Didalam pesawat. He Ping duduk termenung melihat sepasang
kekasih yang ada di depan nya. Dan melihat itu, Qiao Man menyenggol tangan nya.
“Bukankah kamu meminta saya duduk di sebelahmu untuk menemanimu
berbicara? Kenapa kamu tidak bicara?” tanya Qiao Man, heran. Mendengar itu, He
Ping hanya tersenyum saja.
Lin He Ping : “Saat pesawat
lepas landas, waktu seolah berjalan kembali pada masa muda itu.”
He Ping datang menemui temannya dan mengajak nya untuk pergi
main bersama di warnet. Tapi tiba- tiba saja dia mendengar kabar mengejutkan
dari si Teman. Ibunya besok akan menikah. Awalnya mendengar itu, He Ping
mengira si Teman hanya bercanda. Tapi dengan serius, si Teman menjelaskan bahwa
dia yakin sebab barusan Ibu He Ping ada datang ke tokonya dan membeli dua vas
bunga untuk mendekorasi rumah pengantinnya. Bahkan orang- orang di kompleks
mereka juga sudah mengetahui kabar ini.
Mendengar itu, He Ping merasa bingung. “Kamu jangan-jangan masih
tidak tahu apa-apa ya?” tanya si Teman menebak, ketika dia melihat sikap He
Ping. Namun tanpa mengatakan apapun, He Ping langsung pergi darisana.
Didalam bus. Ayah memberitahu Nan Sheng bahwa dia akan segera
menikah dan memulai keluarga baru. Jadi Nan Sheng akan mempunyai Ibu baru dan
juga seorang kakak laki- laki. Mendengar itu, Nan Sheng hanya diam saja dan
menundukkan kepalanya.
“Apakah kamu tidak senang karena Ayah menikah?” tanya Ayah,
ketika Nan Sheng hanya diam saja. “Begitu sampai di rumah bibi nanti dan
bertemu dia, kamu panggil dia Bibi Lan, dan masih ada seorang kakak laki-laki
bernama He Ping,” jelas Ayah. “Kamu katakanlah sekali untuk Ayah dengarkan,”
pintanya.
“Bibi Lan,” kata Nan Sheng, pelan. Dan Ayah mengangguk senang.
“Masih ada satu lagi,” pinta Ayah.
“Lin He Ping.”
Sesampainya di stasiun bus, Ayah melihat sebuah stan susu
kedelai dan dia bertanya, apakah Nan Sheng mau. Dan sambil tersenyum kecil, Nan
Sheng mengangguk. Jadi Ayah pun pergi ke sebrang untuk membelikan susu kedelai
bagi Nan Sheng.
“Kamu jaga baik-baik di sini, Ayah pergi beli,” kata Ayah.
Dirumah. He Ping mengeluh kepada Ibunya, sebab Ibunya tidak
pernah memberitahu dirinya kalau Ibu akan menikah. Dan dia baru saja tahu, dan
itupun dari Xu Zhensheng. Mendengar itu, Ibu pun jujur, dia takut kalau He Ping
tidak akan senang.
“Kalau begitu kamu beritahu saya sekarang, kamu tidak takut saya
tidak senang?” tanya He Ping, kesal. Dan Ibu tidak bisa menjawab. “Kamu menikah
dengan pria itu? Nan Jianming. Dia mananya yang baik?” tanyanya, ingin tahu.
“Dia baik atau tidak, kamu harus bercakap-cakap dengannya dan
mengenal dia. Kalau begitu apakah Paman Nan tidak menunjukkan keramahan padamu?
Kamu yang memperlihatkan wajah tidak senang sepanjang hari dan mengabaikan dia.
Kamu benar-benar tidak punya sopan santun sama sekali,” balas Ibu, mengeluh.
Dengan serius, He Ping bertanya, bila dia tidak setuju Paman Nan
tinggal di sini, maka Ibu akan memilih siapa, pilih Paman Nam atau dia. Dan
dengan kesal, Ibu menegur He Ping, sebab bila He Ping mengatakan hal seperti
ini, maka He Ping sama saja seperti orang di luar yang tidak mengerti dirinya
sama sekali.
