Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 06 – 2


Sinopsis Lakorn : Trabab See Chompo (Pink Sin) Episode 06 – 2
Images : Channel 3

Peat mengantar Chaya kembali ke apartemen. Chaya masih merasa cemas, dan bertanya apa Peat yakin siap bertemu dengan Kiew? Peat menjawab dengan bijak kalau pertemuan tidak bisa di hindari, kalau mereka ketemu yang mau gimana lagi, anggap saja sedang sial.
“Tapi, jika kau bertemu dengan Kiew, ayahmu akan tahu kalau kamu berada di sini.”
“Kalau dia tahu, lalu mau apa? Dia tidak akan bisa menyeretku kembali ke rumah jika aku tidak ingin kembali!”
--
Peat pulang ke apartemennya dan membuka laci meja belajarnya. Dia masih menyimpan sapu tangan Kiew. Melihat sapu tangan itu membuat Peat teringat pertemuannya pertama kali dengan Kiew dan saat dia mengajari Kiew bermain basket.
--
Esok hari,
Kiew melihat proses membuat kimchi. Kiew tampak sangat antusias mempelajari cara membuat kimchi.

Sementara itu, Peat bermain basket sendirian di lapangan. Sial! Kiew yang telah selesai belajar membuat kimchi dan sedang berjalan-jalan, melihatnya. Dia segera menghampiri Peat dan meminta waktu Peat untuk bicara. Tapi, Peat tidak mau bicara dengannya.

Kiew tidak menyerah. Dia mengejar Peat. Peat lari, dan Kiew ikut lari. Akhirnya dia bisa menjauhi Kiew saat di lampu penyeberangan jalan. Sialnya, Kiew melihatnya dan berlari mengejarnya lagi. Peat lari lagi.
Kiew terus berlari dan berteriak meminta Peat berhenti. Peat capek dan berhenti, tapi karena dia berhenti tiba-tiba, Kiew jadi menabraknya dan hampir terjatuh jika dia tidak memegang / lebih tepatnya memeluknya. Suasana sempat canggung, tapi Peat tersadar dan segera melepaskan pegangannya hingga Kiew terjatuh.
Peat lanjut jalan. Kiew lanjut ngejar. Dia minta waktu bicara, tapi Peat tidak mau. Mereka terpisah tanaman berbentuk lingkaran (lihat aja fotonya). Kiew gerak ke kanan, Peat gerak ke kiri. Begitu terus hingga Kiew jadi kesal. Dia manjat tanaman itu dan hendak nyebrang. Tapi, Peat langsung mengingatkan Kiew kalau Kiew bisa kena denda ratusan ribu won jika melakukannya.
“Kalau gitu ayo bicara, aku mau bicara,” melas Kiew.
Tapi, Peat tidak mau dan jalan pergi. Kiew terus mengikutinya. Peat akhirnya capek juga dan nyuruh Kiew untuk bicara dengan cepat.
“Kau salah paham padaku,” tegas Kiew.
“Mengenai apa?”
“Mengenai ayahmu yang memintaku menjadi putri adopsi-nya.”
“Apa alasanmu?”
“Aku tidak datang untuk membuat alasan. Tapi aku ingin menjelaskan kepadamu dengan penjelasan. Jadi, kau tidak akan salah paham lagi padaku.”
“Katakan!”
“Aku tegaskan kalau aku tidak pernah berpikir untuk mengganti posisimu. Aku tidak pernah ingin harta mu dan juga ayahmu. Tapi, aku setuju untuk menjadi putri adopsi ayahmu karena aku tidak tahan melihatnya sedih karena kehilanganmu.”
“Tidak tahan melihat atau mengambil keuntungan?” tanya Peat dengan negatif.
“Aku tidak mengambil keuntungan. Tapi aku melakukannya karena aku ingin membalas kebaikannya. Ketika ibuku meninggal, aku tidak punya siapapun lagi. Hanya dia yang mengulurkan tangan padaku. Karena itu, apapun yang membuatnya bahagia, aku akan lakukan. Tapi mengadopsi putri sepertiku, aku tidak punya kemampuan untuk menggantikan tempat putra kandung sepertimu. Ayahmu menunggumu setiap hari untuk pulang. Dia berharap mendengar kabar mengenaimu, tapi tidak ada kabar sama sekali. Tolong kembali. Aku janji, ketika kau pulang, segalanya akan kembali kepadamu seperti sebelumnya.”
“Kau kira aku akan percaya pada janjimu?”
“Kalau begitu, lihat mataku. Dan kau akan tahu kalau segala yang ku katakan adalah benar.”
“Aku mengambil bagian dalam penyebab kematian ibumu. Dan kau tidak marah padaku?”
“Apa yang akan ku dapatkan jika aku balas dendam? Itu hanya akan menyakiti orang yang masih hidup. Dan ibuku juga tidak akan pernah hidup lagi! aku tidak ingin membuat orang lain terluka lagi.”
“Tapi hal yang ibumu lakukan pada keluargaku, masih membuatku terluka.”
“Aku berani jamin kalau ibuku tidak bersalah. Dan ibuku bukan orang yang tidak bermoral seperti yang kau tuduhkan padanya.”
“Apa buktinya? Tidak ada kan.”
“Ada. Perkataanku dan juga harga diriku. Ini, apa belum cukup?”tegas Kiew. “Ayo pulang!” ajaknya lagi.
--
Chaya selesai kuliah dan mencari Peat. Tapi, Peat tidak ada di lapangan basket. Hal itu membuat Chaya merasa cemas dan langsung berlari mencari Peat (dasar posesif!)
--
Peat tetap keras kepala dan menolak ajakan Kiew untuk pulang. Kiew jadi kesal, dan tidak peduli lagi. Kalau Peat mau kabur sepanjang hidup Peat, ya sudah terserah Peat saja. Atau kalau Peat mau di sebut putra durhaka, dia juga tidak akan peduli. Dia tidak mau bicara lagi dengan Peat.
Kiew sdauh benar-benar kesal. Eh, si Peat malah jadi duduk di sebelah Kiew. Menatap ekspresi kesal Kiew dan bertanya berapa hari lagi Kiew di Seoul? Kiew heran di tanya begitu dan balik menatap Peat dengan ekspresi bingung.
--
Chaya berkeliling kampus mencari Peat dan berusaha menelpon Peat. Tapi, ponsel Peat tidak aktif. Tambah panik-lah si Chaya.
--

