Sinopsis Lakorn : Leh Bunpakarn Episode 2 part 2


Original Network : Channel 3

Plerngfah menghubungi temannya. Phong, melalui video call dan mengeluh padanya. Sebab pekerjaan nya sangat banyak hingga kepala nya hampir meletus, tapi Phong malah masih berpikiran untuk bersantai. Dan sambil tertawa, Phong menjelaskan bahwa ini adalah kesempatan yang jarang untuk dia bisa mendapatkan biaya wisata mewah gratis, jadi dia tidak bisa menolak nya.
“Kamu bahkan tidak tahu siapa yang mensponsorin wisata ini. Kamu harus berhati- hati loh,” komentar Plerngfah, mengingatkan. “Takut nya kamu di tipu.”
“Kemudian aku akan melarikan diri!” balas Phong tanpa rasa khawatir. “Lagian ada kesempatan bagus di tangan, bodoh bila menolak nya,” jelas nya.
“Hmm… hati- hati saja, P’Phong.”
“Ayolah. Jangan serius begitu! Lihat laut dan bersantai lah,” kata Phong sambil menunjukkan pantai di depan nya. “Sudah ya. Sampai jumpa 3 hari lagi,” katanya kemudian. Lalu dia mematikan telpon begitu saja.
“Phong!” panggil Plerngfah, kesal.


Tepat disaat itu, Sitang dan Dokter datang. Sitang menyarankan Plerngfah untuk jangan moody seperti itu, karena ini waktu nya untuk pemeriksaan. Lalu dia memperkenalkan Plerngfah kepada si Dokter yang di bawa nya. Si Dokter bernama Chaiwat. Dan dia sangat tertarik dengan kasus Plerngfah.
“Aku sangat senang bertemu dengan mu. Ketika guru ku memberitahu ku, aku tidak bisa percaya bahwa aku memiliki kesempatan untuk menemukan kasus langka seperti ini. Apa kamu tahu kalau segala yang berhubungan dengan mu ini, kamu tidak perlu membayar satu baht pun. Sejak kasus mu menarik banyak orang yang ingin berkontribusi,” jelas Chaiwat dengan sangat panjang. Sehingga membuat Plerngfah capek mendengar nya.
“Ya,” jawab Plerngfah sambil memberikan senyum sopan.
Chaiwat kemudian dengan ramah mengajak Sitang dan Plerngfah untuk ikut bersama dengan nya ke dalam ruangan. Namun Plerngfah merasa ragu dan menghentikan Sitang. Dan dengan tegas, Sitang menjelaskan bahwa ini sudah terlambat, jadi lebih baik Plerngfah mencoba saja, jika ini berhasil, maka Plerngfah bisa hidup biasa tanpa masalah.
“Tunggu! Bisakah aku tidak pergi?’” tanya Plerngfah, masih merasa sangat ragu.
“Kamu sudah disini. Ayolah…” ajak Sitang sambil menarik Plerngfah. “Dia sudah menunggu!”

Si pria hitam menyamar menjadi seorang pelayan hotel. Dia datang mengantarkan minuman untuk Phong dan menjelaskan bahwa ini adalah minuman gratis dari hotel. Mendengar itu, dengan senang hati, Phong pun langsung meminum nya serta menikmati nya. Dan melihat Phong meminum itu, si pria hitam diam- diam tersenyum di belakang nya.



Sebelum proses hinoptis di mulai, Sitang memberitahu Plerngfah bahwa jika ada apapun yang abnormal, maka Plerngfah harus langsung memberitahu nya, karena dia akan selalu berada di samping Plerngfah dan tidak akan pergi. Dan mendengar itu, Plerngfah mengulurkan tangan nya serta meminta Sitang untuk memegang nya. Dan dengan kesal, Sitang memukul tangan Plerngfah dan menyuruhnya untuk bersikap baik. Dan Plerngfah tertawa.
“Relax. Tarik nafas dan buang nafas dengan pelan- pelan,” kata Chaiwat. Lalu hinoptis pun di mulai.


