Krong Karm Episode 5 – part 3
Network : Channel 3
Sesampainya
di rumah. Jantra mengulurkan tangannya kepada Asa, meminta Asa mengembalikan
fotonya. Dan melihat itu, Je pun bertanya. Lalu Jantra memberitahukan tentang
Asa yang telah mencuri satu fotonya, dan Asa berjanji untuk mengembalikan foto
itu jika dia mau di bonceng, jadi sekarang dia menagihnya. Mendengar itu, Je
tersenyum.
“Jadilah
gentleman, dan pegang kata- katamu,” kata Jantra dengan tegas pada Asa.
“Hanya
satu foto saja, mengapa kamu begitu possessive?” balas Asa. Dia mengeluarkan
dompetnya dan mengembalikan foto Jantra.
Saat
Jantra ingin mengambil fotonya, Je muncul dari belakangnya dan merebut foto
itu. “Oh, Cantik. Itu mengapa setiap orang ingin melihatnya,” goda Je.
“Foto
mu juga cantik. Ini,” balas Jantra sambil menyerahkan amplop foto kepada Je.
Tapi Je tidak menerimanya, malahan dia tersenyum pada Asa dan meminta Asa menunggu
sebentar, lalu dia masuk ke dalam.
Melihat
itu, Jantra merasa bingung, dan bertanya apa yang Je lakukan. Tanpa menjawab, Je kembali dan
memberikan foto milik Jantra kembali kepada Asa. Dan menerima itu, Asa
tersenyum senang. Apalagi ketika dia membaca tulisan Je di belakang foto, hanya mencintaimu dalam hidupku.
Jantra
ingin merebut kembali fotonya, tapi Asa segera mengelak. “Je sudah
memberikannya padaku,” kata Asa sambil memasukan foto itu ke dalam saku nya.
Jantra
mengeluh kepada Je. Dan dengan santai, Je membalas,” Ada masalah apa? Dia
menginginkannya. Berikan saja. Apa salahnya sih?”
“Terima
kasih ya, Je,” kata Asa sambil
tersenyum.
“Hati-
hati ya. Jangan berkhayal sampai menabrak seseorang!” balas Je. Dan Asa
menganggukan kepalanya, lalu dia pamit dan pergi.
Jantra
merasa penasaran, dan menanyakan apa yang Je tulis di belakang foto. Dan Je
membalas bahwa dia tidak ada menulis apa- apa, hanya mengetes pena saja tadi,
seperti coret- coret saja.
“Jae!”
keluh Jantra, tidak percaya.
“Tidak
ada,” balas Je, masuk ke dalam toko.
Asa
tersenyum lebar sambil memandangin foto Jantra. Dan dia terus bersikap seperti
itu disepanjang jalan. Dia tampak sangat bahagia dan senang.
Dalam hidup atau mati, aku hanya
mencintai kamu
Gadis- gadis yang pernah aku temui,
tidak ada yang secantik kamu, sayangku
Jika kamu bisa menjadi pacarku,
Aku akan membawa mu menonton film
Thai setiap ada pertunjukan
Aku akan membawa mu berjalan- jalan
di hari senin dan selasa,
Untuk berdoa pada Dewa di Kota
Chonburi
Ditoko
obat. Pemilik sedang meracikan obat batuk yang di pesan oleh Karn. Tepat disaat
itu Asa datang ke sana, dan dia memesan obat batuk serta beberapa tonik untuk
Ayahnya yang masih sering batuk- batuk. Mendengar itu, pemilik berkomentar
bahwa sakit Ayah Asa hampir sama seperti Ibu Karn yang sakit batuk kronis.
Mendengar
itu, Asa dan Karn saling berpandangan.
Setelah
selesai meracik kan obat, Pemilik memberikannya kepada Karn, dan dia memberitahukan
harga obatnya. 24 baht.
Karn
mengambil obatnya, dan lalu dia menghitung uang yang dimilikinya, tapi ternyata
dia hanya memiliki 15 baht saja. Menyadari bahwa uang nya kurang, maka Karn pun
merasa cemas. Dia meminta kepada Pemilik untuk mengurangkan obatnya, karena dia
hanya memiliki 15 baht saja. Tapi Pemilik tidak bisa melakukannya, karena itu
adalah dosis yang pas, jadi tidak mungkin dikurangkan.