He Ping menjelaskan bahwa dia bukannya tidak menerima Paman Nan,
tapi dia butuh waktu untuk beradaptasi. Dan mendengar itu, Ibu merasa senang,
dia hanya meminta He Ping untuk jangan menunjukkan wajah tidak senang sepanjang
hari, itu saja sudah cukup. Lalu setelah mengatakan itu, dia menyuruh He Ping
untuk pergi ke stasiun dan jemput Paman Nam. Dan He Ping mengerti.
“Oh iya, kamu juga ketambahan satu adik perempuan, apakah kamu
tahu?” tanya Ibu, saat tiba-tiba teringat. “Paman Jianming akan membawa
putrinya, Nan Sheng, bersama-sama ke sini.”
“Adik perempuan?” gumam He Ping, terkejut. Dan Ibu mengiyakan.
Sesampainya distasiun, He Ping tidak sengaja menyenggol Nan
Sheng dan membuat cermin kecil yang di pegang oleh Nan Sheng terjatuh. Dan
dengan kesal, Nan Sheng mengeluh kalau He Ping tidak punya sopan santun.
“Kalau begitu saya akan mengambilkannya untukmu, sudah cukup
kan?” kata He Ping, meminta maaf. Lalu dia mengambilkan cermin Nan Sheng yang
terjatuh ke tanah, dan mengembalikan nya kepada Nan Sheng. “Ada lagi, kamu juga
tidak lihat tempat apa ini malah menebar pesona di sini, siapa yang mau
melihatnya?” komentarnya. Lalu dia masuk ke dalam stasiun.
Jianming sudah selesai membeli susu kedelai yang Nan Sheng
inginkan, setelah itu dia pun ingin menyebrang untuk kembali pada Nan Sheng.
Tapi tepat disaat itu, seorang supir truk yang sedang mengantuk lewat dan
menabrak dirinya dengan kuat.
Melihat itu, Nan Sheng pun langsung berlari ke arah Ayahnya.
Sedangkan si supir truk, dia merasa terkejut dan ketakutan, jadi diapun
langsung melarikan dari tempat kejadian. Si supir truk tersebut adalah Xu
Zhensheng, teman He Ping.
“Bantu saya. Bantu saya. Panggil ambulans. Panggil ambulans,”
teriak Nan Sheng, meminta bantuan. “Ayah. Ayah. Kamu bangun, Ayah,” pinta Nan
Sheng sambil menangis cemas.
Nan Sheng membawa Ayah ke rumah sakit. Dan dengan khawatir, dia
berdiri didepan pintu UGD, menunggu Ayahnya.
He Ping pulang ke rumah dan mengeluh capek, sebab dia sudah
berdiri lama di stasiun sampai kaki nya mati rasa, tapi bayangan Jianming pun
sama sekali tidak terlihat disana. Dan Ibu merasa heran, karena dia sangat
yakin dengan jam kedatangan bus yang dinaiki Jianming. Lalu setelah berpikir
sesaat, Ibu menuduh, apakah He Ping sengaja ingin menentangnya, jadi He Ping
tidak mencari.
“Saya sudah mengelilingi seluruh stasiun sampai hampir satu
putaran,” keluh He Ping, kesal.
Petir bergumuruh keras di langit, tanda mau hujan. Dan tepat
disaat itu, telpon rumah berbunyi. Ketika Ibu mengangkatnya, dia terkejut
mendengar suara Nan Sheng yang menangis.
“Bibi Lan, Ayah saya mengalami kecelakaan. Dia sekarang sedang diselamatkan
di rumah sakit. Saya tidak tahu harus bagaimana. Bisakah kamu datang?” pinta
Nan Sheng sambil menangis panik. “Saya tidak tahu harus bagaimana,” jelasnya.
Lalu dia memberitahu nama rumah sakitnya.
