tidak bisa mengubah apa pun, mereka hanya bisa mengeluh. Yang mendorong O Reum giat belajar untuk menjadi hakim adalah hasrat itu. Tapi aku yakin O Reum akan frustrasi pada akhirnya. Pada akhirnya, kita mencari hal yang cocok dengan kita.
“Apa maksudmu kau bisa memberikannya ‘jubah’ yang lebih baik?”
“Jika berada di tempat yang tepat, dia pun bisa mewujudkan yang dia inginkan. Walau yang ingin dia lakukan adalah membenahi dunia.”
“Maksudmu mengadakan kegiatan amal sebagai nyonya besar, seperti mengunjungi Afrika. Bukan begitu? Tepat di sisimu.”
“Ya… Bukankah itu bagus? Keluargaku melindungi seluruh anggota dengan segala cara. Selalu.
“Selain keluarga? Entah apakah aku memiliki haknya, tapi saat melihat hal yang salah, aku harus menghentikannya.
“Hal apa yang salah?”
“Contohnya, jika seseorang suka berjuang keras, menjadikannya boneka yang terkurung di balik tembok itu kesalahan,” ujar Ba Reun dan memandang tajam pada Yong Jun.
Ba Reun sudah pulang ke rumah. Dia bertanya pada ayahnya, apa ayahnya tidak muak dengan semuanya? Ayahnya jelas heran dan bertanya apa ada masalah? Ba Reun menjawab kalau dia hanya heran karena ayahnya tidak pernah berubah.
“Suatu ketika, ada seorang lelaki bijak yang menyadari makna kehidupan usai bertapa bertahun-tahun. Dia tinggal di gunung. Seorang pemuda berkelana dari jauh untuk menemuinya. Setelah perjuangan yang dahsyat, si Pemuda berhasil menemukan sang Lelaki Bijak, bertapa di atas batu di puncak gunung. "Apa makna kehidupan?" Lelaki bijak itu menjawab, "Hidup itu bak angin yang berembus di sela-sela ranting." Pemuda itu bertanya, "Benarkah itu makna kehidupan?" Karena terkejut, lelaki bijak itu bertanya, "Tunggu. Benarkan begitu?” Menakjubkan, bukan?” jawab ayah dengan sebuah perumpamaan.
Ba Reun berterimakasih. Sementara Ibu bingung dengan maksud ayah. (bahkan seorang bijak saja tidak bisa mendefinisikan makna kehidupan sebenarnya, dia hanya melihat makna kehidupan dari hidupnya. Setiap orang mendefinisikan makna kehidupan dengan cara berbeda).
Esok hari,