Plerngfah melihat kenangan masa kecil nya bersama dengan Sitang dulu. Dan melihat itu, dia tersenyum bahagia. Dan Chaiwat segera memeriksa kondisi Plerngfah, menurut nya segala nya normal dan kondisi Plerngfah sangat bagus. Mendengar itu, Sitang merasa lega, dan lalu dia mulai merekam proses hinoptis Plerngfah.

 
Plerngfah masih melihat tentang kenangan masa kecil nya. Saat itu, dia dan teman nya sedang bermain sepak bola bersama, dan lalu bola yang mereka mainkan tidak sengaja tertendang jauh. Jadi Plerngfah pun ke sana untuk mengambil nya. Dan ketika itu, Pakboon ada disana, dia membantu Plerngfah mengambil kan bola tersebut.
“Terima kasih ya,” kata Plerngfah. Lalu dia berlari pergi. Dan dengan tajam, Pakboon memandangi Plerngfah.

Melihat kenangan itu, Plerngfah mulai bersikap aneh. Dia mengepalkan tangan nya dan tampak sangat tegang. Dan dilayar monitor, kondisi Plerngfah tampak tidak baik. Melihat itu, Sitang merasa khawatir. Namun Chaiwat menenangkan Sitang untuk jangan khawatir, karena jika terjadi sesuatu, dia akan segera membangunkan Plerngfah.
Plerngfah melihat Phon ditahan di dalam sebuah gua dengan keadaan terikat. Dan melihat itu, Plerngfah merasa sangat cemas. Jadi tubuhnya mulai bergerak- gerak, seperti memberontak.

“Tolong! Tolong!” teriak Phon, saat dia terbangun. Dan ketika dia melihat si pria hitam, dia merasa bingung dan panik. “Kamu ingin uang, kan? Kamu bisa mengambil sebanyak yang kamu ingin kan. Lepaskan aku! Lepaskan aku!” teriak nya.
“Barang dan uang tidak berharga, ketika kamu menemukan keabadian waktu,” balas si pria hitam. Dan Phong sama sekali tidak bisa mengerti maksud nya. Jadi dia lanjut berteriak meminta pertolongan.


“Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mu sekarang,” kata Pakboon yang datang ke dalam gua. Dan Phon merasa bingung melihat kedatangan nya. “Ini adalah gua telantar,” katanya, memberitahu dengan baik hati.
“Jangan lukai aku! Jangan lukai aku! Lepaskan aku, tolong. Lepaskan aku, lepaskan aku!” pinta Phong, putus asa dan panik. Namun Pakboon dan si pria hitam sama sekali tidak peduli.
Si pria hitam mengambil sebotol minyak dan menuang kan nya ke dalam tangan nya. Lalu dia mulai mengucapkan mantra. Melihat itu, Phon bertambah panik dan takut. Dengan baik hati, Pakboon memberitahu kan alasan nya melakukan semua ini, dia membutuhkan hidup Phon untuk membebaskan mantra Dewa Gala.

Sitang merasa cemas melihat kondisi aneh Plerngfah. Dan Chaiwat juga tidak tahu apa yang salah, karena dia tidak pernah melihat seseorang bereaksi seperti ini sebelum nya. Mengetahui itu, Sitang semakin bertambah cemas, apalagi ketika tekanan darah dan debar jantung Plerngfah terus meningkat begitu cepat. Jadi dia ingin proses hinoptis ini untuk di hentikan. Dan Chaiwat pun mengerti.
“Plerng! Plerng!” panggil Sitang terus menerus. Dan ketika Chaiwat melepaskan alat di mata Plerngfah, dia terkejut karena melihat seluruh mata Plerngfah berwarna hitam. “Plerng! Tolong bangunlah!” panggil nya, cemas.



Plerngfah melihat sebuah kejadian di masa lalu. Seorang pria dengan wajah yang mirip dengannya (Uthaiyothin), dia menghukum seorang wanita dengan wajah yang mirip dengan Pakboon (Boonlua). Dia menghukum nya dengan memukul nya menggunakan rotan. Dan seorang wanita yang mirip dengan Sitang (Duangkae), dia meminta Uthaiyothin untuk berhenti memukul Boonlhua yang sudah terluka banyak.
“Pelayan licik! Aku menjaga mu seperti keluarga. Tapi kamu malah mengkhianati aku. Orang sepertimu pasti mati dengan buruk!” kata Uthaiyothin, marah. Lalu diapun pergi darisana.
Dengan kasihan, Duangkae menatap Boonlua. Namun Boonlua menatap mereka berdua dengan amarah.