Mendengar itu, Bibi Lan mengerti dan menenangkan Nan Sheng untuk
jangan menangis, sebab dia akan segera ke sana.
He Ping dan Ibu mencoba menghentikan taksi di pinggir jalan,
tapi tidak ada satupun taksi yang mau berhenti. Dan Ibu pun merasa tidak
sabaran, karena ini sudah setengah jam. Tepat disaat itu, A Li lewat dan dia
memanggil mereka berdua dan menawarkan tumpangan kepada mereka.
“Kita mau pergi dengan menumpangi mobilnya, kalau tetangga
melihatnya akan dibicarakan habis-habisan,” bisik Ibu kepada He Ping. Dia ingin
menolak tawaran A Li.
“Bu, sekarang sudah saat-saat seperti ini, kamu jangan
memikirkan begitu banyak hal,” balas He Ping. Lalu diapun menerima tawaran A
Li.
Dokter keluar dari ruang UGD, dan dengan cemas Nan Sheng
langsung menanyainya tentang kondisi Ayah. Dan dengan nada menyesal, Dokter memberitahu
bahwa tampaknya Ayah Nan Sheng tidak akan bisa bertahan lama, sebab Ayah Nan
Sheng menerima benturan luar yang terlalu keras pada saat kecelakaan. Jadi
Dokter menyuruh Nan Sheng untuk menyiapkan mental.
Mendengar itu, Nan Sheng semakin merasa panik dan takut. “Dokter,
kamu harus menyelamatkan ayah saya. Dia tidak boleh mati. Saya mohon padamu,”
pintanya.
“Gadis kecil, kami bisa memahami perasaanmu. Kami pasti akan
melakukan yang terbaik,” balas Dokter, menenangkan. Lalu di masuk ke ruang UGD
kembali.
Nan Sheng : “Kenapa bisa
begini? Saya tidak mau minum susu kedelai. Saya
tidak. Ayah, kamu harus sehat. Jangan tinggalkan saya sendiri. Ayah.”
Ibu dan He Ping akhirnya sampai dirumah sakit. Dan ketika
melihat Nan Sheng disana, He Ping merasa terkejut.
Nan Sheng menceritakan apa yang terjadi kepada Bibi Lan sambil
menangis. Dia menyalahkan dirinya sendiri, karena dia ingin minum susu kedelai,
maka Ayahnya terkena kecelakaan. Dan Bibi Lan menenangkan Nan Sheng untuk
jangan khawatir.
Tepat disaat itu, Dokter keluar dari ruang UGD dan dia meminta
maaf, dia sudah melakukan yang terbaik. Tapi sayang nya, Ayah Nan Sheng
meninggal. Mendengar itu, Nan Sheng semakin menangis keras. Dan He Ping
berusaha untuk menenangkannya.
“Bukankah kamu bilang kalau kamu mau datang untuk menikahi saya?
Besok sudah hari pernikahan kita. Kenapa kamu pergi begitu saja? Kenapa kamu
pergi begitu saja? Saya kira hari baik saya sudah akan tiba. Kenapa bisa
seperti ini?” tanya Bibi Lan sambil menangis sedih juga.
Melihat Ibu dan Nan Sheng menangis sedih, He Ping tidak tahu
harus perbuat apa. Jadi diapun hanya diam saja.
Ketika pulang, A Li heran melihat tingkah aneh Xu Zhensheng yang
hanya duduk melamun di tempat saja, kepadahal di depannya ada ayam goreng
kesukaan nya. Dan ketika A Li mencoba mengajaknya berbicara, Xu Zhensheng malah
hanya diam saja. Jadi A Li pun memarahinya.
“Semua karena kamu. Kamu di luar menjadi simpanan orang lain sudah
membuat reputasi saya juga buruk. Saya juga bukan pekerja jangka panjangmu, kamu
minta saya mengantar barang apa?” teriak Xu Zhengsheng, histeris.
