Original Network : Channel 3
Plerngfah
menghubungi temannya. Phong, melalui video call dan mengeluh padanya. Sebab
pekerjaan nya sangat banyak hingga kepala nya hampir meletus, tapi Phong malah
masih berpikiran untuk bersantai. Dan sambil tertawa, Phong menjelaskan bahwa
ini adalah kesempatan yang jarang untuk dia bisa mendapatkan biaya wisata mewah
gratis, jadi dia tidak bisa menolak nya.
“Kamu bahkan
tidak tahu siapa yang mensponsorin wisata ini. Kamu harus berhati- hati loh,”
komentar Plerngfah, mengingatkan. “Takut nya kamu di tipu.”
“Kemudian aku
akan melarikan diri!” balas Phong tanpa rasa khawatir. “Lagian ada kesempatan
bagus di tangan, bodoh bila menolak nya,” jelas nya.
“Hmm… hati- hati
saja, P’Phong.”
“Ayolah. Jangan
serius begitu! Lihat laut dan bersantai lah,” kata Phong sambil menunjukkan
pantai di depan nya. “Sudah ya. Sampai jumpa 3 hari lagi,” katanya kemudian.
Lalu dia mematikan telpon begitu saja.
“Phong!” panggil
Plerngfah, kesal.
Tepat disaat itu,
Sitang dan Dokter datang. Sitang menyarankan Plerngfah untuk jangan moody
seperti itu, karena ini waktu nya untuk pemeriksaan. Lalu dia memperkenalkan
Plerngfah kepada si Dokter yang di bawa nya. Si Dokter bernama Chaiwat. Dan dia
sangat tertarik dengan kasus Plerngfah.
“Aku sangat
senang bertemu dengan mu. Ketika guru ku memberitahu ku, aku tidak bisa percaya
bahwa aku memiliki kesempatan untuk menemukan kasus langka seperti ini. Apa
kamu tahu kalau segala yang berhubungan dengan mu ini, kamu tidak perlu
membayar satu baht pun. Sejak kasus mu menarik banyak orang yang ingin
berkontribusi,” jelas Chaiwat dengan sangat panjang. Sehingga membuat Plerngfah
capek mendengar nya.
“Ya,” jawab
Plerngfah sambil memberikan senyum sopan.
Chaiwat kemudian
dengan ramah mengajak Sitang dan Plerngfah untuk ikut bersama dengan nya ke
dalam ruangan. Namun Plerngfah merasa ragu dan menghentikan Sitang. Dan dengan
tegas, Sitang menjelaskan bahwa ini sudah terlambat, jadi lebih baik Plerngfah
mencoba saja, jika ini berhasil, maka Plerngfah bisa hidup biasa tanpa masalah.
“Tunggu! Bisakah
aku tidak pergi?’” tanya Plerngfah, masih merasa sangat ragu.
“Kamu sudah
disini. Ayolah…” ajak Sitang sambil menarik Plerngfah. “Dia sudah menunggu!”
Si pria hitam
menyamar menjadi seorang pelayan hotel. Dia datang mengantarkan minuman untuk
Phong dan menjelaskan bahwa ini adalah minuman gratis dari hotel. Mendengar
itu, dengan senang hati, Phong pun langsung meminum nya serta menikmati nya.
Dan melihat Phong meminum itu, si pria hitam diam- diam tersenyum di belakang
nya.
Sebelum proses
hinoptis di mulai, Sitang memberitahu Plerngfah bahwa jika ada apapun yang
abnormal, maka Plerngfah harus langsung memberitahu nya, karena dia akan selalu
berada di samping Plerngfah dan tidak akan pergi. Dan mendengar itu, Plerngfah
mengulurkan tangan nya serta meminta Sitang untuk memegang nya. Dan dengan
kesal, Sitang memukul tangan Plerngfah dan menyuruhnya untuk bersikap baik. Dan
Plerngfah tertawa.
“Relax. Tarik nafas
dan buang nafas dengan pelan- pelan,” kata Chaiwat. Lalu hinoptis pun di mulai.
