Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 03 - 1
Images by : SET TV
Chapter 03
Dokter datang memeriksa keadaan Xiao’en.
Mimisan Xiao’en sudah berhenti dan dari hasil pemeriksaan, tidak ada masalah
apapun. Jadi, dokter menyimpulkan kalau Xiao’en mimisan mungkin karna udara di
kamar rumah sakati agak kering. Dan karna itu, mereka akan menambahkan pelembab
dan memeriksanya lagi nanti.
Chuntian beneran lega mendengar kalau Xiao’en
baik-baik saja.
--
Xiao’en mengobati sendiri
mimisannya dan luka lecet di lututnya, di dalam kamar hotel (acaranya di adakan
di hotel). Qingfeng datang menemuinya dan mulai menginterogasi alasan Xiao’en
melompat seperti tadi. Xiao’en tidak mau jujur dan malah mengarang kalau
matanya kabur dan berhalusinasi melihat sekotak masker wajah di lantai. Masker
merk mahal yang hanya sanggup di beli orang kaya, makanya dia melompat ingin
mengambil masker itu.
Qingfeng tidak percaya sih, tapi
tidak mau membahas lagi. Dia menanyakan keadaan Xiao’en. Tapi, walaupun
terluka, Xiao’en bukan orang yang lemah dan suka di kasihani.
Lagi asyik berbincang, Chuchu
muncul untuk menanyakan keadaannya. Xiao’en menjawab kalau dia hanya tergores,
jadi tidak apa-apa. Perhatian Qingfeng juga teralih pada Chuchu, menanyakan
keadaannya yang pasti shock karna
Xiao’en. Dari sinar mata Qingfeng, siapapun bisa tahu kalau dia menyukai
Chuchu.
Chuchu ternyata sadar kalau Xiao’en
melakukan itu karna mencoba memperingatinya tentang troli berisi kardus itu
kan?
“Jangan berpikir seperti itu. Aku
bukan orang yang baik,” ujar Xiao’en, menyangkal.
Qingfeng juga menyuruh Chuchu untuk
tidak menyalahkan diri sendiri karna Xiao’en kecelakaan sebab berhalusinasi.
Eh, Chuchu entah kenapa malah tersenyum malu-malu gitu. Tampak tersipu.
Melihat pemandangan di hadapannya,
Xiao’en bisa merasakan ada aura pink
di antara Qingfeng dan Chuchu. Bahkan setelah Chuchu pergi, mata Qingfeng terus
terpaku padanya.
Dengan niat baik, Xiao’en
menasehati Qingfeng mengenai pemeran utama pria dan wanita hanya akan menatap
satu sama lain. Tidak akan melihat orang lain. Kasihan sekali. Dan tentu saja,
ucapan aneh Xiao’en tersebut tidak di mengerti oleh Qingfeng.
--
Xiao’en masih melakukan misinya,
menjaga Chuchu dari segala mara bahaya. Tapi, tingkah anehnya yang terus
mengintai Chuchu, terlihat oleh Situ. Situ bahkan bilang pada Qingfeng kalau
Xiao’en itu licik dan aneh. Dia juga menceritakan insiden salah paham itu,
mengenai Chuchu yang tersiram air di kamar mandi dan pelakunya adalah Xiao’en
(itu murni salah paham). Dari nada bicaranya, Situ beneran membenci Xiao’en.
Qingfeng merasa kalau Xiao’en bukan
seperti yang di bicarakan Situ. Dan sepertinya, ada semacam kesalahpahaman
antara Situ pada Xiao’en.
Situ udah beneran salah paham dan
tidak menyukai Xiao’en, jadi mau apapun yang Qingfeng katakan, dia tidak
mempercayainya. Padahal, di depan matanya sendiri, dia melihat Xiao’en yang
berusaha mencegah Chuchu membuat hal-hal berbahaya.
Xiao’en bener-bener menjaga Chuchu.
Dia tidak membiarkan Chuchu melakukan apapun, karna tahu apapun yang Chuchu
lakukan akan menjadi marabahaya. Dia sampai memohon agar Chuchu istirahat saja.
