Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 11-1




Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 11-1
Images by : TvN
Part 2 : The Sky Turning Inside Out, Rising Land


Tagon terkejut membaca kertas pengumuman tersebut yang tahu kalau dia adalah Igutu. Sementara Saya, tersenyum penuh kesenangan.
--

Mubaek segera mengeluarkan pedangnya untuk menghadapi para Neanthal. Tapi, para Neanthal tidak melakukan apapun dan hanyalah menatapnya. Hal ini membuat Mubaek sedikit ragu untuk menyerang, jika dia berkelahi, apa dia akan mampu menyelamatkan Harim dan Nunbyeol?
Arthdal Chronicles

Neanthal Itzruv menatap Mubaek dan berkata kalau dia mengingat Mubaek. Mubaek membalas dengan bahasa Neanthal, bertanya apakah mereka yang telah membunuh ksatria Daekan yang tewas di hutan itu? Itzruv tidak membantah, tapi orang itulah yang duluan membunuh seseorang dan menyerang mereka. Mubaek tidak percaya padanya.
“Sejak hari di Atturad sampai hari di Manteiv, kami tak pernah menyerang Saram lebih dahulu. Bahkan sekarang, siapa yang menggeram menunjukkan gigi?” balas Itzruv
“Di Atturad… Asa Hon ragu sampai akhir bahwa kau ada di garis depan,” beritahu Rottip.
“Kenapa kalian ke Arthdal?”
“Untuk menemukan seseorang.”
“Sudah berhasil?”
Itzruv menatap ke Nunbyeol, “Akan, segera. Sampai jumpa lagi.”
“Tidak, kalian tak boleh menginjakkan kaki lagi di Arthdal,” peringati Mubaek.

Itzruv dan Rottip tidak merespon dan hanya beranjak pergi, masuk ke dalam hutan.
Setelah mereka pergi, Mubaek baru memeriksa keadaan Nunbyeol. Saat itulah, Mubaek melihat kalau di dekat leher Nunbyeol ada tanda Neanthal. Dia segera merobek baju atas Nunbyeol, dan benar Nunbyeol adalah Neanthal.

Harim panik dan menyuruh Mubaek mendengar penjelasannya terlebih dahulu. Tapi, Mubaek tidak mau mendengar dan hendak membunuh Nunbyeol. Harim akhirnya berteriak agar Mubaek mendengarkan penjelasannya terlebih dahulu.

Flashback
Saat itu Perang Manteiv, dan dia ikut sebagai tabib. Tapi, suatu hari, dia tersesat. Dan di dalam hutan, dia menemukan Nunbyeol kecil yang tampak ketakutan. Harim hendak pergi, seolah tidak melihat apapun, tapi dia melihat kalau Nunbyeol muntah darah dan bahkan menolong seekor kelinci kecil. Nurani manusianya tergetar.
--
Istri Harim marah saat tahu kalau Harim membawa pulang anak Neanthal. Dia segera menyuruh Harim untuk membunuh anak itu. Tapi, saat dia masuk ke dalam kamar, dia malah melihat Chae-eun yang sedang menatap Nunbyeol penuh rasa takjub dan bahkan merawatnya.
“Bagaimana dia bisa secantik ini? Aku mau dia jadi adikku. Tak apa. Matanya begitu indah. Ada bintang berkelip dalam matanya. Mulai sekarang, namamu Nunbyeol. Adikku, Nunbyeol,” ujar Chae-eun, penuh rasa sayang.
(Nunbyeol = dari ‘Nun’ yang artinya ‘mata’ dan ‘Byeol’ yang artinya ‘bintang’)
End