Plerngfah melihat
kenangan masa kecil nya bersama dengan Sitang dulu. Dan melihat itu, dia
tersenyum bahagia. Dan Chaiwat segera memeriksa kondisi Plerngfah, menurut nya
segala nya normal dan kondisi Plerngfah sangat bagus. Mendengar itu, Sitang
merasa lega, dan lalu dia mulai merekam proses hinoptis Plerngfah.
Plerngfah masih
melihat tentang kenangan masa kecil nya. Saat itu, dia dan teman nya sedang
bermain sepak bola bersama, dan lalu bola yang mereka mainkan tidak sengaja
tertendang jauh. Jadi Plerngfah pun ke sana untuk mengambil nya. Dan ketika
itu, Pakboon ada disana, dia membantu Plerngfah mengambil kan bola tersebut.
“Terima kasih
ya,” kata Plerngfah. Lalu dia berlari pergi. Dan dengan tajam, Pakboon
memandangi Plerngfah.
Melihat kenangan
itu, Plerngfah mulai bersikap aneh. Dia mengepalkan tangan nya dan tampak
sangat tegang. Dan dilayar monitor, kondisi Plerngfah tampak tidak baik.
Melihat itu, Sitang merasa khawatir. Namun Chaiwat menenangkan Sitang untuk
jangan khawatir, karena jika terjadi sesuatu, dia akan segera membangunkan
Plerngfah.
Plerngfah melihat
Phon ditahan di dalam sebuah gua dengan keadaan terikat. Dan melihat itu,
Plerngfah merasa sangat cemas. Jadi tubuhnya mulai bergerak- gerak, seperti
memberontak.
“Tolong! Tolong!”
teriak Phon, saat dia terbangun. Dan ketika dia melihat si pria hitam, dia
merasa bingung dan panik. “Kamu ingin uang, kan? Kamu bisa mengambil sebanyak
yang kamu ingin kan. Lepaskan aku! Lepaskan aku!” teriak nya.
“Barang dan uang
tidak berharga, ketika kamu menemukan keabadian waktu,” balas si pria hitam.
Dan Phong sama sekali tidak bisa mengerti maksud nya. Jadi dia lanjut berteriak
meminta pertolongan.
“Tidak ada
seorang pun yang bisa menyelamatkan mu sekarang,” kata Pakboon yang datang ke
dalam gua. Dan Phon merasa bingung melihat kedatangan nya. “Ini adalah gua
telantar,” katanya, memberitahu dengan baik hati.
“Jangan lukai
aku! Jangan lukai aku! Lepaskan aku, tolong. Lepaskan aku, lepaskan aku!” pinta
Phong, putus asa dan panik. Namun Pakboon dan si pria hitam sama sekali tidak
peduli.
Si pria hitam
mengambil sebotol minyak dan menuang kan nya ke dalam tangan nya. Lalu dia
mulai mengucapkan mantra. Melihat itu, Phon bertambah panik dan takut. Dengan
baik hati, Pakboon memberitahu kan alasan nya melakukan semua ini, dia
membutuhkan hidup Phon untuk membebaskan mantra Dewa Gala.
Sitang merasa
cemas melihat kondisi aneh Plerngfah. Dan Chaiwat juga tidak tahu apa yang
salah, karena dia tidak pernah melihat seseorang bereaksi seperti ini sebelum
nya. Mengetahui itu, Sitang semakin bertambah cemas, apalagi ketika tekanan
darah dan debar jantung Plerngfah terus meningkat begitu cepat. Jadi dia ingin
proses hinoptis ini untuk di hentikan. Dan Chaiwat pun mengerti.
“Plerng! Plerng!”
panggil Sitang terus menerus. Dan ketika Chaiwat melepaskan alat di mata
Plerngfah, dia terkejut karena melihat seluruh mata Plerngfah berwarna hitam.
“Plerng! Tolong bangunlah!” panggil nya, cemas.
Plerngfah melihat
sebuah kejadian di masa lalu. Seorang pria dengan wajah yang mirip dengannya
(Uthaiyothin), dia menghukum seorang wanita dengan wajah yang mirip dengan
Pakboon (Boonlua). Dia menghukum nya dengan memukul nya menggunakan rotan. Dan
seorang wanita yang mirip dengan Sitang (Duangkae), dia meminta Uthaiyothin
untuk berhenti memukul Boonlhua yang sudah terluka banyak.
