Sinopsis
K- Drama : Class Of Lies Episode 3 – part 1
Network : OCN
Network : OCN
Beom Jin : “Jika masuk ke sana sekarang,
dia benar-benar akan mati.”
Kang Jae : “Kamu berada di kelasku juga,
bukan? Kelas 2-3. Kamu mungkin tidak tahu karena tidak datang ke sekolah, tapi
aku asisten guru baru, dan anak-anak yang membicarakan apakah dia hidup atau
tidak adalah para siswa di kelasku.”
Beom Jin menjelaskan bahwa itu lebih
berbahaya lagi, jika Kang Jae masuk sekarang maka Kang Jae memang dapat
menyelamatkan Byung Ho. Tapi setelah itu, Byung Ho akan menderita, karena Kang
Jae tidak akan terus bersama dengan dia dan melindungin dia selama 24 jam.
Kang Jae ingin protes, tapi Beom Jin
malah berbalik pergi. Dengan kesal, Kang Jae pun bertanya kemana Beom Jin ingin
pergi. Dan Beom Jin menjawab bahwa ada satu cara untuk membantu Byung Ho pergi
dari sana.
Tanpa mengerti maksud apa Beom Jin, Kang
Jae pun segera berlari mengikutinya.
Joon Jae menunjukan chat yang ada
digrup, lebih dari 10.000 berandal masuk untuk menonton pertarungan ini. Tapi
Byung Ho malah bersikap demikian. Dan Joon Jae mengancam bahwa agar lebih baik
Byung Ho mati saja disini.
Sebagian murid yang melihat itu, mereka
hanya diam karena takut. Sebagian lagi tersenyum senang melihat adegan yang
menurut mereka menarik.
“Kamu bisa selamat seperti si Han Su
bodoh itu,” ancam Joon Jae.
“Tidak,” jawab Byung Ho, takut.
Beom Jin masuk ke dalam ruangan klub
musik. Dia menyalakan salah satu alat musik yang berada disana, dan dia meminta
Kang Jae untuk membuka jendela. Dengan bingung, tanpa sempat mengomelinya, Kang
Jae pun membuka jendela ruangan.
Lalu suara melengking dari alat yang
Beom Jin nyalakan keluar, sehingga membuat telinga Kang Jae yang mendengar nya
terasa sakit.
Para murid yang berada diatas atap
terkejut mendengar suara tersebut, dan mereka memandang ke arah ruangan musik
yang lampunya menyala.
Beom Jin mengajak Kang Jae untuk segera
pergi meninggalkan ruangan. Dan Kang Jae merasa sangat heran, ”Apa? Itu saja?”
“Jangan khawatir. Ini akan mengakhiri
pesta malam ini. Cepat!” seru Beom Jin, lalu dia menarik tangan Kang Jae dan
berlari.
Joon Jae merasa panik dan mengajak
temannya, si penjudi, untuk mengikutinya pergi ke ruangan musik. Dengan kesal,
para murid mengeluh dan bertanya- tanya apa yang sedang terjadi. Sementara
Byung Ho terduduk lemas di tempatnya.
Sesampainya diruangan musik. Joon Jae
dan si penjudi tidak bisa menemukan siapapun. Dan dengan cemas, Joon Jae
menyuruh si penjudi untuk memeriksa apakah ada barang mereka yang hilang. Lalu
dengan kesal, Joon Jae menendang kursi dan mengumpat kasar.
“Sial!” umpat nya.
Kang Jae memperhatikan dari belakang
pepohonan, para murid yang mulai pergi meninggalkan sekolah. Dan Beom Jin
berdiri di belakangnya.
Beom Jin : “Aku akan kembali sekarang.
Tidur yang nyenyak.”
Kang Jae : “Tunggu dulu sebentar. Apa
itu tadi? Pesta orang gila tempat mereka hampir membunuh seseorang?”
Beom Jin : “Ini acara yang ditayangkan
Jun Jae setelah mengumpulkan anak-anak.”
Kang Jae : “Acara? Dia menayangkan
kegilaan itu? Kamu datang selarut ini untuk menonton itu juga?”
Beom Jin menunjukan buku nya yang
tertinggal disekolah, dia datang untuk mengambilnya tapi lalu dia mendengar
suara. Setelah menjelaskan itu, Beom Jin pun pamit untuk pulang duluan, karena
supirnya telah datang menjemput.
“Kim Han Su. Siapa itu Kim Han Su?”
tanya Kang Jae, dan mendengar itu Beom Jin langsung berhenti. “Aku mendengarnya
di atap. Siapa itu? Sepertinya bukan anak dari kelas kita. Apakah dia anak
kelas lain?” jelas Kang Jae, bertanya.
