Sinopsis
T-Drama : Lost Romance Episode 04 - 2
Images by : SET TV
Tidak lama setelah
Aoran pergi, Xiao’en mendapat pesan dari Qingfeng yang menanyakan, “Apa kau senang hidup dengan orang yang kau
sukai?”
“Sebenarnya, dia bukan
orang yang ku suka. Dia lebih seperti target strategisku,” pikir Xiao’en, “Tapi
tidak ada bedanya juga sih.”
Xiao’en memutuskan
untuk menelpon Qingfeng untuk berterimakasih. Dia bahkan memanggil Qingfeng
dengan sebutan “Maha Guru.” Qingfeng senang karna nada suara Xiao’en terdengar
bahagia. Dan juga, dia masih merasa ada kesalahpahaman antara Xiao’en dengan
Aoran. Walaupun Aoran tampak dingin dan sulit di dekati, tapi sebenarnya Aoran
sangat baik. Dan dia berharap Aoran bisa menyelesaikan kesalahpahamannya
mengenai Xiao’en.
Xiao’en beneran terharu
dengan semua ucapan Aoran yang mendukungnya, “Terimakasih. Kau adalah teman
yang berharga.”
Xiao’en mengucapkan
rasa terimakasihnya dengan mata berkaca-kaca dan Qingfeng tentu tidak tahu itu.
Qingfeng menyuruh Xiao’en untuk memanfaatkan kesempatan yang sudah di
berikannya. Xiao’en sebagai bentuk terimakasihnya mengizinkan Qingfeng kalau
mau konsultasi mengenai Chuchu.
Selesai teleponan
dengan Qingfeng, Xiao’en mulai merasa kalau Qingfeng adalah orang yang manis
dan penuh perhatian. Dan itu membuatnya jadi ingin mendukungnya. Kenapa ya?
Tidak mau berpikir
lebih banyak, Xiao’en memutuskan untuk mandi dan kemudian tidur. Dan dia baru
tersadar kalau kopernya masih tertinggal di kamar mandi atas. Dengan langkah
santai, Xiao’en pergi ke lantai atas. Eit, tapi kan Aoran sudah memperingatinya
untuk tidak ke atas.
Walau begitu, Xiao’en
tetap nekat. Dia berdiri di dekat tangga berteriak dan meminta maaf untuk naik
ke atas karna kopernya ketinggalan. Tidak ada jawaban sama sekali. Jadinya,
Xiao’en masuk diam-diam. Dia bahkan melihat-lihat isi kamar Aoran dan bahkan
menghirup aroma parfum ruangan (eh, kayaknya itu parfum ruangan yang sama yang
di pakai Tianxing lho).
Puas melihat-lihat,
Xiao’en segera mengambil kopernya yang ada di depan kamar mandi. Srrr, dan terdengarlah suara shower menyala.
Aoran lagi mandi. Dan terjadilah pergumulan batin. Ada dua bisikan yang mulai
terdengar : mengintip atau kembali ke kamar.
Dan keputusannya
adalah…
Mengintip! Xiao’en
membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci dan menjulurkan kepalanya. Dia
tersenyum melihat tubuh Aoran yang lagi mandi. Saking terlenanya, dia sampai
tidak sadar dan akhirnya ketahuan sama Aoran.
--
Tentu saja, Aoran
langsung membawanya ke ruang tamu dan memarahinya habis-habisan! Dia kan sudah
bilang tidak boleh masuk ke dalam kamarnya! Kenapa masih masuk?! Xiao’en yang
ketakutan, tanpa di suruh sudah langsung berlutut duluan sambil memegang kedua
telinga, seolah di hukum. Aoran semakin kesal, emangnya, Xiao’en kira, dengan
berlutut, dia akan memaafkannya gitu?! Bangun!!
“Berikan ponselmu!”
perintah Aoran dengan amarah tertahan.
Xiao’en tersinggung
karna perintah itu sama saja dengan Aoran menuduhnya mengambil fotonya. Dia
menolak memberikannya karna dia bukan tipe orang yang Aoran pikirkan. Aoran
memaksa dan menyebut Xiao’en sebagai orang yang tidak tahu etika. Mana ada
seorang wanita terhormat yang mengintip pria mandi kecuali Xiao’en. Dan siapa
yang berani menjamin kalau Xiao’en tidak mengambil foto bugilnya dan
menggunakannya nanti untuk mengancamnya?
Xiao’en kesal dan akhirnya
memberikan ponselnya untuk di periksa. Dan memang tidak ada foto Aoran sama
sekali.
