Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles
Episode 04-1
Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Eunseom dan Dotti benar-benar
terheran-heran melihat pemandangan yang ada di depan mereka. Orang-orang
berdagang. Ada yang mengangkut patung besar dengan gerobak yang besar juga. Dan
bahkan ayam-ayam di kurung dalam kandang kecil. Semua adalah hal yang sangat aneh
bagi mereka.
Tidak hanya itu, Dotti melihat tugu
yang terletak di tengah kota. Dan di tugu itu, terdapat banyak batu keras.
Eunseom juga kaget, saat dia membuat kalung untuk Tanya dari batu keras, butuh
4 kali purnama baginya untuk menghaluskan pinggiran batu. Tapi, ini, ada banyak
batu keras yang tertempel di tugu dan di susun sedemikian rupa.
Lagi terkejut dengan semua hal itu,
terdengar suara teriakan seorang pria karena seekor kuda memakan tanaman
obatnya. Dan kuda itu adalah Bantu.
Melihat Bantu kembali membuat masalah, Eunseom sudah stress. Pria itu
benar-benar marah karena Bantu memakan tanaman obatnya, dan hendak memukul
Bantu dengan kayu, melihat hal itu, mata Eunseom bersinar. Dan seolah mendapat
kekuatan, dia langsung berlari kencang dan menyerang pria tersebut. Semua yang
ada di sana tentu terkejut melihat yang Eunseom lakukan, seperti ini membunuh
pria itu. Semua langsung heboh agar mereka memanggil penjaga untuk menangkap
Eunseom.
Eunseom juga kaget dengan tindakan
refleks-nya. Saat itu, Chae-Eun muncul dan kaget karena melihat Eunseom.
Eunseom juga kaget. Pria itu pun memanggil Chae-Eun dengan sebutan : Nona.
Arthdal Chronicles
Chae-Eun membawa Eunseom dan Dotti ke
tempat sepi dan memarahi mereka karena malah datang ke Arthdal padahal dia sudah
menyuruh mereka untuk pergi. Dia menasehati Chae-Eun untuk segera meninggalkan
Arthdal secepatnya. Eunseom dengan cuek berkata dia akan pergi setelah
menyelesaikan urusannya. Tapi, baginya, tempat ini sangat aneh.
Saat itu, seorang pria keluar dari
sebuah rumah. Karena penasaran, Eunseom dan Dotti masuk ke dalam rumah itu. Apa
yang mereka lihat di dalam rumah itu, membuat mereka terhenyak. Di dalam rumah
itu, terdapat banyak anak-anak kecil yang bekerja untuk menghaluskan pinggiran
Batu Keras. Anak-anak itu tampak sangat kotor dan terus bekerja tidak henti.
Tidak hanya itu, kaki anak-anak tersebut di pasung! Itu pemandangan yang
menyayat hati.
Pria yang tadi keluar dari rumah itu,
kembali dan memarahi mereka karena masuk sembarangan. Dia segera berteriak
menyuruh mereka keluar. Eunseom yang masih shock dengan yang di lihatnya, tidak
beranjak sama sekali, hingga pria itu menyeretnya keluar.
Setelah di luar, Eunseom bertanya pada
Chae-Eun, tempat apa itu? Chae-eun berkata kalau itu bukanlah urusan Eunseom,
yang harus Eunseom lakukan, pergi dari sini sekarang juga. Tapi, Eunseom terus
bertanya. Chae-Eun akhirnya memberitahu kalau anak-anak itu adalah tahanan
perang. Orang tua anak-anak itu berperang dan kalah. Dan Eunseom serta Dotti
akan berakhir seperti anak-anak itu jika mereka tertangkap. Maka pergilah
sekarang juga.
“Tangga raksasa di Tebing Hitam Besar.
Beginikah cara membuatnya?” tanya Eunseom.
“Mungkin. Kudengar banyak orang tewas saat
membuatnya.”
