Original Network : Channel 3
Hasil otopsi
Nai sudah keluar. Polisi tidak menemukan sidik jari apapun ataupun petunjuk
yang lain, kecuali minyak esensial yang ada di tubuh Nai. Mengetahui itu,
Plerngfah terkejut. Lalu dia pun menanyakan tentang Bun.
“Polisi
mengasumsikan bahwa pelaku mungkin orang yang menyewa kamar disebelah Bun. Dia
hanya sewa dua minggu saja. Dan pendahuluan dokumen nya semua palsu,” jelas si
rekan. “Nama pertama dan terakhir nya milik seseorang yang sudah meninggal.”
“Sangat
hati- hati,” komentar Plerngfah, kesal.
Si rekan
merasa heran dan bertanya kepada Plerngfah, apa hubungan nya Bun dengan kasus
Nai. Dan Plerngfah menjelaskan bahwa dia tidak tahu jelas nya, tapi dia percaya
bahwa pembunuhan, sabotase, dan teka- teki yang ada, semuanya pasti
berhubungan. Namun dia belum bisa menemukan penghubung nya.
Seorang
rekan tiba-tiba datang dengan sikap panik ke dalam ruangan rapat. “P’Pong! Pah!
Ada berita besar! Teka- teki kata muncul lagi. Kali ini, mereka ada di rumah
peristirahatan Ayutthaya,” katanya.
“Tempat
kelahiran Khun Uthaiyothin,” gumam Plerngfah.
Ayah Krat
sedang memeriksa seluruh CCTV disekitar rumah, karena dia ingin memperketat
keamanan di tempat mereka ini. Dan disaat itu, Krat melihat kedatangan
Plerngfah.
Plerngfah
mengucapkan terima kasih, karena Krat menyetujui Ch6 untuk meliput berita. Dan
Krat menjelaskan bahwa dia mengundang Plerngfah untuk masuk ke dalam rumahnya,
karena Plerngfah adalah teman Sitang. Jika tidak, maka Plerngfah tidak mungkin
bisa masuk dan berjalan di dalam rumah nya.
Lalu di
dalam rumah, Krat menunjuk kan teka- teki kata yang ada tertulis di atas pilar-
pilar rumahnya. Dan Plerngfah memotret semua tulisan itu sambil berpikir.
“Karakter
yang sama. Tulisan tangan nya juga sama seperti sebelum nya. Bisa jadi orang
yang menulis ini juga adalah orang yang sama,” tebak Plerngfah. “Apa kamu
menemukan siapa yang menulis nya dari CCTV?”
“Biasanya,
tidak ada yang tinggal disini. Dan tidak ada hal penting disini, jadi kami
tidak memasang CCTV. Hanya ada dua orang satpam saja yang berjaga. Jika
seseorang menyelinap, itu sangat mudah dilakukan,” jelas Krat.
“Itu berarti
banyak penjaga tiba- tiba datang setelah tulisan ini ditulis, begitu?”
“Tidak
seperti itu. Hari ini ada ritual penting. Bahkan jika tidak ada karakter itu,
kami mesti mengatur beberapa penjaga keamanan juga,” jelas Krat.
“Ritual
apa?” tanya Plerngfah. Dan Krat malas menjelaskan.
Sitang
datang. Dan dia terkejut, karena ternyata Plerngfah datang lebih cepat darinya.
Lalu dia melihat karakter- karakter yang ada di atas pilar. Dan dia mengulangi
tebakan yang sama persis seperti yang Plerngfah katakan sebelum nya.
“Tepat. Aku
mengatakan hal yang sama seperti mu,” komentar Plerngfah, bangga.
“Aku tidak
mendengar apa yang kamu katakan. Kamu tidak bisa mengklaim kalau aku meniru
kamu!” protes Sitang. Dan Plerngfah tersenyum kecil.
Adul dan
Pakboon juga datang. Dan dengan ramah, Plerngfah menyapa mereka berdua. Tapi
Pakboon bersikap dingin padanya dan tampak tidak senang. Dan Plerngfah pun
merasa heran.
“Jao Sua Paphan
menunggu. Permisi,” kata Pakboon kepada Adul. Lalu dia pergi ke halaman
belakang.
Sitang dan
Adul kemudian mengajak Plerngfah untuk ikut bersama mereka, karena Pakboon akan
segera memulai ritual. Dan dengan penasaran, Plerngfah pun mengikuti mereka.
Dihalaman
belakang. Ketika Plerngfah melihat seorang pria tua duduk diatas kursi roda, dia
merasa penasaran dan bertanya kepada Sitang, apakah itu Jao Sua Paphan dan apa
hubungan nya ini dengan semua orang. Dan Sitang menyuruh Plerngfah untuk lihat
saja dan lalu Plerngfah akan tahu.
“Mari
mulai,” kata Pakboon sambil mendekati Jao Sua Paphan. “Jao Sua. Lihat aku.