Setelah mendengar penjelasan Harim, Mubaek masih penasaran akan satu hal. Dia ingat melihat Nunbyeol mempelajari ilmu pedang. Tapi, bagaimana bisa? Darah dan pernapasan Neanthal berbeda dari Saram. Mereka tidak akan bisa mempelajari ilum pedang Saram.
“Karena kuputus garis keturunannya. Kekuatan fisik dan ketangkasannya akan jadi masalah jika tinggal bersama Saram. Karena itu kuputuskan delapan garis keturunannya. Dia tak punya kekuatan! Dia tak bisa angkat batu, apa lagi sekantong beras. Lari 400 ri sehari? Mustahil. Dia tak bisa mendaki gunung memetik herba. Dia tak punya kekuatan. Dia bukan ancaman bagi kita. Kuajari dia bertarung pakai pedang guna melindungi diri,” jelas Harim, menggebu-gebu.
Tapi, Mubaek malah tiba-tiba menyerang Nunbyeol. Harim berteriak histeris. Dan benar, Nunbyeol tidak sanggup melawan Mubaek. Harim dengan marah menyuruh Mubaek untuk sadar kalau Nunbyeol lebih lemah dari mereka, Saram.
“Kenapa para Neanthal kemari?” tanya Mubaek.
“Mereka minta aku ikut mereka. Mereka… suruh aku memikirkannya. Namun… aku tak mau ikut mereka. Chaeeun, ayah, dan ibuku. Aku tak mau tinggalkan mereka,” jawab Nunbyeol.
Harim segera memeluknya dengan hangat, “Ya, tentu. Kami tak ingin kau pergi.”
Harim kemudian memohon agar Mubaek tidak memberitahu hal ini pada siapapun. Bukankah Mubaek sendiri mengampuni nyawa seorang Igutu. Mubaek tidak mengatakan apapun dan mengarungkan kembali pedangnya.
--

Harim menghampiri Mubaek yang berdiri di puncak hutan.
“Kurasa kematian Asa Hon menyebabkan kita begini. Aku membesarkan Neanthal, dan kau mengampuni nyawa Igutu. Namun, kau tahu, Mubaek, mengampuni nyawa Igutu itu berbeda. Apa yang ingin kau lakukan?”
“Lucu juga, aku ingin memperbaiki kesalahan di dunia.”
“Memperbaiki kesalahan?”
“Kuperbaiki keyakinan yang salah dan hukum pemimpin Serikat yang bunuh ayahnya.”
“Apa kau terkait dengan pemberontakan Jiwa Gunung Puncak Putih? Lalu pendeta itu? Kau juga membunuhnya?”
“Tidak, bukan aku.”
--

Saya menemui Ketua Jiwa Gunung Puncak Putih, Momyeongjin. Dan dia mengakui bahwa dialah yang membunuh Pendeta Kuil Agung. Sudah saatnya para warga Arthdal menyingkirkan para pengikut tersebut dan mengikuti ajaran sejati Asa Sin. Momyeongjin marah karena yang Saya lakukan hanya akan melukai mereka semua. Apa Saya sudah lupa dengan insiden Olmadae delapan tahun lalu? Padahal saat itu dia hanya membuat gambar, tetapi itu langsung menjadi masalah besar. Kenapa sekarang Saya malah membunuh pendenta?
Saya dengan tenang berkata kalau itu karena mereka bisa menang melawan mereka. Ada 3 cara. Pertama, keturunan langsung, kepala suku Asa Sin, telah kembali.
--

Tanya terkejut karena Chae-eun mengenal Eunseom. Bagaimana? Chae-eun menjelaskan kalau dia adalah orang pertama yang di temui Eunseom saat Eunseom tiba di Arthdal untuk menyelamatkan Tanya. Namanya adalah Chae-eun dan adalah seorang tabib. Dia membantu Eunseom.
Tanya kemudian menangis dan bertanya, berarti saat Eunseom tewas, Chae-eun melihatnya?
“Kurasa dia pikir Eunseom sudah mati,” pikir Chae-eun.
Tanya terkejut. Kenapa? Chae-eun tidak menggerakkan bibirnya, tapi kenapa dia mendengar suara Chae-eun? Apa itu?
Chae-eun memberitahu kalau yang mati saat itu bukanlah Eunseom. Tapi, sekarang Eunseom menghilang. Tapi, yang pasti saat orang yang di tangkap di bunuh dan di katakan kalau itu adalah Eunseom, saat itu Eunseom ada di gudang herba mereka.
Tanya sangat lega mendengarnya hingga jatuh terduduk. Dia menangis penuh kelegaan. Eunseom belum mati. Saking leganya dia sampai berterimakasih pada Chae-eun. Chae0eun segera merangkulnya.
--
Momyeongjin tidak percaya kalau Wahan adalah keturunan Haesulla. Dia mengira Saya berpikir demikian hanya karena suku Wahan dapat bicara dengan bahasa yang sama dengan mereka. Tapi, Saya menyakinkannya. Mereka harus memberitahu pada semuanya kalau keturunan Asa Sin telah kembali.
“Apa kau tahu, apakah calon Kepala Suku Wahan tahu di mana lonceng bintang Asa Sin?” tanya Momyeongjin.
“Aku tak yakin.”
“Jika mengaku keturunan langsung tanpa bisa temukan itu, dia akan mati! Jiwa Gunung Puncak Putih akan tamat! Lalu apa?”
“Kita tak perlu menemukan semua itu.  Apa Aramun jadi dewa karena menemukannya?”
“Aramun punya kekuatan yang bisa dia pakai. Kita tak punya.”
“Benar. Aku akan kumpulkan kekuatan. Itulah alasan keduanya. Kekuatan paling praktis dan terhebat di seluruh Arthdal. Pemimpin Serikat, Tagon.”
“Kau sungguh berpikir kau mengenal Tagon Niruha?” tanya Momyeongjin, sinis.
“Akan kuatur pertemuan dengannya. Dengan Tagon Niruha.”
--