“Saat kulihat begitu banyak Batu Keras
di pasar, dan saat kulihat tangga sangat besar ke atas tebing, kupikir pasti
ada raksasa. Namun, aku salah. Mereka seperti ayam-ayam itu. Kulihat ayam-ayam
di pasar. Lusinan ayam dikurung dalam tempat sempit. Tak pernah kulihat hal
sekejam itu,” ujar Eunseom, tidak percaya dan juga sedih. “Bangunan hebat yang
kalian buat bukan buatan raksasa. Anak-anak itu… Orang klanku yang kalian ambil…
Merekalah yang bekerja! Bak ayam, mereka dikurung dan dirantai. Aku harus
selamatkan klanku. Tak bisa pergi sebelum mereka selamat,” teriak Eunseom penuh
kemarahan.
“Caranya? Bagaimana caranya?” tanya Chae-Eun.
“Akan kusandera pemimpin unit dan
minta ditukar mereka.”
“Siapa?”
“Pemimpin unit, Sanung Niruha,” jawab
Eunseom, pasti.
--
Chae-Eun membawa Eunseom serta Dotti
ke atas bukit dan menunjukkan dari atas bukit kalau itu adalah tempat dimana
Sanung Niruha berada. Walaupun Eunseom berhasil masuk ke dalam, Eunseom tidak
akan tersesat. Dotti langsung memberitahu kalau Eunseom itu ahli mengetahui
arah. Chae-Eun langsung memberitahu kalau itu bisa kalau mereka bisa melihat
matahari atau bintang. Apa mereka tahu apa itu koridor atau serambi? Tentu
saja, Eunseom dan Dotti tidak tahu.
“Jalanan panjang tempat kau tak bisa
lihat matahari dan bintang. Bahkan tak bisa rasakan angin. Jalan itu terjalin seperti
sarang laba-laba. Jadi, cepat kembali ke tempat asalmu,” suruh Chae-Eun.
“Kalau begitu kutunggu dia keluar. Dia
pasti akan keluar.”
“Pikirmu, dia akan sendirian? Pemimpin
Serikat selalu dikawal enam kesatria.”
“Akan kulawan dan menang.”
“Masa bodoh sekalipun kau mati,”
nyerah Chae-Eun. “Satu hal lagi. "Pemimpin Serikat", bukan "pemimpin
unit",” perbaiki Chae-Eun dan meninggalkan mereka.
--
Saat kembali ke pasar, pria yang anak
buahnya tadi langsung bertanya, bagaimana dengan Eunseom. Chae-Eun menyuruh
anak buahnya untuk melupakan Eunseom dan berlagak tidak mengenalnya saja bahkan
walaupun Eunseom di penggal!
“Bagaimana dengan serikat Bachi
(Asosiasi Pedagang)?” tanya Chae-Eun.
“Pasti kini sedang rapat.”
Chae-Eun pergi ke rapat itu dan ikut
duduk mendengarkan rapat. Dia memberi salam pada ayahnya, Harim. Rapat itu
adalah untuk membahas mengenai Tagon yang akan di adili dalam Pengadilan
Arthdal. Mereka tidak bisa membiarkan hal tersebut karena Tagon telah amat
berjasa bagi mereka, warga Arthdal. Tanpa Tagon, mereka tidak akan bisa
memusnahkan Neanthal. Semua setuju.
Dan Harim terlihat ketakutan.
Tangannya bergetar hebat. Chae-Eun menyadari hal itu.
“Ini
semua salahku. Berapa yang tewas saat perang? Aku dokter, tapi kugunakan
penyakit untuk membunuh,” sesal
Harim, di dalam hatinya. (Dia yang menemukan penyakit pada hewan yang
ternyata bisa menjangkiti suku Neanthal juga. Dan karena perintah, dia
membungkus hewan yang terjangkiti dengan kain, dan kain itu yang di kirimkan ke
Neanthal dengan perantaan Asa Hon).