Rapat pada hakim di lakukan. Tetapi, semua hakim menjauhi O Reum. Dan O Reum juga tidak terlihat bersemangat seperti biasanya. Saat jam makan siang juga tidak ada hakim yang mau duduk di dekatnya kecuali Ba Reun. O Reum hanya bisa menahan kesedihannya.
Tiba-tiba, Hakim Oh menghampirinya dan mengajaknya untuk bicara.
Hakim Oh dan O Reum serta Ba Reun bicara di taman belakang pengadilan.
“Aku melakukan pekerjaan ini hanya karena terlahir pintar dan rajin. Aku berusaha agar tidak menampakkan cela atau kelemahan di organisasi androsentris ini. Tapi makin lama bekerja di sini, aku makin meragukan kemampuanku dalam profesi ini. Makin sering mengintip monster dalam diri orang lain, makin terlihat monster dalam diriku. Saat belia, aku menjadi panutan dalam keluarga yang kaku, tapi terkadang aku berpikir ingin membunuh semua yang membuatku muak dan menderita. Seandainya aku besar di lingkungan berbeda, mungkin aku telah berbuat jahat seperti orang yang kuadili. Aku sering memikirkannya,” cerita Hakim Oh.
O Reum memberitahu pada Hakim Oh kalau dia merasa tidak pantas menjadi hakim. “Aku menjadi hakim karena takut dengan orang-orang dan ingin melindungi diriku dari mereka. Saat masih belia, yang kupikirkan hanya balas dendam kepada ayahku. Tapi ayahku tidak memberiku kesempatan untuk membalas dendam (ayah O Reum selalu memukuli istrinya). Mitra bisnis yang dia percaya, berkhianat. Bisnisnya pun bangkrut. Saat rumah kami dilelang, dia bunuh diri. Mungkin aku belajar untuk ujian advokat untuk melindungi diriku dan memastikan tidak ada yang menggangguku agar bisa bertahan di dunia yang keras ini. Aku butuh kekuasaan. Kukira lulus ujian advokat akan memberiku kekuasaan. Setelah menjadi hakim, orang-orang di berkas kasus itu seakan-akan mengadu kepadaku tiap aku membaca berkas. Orang yang menggelandang setelah ditipu, wanita yang dilecehkan oleh atasannya, dan ayah yang bunuh diri karena utangnya. Aku tidak tahan lagi. Karena suara mereka… Suara mereka seperti suaraku sendiri. Aku tidak tahan lagi. Aku menjadi hakim untuk melindungi diri, tapi tiba-tiba aku ingin membalas dendam. Aku merasa suara-suara itu menceritakan kisahku, jadi, mungkin aku ingin membalas dendam pada dunia ini. Mana bisa aku menjadi hakim dengan pola pikir itu?” cerita O Reum dan memberitahukan semua yang dia rasakan selama ini. Dia menangis atas rasa tertekan yang sudah ditahannya selama ini.
Ba Reun hanya bisa terdiam mendengar perasaan O Reum sebenarnya. O Reum yang selama ini terlihat kuat tetapi ternyata sangat rapuh.
“Hakim Park. Kamu pernah mendengar istilah, "si penyembuh yang terluka"? Karena kamu mengalami banyak luka dan trauma, kamu akan menjadi hakim yang mengagumkan. Kamu paling mampu memahami dan bersimpati dengan penderitaan orang lain. Cukup berikan waktu pada hatimu. Bersabarlah agar kulit baru yang kuat bisa tumbuh pada lukamu,” nasihat Hakim Oh dengan bijak.
Hakim Oh memeluk O Reum dan O Reum menangis tersedu-sedu di pelukannya.
Esok hari,
Sidang terakhir kasus Nn. Kim.
Putusan terakhir di bacakan Hakim Han. Pengadilan menolak gugatan penggugat (Nn. Kim). Dan karena itu, penggugat wajib menyelesaikan biaya legal sesuai dengan aturan. Nn. Kim menundukkan kepala mendengar putusan tersebut.
O Reum dan Ba Reun pulang bersama dari pengadilan. Nn. Kim ternyata sudah menunggunya dari tadi. Dia menghampiri O Reum dan menundukkan kepala. Dia mengucapkan terimakasih. O Reum jelas heran, dia menggenggam tangan Nn. Kim dan meminta maaf karena tidak bisa membantunya. Nn. Kim menjawab kalau dia tahu semua hakim di ruang sidang sudah melakukan yang terbaik. Dia meminta O Reum untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri dan jangan menyesali apapun.
“Kenapa kita menyalahkan diri dan menyesal karena orang hina yang tidak sadar diri? Toh perusahaan itu memang buruk. Ini lebih baik. Aku ingin menjadi reporter, mungkin lebih cocok denganku. Perusahaan media kecil pun cukup,” beritahu Nn. Kim dengan semangat.
Nn. Kim memberitahu kalau dia akan menjadi wartawan dan menjatuhkan para bajingan seperti itu. O Reum merasa senang mendengarnya dan meminta Nn. Kim untuk menghubunginya jika ada lowongan yang tersedia. Nn. Kim tertawa dan menjawab kalau pengadilan membutuhkan orang seperti O Reum. O Reum tersenyum mendengar hal tersebut. Nn. Kim pamit pulang.
O Reum memandangi kepergiannya. Ba Reun mengajak O Reum untuk minum soju bersama.

Ketiga ahjumma pasar sedang membaca novel erotis di internet dan merasa kesal karena ceritanya bersambung. O Reum dan Ba Reun datang dan makan serta minum di kedai mereka. Ketiga ahjumma menyuruh O Reum untuk berhenti saja dari pengadilan jika sulit. Ba Reun langsung bilang kalau pengadilan butuh orang seperti O Reum. Ketiga ahjuma senang mendengar hal tersebut. O Reum sendiri juga terkejut mendengar Ba Reun mengatakan hal seperti itu.
O Reum dan Ba Reun pergi berjalan-jalan ke taman. Ba Reun bertanya apa O Reum masih mau berhenti? O Reum menjawab kalau dia tidak tahu.
“Aku juga ragu. Hakim bisa apa? Sejauh apa wewenang hakim? Mungkin aku baru tahu sedikit, tapi kelak, aku akan berkata begini, ‘Tunggu. Memangnya bukan begitu?’,” kata Ba Reun.
“Sandiwara macam apa itu?” ejek O Reum.
“Tidak semuanya bisa kita kuasai. Itu tidak adil.”
O Reum terhibur mendengarnya.
“Aku ingin membantumu membuat kesalahan. Aku mahir menemukan jawaban yang telah ada. Namun, kamu mencari jawaban baru. Di tengah prosesnya, kamu bisa membuat kesalahan. Tindakanmu itu mungkin perlu.”
O Reum terperangah mendengarnya.
Ba Reun kemudian mengajak O Reum untuk berteriak meluapkan kemarahan. Dia maju dan memberikan contoh dengan berteriak-teriak. O Reum yang melihatnya tersenyum dan ikut berteriak.
Di jembatan di depan mereka berteriak, sepasang bule memperhatikan dan mendengar teriakan mereka. Tetapi, pada bule itu malah mengira kalau Ba Reun dan O Reum sedang mengucapkan sumpah setia. Mereka merasa itu adalah tempat yang romantis untuk para pasangan.
Tiba-tiba saja, ada lampu berbentuk hati menyala di tempat O Reum dan Ba Reun berdiri. Dan kemudian dari sungai, menyembur air mancur dengan indah. O Reum dan Ba Reun kaget. Di tambah lagi, beberapa pasangan yang berdiri di depan mereka, menyuruh mereka untuk cepat karena mereka juga mau menyatakan perasaan di sana. Ba Reun dan O Reum tertawa menyadari kalau ternyata itu tempat menyatakan perasaan.


1 Comments

Previous Post Next Post