Didepan patung Dewa, Uthaiyothin berdoa.

“Plerng! Plerng!” panggil Sitang terus, berusaha untuk membangunkan Plerngfah.
Melihat kondisi aneh Plerngfah, Chatwai merasa panik serta heran. Dia menepuk tangan nya dengan keras, dan memerintah kan Plerngfah untuk bangun. Dan lalu Plerngfah menutup matanya serta kehilangan kesadaran nya.

Si pria hitam mengoleskan minyak di tangan nya ke atas dahi Phon sambil menggumam kan sesuatu. Melihat itu, Pakboon tersenyum. Dia lalu membuka sebuah kertas dan sebuah gambar muncul disana.
Si pria hitam kemudian menuangkan semua minyak di dalam botolnya ke dalam mulut Phon yang terus berteriak memanggil pertolongan.

“Mi Ka Tu Pa Kam,” gumam Pakboon, membaca aksara yang tertulis di kertas tersebut. “Mi Ka Tu Pa Kam. Mi Ka Tu Pa Kam,” katanya terus menerus sambil menutup matanya. “Oh. Dewa Gala Agung yang abadi dan melampaui apapun. Izinkan saya membebaskan Anda dari ikatan dengan sebuah kehidupan,” katanya. Lalu setelah selesai, dia membuka matanya dan menatap Phon.


Mendengar itu, Phon merasa ngeri dan takut. “Kalian fanatik agama, kan? Apa yang aku lakukan pada kalian? Huh?! Jangan bahayakan aku! Lepaskan aku, tolong! Lepaskan aku! Lepaskan!” pintanya dengan putus asa.
“Aku sudah memberitahumu, kan. Kita tidak memiliki kemarahan terhadap satu sama lain, tapi saya wajib melakukan ini. Karena hidupmu adalah kunci penting untuk membebaskan Dewa Gala,” jelas Pakboon.
“Aku beritahu kamu, aku tidak tahu tentang Dewa Gala! Lepaskan aku! Tolong!” teriak Phon, memohon. Lalu dia terkejut ketika melihat si pria hitam dan Pakboon mengeluarkan pisau.
“Jika kamu marah, kemudian marahlah pada Khun Uthaiyothin yang membuat takdir mu menjadi seperti ini,” kata Pakboon sambil tersenyum kejam,

Chatwai memeriksa denyut nadi Plerngfah, dan merasa kalau denyut nadi Plerngfah sangat lemah. Jadi dia berniat untuk memanggil ambulans. Mendengar itu, Sitang merasa sangat panik.
“Plerng! Plerng! Plerng! Plerng! Plerng!” panggil Sitang. “Tolonglah baik-baik saja. Plerng! Aku tidak seharusnya membawa mu kesini, “ katanya, menyesal. “Plerng! Plerng!”

Plerngfah masih melihat kejadian di masa lalu.
 “Idol Dewa Gala sangat kuat. Siapapun yang menggunakan nya akan dapat meramalkan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Tapi jika itu jatuh ke tangan orang  jahat, itu akan membawa bahaya serius yang melebihi perkiraan kita,” kata Uthaiyothin, memberitahu para bawahan nya.
“Jika begitu, apa yang harus kami lakukan untuk melindungi Idol supaya jangan terjatuh ke dalam tangan orang jahat, Than Khun?” tanya pria yang mirip dengan Kittipong (Phon).

“Aku akan melakukan ritual untuk menahan kekuatan Idol. Bahkan jika siapapun mendapatkan nya, mereka tidak akan bisa menggunakan nya. Tapi mantra besar ini akan terikat pada kehidupan dari kalian bersembilan. Jika kalian masih hidup, tidak seorang pun bisa melepaskan mantra ini,” jelas Uthaiyothin.
“Tapi bagaimana jika kami meninggal?” tanya Nai, khawatir.

