Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 14-3


Sinopsis K-Drama : Arthdal Chronicles Episode 14-3
Images by : TVn
Part 3 : Arth, The Prelude to All Legends
Malam hari,
Taealha membawa pedang itu pada Tagon. Tapi, ternyata, Tagon tidak ada di kediamannya. Taealha tentu heran, kemana Tagon pergi tanpa membawa pengawal sama sekali? Dan dia langsung terpikir kalau Tagon pasti pergi ke makam Sanung.
--
Dan benar, Tagon sedang dalam perjalanan menuju makam-nya Sanung. Dan dalam perjalanan tersebut, dia teringat dengan masa kecilnya.
Flashback
Sanung menggenggam tangan Tagon dan membawanya masuk ke dalam hutan. Dan meninggalkannya di sana.
Tagon ketakutan di tinggal di tengah hutan. Dia berteriak memanggil ayahnya. Dan di saat itu, dia malah bertemu segerombolan serigala. Tagon berlari kencang, melarikan diri dari serigala-serigala tersebut.
Dan pada akhirnya, dia berhasil kembali dan menemukan Sanung yang sedang duduk merenung di tangga. Tagon berlari memeluk Sanung dan meminta maaf. Dia mengira kalau ayahnya cemas karena dia hilang. Tagon mengira kalau dia hilang karena perhatiannya teralih, bukan karena Sanung yang meninggalkannya di sana.
Sanung kaget karena Tagon kembali. Dia mulai mencekik Tagon dengan keras. Dia berusaha membunuh putranya. Tagon meronta, berusaha melepaskan diri dari cekikan ayahnya.
End

Tagon tiba di makam ayahnya. Dia berlutut memberikan hormatnya dan menyiramkan arak ke sekitar makam. Dan kemudian, dia berujar kalau dia tampaknya akan menjadi Aramun Haesulla. Dia yakin kalau Sanung akan senang karena itu adalah impian Sanung.
Flashback
Sanung tersadar saat Tagon hampir saja mati. Dia memarahi dirinya sendiri karena hendak membunuh putranya. Sanung langsung memeluk Tagon dan meminta maaf karena melakukan hal seperti ini.
“Kau akan menjadi Aramun Haesulla. Akan Ayah pastikan itu,” tekad Sanung pada Tagon.
--
Suatu hari, Tagon sedang bermain bersama temannya di hutan, mengejar kelinci. Saat itu, dia terjatuh dan temannya itu melihat darahnya yang berwarna ungu.
Dan Tagon teringat perkataan ayahnya : “Sebelum itu, tidak ada seorangpun boleh melihat atau tahu tentang warna darahmu. Kau mengerti.”
Tagon berusaha menutupi lukanya agar tidak terlihat oleh temannya.

Dan malamnya, seluruh keluarga temannya itu bahkan temannya sendiri, tewas di bunuh oleh Sanung! Tagon melihatnya dengan mata kepalanya sendiri. Alasan Sanung melakukan itu karena takut akan kemungkinan kalau teman Tagon tersebut telah menceritakan mengenai warna darah Tagon ke keluarganya. Mereka harus memastikan, tidak ada seorangpun yang boleh tahu!
--
Suatu ketika, saat di hutan, Tagon di gigit oleh anjing hutan. Temannya saat itu, melihat warna darah Tagon. Tanpa berpikir lama, Tagon segera mengambil batu yang ada di sana dan membunuh temannya itu. Setelah melakukan itu, Tagon menangis. Dia membunuh temannya itu karena tidak mau seluruh keluarga temannya di bunuh juga. Tagon menangis, penuh penyesalan.
--
Bertahun-tahun berlalu, dan Tagon telah menjadi remaja.
Tahun itu, negosiasi kerja sama antara Saram dan Neanthal gagal (episode 01). Tagon menemui Sanung. Dan Sanung menyuruh Tagon untuk meninggalkan Arthdal, karena mereka akan mulai membunuh Igutu.
Tagon berlutut memohon agar tidak di usir. Dia bahkan berujar akan membunuh semua Neanthal dan seluruh Igutu. Dia bisa melakukannya!
“Teganya kau bersumpah membunuh kaummu dan kaum ibumu hanya demi tinggal di Arthdal? Untuk apa?” marah Sanung!
End
Dan kini, Tagon menjwab pertanyaan Sanung hari itu.
“Untuk apa, Ayah tanya? Teman-temanku dan keluarganya yang tewas karenaku… Aku bersumpah demi jasad mereka. Aku bersumpah akan menjadi Aramun Haesulla. Kematian mereka tak sia-sia, tapi itu pengorbanan mulia untuk mengabdi pada calon dewa. Sekarang, hari itu telah tiba. Ayah… Berikan restu Ayah.”
Saat itu, Asa Ron muncul di belakangnya. Dia membahas mengenai Tagon yang menjaga ketat dirinya hingga dia tidak bisa melakukan apapun. Tagon menjawab kalau dia melakukan semua itu hanya untuk melindungi keselamatan Tagon.
Asa Ron mulai memancing Tagon. Dia membahas mengenai Tagon yang dulu mengaku padanya telah membunuh Sanung. Dia tidak mengerti sampai sekarang, kenapa Sanung sangat membenci Tagon? Padahal semua prestasi yang Tagon capai dengan segala hormat adalah prestasinya juga.
“Itu soal kekuasaan,” ujar Tagon.
“Sangat menyedihkan. Jika Sanung Niruha menerimamu sepenuhnya, dia tak akan mati di tanganmu. Lalu kita akan berada dalam situasi yang sangat berbeda.”
“Itu pikirmu?”
“Apa aku salah? Jadi, kau ada di posisimu sekarang karena membunuhnya. Jadi, dari sudut pandangmu, apa pun yang telah terjadi mungkin bagus.”
“Tidak. Tak peduli apa pun situasinya, putra yang membunuh ayahnya sendiri bukanlah hal bagus,” ujar Tagon.
“Tentu. Tak mungkin pria yang membunuh ayahnya jadi pemimpin Serikat dan dipuja sebagai Aramun Haesulla!” ujar Asa Ron penuh amarah. Dan tampaklah dari belakangnya, muncul semua kepala suku yang telah bersembunyi dan mendengarkan pembicaraan Asa Ron dan Tagon sedari awal.
“Kau sungguh berpikir bisa mengambil alih Serikat dengan membunuh ayahmu, menghasut membunuh Pendeta, dan mengarang keturunan palsu Asa Sin? Semua orang di Arthdal kini akan tahu kebenaran buruk tentang pria yang kini memimpin Serikat. Kau adalah monster, benih busuk yang harus dibuang dari Arthdal,” maki Asa Ron.
Tagon terkejut apalagi Asa Ron telah menyiapkan para pengawal klan Asa untuk menangkapnya.
“Aku, Asa Ron, dipanggil atas kuasa Delapan Dewa Arthdal. Sudah tugas dan tanggung jawabku untuk memurnikan Serikat. Tak masalah aku mati di sini, asalkan kujalankan tugasku. Taealha dan Tanya yang jadi kaki tangan dalam rencana akbar ini tak akan hidup untuk melihat matahari besok. Aku bersumpah demi Isodunyong!”
Tagon penuh amarah. Dia berteriak menanyakan alasan kenapa Asa Ron hingga melakukan semua ini!!!
--
Taealha sedang berias. Pelayan baru Taealha menawarkan diri untuk menyisirkan rambut Taealha. Taealha memberikannya izin.
--

