Images by : TvN
Part
1 : The Children of Prophecy
Bukan hanya Moobaek yang merasa kalau
kuda yang di naiki oleh Eunseom adalah Kanmoreu. Tapi, juga Kitoha dan Moo-Gwang
yang bersama dengannya. Moobaek tidak menjawab dan menyuruh mereka kembali
sementara dia yang mengejar Eun Seom.
Arthdal Chronicles
Eun Seom masuk jauh ke dalam hutan
hingga tiba di tepi danau. Pikirannya kacau mengingat Tanya yang tadi di seret
tetapi dia tidak bisa menolong sama sekali. mata Eunseom terlihat bersinar. Merasa
kalau sudah berhasil terlepas dari Moobaek dan anak buahnya, Eunseom turun dari
kudanya dan membenamkan wajahnya ke dalam air. Dia teringat perkataan Tanya
agar dia kembali untuk menyelamatkannya dan suku Wahan.
Eunseom bingung apa yang harus di lakukannya.
Dia tidak tahu siapa orang-orang itu. Dia juga tidak tahu orang-orang itu akan kemana.
Tidak hanya itu, para prajurit itu begitu kuat dan terlalu banyak. Eunseom sampai
memukul tanah karena merasa tidak berdaya.
Tiba-tiba, Bantu yang sedang makan
rumput, mengangkat kepalanya seolah merasakan sesuatu. Eunseom juga merasa
kalau aura mendadak berubah. Dan benar saja, Moobaek telah tiba di dekat sana
dan mengintai. Dan merasa saat-nya sudah tepat, dia mengeluarkan pedangnya dan
melajukan kudanya ke arah Eunseom. Untunglah, Eunseom sangat sigap hingga dia
langsung melompat ke Bantu dan memacunya pergi.
Moobaek sadar kalau dia mungkin tidak
akan pernah bisa mendekati Eunseom jika benar kuda itu adalah Kanmoreu. Dan hanya
ada satu cara untuk melukai Eunseom, dengan panah. Eunseom yang di serang
dengan panah, semakin cemas. Dia ingat kalau benda aneh di tangan Mooobaek itu
bisa melukainya dari jauh.
Di saat genting tersebut, Bantu malah
berhenti dan berbalik arah menuju ke Moobaek. Eunseom jelas ketakutan dan menundukkan
tubuhnya. Saat itulah dia teringat apa yang selalu Dalsae katakan padanya,
bahwa dia bukanlah Saram karena matanya terlalu tajam. Dan benar, dia bisa menghindari
panah yang Moobaek arahkan padanya.
Melihat kalau Eunseom mendekat ke
arahnya, Moobaek segera mengeluarkan pedangnya, bersiap untuk menebas Eunseom. Tidak
di sangka, begitu Bantu mendekat, kuda Moobaek malah mengangkat tubunya dengan
tinggi hingga membuat Moobaek terjatuh dari atas kuda. Tidak hanya itu, kuda-nya
tersebut berlari mengikuti Bantu dan meninggalkan Moobaek.
Hal itu membuat Moobaek teringat
sesuatu.
Flashback
Saat
Moobaek masih muda dan di lantik menjadi prajurit untuk Arthdal, saat itu Sanwoong
berkata padanya agar dia menjadi Kanmoreu yang tidak hanya cepat dan kuat tapi
juga menjadi sosok yang di ikuti dan di teladani semua orang.
“Ada
pepatah lama yang bilang bahwa saat Kanmoreu mulai lari, semua kuda musuh akan
mengikutinya,” ujar Sanwoong.
End
Dan dengan mata kepalanya sendiri dia
melihat kudanya mengikuti kuda Eunseom.
Kanmoreu…
apa kuda itu sungguh Kanmoreu?
--
Tanya dan semua suku Wahan di bawa
melewati Laut Air Mata. Banyak dari anggota suku Wahan yang terluka dan bahkan
kesulitan berjalan. Choseol juga terjatuh saat berjalan dan mengenai Tanya. Tanya
cemas karena badan Choseol sangat panas. Tapi, Choseol berkata dia tidak
apa-apa dan hanya tersandung. Tanya merasa takut, mau di bawa kemana mereka
sebenarnya?
“Apa
mereka membawa kami ke tempat itu?”
tanya Choseol di dalam hatinya.
--
Bantu membawa Eunseom kembali ke desa
Suku Wahan. Dan di sana, Eunseom harus merasakan kesedihan mendalam, melihat
tubuh anak-anak dan orang dewasa suku Wahan yang tidak bernyawa. Ditambah lagi,
desa itu telah di bakar. Sisa-sisa api masih ada di sana. Pemandangan yang
sungguh menyayat hati.