“Betul sekali. Wanita
terhormat tidak akan megintip pria yang sedang mandi. Tapi, apakah aku wania
yang terhormat? Tidak, aku wanita yang sial! Aku sangat sial hingga bosku
memecatku meskipun aku melakukan pekerjaan dengan sangat baik. Aku sangat sial
hingga aku datang kemari untuk menjadi pembantu rumah tangga dan menjadi
sasaran bos ku. Aku sangat sial saat aku sampai di sini, aku meletakkan koperku
di kamar mandi emas itu karna aku sedang memperbaiki. Ketika bosku berjalan
telanjang di kamar mandi, apakah dia melihat koperku? Dia melihatnya! Siapapun
yang punya mata, tidak mungkin tidak melihatnya. Apakah dia berpikir untuk memberitahuku?
Apakah dia memikirkan bagaimana bisa aku bertahan hidup tanpa koperku malam
ini? Tidak! Karena semua yang dia pikirkan adalah dirinya sendiri!!” ujar
Xiao’en, balas mengintimidasi Aoran.
“Meski begitu, kau
tetap saja mengintip! Kau sudah mengintip dan sekarang malah membuat begitu
banyak alasan. Bagaimana bisa ada wanita yang begitu tidak tahu malu?!”
“Karna aku tidak punya
orang tua yang mengajarkanku, okay?” balas Xiao’en. Dan Aoran tidak menangkap
maksud dari perkataan itu adalah Xiao’en tidak mempunyai orang tua. “Baik, aku
memang mengintip. Aku akui aku tidak tahu malu. Tapi, kau juga bersalah.”
“Apa salahku?”
“Siapa yang menyuruh
kau begitu tampan? Kau punya karisma, otot-ototmu kencang, proporsi tubuhmu
baik dan kakimu jenjang. Bahkan jari-jari tanganmu indah daripada yang lain.
Biar ku tanya, jika itu kau, apa kau akan melihatnya? Tentu saja kau akan
melihatnya! Semua orang normal akan melakukannya. Sudahlah, aku kebetulan
melihatnya. Siapapun yang lewat yang bisa mencium bau feromon itu akan
berhenti. Menikmati pemandangan seperti itu adalah sebuah oasis di padang
pasir, kenyamanan kecil dalam kehidupan yang keras dan pahit. Hanya sedikit.
Dan kau tidak membiarkanku melihatnya? Mari kita mundur seribu langkah dan
melihatnya dari sudut berbeda. Jika kau tidak begitu tampan, tidak memiliki
tubuh seperti ini dan benar-benar gendut dengan berat lebih dari 100kg, aku
jamin aku tidak akan mengintip!” jelas Xiao’en panjang lebar.
Hm, Aoran mau marah.
Tapi penjelasan Xiao’en tadi sama saja seperti memujinya begitu sempurna. Jadi,
gimana mau marah ya?! Akhirnya, dia memutuskan membiarkannya dan hanya
memperingati Xiao’en untuk tidak mengulangi perbuatannya lain kali lagi.
Setelah itu, Aoran segera pergi ke kamarnya.
Xiao’en kaget juga
karna Aoran tidak mempermasalahkannya lagi. Jadi, ya dia kembali ke kamar walau
masih dengan rasa bingung.
--
Di kamarnya, Aoran
mengingat semua penjelasan Xiao’en tadi mengenai dirinya yang begitu tampan dan
tubuh yang bagus hingga membuatnya tidak tahan untuk mengintip. Aoran tampaknya
sedikit narsis juga karna dia langsung berkaca dan tersenyum bangga.
--
Xiao’en sudah selesai
mandi dan masih dalam euforia setelah menginti Aoran mandi tadi. Dia tampak
begitu senang. Dan sekarang, karna dia sudah tinggal di rumah Aoran, dia
semakin bertekad ingin membuat Aoran jatuh cinta padanya.
--
Pagi-pagi sekali,
Xiao’en sudah bangun dan pergi ke supermarket terdekat untuk berbelanja. Dia
berencana untuk membuat sarapan demi mendapatkan hati Aoran. Karna itu, dia mulai
memikirkan mau memasak apa dan bahan apa yang harus di beli.
Eh, tapi gimana kalau
dia sudah memasak banyak makanan dan dengan dinginnya Aoran berkata, “Aku tidak
sarapan.” Yaahh, sama saja percuma. Sudahlah, daripada pusing, lebih baik dia
memasak makanan apa yang dia suka saja. Dia kan juga butuh energi untuk
mengejar hati Aoran.
--
Begitu pulang, Xiao’en
mulai memasak sarapan untuk dirinya sendiri. Dia melakukannya dengan serius dan
bersemangat apalagi ada banyak piring saji yang cantik di dapur Aoran. Dia ingin
memanjakan dirinya sendiri.
Sarapan untuk porsi 1
orang siap!! Taadaaa! Dan saatnya makan. Eh, Aoran malah datang ke dapur dan
melihat makanan Xiao’en yang terhidang di atas meja.