Esok hari,  
Tagon mengingat jawaban kemarin malam dari pengawal rumahnya kalau kemarin ada wanita yang ke Anjungan Petisi, membawa gulungan kulit.
Saat masih memikirkan hal tersebut, Gilseon masuk dan melapor kalau dia sudah mengirim utusan ke Kuil Agung.
--

Mihol pergi menemui Taealha yang di kurung di penjara di kuil Agung. Dan Taealha tampak berdiri serta tampak sangat lemah. Mihoal yang melihat penjara tempat Taealha di kurung, mendecakkan lidah. Dasar penjara itu adalah genangan air yang kotor dan di dindingnya merambat binatang-binatang merayap. Menjijikan.
“Kau mungkin tak tidur semalaman.”
“Ayah pelakunya? Ayah lakukan ini padaku?”
“Kudengar beginilah di penjara ini. Tak bisa duduk atau berbaring. Hanya bisa berdiri. Setelah beberapa malam tak tidur, mereka akan jatuh ke air kotor yang dingin dan akhirnya menyerah.”

Taealha tertawa sinis. Dia langsung duduk di dasar air itu. Dia tidak ahu kotor sama sekali. ayahnya kan juga tahu kalau dia sangat tahan dengan kotoran. Itulah cara ayahnya membesarkannya. Untuk menjadi kotor.
Mihol meghela nafas. Dia memberitahu kalau Taealha hanya harus mengakui satu hal pada Asa Ron. Akui kalau Tagon lah yang menyuruh membunuh mereka yang terpengaruh gosal dan menyebarkan rumor. Tagon adalah anggota Jiwa Gunung Puncak Putih. Jika mengakui hal itu, Taealha tidak akan di adili dan sebaliknya, malah akan ada Sidang Keramat untuk Tagon. Dan mereka juga sudah memiliki pernyataan dari penyebar rumor yang di perintahkan oleh Haetuak. Jika dia memberikan halusinogen pada Haetuak, Haetuak jelas akan bilang dia hanya melakukan perintah Taealha.
“Kami hanya perlu menjatuhkan Tagon. Kau tetap putri ayah yang berharga,” ujar Mihol.
“Tidak, aku menolak,” jawab Taealha. ““Aku tak mau membantu jatuhkan Tagon dan menolak jadi putri berharga Ayah”
“Ayah dan kau, juga Tagon, mengetahui ini. Akhirnya, tragedimu berujung pada fakta bahwa tak ada yang bisa menggantikan kesucian Klan Asa. Apa ayah salah?”
--