Eunseom terus berjalan masuk ke dalam
desa, mencari sisa-sisa senjata kayu yang dapat di jadikannya senjata (suku
Wahan membuat senjata dari kayu). Dan saat itulah, dia menemukan Dotti yang
masih hidup. Begitu melihat Eunseom, Dotti langsung berlari ke arahnya dan
menangis. Dia juga memberitahu kalau para prajurit untuk membunuh semua orang
termasuk teman-temannya. Orang-orang itu sangat menakuktkan dengan pisau
berkilap yang tampak sangat aneh.
“Tidak apa, Dotti. Aku akan pergi menyelamatkan
mereka,” tenangkan Eunseom.
Dotti melarangnya karena orang-orang
itu sangat menakutkan.
“Kadang kala, kita merasa bingung karena
tengah kesulitan, benar?” tanya Eunseom.
“Ya. Ingat kepala suku menyuruh apa?”
“Jika kita kesulitan? Dia suruh kita
mendengarkan suara spirit.”
“Benar. Hebatnya, aku mendengar suara
spirit kuda itu.”
“Apa katanya?”
“Balik
dan serang,” jawab Eunseom.
“Benarkah? Caranya? Mereka sangat
banyak. Mungkin ada lebih banyak lagi.”
Eunseom kemudian mengingatkan Dotti
mengenai apa yang pernah Dalsae katakan, kalahkan pemimpin musuh untuk
mengalahkan semuanya. Dan karena itu, dia akan menangkap pemimpin musuh dan
menukar nyawa pemimpin itu dengan nyawa suku Wahan. Mendengar jawaban Eunseom,
membuat Dotti agak bisa tenang.
Saat itu, kuda Moobaek muncul dan ikut
makan rumput dengan Bantu. Eunseom dan Dotti sudah tegang, mengira ada musuh,
tapi ternyata tidak ada apapun. Mereka menghela nafas lega.
Tapi, Eunseom melihat kalau di kuda
Moobaek ada pelana, sementara di kudanya tidak ada. Dan dia terpikirkan
sesuatu, dia akan mengambil pelana kuda itu untuk Bantu.
--
Yeolson bingung karena para prajurit
membawa mereka ke arah tebing padahal di sana adalah jalan buntu. Jadi, kemana
mereka mau membawanya? Para prajurit itu masih saja merasa kagum karena suku
Wahan berbicara bahasa yang sama dengan mereka. Mereka kemudian memberitahu
kalau mereka akan ke atas.
“Hanya burung yang bisa naik setinggi
itu,” ujar Yeolson.
Dan saat itulah, mereka melihat sebuah
alat yang dapat mengangkut mereka hingga ke atas tebing. Melihatnya, membuat
Choseol ketakutan.
“Semua spirit akan berhenti bicara. Dan
semua makhluk hidup akan kehilangan kehidupannya. Mereka akan kehilangan
kehidupannya,” gumam Chosel dan terdengar oleh Tanya.
Lift tradisional itu, di gerakkan
dengan menyuruh para budak untuk mendorong tuas penggerak. Begitu tanda di
berikan (dengan cara meniup terompet), para budak yang berada di atas harus segera
mendorong tuas-nya. Mendorong tuas bukanlah hal yang mudah, karena lift yang
terbuat dari kayu dan orang yang berada di dalam lift, membuat tuas menjadi
berat. Para prajurit Arthdal yang bertugas akan terus memaksa para budak untuk
terus mendorong, walaupun para budak itu sudah kehabisan tenaga. Jika mereka
tidak melakukannya, maka mereka akan di cambuk.
Pemandangan itu tentu merupakan hal
yang menakutkan bagi suku Wahan.
Begitu tiba di atas tebing, semua suku
dari Iark yang telah di kumpulkan di bariskan.
Kitoha dan Moogwang juga ada di sana. Moogwang
memperingati Kitoha untuk tidak memberitahu Tagon kalau mereka tadi melihat
kuda Kanmoreu. Mereka tidak boleh membuat Tagon repot untuk hal yang belum
pasti. Dan bisa jadi Tagon adalah Aramu Haesulla walaupun tanpa Kanmoreu. Kitoha
tidak setuju karena Moobaek pasti akan kembali dengan kuda Kanmoreu. Dengan kesal,
Moogwang langsung berkata kalau Moobaek sudah kembali baru mereka memberitahu
Tagon.
--
Moobaek yang kehilangan kudanya,
akhirnya berjalan kaki hingga tiba di desa Wahan saat hari sudah mulai gelap. Dia
mulai memeriksa untuk mencari Eunseom, yang mungkin saja kembali ke desa.
--
Kitoha dan Moogwang melapor pada Tagon
kalau mereka sudah kembali dengan membawa para budak. Mungkin ada sekitar 2000
budak. Tagon langsung memerintahkan kalau hari ini mereka semua akan kembali ke
Arthdal. Semua langsung bersorak senang karena akhirnya mereka akan kembali.