“Pelayan licik!
Aku menjaga mu seperti keluarga. Tapi kamu malah mengkhianati aku. Orang
sepertimu pasti mati dengan buruk!” kata Uthaiyothin, marah. Lalu diapun pergi
darisana.
Dengan kasihan,
Duangkae menatap Boonlua. Namun Boonlua menatap mereka berdua dengan amarah.
Didepan patung
Dewa, Uthaiyothin berdoa.
“Plerng! Plerng!”
panggil Sitang terus, berusaha untuk membangunkan Plerngfah.
Melihat kondisi
aneh Plerngfah, Chatwai merasa panik serta heran. Dia menepuk tangan nya dengan
keras, dan memerintah kan Plerngfah untuk bangun. Dan lalu Plerngfah menutup
matanya serta kehilangan kesadaran nya.
Si pria hitam
mengoleskan minyak di tangan nya ke atas dahi Phon sambil menggumam kan
sesuatu. Melihat itu, Pakboon tersenyum. Dia lalu membuka sebuah kertas dan
sebuah gambar muncul disana.
Si pria hitam
kemudian menuangkan semua minyak di dalam botolnya ke dalam mulut Phon yang
terus berteriak memanggil pertolongan.
“Mi Ka Tu Pa
Kam,” gumam Pakboon, membaca aksara yang tertulis di kertas tersebut. “Mi Ka Tu
Pa Kam. Mi Ka Tu Pa Kam,” katanya terus menerus sambil menutup matanya. “Oh.
Dewa Gala Agung yang abadi dan melampaui apapun. Izinkan saya membebaskan Anda
dari ikatan dengan sebuah kehidupan,” katanya. Lalu setelah selesai, dia
membuka matanya dan menatap Phon.
Mendengar itu,
Phon merasa ngeri dan takut. “Kalian fanatik agama, kan? Apa yang aku lakukan
pada kalian? Huh?! Jangan bahayakan aku! Lepaskan aku, tolong! Lepaskan aku!
Lepaskan!” pintanya dengan putus asa.
“Aku sudah
memberitahumu, kan. Kita tidak memiliki kemarahan terhadap satu sama lain, tapi
saya wajib melakukan ini. Karena hidupmu adalah kunci penting untuk membebaskan
Dewa Gala,” jelas Pakboon.
“Aku beritahu
kamu, aku tidak tahu tentang Dewa Gala! Lepaskan aku! Tolong!” teriak Phon,
memohon. Lalu dia terkejut ketika melihat si pria hitam dan Pakboon
mengeluarkan pisau.
“Jika kamu marah,
kemudian marahlah pada Khun Uthaiyothin yang membuat takdir mu menjadi seperti
ini,” kata Pakboon sambil tersenyum kejam,
Chatwai memeriksa
denyut nadi Plerngfah, dan merasa kalau denyut nadi Plerngfah sangat lemah.
Jadi dia berniat untuk memanggil ambulans. Mendengar itu, Sitang merasa sangat
panik.
“Plerng! Plerng!
Plerng! Plerng! Plerng!” panggil Sitang. “Tolonglah baik-baik saja. Plerng! Aku
tidak seharusnya membawa mu kesini, “ katanya, menyesal. “Plerng! Plerng!”
Plerngfah masih
melihat kejadian di masa lalu.
“Idol Dewa Gala sangat kuat. Siapapun yang menggunakan
nya akan dapat meramalkan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Tapi jika
itu jatuh ke tangan orang jahat, itu
akan membawa bahaya serius yang melebihi perkiraan kita,” kata Uthaiyothin,
memberitahu para bawahan nya.
“Jika begitu, apa
yang harus kami lakukan untuk melindungi Idol supaya jangan terjatuh ke dalam
tangan orang jahat, Than Khun?” tanya pria yang mirip dengan Kittipong (Phon).
“Aku akan
melakukan ritual untuk menahan kekuatan Idol. Bahkan jika siapapun mendapatkan
nya, mereka tidak akan bisa menggunakan nya. Tapi mantra besar ini akan terikat
pada kehidupan dari kalian bersembilan. Jika kalian masih hidup, tidak seorang
pun bisa melepaskan mantra ini,” jelas Uthaiyothin.
