Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 15 – 1


Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 15 – 1
Images : Channel 3

Kris datang ke restoran Katha. Dan Katha sedang sibuk bermain alto saxophone untuk para pengunjung restoran (café-nya). Selesai bermain, dia menghampiri Kris dan mengomentari Kris yang dalam mood bagus karena terus tersenyum. Kris memberitahu Chaya kalau dia berhasil membuat Chaya tersenyum hari ini. Katha merasa senang mendengarnya.
Katha kemudian berharap kalau setidaknya nanti Chaya bisa datang ke pesta pernikahan Peat untuk memberikan selamat sebagai teman. Kris merasa itu bukan ide yang bagus karena hanya akan menyakiti Chaya. Katha mengerti kesalahannya dan meminta maaf.
Katha lanjut bertanya pada Kris, jika Chaya nantinya bisa melewati semua ini, tapi tetap tidak bisa memberikan kesempatan pada Kris, apa Kris akan baik-baik saja?
“Aku tidak melakukan semua ini agar Chaya mencintaiku,” jawab Kris dengan bijak.
“Wow, kau benar-benar seorang pra’ek.”
“Menjadi pra’ek pasti akan mendapatkan yang di cintainya, seperti Ai-Peat.”
“Su su!” semangati Katha.
--
Peat sudah pulang dari condo Chaya. Dan Chaya terlihat merenungkan sesuatu. Ponselnya berbunyi, telepon dari Kris, dan Chaya merasa ragu untuk menjawabnya. Dia memilih tidak mengangkat dan hanya mengirim pesan kalau dia sudah mau tidur, jadi besok saja baru bicara.
Kris : Apa kau akan pergi ke pesta Peat? Jika ya, aku akan menjemputmu.
Chaya tidak membalas pesan Kris. Dia menangis, tetapi kemudian tampak marah.
“Kangsadan! Aku membencimu!” ujar Chaya penuh kemarahan.
--
Esok hari,
Pesta pernikahan Peat dan Kiew.


Pa dan Taeng sebagai bridesmaid, membantu Kiew memakai baju pengantinnya. Acara pernikahan berlangsung dengan sederhana dan hanya di hadiri oleh sedikit orang. Namun, pesta berlangsung dengan khidmat. Dan akhirnya, mereka resmi menjadi pasangan suami istri. Semua bertepuk tangan atas hal itu.
“Aku harap Kiew dan Peat akan di penuhi dengan kebahagiaan. Saling mencintai untuk waktu yang lama. Bagi ayah, Kiew adalah hati ayah dan Peat adalah hidup ayah. Aku mempercayakan Peat untuk menjaga hatiku. Dan aku juga mempercayakan Kiew untuk menjaga hidupku. Tidak peduli apakah saat senang ataupun susah, aku harap kalian akan selalu saling mendukung dan mencintai. Aku mencintai kalian berdua,” nasihat Khun Nai.
Pa, Taeng, Katha, Kris dan Tee juga mengucapkan selamat pada Kiew dan Peat yang telah remsi menikah.
Di akhir acara, yang di tunggu para wanita, pelemparan buket bunga oleh pengantin wanita. Semua sangat antusias untuk menangkap bunga tersebut. Dan yang mendapatkannya adalah… Chaya. Dia datang ke pesta tersebut.
“Aku harap kalian berdua… akan bahagia dengan pilihan kalian,” ujar Chaya. Matanya berkaca-kaca menatap Peat dan Kiew.
Peat dan Kiew terdiam dan bercampur kaget melihat kedatangan Chaya.
--
Chaya duduk sendirian di taman dan Kriss menemaninya. Chaya menangis dan meminta waktu sendirian.
“Kau harusnya di condo, ini bukan tempat bagimu,” ujar Kris.
“Aku sudah tahu. Kau tidak perlu menegaskannya lagi,” tangis Chaya.
Kris mengulurkan tangan untuk menghapus air mata Chaya, tetapi Chaya langsung menepis tangan Kris dengan kasar. Kris bertanya dengan frustasi, “Kenapa kau masih seperti ini? Kenapa kau tidak bisa melupakan Peat? Apa aku masih belum cukup baik? Apalagi yang kau inginkan dariku untuk ku lakukan?”  
“Kau tidak perlu melakukan apapun. Mulai dari sekarang, diam saja. Tidak perlu melakukan apapun,” tegas Chaya (astaga…! Nggak tahu mau komentar apapun lagi).
--