Kitoha juga memberitahu Tagon kalau
orang-orang itu (suku Wahan) berbicara dengan bahasa mereka. Dan jika mereka
menjual mereka, mereka bisa menjual 10 kali lipat dari harga biasa. Tagon yang
mendengar hal itu, memandangai suku Wahan. Dan Tanya melihatnya.
Tidak hanya itu, Kitaoha dan Moogwang
bahkan berkata akan selalu mendukung Tagon. Jika setelah semua yang Tagon
lakukan, Tagon dilarang berada di Arthdal, mereka akan menghancurkan Arthdal.
--
Sementara itu, di Arthdal, seorang
prajurit bernama Gilseon malah sedang mengeksekusi suku Hopi yang mencuri hasil
panen Serikat Arthdal. Dia memerintahkan agar pemimpin suku di eksekusi dan
para pengikutnya di iris pergelangan kakinya.
“Apa kesalahan kami, Suku Hopi? Kami
membajak Dataran Bulan sampai batu hitam hancur. Kami bekerja keras membuat
pengairan sampai lutut kami kotor! Namun, kenapa suku kami tetap mati
kelaparan, sementara gudang Klan Asa penuh hasil panen, padahal mereka tak
melakukan apa pun?” teriak Kepala Suku Hopi.
“Klan Asa adalah suku pertama yang
tiba di Arth. Hasil panen kalian untuk Klan Asa bukanlah untuk rakyat Asa. Itu
persembahan untuk para dewa!” teriak Gilseon.
“Apa yang Isodunyong, sang dewa Gunung
Puncak Putih, lakukan untuk membantu kami bertani di sana? Terlebih, Klan Asa
saat ini bukan pewaris langsung Asa Sin. Kalian sungguh pikir mereka pantas menjadi
pewaris Isodunyong?”
“Dasar berandal. Apa kau Jiwa Gunung
Puncak Putih?” marah Gilseon.
“Fitnah macam apa itu? Kau habisi
mereka semua delapan tahun lalu!”
“Walau begitu, masih ada yang
menyatakan bahwa Aramun Haesulla adalah Igutu, dan Klan Asa bukan pewaris
langsung. Seperti kau.”
“Namun, memang benar bahwa Klan Asa
tak melakukan apa pun. Tagon-lah yang menyingkirkan para Neanthal dari Dataran
Bulan. Dan orang yang mengalirkan air ke tanah gersang adalah Kepala Suku Hae,
Hae Mihol!” teriak Kepala Suku Hopi. “Di
bawah langit dan di Arth, tak ada suku yang lebih unggul atau kalah unggul
daripada yang lain. Itu kata-kata Aramun Haesulla, pencipta Serikat
Arthdal!”
(Apa Asa Hon adalah keturunan langsung
dari Aramun Haesulla? Jika ya, maka Eunseom yang berhak berkuasa atas klan Asa
dong? Dan lagi, Eunseom adalah Igutu, sama seperti desas desus -yang di katakan
Gilseon- kalau Aramun Haesulla adalah Igutu).
Semua anggota suku Hopi mulai
berteriak meminta pertolongan dari dewa Aramun. Saat itulah, Sanung muncul dan
bertanya apa yang terjadi. Gilseon memberitahu kalau suku Hopi telah mencuri
hasil panen untuk kuil. Kepala Suku Hopi langsung berkata kepada Sanung yang
juga adalah ketua Suku Saenyeok kalau dia memang mencuri hasil paneh, tapi apa
yang membuat klan Asa hingga layak mendapatkan semua hasil panen dari Dataran
Bulan?
Sanung langung menyatakan kalau mereka
telah mencuri hasil paneh dan juga tidak menghormati klan Asa, namun, dia akan
menggunakan kekuasaannya untuk menunda eksekusi kepala suku Hopi, dan dia akan
membahas masalah ini dengan Asa Ron Niruha, sang Pendeta Tinggi. Semua langsung
berterimakasih atas pertolongan dari Sanung.
--
Dasar bermuka dua, begitu masuk ke
dalam kediamannya, Sanung langsung memerintahkan agar semua suku Hopi di eksekusi
kecuali pria pemimpin saja.
“Apa? Bukankah kita harusnya eksekusi pemimpinnya
saja? Itu akan membuat kegemparan. Saat ini pun rakyat sudah tak puas dengan
Klan Asa.”
“Karena itu kuberikan perintah ini. Rakyat
akan membenci Klan Asa karena kematian mereka, bukan aku.”
“Ayah, lalu kenapa biarkan pria itu
hidup?”
“Dia pandai bicara. Juga sangat
lantang. Biarkan dia bicara. Lagi pula, ucapannya juga tak salah,” jelas
Sanung.
Tags:
Arthdal Chronicles