Tagon menemui Asa Ron yang di dampingi para pengikutnya. Tagon berpikir di dalam hatinya kalau pasti bukan Asa Ron pelakunya karena Asa Ron pasti akan menyerangnya jika tahu dia adalah Igutu.
Asa Ron menyindir berkata kalau mengira Tagon akan berlutut padanya. Nyatanya tidak, sebaliknya, Tagon malah menyuruh Asa Ron untuk membebaskan Taealha. Asa Ron menolak dengan alasan kalau Taealha telah bersalah karena melakukan penistaan. Memihak Taealha akan berujung pada kesalahpahaman yang tidak perlu.
“Niruha. Akan kupastikan semuanya kembali seperti dahulu,” janji Tagon.
“"Seperti dahulu"? Begitu rupanya. Tentu. Aku akan mematuhi aturan sebagai Pendeta Tinggi.”
“Jadi, kau akan ikuti aturan  dan menghukum Taealha? Pikirmu akan kubiarkan kau lakukan itu, Niruha? Apa yang kau dapat dengan membunuh Taealha? Serikat yang berantakan? Arthdal yang hancur?”
“"Hancur"?  Kau mampu melakukannya? Jika memang mampu, kau sudah memberontak bersama kesatria Daekan sejak dahulu. Kutunggu sampai Sidang Keramat. Jika Taealha katakan yang mau kudengar sebelum hari itu, kau yang akan dihukum. Jika tidak, kaki Taealha dipotong, dan dia akan dibuang.”
“Aku sendiri tak tahu apa yang akan kulakukan jika kaki Taealha dipotong,” teriak Tagon penuh amarah, mengancam.
“Mihol bilang padaku, putrinya tak akan mau mengorbankan nyawa demi orang lain. Sebesar apa kau percayai dia?” tanya Asa Ron, membuat Tagon menjadi ragu.
--
Dan pertanyaan yang sama, di ajikan Mihol pada Taealha. Seberapa besar Taealha mempercayai Tagon?
“Akankah dia memulai perang demi kau? Apakah dia mau melakukannya? Dia pasti akan mencampakkanmu dan menikahi wanita Klan Asa. Tagon tak akan pernah memihakmu. Dia malah akan kumpulkan semua menteri dan mengatakan ini. "Ini tak ada kaitannya denganku. Aku pun terguncang." Dia akan bohong pada semua orang, seperti biasa. Kau dan Tagon punya sifat yang sama. Maka itu kalian saling mencintai. Kau pernah bilang, Tagon selalu berusaha keras agar diakui oleh ayahnya, Sanung. Analisismu benar. Begitulah Tagon. Kini, Sanung sudah mati. Pengakuan siapa pikirmu yang kini dia dambakan? Apakah pengakuanmu? Kau sungguh berpikir dia mendambakan pengakuanmu? Yang benar itu Serikat. Rakyat Serikat, dasar bodoh. Dengan mengetahui itu, kau pikir dia akan bisa menggulingkan Klan Asa yang menguasai rakyat?”
“Ayah. Kenapa Ayah melakukan ini? Karena aku merebut posisi Ayah? Karena aku melawan Ayah? Kenapa Ayah tak bisa mendukung putri Ayah dan pria yang dia cintai? Kita bisa menang, jadi, kenapa… Kenapa?” tanya Taealha marah dan juga frustasi.
“Tidak. Alasan ayah sama sepertimu. Tagon… tak bisa… menang.”
Taealha menatapnya penuh amarah.
--
Tagon memikirkan perkataan Asa Ron. Apakah Taealha akan mengorbankan nyawa demi dirinya? Jika Taealha wanita seperti itu, maka dia tidak akan mengingkan Taealha. Dia tahu Taealha mampu dan mungkin mengabaikannya.
--
Taealha juga memikirkan hal itu. Tagon pasti bisa mengabaikannya. Begitu juga dengan dirinya. Tagon tahu baik mengenainya dan dia juga begitu. Mereka…
Flashback
Tagon muda Taealha muda bertemu di dalam hutan. Taealha menatap wajah Tagon dan meneteskan air mata.
“Aku sangat kasihan pada kita berdua. Ayah yang berusaha membunuh putranya demi kekuasaan. Dan ayah yang mengirim putrinya sebagai yeomari kepada pria yang berkuasa, demi kekuasaan. Jangan pernah bertaruh nyawa demi satu sama lain. Berjanjilah padaku. Kau tak akan berkorban nyawa demi aku dalam keadaan apa pun,” pinta Taealha.
“Aku tak akan berkorban nyawa dalam keadaan apa pun. Kau juga harus janji,” ujar Tagon.
“Aku juga sama. Aku tak akan berkorban nyawa demimu.”
Dan mereka berpelukan penuh cinta.
End
Taealha mengingat akan janji itu. Mereka sudah berjanji mengenai itu. Dan kemudian dia teringat mengenai Tagon yang memberitahunya kalau Tanya adalah keturunan langsung dari Asa Sin.
“Kini, tergantung kami menang atau tidak. Jika tahu bisa menang, kami tidak akan saling mengabaikan. Akankah Tagon menepati janjinya? Jika tidak, kami akan tamat.”
--