Jangan takut,” katanya. Dan Jao Sua pun menatap nya. “Penyakit mu sekarang
adalah karena karma lama mu. Apa kamu siap untuk melihat apa yang terjadi dia
kehidupan lalu mu?” tanyanya. Dan Jao Sua mengiyakan.
Pakboon
kemudian memegang kedua tangan Jao Sua dan melihat ke dalam mata Jao Sua. Lalu
disaat itu, pupil matanya dan pupil mata Jao Sua sama- sama berubah menjadi
hitam gelap. Dan tiba- tiba saja angin bertiup sangat kencang disekitar mereka.
Dengan
serius, Plerngfah memperhatikan ritual itu. Dan lalu dia memegang tangan Sitang
dengan erat. Melihat itu, Krat merasa cemburu.
Ketika angin
bertambah kencang, Pakboon terpental ke belakang. Dan Adul pun langsung
menangkap nya. Lalu di saat itu, angin kencang berhenti bertiup.
Sitang
menyuruh Plerngfah untuk melepaskan tangannya, karena tangan nya sangat sakit.
Dan Plerngfah meminta maaf dengan pelan.
“Ini
salahku. Aku minta maaf. Maaf kan aku!” kata Jao Sua sambil menangis.
Mendengar
itu, keluarga Jao Sua merasa senang. Karena sebelum nya Jao Sua sama sekali
tidak bisa berbicara. Dan melihat itu, Ayah Krat serta Pakboon, dia tersenyum
puas.
Keluarga Jao
Sua mengucapkan terima kasih banyak kepada Pakboon, dan dia memberikan sejumlah
uang sebagai rasa terima kasih nya.
“Uang tidak
bisa membeli apapun,” kata Pakboon dengan tegas.
Pakboon
kemudian mendekati Jao Sua. “Jika kamu benar- benar tulus tentang meminta maaf,
maka pihak itu harus mengerti dan memaafkan kamu,” jelas nya. Kemudian dia
memerintahkan Jao Sua untuk berdiri. Dan Jao Sua pun berdiri.
Melihat itu,
keluarga Jao Sua bertambah senang. Karena Jao Sua sudah berdiri lagi sekarang.
Plerngfah
menyendiri dan berpikir. Lalu Sitang datang dan bertanya heran. Dan Plerngfah
menjelaskan bahwa ini terasa tidak benar, karena apa yang Pakboon lakukan
padanya terakhir kali.
“Tapi ini
aneh, kamu tidak bisa melihat apapun. Dan juga, Khun Boon yang terkena
dampaknya,” komentar Sitang.
“Kamu mau
bilang kalau aku abnornal?”
“Kamu yang
bilang sendiri,” canda Sitang.
Plerngfah
lalu bertanya penasaran, siapa Sitang di kehidupan yang lalu, apakah Pakboon
ada memberitahu Sitang. Dan Sitang menjelaskan bahwa dia tidak pernah
membiarkan Pakboon melakukan itu padanya, juga masa lalu adalah masa lalu, jadi
dia tidak peduli tentang itu.
“Tunggu!
Kamu mencurigakan,” kata Plerngfah.
“Jangan
menuduhku! Jika aku bilang tidak pernah, maka tidak pernah!” tegas Sitang,
kesal. Dan Plerngfah tersenyum mendengar itu. Lalu diapun mengikuti Sitang.
Dari jauh,
Pakboon mengawasi mereka berdua.
Si pria
hitam datang dan menemui Pakboon.
“Aku sudah
bilang! Jangan datang ke sini! Apa yang akan terjadi, jika Plerngfah bisa
mengingat mu? Apa yang akan dia lakukan?” bentak Pakboon.
“Aku minta
maaf. Aku khawatir padamu. Bahkan jika aku menunggu mu diluar, aku masih bisa
merasakan kekuatan mu. Aku tidak pernah melihat mu menggunakan kekuatan mu
sampai ke batas ini. Aku takut kamu dalam bahaya,” jelas si pria hitam dengan
lembut.
Mendengar
itu, Pakboon mengucapkan terima kasih. Dan lalu dia menjelaskan bahwa dia
memang sengaja melakukan ini, jadi itu akan berdampak pada Plerngfah, sebab
Plerngfah menolak nya terakhir kali, jadi dia tidak bisa melihat masa lalu
Plerngfah. Sehingga kali ini, dia menggunakan metode ini.
“Kapan
reporter (Plerngfah) itu akan ingat? Aku benci dia! Jika bukan karena instruksi
mu, aku sudah membunuh dia sejak dulu,” kata si pria hitam, penuh kebencian.
“Kehidupan
lalu Plerngfah berdampak pada pekerjaan kita. Tunggu sampai dia mengingat
segalanya. Aku akan membuat dia membayar kita dengan ekstrim!” jelas Pakboon.
“Dia akan lebih suka mati daripada menderita,” katanya dengan penuh keyakinan
dan kebencian terhadap Plerngfah.
Tags:
Leh Bunpakarn