“Tidak
perlu di kurangkan, paman. Biarkan dia membayar 15 baht saja, dan aku akan
membayarkan sisanya,” kata Asa, menolong Karn.
“Apa
tidak apa- apa? Karena uang bukan sesuatu yang mudah di hasilkan. Tolong jangan
lakukan ini,” balas Karn, menolak.
“Tidak
apa. Ayahku juga sakit. Jadi aku mengerti bagaimana perasaan mu,” balas Asa
sambil tersenyum menenangkan.
Pemilik
toko obat menyarankan agar Karn menerima saja kebaikan dari Asa, lagian dia
juga ingin melihat Ibu Karn sembuh. Mendengar itu, Karn pun mengucapkan terima
kasih kepada mereka berdua.
“Kebaikanmu,
aku tidak akan pernah melupakannya,” kata Karn.
“Tidak
apa. Kita berada disituasi yang sama. Selama Ibumu sembuh, aku senang,” balas
Asa. Dan Karn tersenyum berterima kasih.
Asa
kemudian menanyakan dimana Karn tinggal, dan Karn pun menjawab bahwa dia
tinggal di Khamang. Mendengar itu, Asa menyuruh Karn untuk lebih baik segera
pulang, karena jika tidak maka Karn bisa sampai malam dirumah. Dan Karn
membalas bahwa dia tidak apa, karena dia menaiki sepeda ke sini.
“Lebih
baik kamu cepat. Jika tidak, Ibumu akan menunggu,” kata Asa sambil tersenyum.
Dan Karn balas tersenyum, lalu dia pamit dan pergi.
Setelah
obat untuk Ayah nya selesai, Asa pun membayar si pemilik. Dan dia juga
membayarkan kekurangan untuk uang Karn barusan. Melihat itu, Karn tersenyum,
karena ternyata masih ada orang yang baik.
Asa
pulang kerumah. Dan ketika melihat Philai serta Atong yang ada dirumah juga,
dia pun bertanya kenapa mereka berdua belum pulang.
“Jika
kami pulang untuk memasak dirumah, itu akan menghabiskan waktu. Lagian lebih
baik makan bersama dengan Ayah dan Mama,” kata Philai, beralasan.
“Ibu
bagus, Sor,” balas Asa. Lalu dia memberikan obat yang dibelinya kepada Ayah.
Yoi
menanyakan apakah Asa barusan ada di tempat penggilingan, dan Asa mengiyakan.
Lalu Yoi mengatakan bahwa jika itu benar, kenapa dia tadi ada melihat Asa
sedang membonceng seseorang di jembatan. Dan Yoi ingin tahu siapa gadis yang
Asa bonceng.
“Oh!
Aku pergi untuk mengantarkan foto,” kata Asa, berbohong.
“Itu
berarti mataku tidak salah. Gadis yang dibonceng itu, siapa dia?” tanya Yoi,
serius.
Asa
terdiam. Dia merasa bingung serta gugup harus menjawab apa.
Ditempat
Je. Mereka sedang makan siang bersama juga. Dan selama makan, Ama membicarakan
tentang Asa, menurutnya Asa adalah seseorang yang baik dan siapapun yang
menikah dengannya pasti akan terjamin.
“Ama.
Je. Percayai aku, tidak seorang pun yang serius tentang ku. Aku hanya pekerja
miskin,” kata Jantra, tidak percaya diri.
“Jantra,
orang hidup itu bukan tergantung apa dia kaya atau miskin. Itu tergantung
pemikiran mu,” balas Ama. Dan Jantra diam.
Asa
menjelaskan bahwa dia bertemu gadis itu di toko foto, dan dia hanya memberikan
tumpangan kepadanya, karena mereka searah. Dengan sinis, Yoi menanyakan
siapakah yang menawarkan, Asa atau gadis itu. Dan Ayah menyela pembicaraan
mereka berdua, dia meminta mereka untuk makan.
“Beritahu
aku, apa namanya dan siapa dia?” tanya Yoi, tidak menyerah untuk mengintrogasi
Asa. Dan dengan terpaksa Asa pun jujur, dia menjawab bahwa gadis itu bekerja di
toko Je.
Mendengar
itu, Atong menatap terkejut pada Asa. Sementara Philai langsung berkomentar
‘sial, gadis pekerja’. Dan dengan tegas,
Yoi langsung menegurnya, karena dia tidak ingin kata ‘sial’ dikatakan didalam
rumah, takutnya akan membawa sial nanti. Dan Philai pun langsung diam.