“Negeri di balik Gunung Puncak Putih,
Atturad. Bagaimana kita taklukkan? Sanung Niruha memutuskan untuk merebut
negeri itu dan Tagon punya rencana. Jadi, Georukeumihon…”
“Bukan,
kami manfaatkan Asa Hon. Lalu kami beri dia gelar rumit, Georukeumihon,” bantah Harim di dalam hatinya.
Harim tidak tahan berada di sana, dan
memutuskan untuk pergi. Rapat sendiri masih berjalan, dengan mereka yang merasa
Asa Ron Niruha sangat kejam karena ingin menghukum Tagon, walaupun Tagon telah
banyak berjasa.
--
Asa Yon melaporkan pada Asa Ron kalau
serikat Bachi (Asosiasi Pedagang) sedang mengadakan rapat dan tentu ini akan
membahayakan klan Asa mereka. Sekarang, semua hanya tinggal menunggu keputusan
Asa Ron.
“Namun, satu hal yang masih tak
kumengerti. Tagon… Entah apa yang dia pikirkan. Apa dia berkomunikasi dengan
ayahnya? Jika ya, sejak kapan? Aku akan tanya pada para dewa. Siapkan Asap
Keramat,” perintah Asa Ron.
--
Walaupun Taealha mengikuti apa
perintah Tagon, tapi dia tetap cemas dengan apa yang akan Tagon lakukan. Hae
Tuak juga bingung dan bertanya hal itu pada Taealha.
“Dengar. Asa Ron Niruha berpikir Sanung
Niruha merancang rencana tersebut. Namun, sebenarnya Tagon yang rencanakan
semuanya. Dan kau lakukan persis seperti yang diminta Tagon. Apa kau yang
merencanakan ini?” tanya Hae Tuak curiga.
Taealha langsung memarahinya karena
sudah bicara omong kosong. Dia menyuruh Hae Tuak untuk pergi ke menara saja.
Hae Tuak langsung mengomel lagi karena Tagon menyuruh Taealha menjaga ‘anak
itu’ padahal Taealha belum menikah. Taealha langsung memarahinya dan Hae Tuak
langsung pergi.
“Tago,
apa yang kau pikirkan?” pikir
Taealha.
Saat keluar, Hae Tuak malah di cegat
oleh para penjaga. Hae Tuak jelas menyerang mereka karena sudah berani ingin
menangkapnya tanpa menjelaskan apapun. Saat itu, Hae Mihol muncul dari belakang
para penjaga. Hae Tuak kaget.
--
Sanung berada di tugu Aramun Haesulla
bersama para pengikutnya, rakyat dan juga Danbyeok (anaknya, adik Tagon). Dia
berlutut dan berdoa dengan tulus, memohon agar Tagon bisa di selamatkan.
Danbyeok yang ada di sebelahnya juga melapor kalau Serikat Bachi juga sudah
melakukan rapat. Dia menyuruh Sanung untuk berhenti berdoa karena orang-orang sudah
melihat setulus apa Sanung berdoa untuk Tagon. Dan kabar itu sudah menyebar
hingga ke rakyat. Sanung ini hanya berpura-pura berdoa agar para rakyat
melihatnya dan mengira dia menyanyangi Tagon.
Sanung akhirnya berdiri dan menyudahi
doanya.
“Aramun. Apa arti di balik jemari yang
Aramun Haesulla pahat?” gumam Sanung menatap tugu Aramun Haesulla.
“Jika Tagon memutuskan menghunus
pedangnya…,” ujar Danbyeok.
“Sekalipun dia melakukannya, pedangnya
akan ditujukan pada Asa Ron. Itu bagus untuk kita. Aku bisa habisi mereka pada
akhirnya.”
“Jika ditujukan pada Ayah?” tanya
Danbyeok.
“Itu tak akan terjadi. Dia ambisius,
tapi cerdas. Dia tahu benar tak akan mendapatkan keinginannya jika membunuh
ayahnya. Anggota Serikat dan Asa Ron tak akan setuju pria seperti itu memimpin
Serikat.”