“Xu Zhensheng, kamu gila ya?” tanya A Li, heran. “Kamu tidak
punya SIM, saya biasanya tidak mengizinkanmu mengemudi, kamu mengemudi
diam-diam, sekarang saya memintamu mengemudi, kamu malah mengeluh pada saya. Kamu
senggang dan tidak ada urusan, kenapa kalau membantu kakakmu?” tanyanya, kesal.
Xu Zhensheng tidak bisa menjawab, malahan dengan keras dia berteriak
bahwa dia tidak mau mengantarkan barang lagi. Mendengar itu, A Li mengira kalau
Xu Zhensheng sedang mencari alasan untuk bermalas- malasan. Lalu dia
menceritakan bahwa barusan dia mengantarkan He Ping sekeluarga pergi ke rumah
sakit, karena Pria yang ingin Bibi Lan nikahi ditabrak mobil begitu turun dari
bus.
Mendengar itu, Xu Zhensheng merasa panik. “Bagaimana keadaan
pria itu sekarang? Baik-baik saja kan?” tanyanya.
“Bagaimana mungkin baik-baik saja. Dia sudah ditabrak sampai
seperti itu. Tidak lama setelah sampai di rumah sakit, dokter mengumumkan kalau
dia sudah tidak bisa bertahan. Mereka sekeluarga menangis sampai bergelimang
air mata,” jawab A Li dengan jujur.
Xu Zhensheng merasa sangat syok dan takut. Diapun mulai
menangis. Dan A Li merasa heran, tapi ketika dia bertanya, Xu Zhensheng menolak
untuk menjawab dan berlari kabur darisana.
“Ada apa dengan anak ini?” gumam A Li, bingung.
He Ping menawarkan apel kepada Nan Sheng. Tapi Nan Sheng sama
sekali tidak ada nafsu untuk makan dan hanya terus diam saja. Melihat itu, He
Ping merasa bersimpati padanya. Dengan lembut, dia mengatakan bila ada yang
ingin Nan Sheng katakan, maka katakan saja, mana tahu itu bisa membuat Nan
Sheng merasa lebih lega.
Tepat disaat itu, Xu Zhensheng datang. Dia berdiri di luar
halaman dan mendengarkan pembicaraan antara Nan Sheng serta He Ping.
Nan Sheng menyalahkan dirinya sendiri. Karena Ayah ingin
membelikan susu kedelai untuknya, maka Ayah pun jadi tertabrak dan meninggal.
Kepadahal dia sama sekali tidak ada menentang pernikahan antara Ayah nya dan
Bibi Lan. Serta dia juga tidak ada marah pada Ayah.
“Nan Sheng, kamu dengarkan saya, hal ini tidak ada hubungannya
denganmu, kamu jangan menyalahkan dirimu lagi. Tidak ada siapa pun yang mau
sesuatu seperti ini terjadi,” kata He Ping, menenangkan Nan Sheng.
Namun sambil menangis, Nan Sheng terus saja menyalahkan dirinya sendiri.
Dia merasa kalau dialah yang sudah mencelakai Ayah.
Mendengar itu, Xu Zhensheng semakin merasa bersalah.
He Ping memberikan sebungkus coklat kepada Nan Sheng dan
menjelaskan pada awalnya dia ingin memberikan coklat ini kepada adik barunya. Karena
ketika Ibunya mengatakan bahwa dia akan memiliki adik baru, dia merasa sangat
menanti- nantikan adik barunya. Dan sekarang saat dia melihat Nan Sheng, dia
baru tahu kalau adiknya adalah seorang gadis yang cengeng. Mendengar itu, Nan
Sheng pun langsung berhenti menangis. Dan He Ping merasa lega.
“Jangan sedih lagi. Ayahmu masih melihatmu di surga. Dia tidak
ingin kamu seperti ini,” hibur He Ping dengan lembut.
“Terima kasih. Terima kasih, Heping,” balas Nan Sheng dengan
tulus.
“Selanjutnya saya akan menjagamu. Saya janji.”
Tags:
Beautiful Reborn Flower