“Jika
kamu tidak merasakan apapun untuknya, tidak apa. Aku berharap apa yang kamu ini
katakan benar. Gadis hari ini tidak bisa di percaya. Aku ingin tahu, jika kamu
hanya anak dari petani biasa, anak penjual sayur di pasar, apa dia masih
tertarik padamu? Hanya seorang pekerja, dan dia beraninya mendekatimu! Dia
pasti berharap bisa hidup enak,” kata Yoi, memarahi Asa.
“Ho!
Itu tidak seperti itu, Ma. Mari makan saja! Aku lapar,” balas Asa.
Yoi
menatap tajam Asa, dan bertanya mengapa selama dia berbicara Asa tampak
berkeringat sangat banyak. Dan Asa pun beralasan bahwa itu karena barusan dia
menaiki sepeda, dan dia merasa kepanasan jadinya.
Setelah
selesai makan. Atong dan Philai pun berniat pulang, tapi sebelum mereka berdua
pulang, Asa memanggil Atong.
“Tidak
apa, aku mengerti,” kata Atong sambil tersenyum dan menepuk pelan bahu Asa,
sebelum Asa sempat mengatakan apapun. Dan Asa tersenyum mendengar itu.
Didalam
kamar. Yoi menceritakan bahwa tampaknya
dia harus buru- buru mengurus masalah Asa. Dan Ayah berkomentar bahwa sebaiknya
Yoi membiarkan Asa menghabiskan masa mudanya terlebih dahulu, dan kemudian
biarkan Asa memutuskan siapa yang disukai dan dicintainya. Jangan dipaksa.
“Dia
bisa jadi sama seperti Achai! Itu akan melukai hati kita. Dan kelihatannya Asi
juga akan mengikuti jalan yang sama. Untungnya kita melihat foto dia (Wanna),
sehingga bisa cepat dicegah,” kata Yoi.
Yoi
mengatai Renu dengan kasar, menurutnya Renu ingin menghancurkan keluarganya,
dan membawa adiknya untuk membantu. Mendengar itu, dengan tenang Ayah membalas
bahwa sebaiknya Yoi melupakan masalah itu, dan membiarkan Renu serta Chai berbahagia
selagi mereka berdua memang saling mencintai.
Tapi
Yoi tidak mau mendengarkan nasihat Ayah sama sekali. Dan tanpa bisa melakukan
apapun lagi, maka Ayah pun hanya diam, dan meminum obat yang diberikan
kepadanya.
Malam
hari. Karn memberikan Ibunya meminum obat. Lalu setelah itu, dia meminta Ibunya
untuk tidur dan beristirahat.
“Tahun
ini, akankah kita memiliki cukup beras untuk dijual, Karn?” tanya Ibu.
Karn
terdiam untuk sesaat. Lalu dia menjawab,” Tidak akan cukup, ma. Kita mungkin
harus menyimpan itu untuk makan kita sendiri. Tolong jangan khawatir ya. Aku
tidak masalah untuk bekerja apa saja. Kamu harus tidur sekarang,” kata Karn,
menjelaskan dengan lembut.
Karn
datang kerumah Phiangpern. Dan memanggilnya seperti biasa, “Phen! Phen!”
Mendengar
panggilan itu, Phiangpern langsung
melihat keluar jendela. Dan melihatnya, Karn pun bertanya dengan suara pelan,
bisakah Phiangpern turun ke bawah menemuinya. Namun Phiangpern tidak bisa,
karena bibi Ram sedang berjaga di depan kamar nya.
“Aku
akan naik keatas untukmu!” kata Karn, pelan.
“Tidak,
jangan lakukan itu!” balas Phiangpern.
Tepat
disaat itu, dari belakang tampak seseorang datang dengan membawa balok kayu, dia
ingin memukul Karn dari belakang. Dan melihat itu, Piangpern pun langsung
berteriak memperingatkan Karn. Tapi telat.
Tags:
Krong Karm
lanjut kaka
ReplyDeleteLanjut dong ka
ReplyDeleteLanjut doongg,... Penasaran
ReplyDeleteLanjut dong kak
ReplyDeleteKnp gak dilanjutin lagi?
ReplyDelete