Chuchu heran melihat sikap Xiao’en tapi mengiyakan, tapinya lagi, tidak
melakukannya. huft.
Tingkah anehnya itu juga membuat
Susan kesal. Kenapa sepanjang hari ini Xiao’en malah melakukan tugas Chuchu?
Apa kerjaannya sendiri sudah selesai? Hehehehe… Xiao’en hanya bisa nyegir.
Chuchu yang sudah di kasih
peringatan sama Xiao’en, malah bukannya istirahat tapi cabut colokan listrik
yang ada di lantai. Xiao’en melihat itu dan berteriak ‘hati-hati’ sambil
berlari ke arah Chuchu.
Aish, entah Chuchu yang budek atau
gimana, dia malah tetap mencabut colokan dan terjadilah korsleting. Sadar kalau
Chuchu bisa kesentrum, Xiao’en segera mendorong tubuh Chuchu ke samping, tapi
Chuchu kehilangan keseimbangan dan malah menabrak meja yang di atasnya ada
pajangan besi. Xiao’en, Susan dan Qingfeng panik berusaha menolongnya.
Tapi, tiba-tiba Situ muncul dan
menolong Chucu. Merelakan punggungnya terkena jatuhan patung besi itu. Chuchu
malah bukannya berdiri, tapi tersenyum menatap wajah Situ, saling bertatapan (hhahahaha, biasanya kalau di adegan drama normal, ini
mah adegan romantis. Tapi, entah kenapa, menontonnya di drama ini, malah jadi
menjengkelkan. Mungkin karena jalan ceritanya, fokus pada sudut pandang
Xiao’en, yang di ceritakan bukan tokoh utama di novel yang di masukinya).
--
Aoran (manggilnya berubah jadi Aoran ya) di bawa ke rumah sakit untuk di
obati luka di punggungnya karna tertimpa patung besi tadi. Yang ikut mengantar
ada Qingfeng, Chuchu, Xiao’en dan Susan. Aoran bersikap cool dengan bilang kalau dia baik-baik saja dan ini hanyalah luka kecil.
Walau Aoran sudah bilang begitu, Chuchu masih terus menangis terisak-isak
meminta maaf. Dia menyalahkan dirinya yang membuat Aoran terluka.
Aoran bersikap lembut pada Chuchu.
Dia menyeka air mata Chuchu dan menyuruhnya untuk tidak berkata begitu, karena
sudah menjadi tanggung jawab pria untuk melindungi wanita. Dan ini takdirnya
untuk melindungi Chuchu, jadi Chuchu tidak melakukan kesalahan.
Mau tahu ekspresi yang lainnya? Qingfeng
dan Susan iri plus cemburu. Sementara Xiao’en, ekpresinya macam habis mendengar
hal menggelikan.
Untuk menghentikan adegan romantis itu, Susan segera menyela
dengan meminta maaf mengenai kejadian ini. Dia akan memastikan kalau jamuan
penghargaan besok akan berjalan lancar tanpa insiden apapun. Aoran memberi
peringatan keras kalau besok terjadi kekacauan, maka Susan akan di pecat. Susan
jadi mingkem karna takut.
Suster sudah selesai mengobati luka
Aoran dan memberitahu kalau lukanya jangan menyentuh air.
“Terimakasih suster. Aku sangat
menyesal telah menganggumu,” ujar Chuchu.
Ucapan yang membuat Susan dan
Xiao’en keki setengah mati. Cara ngomongnya itu lho, emangnya Chuchu pikir dia
siapa? Nyonya rumah apa?!
Aoran memakai kembali kemejanya
sambil memberikan perintah agar Qingfeng yang mengawasi sisa persiapan acara
besok. Sementara dia akan mengantar pulang Chuchu yang pasti shock dengan kejadian tadi. Daebak! Chuchu sama sekali tidak menolak
dan malah memasang ekspresi senang bahagia.
Ini tidak bisa di biarkan! Xiao’en
ingin di tebengin juga dengan alasan kalau rumah mereka searah.