Pria baru klan Asa datang ke ruangan Tanya. Saya melihatnya dan berkata kalau dia yang akan mengantarkan apa yang pria itu hendak antarkan. Pria itu menolak. Tatapan matanya berubah sinis.
--
Taealha mencoba berbincang dengan pelayan itu. Dia menanyakan kampung halaman pelayan itu. Pelayan itu menjawab kalau kampungnya ada di dalam Gunung Puncak Putih. Tatapan matanya juga berubah.
--
Tagon di penuhi amarah karena Asa Ron menjebaknya hingga seperti ini. Asa Ron tidak peduli.
“Aku berusaha keras,” gumam Tagon, pada dirinya sendiri. “Sungguh,” lanjut Tagon. Dan dia melihat tatapan penuh kekaguman kepala suku padanya, berubah menjadi tatapan penuh kebencian dan merendahkan. Dia kembali teringat ucapan Taealha sebelumnya mengenai dirinya yang selalu tak yakin dan ragu dan tidak ingin menumpahkan darah. “Tidak. Aku salah. Tidak, Taealha, aku gagal. Aku telah gagal. Ini jalan yang tak bisa kuambil tanpa menumpahkan darah.”
Di saat itu, seseorang diam-diam menyerang Tagon dari belakang. Pria itu adalah Lidah Hitam dari Shahati yang dipanggil oleh Asa Ron. Dia menusuk Tagon dengan pisau yang telah di lumuri racun dan pasti sudah menyebar di tubuh Tagon.
Dan saat itu, mereka melihat warna darah Tagon yang berwarna ungu. Semua ketakutan, termasuk Lidah Hitam dan Asa Ron.

“Upayaku tidak akan pernah cukup. Andai aku tahu lebih cepat. Aku sungguh minta maaf kepada semua yang mati karena aku,” ujar Tagon. Amarah telah meliputinya. “Ketahuilah, ini karena perbuatan kalian sendiri. Aku tak pernah ingin duduk di singgasana berdarah. Aku tak mau membunuh.”

Dan dengan kekuatannya, Tagon menyerang Lidah Hitam. Dengan sekali serangan, Lidah Hitam tewas. Tagon menatap kepada Asa Ron dan semuanya dengan tatapan penuh kebencian.
“Baiklah. Jika ini mau kalian. Akan kubunuh kalian semua.”

====
Masa kecil Tagon ternyata seperti itu. Dari anak baik, dia perlahan mulai berubah. Dia ingin pengakuan dari ayahnya dan juga dari yang lain. Dia terus berusaha yang terbaik, bahkan membunuh Neanthal yang adalah kaum ibunya dan membunuh Igutu yang adalah kaum dirinya, semua demi pengakuan. Namun, walalu sudah berusaha hingga demikian, pengakuan tetap tidak di dapatinya. Pada akhirnya, dia memilih untuk menodai singgasana-nya dengan darah. Dia memilih membunuh orang-orang yang tidak bisa menerimanya dan menghalangi jalannya.


Post a Comment

Previous Post Next Post