Kiew dan Peat pergi makan tteokbokki. Sebelum makan, Kiew meminta Peat menjawab pertanyaannya dulu, untuk apa Peat nanya berapa hari lagi dia di sini? Dan kenapa Peat menyeretnya untuk makan tteokbokki bersama?
Peat tidak mau menjawab dan merebut sumpit di tangan Kiew. Dia lapar dan mau makan dulu. Kiew merebut balik sumpit dan nyuruh Peat untuk jawab baru dia kasih makan. Mereka saling rebut-rebutan sumpit. Peat kesal dan merebut sumpir dari tangan Kiew dan menegaskan kalau Kiew merebutnya lagi, lihat saja! Eh, si Kiew malah merebut separuh sumpit Peat.
“Baiklah, aku akan jawab pertanyaanmu!” ngalah Peat. “Aku akan memberimu kesempatan.”
“Kesempatan apa?”
“Memberimu kesempatan untuk merubah pikiranku agar bersedia pulang ke rumah. Bisa kau lakukan? Jika kau tidak bisa melakukannya, maka cepat selesaikan makan ini dan pulang ke rumah. Anggap makanan ini traktiran ku sebagai salam perpisahan.”
“Aku akan memakan ini. Dan ini bukanlah makanan perpisahan. Karena aku yakin akan bisa membuatmu pulang!”
Dan Kiew mengembalikan setengah sumpit di tangannya pada Peat. Mereka mulai makan tteokbokki bersama dengan bahagia.
Peat sendiri melihat telepon dari Chaya, tapi dia memilih untuk mengabaikannya.

Chaya ternyata melihat Peat dan Kiew makan bersama. Hatinya langsung patah, hancur berkeping-keping melihat Peat tersenyum pada Kiew. Dengan langkah lunglai, dia pergi dari sana.
Chaya duduk di pinggir taman dan menangis sendirian.
Sementara itu, Kriss juga sedang berjalan sendirian dengan wajah sedih. Dia ingat saat Chaay menelponnya sambil menangis, tapi tangisan itu hilang saat Peat datang.
Kris akhirnya memilih untuk mengirim pesan line pada Katha, bertanya ada apa? Katha yang telah menunggu balasan dari Kriss dari kemarin-kemarin, senang karena akhirnya Kris merespon. Tapi, dia membalas pesan Kriss dengan kalimat : Kenapa tidak kau balas saja di kehidupan selanjutnya?
Kriss : Aku takut di kehidupan selanjutnya kau tidak terlahir sebagai manusia.
Katha tertawa membaca pesan itu. Mereka saling mengirim pesan line. Dan saat sudah selesai, Katha baru teringat kalau Kriss belum memberitahunya kemana dia pergi.
--
Kiew dan Peat siap makan dan jalan-jalan. Sambil jalan, Kiew memberitahu Peat kalau Khun Nai tidak bisa makan dan tidak bisa tidur, dan hanya menatap foto Peat. Tapi, Peat tidak merespon sama sekali. Kiew memanggilnya dengan kesal. Dan Peat malah mengeluarkan ponselnya dan mengambil foto Kiew.


Kiew heran, dan begitu sadar kalau Peat mengambil fotonya, dia segera merebut ponsel Peat. Mereka rebut-rebutan ponsel dan tampak romantis (hiyaaaa…). Akhirnya, Kiew berhasil merebut ponsel Peat, dan ternyata fotonya cantik (hahahaha), tapi mau tetap di hapus sama Kiew. Peat cepat tanggap dan merebut ponsel nya balik. Dia akan hapus sendiri. Tapi, tentu saja tidak di hapus oleh Peat.
Kiew terus bertanya sepanjang jalan, apa Peat sudah menghapus fotonya tadi? Peat bohong bilang sudah, untuk apa dia simpan. Kiew langsung mau bujuk Peat pulang lagi, tapi Peat langsung melotot padanya. Kiew mengalihkan matanya langsung dan melihat lonceng angin yang terpajang di sebuah toko. Kiew memuji lonceng itu yang sangat cantik.