“Siapa yang memberikanmu keberanian
untuk memperlakukanku (Aoran menyebut dirinya = shaoye yang artinya ‘tuan muda’) seperti supir?” tanya Aoran,
sangat marah.
Susan saja sampai takut. Xiao’en
juga takut, tapi tetap memaksakan diri maju. Dia membuat alasan kalau rumah
mereka kan searah, jadi bisa menghemat energi dan mengurangi emisi karbon.
Untung, sangat untung, ada Qingfeng. Dia mendukung Xiao’en dan meminta Aoran
mengantar Xiao’en juga. Tadi kan Xiao’en juga terluka dan Xiao’en juga karyawan
perusahaan. Jadi, tidak boleh pilih kasih begitu.
Oalaaa, karna itu, mau tidak mau,
Xiao’en boleh ikut dalam mobilnya.
Xiao’en duduk di kursi penumpang
belakang, sementara Chuchu duduk di kursi penumpang sebelah kursi pengemudi. Dan
di dalam mobil, lagi-lagi dengan suara menangis, Chuchu meminta maaf dan
menyalahkan dirinya.
“Aiyo, aku hanya mau memberitahu,
kau sudah mengatakan kalimat tadi di adegan terakhir,” sela Xiao’en memberitahu
Chuchu.
Aoran yang kesal dan menyebut
Xiao’en tidak sopan menyela pembicaraan mereka. Xiao’en menggerutu kesal kalau
dia kan hanya ikut berbincang. Aoran tidak mau mendengarkan gerutuannya dan
menanyakan alamat rumah Xiao’en. Dia akan mengantar Xiao’en pulang duluan.
Xiao’en tidak mau di antar duluan.
Dia maunya Chuchu yang duluan di antar karna Chuchu kan rapuh, jadi harus
segera pulang. Chuchu dengan lembut menjawab kalau dia terserah saja.
Karna itu, Aoran mengantarkan
Chuchu pulang duluan. Dan begitu Chuchu turun, Xiao’en langsung pindah duduk ke
kursi depan. Aoran juga langsung mengantarkan Xiao’en. Kemana? Ke tempat
pemberhentian bus.
Siapa yang tidak marah, hari sudah
larut tapi malah di tinggalkan sendirian. Bus saja tampaknya sudah tidak ada
lagi! Dan lagi-lagi, Qingfeng muncul sebagai penyelamat Xiao’en.
--
Qingfeng tidak langsung mengantar
Xiao’en pulang, tapi membawanya makan di sebuah restoran mewah masakan Prancis.
Jiwa miskin Xiao’en bergejolak karna Qingfeng bilang ini untuk cemilan malam.
Bagi Xiao’en kalau mau makan cemilan malam kan bisa beli di pinggir jalan saja,
seperti pop chicken, nasi dingin
dengan sup miso atau sejenisnya.
Qingfeng tidak tahu semua makanan
yang di sebutkan oleh Xiao’en. Dia tidak pernah mendengar nama makanan itu
ataupun memakannya. Dia penasaran mengenai pop
chicken. Dengan menggebu-gebu, Xiao’en menjelaskan kalau pop chicken adalah makanan pokok orang
Taiwan dan harus di tambahkan bawang putih dan kemangi. Itu makanan yang sangat
enak.
Waktu Xiao’en nanya ke pelayan,
dimana daerah di dekat sini yang ada menjual pop chicken, pelayan juga bingung. Dia tidak pernah mendengar nama
makanan itu. Woah, Xiao’en langsung tersadar kalau di dunia novel ini, tidak
ada makanan pinggir jalan yang enak dan sangat di sukainya itu.
Dengan ramah, Qingfeng menyuruh
Xiao’en memesan saja makanan yang ada karna dia yang akan mentraktir. Baru juga
melihat menu, mata Xiao’en sudah membelalak. Sangat mahal.
“Kau suka Aoran kan?” interogasi
Qingfeng sembari makan.
“Sebenarnya, aku bukan menyukainya.
Kau gimana? Kau suka Chuchu?” interogasi Xiao’en balik. Melihat eksprei
Qingfeng, Xiao’en tahu kalau tebakannya benar.