Malam hari,
Khun Nai mengantar Kiew dan Peat ke kamar mereka berdua. Kamar itu sudah di hias dengan pernak pernik untuk pengantin baru.
“Kiew dan Peat… mulai dari sekarang, kalian tidak lagi sendiri. Apapun yang ingin kalian lakukan, pikirkan dengan baik-baik. Pikirkan mengenai konsekuensi yang akan terjadi. Lihat hidupku sebagai contohnya. Aku melakukan segalanya dengan emosi. Hanya memikirkan diriku sendiri. Menggunakan kata ‘ingin’ sebagai dasarku. Dan akhirnya, hal itu membuat masalah. Karena masalah telah terjadi, aku tidak bisa kembali ke masa lalu untuk memperbaikinya. Itulah kenapa konsekuensinya mengenai anakku. Jika aku tahu untuk berpikir, mungkin tidak akan menyebabkan banyak orang menjadi sedih seperti ini. Terutama untuk orang yang ku cintai. Dan mencintaiku. Karena kalian saling mencintai, aku harap kalian akan melindungi cinta kalian. Aku harap kalian akan saling setia dan mempercayai. Jika seseorang berbuat salah, aku harap kalian akan mengerti dan memaafkannya. Hanya dengan begitu, kehidupan pernikahan kalian akan penuh kebahagiaa,” nasihat Khun Nai.
“Ya. Aku akan ingat dan tidak melupakannya,” jawab Peat.
Kemudian, Khun Nai keluar dari kamar Kiew dan Peat.

Setelah Khun Nai keluar, sikap Peat berubah total. Dia melepaskan genggaman Kiew dari tangannya. Dan hal itu tentu membuat Kiew kaget dan bertanya ada apa? Tapi, Peat menatap Kiew dengan tersenyum sinis dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Peat membuka baju pengantin pria-nya. Dia menukarnya dengan kaos dan celana jeans.
Kiew jelas heran melihat penampilan Peat dan bertanya Peat mau kemana? Tetapi, Peat menepis tangan Kiew dengan kasar. Kiew benar-benar heran dan bertanya ada apa?
“Aku lelah. Aku ingin bertemu teman-temanku,” ujar Peat dengan kasar dan dingin.
“Ini hari pernikahan kita. Kau harusnya bersamaku, kan?”
“Jadi kenapa? Jika aku tidak mau melakukannya, apa kau akan mati?” tanya Peat dengan kasar (wooowww... argggghhh!!)
“Peat, kenapa kau tiba-tiba jadi seperti ini? Apa aku melakukan sesuatu yang membuatmu tidak senang?”
“Aku sudah bilang kalau aku hanya lelah. Aku ingin bersantai dengan temanku.”
Kiew berusaha menahan Peat pergi dan meminta Peat menjelaskan padanya apa yang terjadi? Dia siap mendengarkan apapun. Tapi, Peat terus berjalan pergi.
“Peat! Jangan pergi! Aku mohon!” mohon Kiew.
Peat terdiam. Wajahnya terlihat menguatkan hatinya, dan dia terus berjalan pergi. Kiew berteriak memanggilnya, tapi Peat tetap pergi.
Sementara itu, Khun Nai di ruangannya melihat foto Khun Sa. Dia merasa senang karena putri mereka telah menikah dengan orang yang di cintainya.
Kiew di ruangannya terduduk penuh kesedihan karena sikap Peat yang berubah drastis.
Peat naik ke atas motornya dan memakai helm-nya. Dia teringat saat membaca buku harian ibunya, dan di buku itu, ibunya menulis kalau Khun Nai meninggalkannya di hari pernikahan mereka untuk menemui Khun Sa. Dan Peat sekarang membalasnya, meninggalkan anak dari Khun Nai di hari pernikahannya. Peat memacu gas motornya dengan keras berkali-kali hingga terdengar ke dalam rumah.
“Peat!” gumam Khun Nai dengan eskpresi bingung mendengar suara motor Peat.
Dan Peat melajukan motornya pergi dari rumah.
Kiew menangis di kamar pengantinnya karena di tinggalkan sendirian di hari pernikahan mereka.

Post a Comment

Previous Post Next Post