Peat dan Kiew lanjut jalan-jalan. Peat memungut daun gugur, dan Kiew langsung mengambilnya dari tangan Peat. Kiew sangat senang melihat daun-daun pohon-pohon berubah warna menjadi jingga dan merah. Semua tampak indah.
“Hmmm, bisa aku ambil foto dulu?” pinta Kiew dengan takut-takut.
Peat menggangguk. Kiew langsung tersenyum lebar dan mengeluarkan ponselnya. Dia langsung melakukan selfie. Tidak lupa dia mengajak Peat untuk foto bersama. Peat setuju saja. Kiew sangat senang dan menyukai hasil fotonya.
“Jika aku minta maaf mengenai ibumu sekarang… apa itu sudah terlalu terlambat?” tanya Peat.

Kiew terkejut mendengar pertanyaan itu. Dan lebih terkejut lagi saat Peat tiba-tiba saja mencium bibirnya (Owww… romantis!!)
“Maaf!” ucap Peat dengan tulus dan menjauhkan wajahnya kembali. “Maaf mengenai ibumu.”
Kiew terlalu terkejut untuk merespon permintaan maaf Peat. Dan Peat terlalu malu dengan perbuatannya, dan berjalan pergi. Kiew sedikit tersenyum.
Peat membelikan kopi panas untuk Kiew. Suasana sedikit canggung di antara mereka karena ciuman tadi. Dan tiba-tiba saja, Peat melepas tas-nya dan pergi. Saat Peat pergi, Kiew memegang wajahnya yang memerah karena malu.
Tapi, tiba-tiba saja Peat kembali dan melempar bola basket pada Kiew. Dia mengajak Kiew untuk bermain basket dengannya. Mereka bersenang-senang di lapangan basket.

Kriss ternyata pergi ke taman yang sama dengan mereka dan melihat mereka berdua yang sedang bermain basket dengan bahagia. Tentu saja, yang pertama yang di khawatirkan Kriss adalah Chaya.
--
Peat dan Kiew dalam perjalanan pulang.
“Apa aku punya harapan?” tanya Kiew.
“Mengenai?”
“Membuatmu berubah pikiran dan kembali pulang.”
Peat tidak menjawab.
--
Peat mengantar Kiew kembali ke hotel tempat Kiew menginap. Dia berterimakasih karena Peat telah mengantarnya. 
“Kau tidak perlu membujukku lagi. Aku tidak pernah berpikir untuk pulang ke rumah dari awal. Bahkan jika kau membujukku sampai mati, aku tidak akan berubah pikiran.”
“Lalu untuk apa aku mengikuti dan membujukmu seharian?” tanya Kiew kesal.
“Aku hanya ingin melihat betapa tulus kau dengan perkataanmu. Aku percaya padamu. Terkait ibumu dan kamu. Tapi masalahku dengan ayahku, itu tidak bisa di selesaikan semudah yang kau pikirkan.”
“Kalau kau tidak memulainya sekarang, kapan kau akan menyelesaikannya? Jika kau kembali sekarang, ini adalah waktu yang terbaik.”
“Bagaimana bisa aku kembali? Aku baru mulai kuliah.”
“Baiklah. Lalu bisakah aku beritahu ayahmu kalau kau di sini?”
“Bilang saja padanya aku baik-baik saja. Dan ketika waktunya tiba, aku akan kembali sendiri. Tidak perlu mencariku jika tidak mau aku kabur lagi.”

Kiew mengerti dan tidak memaksa Peat untuk pulang lagi ke Thailand. Dan Peat, sebelum pergi, dia memberikan kotak hadiah untuk Kiew. Setelah itu, dia langsung masuk ke dalam lift. Kiew menggoyangkan kotaknya dan terdengar bunyi lonceng angin.
BERSAMBUNG


11 Comments

  1. Makin nggak sabar nunggu update tan ep selanjutnya semangat y min

    ReplyDelete
  2. Cerita nya bagus...ditunggu kelanjutannya...tetap semangat 💪

    ReplyDelete
  3. Trimakasihhh...semoga sll sehat biar gak lama lanjutan nya...semangat

    ReplyDelete
  4. Makin penasaran critanya... Lanjuuutt min ttp semangaatt...

    ReplyDelete
  5. Tks. Semangat ya....ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  6. Habis baca sinopsis langsung nonton filmnya jadi ngerti, sangat membantu terima kasih. Maklum enggak ngerti bahasa thailand

    ReplyDelete
  7. Keren sangat Min😍, lanjut.. semangat buat Adminnya 💕
    Ohiya kok dramanya gak bisa ke download yah 😣

    ReplyDelete
Previous Post Next Post