“Apa yang kau sukai dari Aoran?”
tanya Qingfeng serius.
Dan Xiao’en menanggapinya dengan
serius.
Suatu
hari, Chuntian dan Xiao’en sedang istirahat di tempat favorit mereka. Chuntian
menghabiskan waktu dengan memainkan drone-nya dan tanpa sengaja dia menemukan
kantor Tianxing. Awalnya, Xiao’en tidak mau melihatnya karna rasanya seperti
orang mesum, tapi karna Chuntian memaksa, dia jadi melihatnya. Dan mulai hari
itu, memandangi wajah Tianxing melalui drone sudah menjadi hobi tersendiri bagi
Xiao’en dan Chuntian.
Terkadang,
mereka juga saling berebutan drone tersebut. Itu hari-hari yang indah. Di
tengah lelahnya hari, memandangi wajah Tianxing seolah menjadi penghibur
tersendiri bagi mereka.
End
“Dari dulu, dia seperti tempat
perlindungan bagiku,” cerita Xiao’en, mengingat mengenai Tianxing.
Suatu
hari, Xiao’en pulang dengan menangis sambil memegang sebuah amplop.
Hujan
turun tiba-tiba, dan Xiao’en menggunakan amplop itu sebagai payung untuk lari
berteduh ke gedung terdekat. Di dekat tempatnya berteduh, ada layar billboard
yang menayangkan wawancara Tianxing, dulu.
Tianxing : Kemunduran. Setiap orang
menghadapi berbagai kemunduran setiap hari. Termasuk diriku, tentu saja. Dan…
mungkin aku lebih sering menemuinya daripada yang lain.
MC : Benarkah? Kebanyakan orang memiliki
kesan bahwa kau adalah orang sukses yang lahir dari keluarga kaya. Kau sepertinya
pekerja keras dan optimis.
Tianxing : Aku yang di lihat semua orang
adalah aku yang ingin ku tunjukkan pada semua orang.
MC : Berarti kau punya banyak sisi lain yang
tidak semua orang lihat?
Tianxing : Tentu saja. Sama seperti kau
tidak mau menunjukkan dirimu yang duduk di sofa sambil makan cemilan tengah
malam kan?
MC : Lalu bagaimana kau menghadapi
kemunduran?
Tianxing : Kau harus menjadi man
of the rain dan penguasa cuaca yang baik.
Di tengah badai, kau harus menjadi seperti orang dewasa. Dalam cuaca yang
indah, kau harus seperti anak kecil.
Dan
apa yang Tianxing katakan itu, sangat berkesan pada Xiao’en. Dan kalimat itu,
seperti memberi kekuatan bagi Xiao’en untuk menghadapi permasalahannya.
End
“Setiap kali aku dalam suasana hati
yang buruk, aku hanya harus menatapnya, merasa seperti orang seperti itu bisa
benar-benar ada di dunia, yang akan memberi aku kenyamanan. Hanya saja…,”
ucapan Xiao’en terhenti dan teringat di saat Tianxing terbaring tidak berdaya,
“Dalam waktu yang paling sulit, aku sadar kalau aku tidak bisa melakukan apapun
untuknya.”
“Kapan Aoran membutuhkanmu untuk
melakukan sesuatu untuknya?” heran Qingfeng.Dia tidak tahu kalau yang di
bicarakan oleh Xiao’en adalah Tianxing dan bukannya Aoran.
Xiao’en juga tidak mau repot
menjelaskan dan menyuruh Qingfeng untuk menanggapnya hanya menceritakan kisah
di kehidupan sebelumnya. Dia berutang pada Aoran dan segera harus membayarnya.
Kalau nggak, ngapain dia masuk kemari (dunia novel)?
Qingfeng beneran tidak mengerti
apapun yang Xiao’en katakan. Dia terang-terangan menyebut Xiao’en aneh. Xiao’en
tidak tersinggung dan malah menyuruh Qingfeng untuk menganggapnya seperti orang
yang datang dari luar angkasa.