“Aku tahu, CEO sombong
tidak makan sarapan. Bahkan jika mereka makan sarapan, itu harus berbeda dari
apa yang biasa di sajikan. Hidangan rakyat biasa seperti ini untuk aku yang
makan,” jelas Xiao’en melihat tatapan mata Aoran. “Jangan khawatir, aku pasti
akan bersih-bersih setelah makan. Aku jamin akan sangat bersih, tidak akan ada
setitik debu atau sedikit pun bau. Akan seperti baru.”
Selagi Xiao’en
menjelaskan, dengan santainya, Aoran malah duduk di depan makanan Xiao’en. Pas
Xiao’en nanya dia mau ngapain, Aoran menjawab, “Sarapan.”
Pas Xiao’en mau protes,
Aoran malah mengingatkan kalau Xiao’en adalah pekerjanya dan dia menggajinya.
Dan ini juga rumahnya. Jadi, sarapan ini adalah miliknya. Dia bahkan
memerintahkan Xiao’en untuk mengambilkan nasi. Uwwow, berbeda dari apa yang
Xiao’en bayangkan.
Aoran mulai mencoba
makanan Xiao’en yang di sebutnya hidangan rakyat biasa. Aoran memakannya
langsung tanpa penghayatan. Hal itu membuat Xiao’en kesal di dalam hatinya
karna dia menyiapkan semua makanan itu dengan sepenuh hati untuk mendapatkan
tekstur yang sesuai, tapi Aoran makan tanpa menikmati semuanya. Saat makan
salad, Aoran malah tidak makan tomat-nya, padahal menurut Xiao’en itu adalah
jiwa dari salad. Pas minum sup, Aoran langsung meneguk dari piring alih-alih
menggunakan sendok.
Udahlah gitu, Aoran
makan tanpa berniat menawari Xiao’en sama sekali. Dan begitu selesai, Aoran
langsung pergi kerja. Yang tersisa dari sarapan itu hanyalah sebuah tomat.
Wkwkwk.
--
Aoran tiba di kantor
bersamaan dengan Qingfeng. Wajah Aoran tampak senang dan hal itu di sadari oleh
Qingfeng.
“Aku sadar kau tidak
salah. Tempatkan musuhmu di bawah pengawasanmu 24 jam tepat di depan matamu.
Itu strategi terbaik,” ujar Aoran.
“Apakah Xiao’en masih
hidup?” tanya Qingfeng, khawatir.
“Kau mikir apa?”
“Bukankah menyiksa
Xiao’en membuatmu senang?”
Aoran tidak terima
tuduhan itu. hahahaha, padahal sebenarnya ya. Pembicaraan mereka terhenti karna
suara teriakan Chuchu yang memanggil Aoran. Para pekerja yang sedang menunggu
lift juga awalnya tidak menyadari ada Aoran, jadi sadar karna teriakan Chuchu.
Chuchu berlari kecil ke
arah Aoran, tapi tepat di depan Aoran, kakinya malah terpeleset. Dan Aoran lah
yang menangkapnya, membuat wajah mereka jadi dekat. Dan pemandangan itu membuat
pekerja yang lain iri, sementara raut wajah Qingfeng tampak sedih.
Chuchu kemudian memberitahu
tujuannya mencari CEO adalah memberikan cookies
seperti yang di janjikannya. Dan dia harap Aoran akan menyukainya.
Pemandangan itu,
membuat Susanna beneran kesal. Kemana pula Xiao’en? Kalau Xiao’en sudah datang,
tidak mungkin dia membiarkan adegan di depan ini. Qiutian setuju dengannya.
--
Dan betapa terkejutnya
Susanna serta Qiutian saat tahu kabar mengenai Xiao’en yang sudah di pecat.
Susanna mendapatkan kabar itu dari petugas security yang bilang kalau Aoran
sangat marah dan langsung memecat Xiao’en kemarin. Dan dia dengar juga,
pemecatan itu ada hubungannya dengan Chuchu.
“Wanita ini beracun,”
gumam Qiutian kesal sambil menatap Chuchu (dan tidak di sadari oleh Chuchu).
Walau mereka benci pada
Chuchu, mereka harus memaksakan diri tersenyum saat Chuchu menoleh dan
tersenyum pada mereka. Susanna berkata kalau mereka harus berhati-hati pada
Chuchu atau mereka akan menjadi orang berikutnya yang di racuni Chuchu.
--
Xiao’en sedang
membersihkan dapur. Dia beneran kesal karna dia memasak semua makanan itu tapi
tidak dapat memakannya. Selesai membersihkan, Xiao’en juga merebus kain dan
kemudian menjemurnya.
Setelah itu, Xiao’en
baru memasak ulang sarapan untuk dirinya sendiri. Semangkuk mie instan.
“Siapapun yang
mentraktirku makan enak sekarang, akan ku panggil ‘papa’,” ujar Xiao’en kesal.
Dan tiba-tiba saja
ponselnya berbunyi.
“PA!” seru Xiao’en
riang setelah mendengar apa yang di ucapkan orang di telepon.