“Dia berada di kelas kita sampai
semester lalu. Sesuatu yang buruk telah terjadi,” kata Beom Jin, menjawab.
Kang Jae berpura- pura polos, dia
mengatakan bahwa dia ada melihat diberita tentang siswa penguntit yang membunuh
seorang siswi dari SMA Elit. Dalam berita itu memang tidak ada dijelaskan siapa
dan sekolah mana, jadi dia hanya menebak saja.
“Ini luka bagi kami. Teman-teman yang
duduk bersama di kelas kami, belajar, makan bersama, dan menghabiskan setengah
hari bersama kami menyebabkannya. Satu kelas menerima konseling. Beberapa
menolak datang ke sekolah karena trauma dan dipindahkan. Juga anak-anak yang
tetap mencoba untuk melupakannya dan melanjutkan hidup. Bahkan saat ini. Ini
mungkin cerita yang menarik untuk sebagian orang, tapi itu luka untuk kami,”
jelas Beom Jin.
Beom Jin kemudian meminta agar Kang Jae
jangan membicarakan tentang dua anak tersebut lagi, karena itu adalah aturan
tidak tertulis diantara para siswa disini. Kecuali untuk Joon Jae yang memang
tidak ada kepedulian.
“Begitu rupanya. Terima kasih sudah
memberitahuku. Aku akan lebih peka ke depannya,” kata Kang Jae, memilih menjaga
sikap.
“Aku menghargai itu. Anggap saja kita
belum bertemu saat melihatku di kelas. Jika Jun Jae tahu aku memberitahumu
tentang dia, dia mungkin membuat hidupku sengsara,” balas Beom Jin. Dan Kang
Jae mengiyakan. Lalu Beom Jin pamit dan pergi.
Beom Jin berjalan pergi sambil tersenyum
kecil diwajahnya.
Seseorang memperhatikan Kang Jae dari
jauh.
Hyung Kyu membersihkan sampah kaleng
dari para murid yang habis selesai berpesta diatap. Sementara Joon Jae dan si
penjudi duduk santai sambil membicarakan tentang apa yang baru saja terjadi.
“Sial, tadi hampir menarik. Si tolol
Portir itu sudah mati. Mereka menuntut bintang mereka kembali. Kita kehilangan
lebih dari 1.000 pengikut,” keluh Joon Jae.
“Lalu, apa sekarang?” tanya si penjudi.
“Apa lagi? Kita jadwalkan pertarungan
berikutnya. Kirim pemberitahuan pertandingan ulang sepekan lagi. Sementara itu,
tenangkan yang lain agar tidak ada kerusuhan,” jelas Joon Jae, memerintah.
“Baik,” balas si penjudi.
Hyung Kyu tersandung dan terjatuh, ketika akan memungut bekas minuman kaleng. Melihat itu si penjudi mengatai nya bodoh. Sementara Joon Jae mendekatinya dan ingin memukul nya, tapi sebenarnya itu hanya gertakan saja.
“Dasar lemah. Kamu bahkan tidak bisa mengalahkan Portir,” kata Joon Jae dengan kesal. Lalu dia melempar kaleng nya dan pergi duluan darisana. Dan si penjudi mengikutinya.
Setelah mereka berdua pergi, Hyung Kyu mengumpat dengan kesal. Kemudian dia kembali memungut kembali satu persatu botol kaleng bekas yang ada.
“Ayahmu ada di sini. Sapa dia. Dia di
ruang kerjanya,” kata Ibu.
“Baik, bu,” jawab Beom Jin.
Diruang kerja. Yang Ki menonton acara perdebatan Beom Jin hari ini, dan dia tampak tidak senang dengan jawaban yang Beom Jin berikan, walaupun Beom Jin memenangkan perdebatan tersebut.
“Apakah Ayah menonton itu? Ayah harus menontonnya langsung,” kata Beom Jin dengan ramah. Dan Yang Ki diam, masih menonton acara tersebut.
Tema debat hari ini, ‘Haruskah hukum
pembunuhan keluarga dihapuskan?’
Jawaban Beom Jin saat itu adalah, “Lebih
dari 40 persen pembunuh yang membunuh orang tua mereka menjadi korban secara
fisik, mental, atau seksual oleh orang tua mereka. Sebaliknya, pembunuhan
amoral hanya mencakup tujuh persen. Apa Anda masih percaya hukum ini
memperbaiki persepsi keluarga dan bakti anak?”
Yang Ki menghubungin penyelidik, dia meminta agar acara debat hari ini tidak ditayangkan lagi. Dan semua unduhan harus dihapuskan. Lalu setelah itu, Yang Ki memberitahu betapa kecewanya dia.
“Ayah ..” kata Beom Jin ingin
menjelaskan.