Gantian Xiao’en yang menginterogasi.
Dia mau tahu alasan Qingfeng menyukai Chuchu. Jawaban Qingfeng sudah bisa di
tebak. Alasannya karna Chuchu orang yang berpedulian, hangat, ramah, perhatian,
anggun dan bijaksana. Dan juga selalu memikirkan orang lain.
“Alasan itu tidak penting. Karna penulis
yang ingin kau naksir padanya, makanya kau suka padanya,” ujar Xiao’en.
Perkataan yang tidak bisa di mengerti oleh Qingfeng.
Karna membahas mengenai Aoran, Xiao’en
jadi ingin tahu apakah Tianxing di dunia nyata, baik-baik saja?
--
Dan jawabannya… tidak. Dia seperti
terabaikan. Dokter penting lebih di fokuskan untuk merawat tn. He yang tidak
sadarkan diri. Hm, tapi istrinya, ibu dari Mingli dan Tianjian, tidak peduli
pada keadaan tn. He. Dia malah lebih bahagia dengan kondisi tn. He sekarang
ini, karna yang menurutnya lebih patuh padanya.
Mingli juga sama gilanya seperti ibunya. Dia
tidak peduli pada keadaan tn. He sama sekali. Dia dan ibunya lebih fokus untuk
mencari tn. Wei, pengacara yang membantu tn. He menyusun surat wasiat. Sampai
sekarang, mereka belum menemukannya.
Dan karna itu, Mingli memberikan perintah
untuk ibunya. Sampai dia menemukan surat wasiat tn. He, ibunya harus menjaga
tn. He. Jangan sampai dia mati!
Mingli juga memberi perintah pada Qiaozhi
untuk mencari tahu siapa orang yang mengambil barang-barang yang di pakai
Tianxing hari itu.
--
Chuchu di lobby perusahaan membagikan kertas
pada para karyawan. Dia meminta mereka menulis doa mereka untuk He Tianxing di
kertas itu dan tempelkan di dinding khusus yang sudah di siapkannya : “Area
Doa.” Bahkan dia meminta kerelaaan mereka untuk melipat bangau kertas. Semuanya
akan di kumpulkan dan di kirimkan ke kamar rumah sakit Tianxing. S
Dan tentu saja, apa yang di lakukan Chuchu
mendapatkan peringatan keras dari Mingli. Dia sampai di teriak. Tapi, karna ada
tanda dari Qiaozhi kalau acara ini di lakukan oleh karyawan, Mingli tidak bisa
marah karna bisa merusak image-nya.
Walau sepele, hal itu membuat Mingli menjadi
cemas. Teringat ucapan Tianjian kalau Tianxing melakukan semuanya dari awal dan
karna itu banyak karyawan memihak Tianxing.
Karna kekhawatiran tersebut, Mingli membuat
keputusan nekat. Dia ingin melakukan PHK dengan alasan memangkas biaya dan
meningkatkan laba. Idenya di tentang keras oleh Tianjian apalagi saat tahu
Mingli ingin melakukan PHK 1/3 dari total karyawan. Dia bahkan sudah membuat
daftar nama orang yang akan di PHK.
tn. Hu juga tampaknya tidak suka dengan ide
tersebut. Tapi, tampaknya dia mulai setuju karna Mingli ingin memecat juga
direktur Sun, Zhang dan Xu. Hm, sepertinya hubungan tn. Hu dengan mereka
bertiga tidak terlalu bagus.
--
Berita mengenai Mingli yang akan melakukan
PHK sudah tersebar dan sampai ke telinga Susanna. Susanna tahu kalau itu
hanyalah alasan dan ada rencana di baliknya. Kelihatannya, Susanna sudah menyiapkan
sesuatu, karna dia tidak takut dan akan menunggu untuk melihat apa yang Mingli
bisa lakukan padanya.
Susanna memiliki sebuah amplop. Sepertinya,
milik Tianxing yang di incar dan di cari Mingli.
“Aku hanya mengintip ini untukmu,” ujar
Susanna, bicara sendiri. Dia membuka amplop itu dan membaca isinya.