Tagon berdiri di puncak dan Gilseon menghampirinya. Tagon bertanya mengenai Tetua Jiwa Gunung Puncak Putih yang di Doldambul, Olmadae, kapan akan tiba? Gilseon menjawab kalau Yeonbal sudah menuju ke sana dengan kuda tercepat tapi bolak balik ke Doldambul akan memakan waktu.
“Aku tidak bisa menunggu. Ya, aku harus memutuskan. Harus ku putuskan.
--

Eunseom masih bekerja dengan sangat keras dan masih teringat mimpinya mengenai Tanya. Di dalam hatinya, dia membenarkan kalau mereka seharunya tidak pernah bertemu dan bagus jika Tanya bisa melupakannya.
Saat itu, Ipsaeng memanggilnya dengan sebutan Ungu. Eunseom terseyum sinis dan di dalam hati membenarkan kalau namanya adalah Ungu. Dia tidak bisa menyelamatkan siapapun dan bahkan Tanya melupakannya. Eunseom? Mimpi wahan? Dia bukan hal itu. Dia hanyalah ungu.
Ipsaeng saat itu melihat kalau Eunseom sedikit menyeringai. Jadi, dia mulai membujuk Eunseom agar kabur bersamanya. Eunseom tidak mau karena mereka tidak bisa melakukan apapun. Ipsaeng masih tetap optimis dan membujuk Eunseom.
Saat itu Sateunik menghampiri mereka. “Sebenarnya… aku melihatmu semalam. Kau menangis serasa berbuat dosa. Namun, kau tahu, mereka bilang hanya ada satu dosa. Jadi… jangan siksa dirimu.”

Eunseom terkejut mendengar nasehat Sateunik tersebut. Sateunik langsung lanjut bekerja usai mengatakan hal itu. Dan Ipsaeng lanjut membujuk Eunseom. Dia bahkan berbohong kalau Tagon adalah kakaknya. Eunseom jelas kaget. Tapi, Eunnseom bisa langsung tahu kalau Ipsaeng berbohong karena Ipsaeng berkata kalau Tagon itu lemah dan dia sering memukulinya. Dan setiap kali hidung Tagon berdarah, dia yang menyekanya. Darah, cairan warna merah. (Jelas bohong, kan Tagon igutu, jadi darahnya warna ungu).
Saat itu, Sateunik tiba-tiba memuntahkan darah dan terkapar. Seorang kakek yang ada di sana, dan ternyata dia adalah Olmadae, segera memeriksa Sateunik. Sateunik menderita penyakit darah.
Semua pekerja langsung lemas. Sementara, Eunseom terus menatap Sateunik.
--

Dalsae sedang BAb, dan saat itu Seucheon memanggilnya, bertanya mengenai Eunseom ada di sini dan masih hidup kan? Dalsae belum menjawab, tapi sudah terdengar suara Syourejakin yang berteriak menyuruhnya segera kembali usai BAB.

Dalsae segera memberi tanda agar Seucheon pergi, tapi Seucheon malah berteriak memanggil Syourejakin. Karena teriakan tersebut, dia segera keluar. Mereka bicara saling berhadapan, lupa kalau di tengah lagi ada Dalsae yang sedang BAB.
“Jangan sok dan angkuh. Kau orang hina, sama sepertiku,” ujar Seucheon.
“Di Arthdal mungkin begitu, tapi aku niruha di sini!”
--
Syourejakin membawa Seucheon masuk dan mereka mulai berbincang. Seucheon teringat pesan Mubaek agar dia tidak menyebut nama Eunseom, jadi dia berkata kalau dia tidak tahu nama orang yang di carinya, tapi orang itu Igutu.
“Kenapa kau bisa kenal dia?”
“Kau tahu Mubaek, 'kan? Dia minta aku membeli semua Wahan darimu,” jawab Seucheon dan memberikan sekantung uang.
Tapi, Syourejakin tidak mau menerimanya.


Post a Comment

Previous Post Next Post