“Kalian harus mati di dalam kehidupan yang sama untuk melepaskan mantra ku. Tapi jika kalian lahir di kehidupan yang berbeda, maka mantra ini tidak bisa di hilangkan,” jelas Uthaiyothin.
“Oh, lakukan saja apa yang kamu inginkan, tuan! Hanya bayar saja aku seperti yang kamu janjikan,” kata Bualya, tidak terlalu peduli. “Ikat jiwaku ke banyak kehidupan. Lakukan saja!” katanya.
Mendengar iu, Uthaiyothin pun segera memulai ritual nya.

Phon berteriak putus asa, dia meminta Pakboon untuk berhenti. Tapi tanpa peduli sama sekali, Pakboon menusuk Phon sampai mati. Lalu dengan puas, dia tersenyum.

Sitang terus memanggil- manggil nama Plerng sambil menangis khawatir. Tapi Plerngfah sama sekali tetap tidak tersadar. Dan ketika air mata Sitang tidak sengaja terjatuh mengenai Plerngfah, disaat itulah Plerngfah akhirnya tersadar. Dan melihat Plerngfah tersadar, dia merasa senang.
“Aku tahu sekarang,” kata Plerngfah. “Ada sembilan orang yang harus meninggal untuk melepaskan mantra itu. Mereka menginginkan kekuatan Idol.”
Mendengar itu, Sitang merasa bingung.

Plerngfah berusaha untuk menghubungi Phon, tapi tidak ada yang mengangkat nya, dan diapun merasa cemas. Sitang kemudian menghampirinya dan memberikan obat padanya, dan Plerngfah pun menolak, karena dia akan mengantuk nantinya, kepadahal dia harus menyetir.
“Aku bisa mengantar mu. Untuk mobil mu, supir ku bisa membawa nya kembali ke rumah mu,” jelas Sitang, memaksa Plerngfah untuk minum obat.
“Siapa yang bilang padamu kalau aku ingin pulang? Aku ingin pergi menemui P’Phong. Aku harus memperingatkan dia. Aku sudah mencoba menelpon berkali- kali, tapi dia tidak mengangkat nya,” jelas Plerngfah.
Mengetahui itu, Sitang melarang Plerngfah untuk pergi menemui Phong, karena kondisi Plerngfah sedang tidak terlalu baik dan dia merasa cemas. Namun dengan tegas, Plerngfah mengatakan bahwa dia akan tetap pergi. Dan Sitang pun mengalah, dia menawarkan diri untuk menemani Plerngfah.

Plerngfah dan Sitang pergi ke hotel tempat Phong menginap. Dan disana, seorang pegawai hotel memberitahu Plerngfah bahwa dia tidak bisa menemukan Phong. Tapi mereka menemukan barang- barang Phon tertinggal di pantai. Dan mereka memberikan itu kepada Plerngfah.
Dengan segera, Plerngfah pun memeriksa barang- barang Phon untuk memastikan. Lalu ketika dia menyentuh dompet Phong, dia melihat Phong berada di dalam sebuah gua.
“Apa kamu melihat penglihatan lagi?” tanya Sitang, saat melihat reaksi Plerngfah.
“Kamu memberitahu ku sebelumnya, kan. Aku mungkin mempunyai kekuatan psikis?” tanya Plerngfah, merasa bingung.
“Ya. Tapi aku tidak yakin 100%. Mengapa kamu bertanya?”



Plerngfah pergi ke pantai dan mencari- cari Phong dengan cemas. Dan Sitang membantu Plerngfah untuk mencari Phong juga. Lalu disana, Plerngfah melihat sebuah penglihatan lagi. Dia melihat seseorang mengangkat Phong ke dekat batu karang. Dan melihat itu, Plerngfah  pun segera pergi ke dekat batu karang tersebut. Namun ketika Plerngfah mendekat ke batu karang tersebut, dia menemukan Phong sudah meninggal dengan tragis.

Post a Comment

Previous Post Next Post