“Haruskah Ayah lakukan ini? Tagon
hanya ingin pengakuan Ayah.”
“Tidak, kau salah.”
“Walau begitu, dia semampunya
berkorban.”
“"Berkorban"? Bukan. Itu
caranya memuaskan hasratnya. Hasrat yang dipuaskan dengan menyakiti orang. Kini,
bisa kulihat jelas,” jelas Sanung.
“Sebelum meninggal, Ibu menceritakan ramalan Daraburu tentang
Tagon. Namun, aku juga dengar Ayah menolak memercayainya, berkata tak bisa
melakukannya pada anak yang lahir karena kesalahan Ayah sendiri. Jadi,
kenapa...”
“Itu juga kesalahan,” ujar Sanung
penuh kemarahan. “Tagon tak ragu membunuh ibunya demi memuaskan ketamakannya. Itu
bukan untuk melindungi dirinya. Namun, demi kekuasaan, memuaskan haus darahnya.”
“Ayah. Tagon tak akan pernah...”
“Karena inilah ayah berusaha keras
menghabisinya. Jika ayah tak singkirkan Tagon dan Asa Ron sebelum mati, kau
akan terus dikendalikan. Lupakan tentang memimpin Serikat. Posisi Suku Saenyeok
di Serikat terancam. Buang simpati tak bergunamu. Jangan percaya siapa pun, termasuk
kakakmu (Tagon)!” nasehat Sanung.
--
Taealha sedang merenung, tapi
tiba-tiba ayahnya masuk dengan membawa Hae Tuak yang tidak sadarkan diri. Tidak
hanya itu Mihol juga langsung menampar Taealha. Taealha terkejut dengan
tamparan itu dan sadar kalau ayahnya sudah memberikan halusinoger pada Hae Tuak
agar bicara.
Mihol sudah tahu kalau semua adalah
rencana Tagon. Dia benar-benar marah karena Taealha telah jatuh cinta pada
Tagon hingga akhirnya terlibat dalam kekacauan seperti ini. Mihol kemudian memberikan
Taealha perintah untuk mencari tahu apa rencana Tagon. Taealha harus
memperbaiki semuanya.
Dia juga memberikan sebotol Bichiwisan
(racun tanpa warna, bau dan rasa). Dia menyuruh Taealha untuk menemui Tagon dan
membunuhnya. Taealha jelas terkejut dengan perintah itu. Dia menduga kalau
Sanung tahu semua ini, tapi Mihol tidak mungkin memberitahu Sanung. Kalau
Sanung tahu, pernikahan Sanung dan Taealha pasti akan hancur. Yang penting,
mereka harus membunuh Tagon. Jika Tagon mati, maka semua kemarahan akan
mengarah pada Asa Ron.
--
Danbyeok tidak menuruti perintah
Sanung, karena dia malah pergi menemu Tagon. Mereka saling melepaskan rindu.
Danbyeok juga memberitahu kalau Narin, putrinya, sudah berumur 13 tahun, tapi
Tagon masih juga belum menikah. Tagon tertawa mendengarnya.
Tagon kemudian berteriak menyuruh
semuanya untuk beristirahat dan membuat tenda.
Tagon bicara dengan Danbyeok. Dia
memberitahu kalau Tagon akan di adili karena sudah melakukan Ollimsani. Dia
menyuruh Tagon untuk pergi ke Aniartz yang sangat jauh dan bersembunyi di sana
hingga keadaan tenang. Danbyeok berkata kalau itu adalah perintah Sanung karena
khawatir dengan Tagon.
Tapi, Tagon tidak bodoh. Dia bisa tahu
kalau itu adalah ide Danbyeok demi menyelamatkannya. Dia berterimakasih. Akan
tetapi Sanung pasti akan marah jika tahu Danbyeok menemuinya. Jadi, dia
menyuruh Danbyeok utnuk pulang. Danbyeok menyuruhnya untuk menndegarkannya,
tapi Tagon tidak mau.
Tags:
Arthdal Chronicles