“Tapi bagaimana
jika kami meninggal?” tanya Nai, khawatir.
“Kalian harus
mati di dalam kehidupan yang sama untuk melepaskan mantra ku. Tapi jika kalian
lahir di kehidupan yang berbeda, maka mantra ini tidak bisa di hilangkan,”
jelas Uthaiyothin.
“Oh, lakukan saja
apa yang kamu inginkan, tuan! Hanya bayar saja aku seperti yang kamu janjikan,”
kata Bualya, tidak terlalu peduli. “Ikat jiwaku ke banyak kehidupan. Lakukan
saja!” katanya.
Mendengar iu,
Uthaiyothin pun segera memulai ritual nya.
Phon berteriak
putus asa, dia meminta Pakboon untuk berhenti. Tapi tanpa peduli sama sekali,
Pakboon menusuk Phon sampai mati. Lalu dengan puas, dia tersenyum.
Sitang terus
memanggil- manggil nama Plerng sambil menangis khawatir. Tapi Plerngfah sama
sekali tetap tidak tersadar. Dan ketika air mata Sitang tidak sengaja terjatuh
mengenai Plerngfah, disaat itulah Plerngfah akhirnya tersadar. Dan melihat
Plerngfah tersadar, dia merasa senang.
“Aku tahu
sekarang,” kata Plerngfah. “Ada sembilan orang yang harus meninggal untuk
melepaskan mantra itu. Mereka menginginkan kekuatan Idol.”
Mendengar itu,
Sitang merasa bingung.
Plerngfah
berusaha untuk menghubungi Phon, tapi tidak ada yang mengangkat nya, dan diapun
merasa cemas. Sitang kemudian menghampirinya dan memberikan obat padanya, dan
Plerngfah pun menolak, karena dia akan mengantuk nantinya, kepadahal dia harus
menyetir.
“Aku bisa
mengantar mu. Untuk mobil mu, supir ku bisa membawa nya kembali ke rumah mu,”
jelas Sitang, memaksa Plerngfah untuk minum obat.
“Siapa yang
bilang padamu kalau aku ingin pulang? Aku ingin pergi menemui P’Phong. Aku
harus memperingatkan dia. Aku sudah mencoba menelpon berkali- kali, tapi dia
tidak mengangkat nya,” jelas Plerngfah.
Mengetahui itu,
Sitang melarang Plerngfah untuk pergi menemui Phong, karena kondisi Plerngfah
sedang tidak terlalu baik dan dia merasa cemas. Namun dengan tegas, Plerngfah
mengatakan bahwa dia akan tetap pergi. Dan Sitang pun mengalah, dia menawarkan
diri untuk menemani Plerngfah.
Plerngfah dan
Sitang pergi ke hotel tempat Phong menginap. Dan disana, seorang pegawai hotel
memberitahu Plerngfah bahwa dia tidak bisa menemukan Phong. Tapi mereka
menemukan barang- barang Phon tertinggal di pantai. Dan mereka memberikan itu
kepada Plerngfah.
Dengan segera,
Plerngfah pun memeriksa barang- barang Phon untuk memastikan. Lalu ketika dia
menyentuh dompet Phong, dia melihat Phong berada di dalam sebuah gua.
“Apa kamu melihat
penglihatan lagi?” tanya Sitang, saat melihat reaksi Plerngfah.
“Kamu memberitahu
ku sebelumnya, kan. Aku mungkin mempunyai kekuatan psikis?” tanya Plerngfah,
merasa bingung.
“Ya. Tapi aku
tidak yakin 100%. Mengapa kamu bertanya?”
Plerngfah pergi
ke pantai dan mencari- cari Phong dengan cemas. Dan Sitang membantu Plerngfah
untuk mencari Phong juga. Lalu disana, Plerngfah melihat sebuah penglihatan
lagi. Dia melihat seseorang mengangkat Phong ke dekat batu karang. Dan melihat
itu, Plerngfah pun segera pergi ke dekat
batu karang tersebut. Namun ketika Plerngfah mendekat ke batu karang tersebut,
dia menemukan Phong sudah meninggal dengan tragis.
Tags:
Leh Bunpakarn