“Semua ucapan dan tindakanmu memengaruhi opini orang tentang ayah. Kamu mungkin berpikir telah memenangkan debat itu. Tapi satu-satunya yang akan diingat orang adalah putra Anggota Kongres Yoo Yang Ki membela kejahatan amoral.”
Beom Jin sedih mendengar perkataan
Ayahnya. Tanpa bisa melawan, dia meminta maaf karena telah ceroboh.
“Kamu harus selalu ingat kamu adalah
putra ayah. Mungkin itu demi ayah, tapi itu juga akan menguntungkanmu,” jelas
Yang Ki, penuh penekanan. Lalu dia keluar dari dalam ruangan.
Dengan sedih, Beom Jin menghela nafas.
Moo Hyuk memperhatikan kembali semua informasi yang telah dikumpulkannya. Dia mengingat foto- foto Jung Ah yang berada diruangan rahasia. “Seseorang yang dahulu terobsesi menguntit Jung Su Ah menyalahkan Kim Han Su,” gumamnya.
“Begitu sidang Kim Han Su ditunda, semua media terdiam, dan semua artikel menghilang. Seolah mereka sudah menunggu. Tunggu saja. Aku akan memastikan kamu tidak bisa tidur di malam hari,” gumam Moo Hyuk dengan penuh tekad sambil memandangin foto Do Jin.
Pagi hari. Hye Soo bertanya- tanya apa yang sedang terjadi, ketika dia melihat Kang Jae sudah berada disekolah dan menyapa para murid yang datang. Sementara So Hyun tersenyum senang melihat itu.
“Ada masanya ketika aku juga seperti
dia. Aku benar-benar penuh semangat. Tapi aku bertanya-tanya berapa lama itu
akan bertahan. Guru yang terlalu bersemangat juga akan cepat melemah. Berdasarkan
apa yang aku lihat,” komentar Woo Jin sambil menunjuk ke arah Hye Soo.
“Ada apa dengan kalian berdua? Kurasa
tindakannya baik,” balas So Hyun, membela Kang Jae yang menurutnya baik.
So Hyun menyapa Kang Jae dan bercerita
bahwa dia mau ikut datang pagi, tapi sayangnya dia gagal bangun pagi. Dengan
ramah, Kang Jae pun mendengarkan sambil matanya terus memandangin ke arah
sepatu para murid yang berdatangan.
“Level mu pasti sangat hebat,” puji So
Hyun.
“Tidak Aku tinggal dekat dari sini,”
balas Kang Jae, merendah.
Joon Jae, si penjudi, dan Hyung Kyu datang bersama ke sekolah. Tapi Joon Jae berjalan tanpa membawa tas nya sendiri, melainkan Hyung Kyu yang membawakannya. Melihat itu, So Hyun pun memanggil mereka.
“Bawalah tasmu sendiri. Jangan suruh
temanmu membawanya,” kata So Hyun menasehati Joon Jae.
Takut dengan Joon Jae, maka Hyung Kyu pun langsung berbohong bahwa ini adalah game dan dia kalah, makanya dia membawakan tas Joon Jae. Mendengar itu, Kang Jae sedikit tidak peduli, tapi ketika dia melihat sepatu yang dipakai oleh Joon Jae, dia merasa sangat terkejut. Karena itu adalah sepatu yang dicarinya.
“Kami bermain batu-kertas-gunting. Yang kalah membawa tas pemenang,” kata Joon Jae, menjelaskan. Dan Hyung Kyu langsung membenarkan.
“Begitu rupanya. Kalian bertiga pasti
cukup dekat. Tetap saja, kamu di sekolah. Bawalah tasmu sendiri. Guru lain
mungkin salah paham,” balas So Hyun.
Dengan kesal, Joon Jae pun terpaksa
mengangkat tasnya sendiri.
So Hyun memberitahu Kang Jae bahwa
akhir- akhir ini ada yang menganggu dipikirannya, jadi dia sulit untuk percaya
apakah mereka sungguh bermain batu-gunting-kertas, atau Joon Jae memaksa Hyung
Kyu membawakan tasnya.
“Aku tahu,” kata Kang Jae, singkat.
Young Hye datang, dan menyapa mereka semua. Dengan sikap ramah Kang Jae pun menyapa nya balik dan memberikan hati kepadanya. Sehingga Young Hye pun merasa sangat senang kepadanya.
“Minumlah secangkir kopi bersamaku
setelah perkumpulan pagi. Ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu,” kata
Young Hye, manis.
“Kopi kedengarannya enak. Sampai jumpa
sebentar lagi,” balas Kang Jae dengan sikap yang sangat ramah dan sopan.
Tags:
Class Of Lies