Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 06 - 1


Note :
- Tulisan warna hitam = dunia nyata
- Tulisan warna merah = dunia novel
==
Sinopsis T-Drama : Lost Romance Episode 06 - 1
Images by : SET TV
Chapter 06
Berbeda daripada yang di bayangkan pada pendemo dan Tianjian, Mingli memutuskan untuk memecat semua pendemo itu dan merekrut pekerja baru. Para pendemo jelas menjadi panik dan meminta tolong pada Tianjian.

Tianjian segera mengikuti Mingli yang masuk ke dalam gedung dan meminta agar di berikan waktu untuk mendengarkannya. Melihat nada bicara Mingli, Tianjian bisa menduga kalau Mingli marah padanya. Apa salahnya? Dia kan hanya ingin membantu menyelesaikan masalah ini. Ucapan Tianjian di tanggapi negatif sama Mingli, yang mengira Tianjian menyebutnya sebagai orang yang membuat masalah di perusahaan.

Tianjian tetap berbicara dengan baik dan mengingatkan kalau mereka adalah keluarga. Mingli malah membalas fakta kalau semua orang tahu dia selalu bertentangan dengan Tianxing, dan apa yang Tianjian lakukan ini, apa artinya Tianjian berada di pihak Tianxing?
“Ya Tuhan, kau sudah keluar dari topik. Aku tahu kau membenci He Tianxing, tapi kau tidak bisa menolak fakta kalau sebagian besar dari pekerja kita lebih menyetujuinya menjadi Ketua. Kau, dengan melakukan hal seperti ini sekarang, ingin menyingkirkan semua pekerjaan baik Tianxing dan menentang semua pekerja --- apa ada bagusnya? Kita belum pernah menangani pemogokan sebelumnya, tapi setidaknya kita tahu cara meniru seseorang, bukan? Kenapa He Tianxing bisa melakukannya, tapi kita tidak bisa?” kemukakan Tianjian.
Pembicaraan mereka terhenti dengan kehadiran tn. Hu yang baru saja datang. Dia sudah melihat dan mendengar yang terjadi. Karna itu, dia memuji Tianjian yang telah melakukan hal baik dan sudah dewasa. Tapi, yang Tianjian lakukan masih ada salahnya. Tidak seharusnya Tianjian membagikan kotak makan             dengan menggunakan nama sendiri dan bernegosiasi dengan mereka.
“Aku bukannya bernegosiasi dengan mereka. Aku hanya bicara --.:
“Mau apapun yang kau lakukan, kau harusnya tidak mengambil inisiatif begini di depan CEO. Terutama karna kau mempunyai pendapat berbeda. Coba pikirkan apa yang para pekerja akan pikirkan. Mereka akan merasa kalau HR Manager bersedia bicara dengan mereka tapi Ketua malah tidak mau mendengarkan. Bukankah itu menandakan Ketua tidak mampu, sombong dan tidak ada empati?” ujar tn. Hu, yang terdengar memihak Mingli (hmm. Agak ambigu nih sikap tn. Hu. Padahal dia yang menyarankan Tianjian kemarin. Apa niatnya tulus atau mau mengadu domba keluarga He ya?)
Mingli sebenarnya tidak berpikir terlalu jauh mengenai sikap Tianjian yang akan berefek padanya. Tapi, setelah medengarkan pendapat tn. Hu, Mingli semakin tidak menyukai Tianjian. Dia memutuskan untuk tetap pada pendiriannya.
--


Di dalam ruang kerjanya, tn. Hu menatap catur yang ada di atas meja. Dan dengan bidak kuda, dia menyingkirkan bidak raja. Sehingga posisi di papan catur menjadi bidak kuda yang berdiri di posisi raja.
--


Aoran dan Chuchu sudah sampai ke resort dan menikmati segelas kopi khas yang di sajikan oleh pemilik resort. Pemilik sendiri yang menyajikan dan menjelaskan mengenai rasa dan aroma kopi. Aoran mencobanya dan menyukai rasanya.
Chuchu kemudian mengeluarkan dokumen kontrak. Aoran yang menjelaskan bahwa itu adalah kontrak kerja sama mereka. Mereka mulai membahas kontrak tersebut. Dan kontrak akan di tandatangani besok pagi.
--

Xiao’en akhirnya sampai di resort dimana Aoran dan Chuchu berada. Dia beneran ngebut ke sana, makanya pas sampai sana, nafasnya jadi ngos-ngosan. Begitu tiba, dia langsung meminta check-in dan memberitahu kalau belum membuat reservasi. Resepsionis mulai menjelaskan kalau hanya tersisa satu kamar yang belum di pesan. Dan kamar itu adalah kamar suite dengan pemandangan gunung, ada pemandian air panas, makan malam, sarapan dan spa.
“Sempurna. Aku pesan satu kamar,” semangat Xiao’en.


“Baik. Harga nya NT$50.000. Mau di bayar dengan kartu?”
Xiao’en sampai keselek, “Nona, kalau aku tidak makan apapun dan tidak menggunakan spa maupun pemandian air panas, apa bisa lebih murah? Bisa kurang satu nol?” mohonnya.

 Eh, lagi memelas malah kelihatan Aoran dan Chuchu yang masuk kembali ke resort. Xiao’en langsung panik dan berlari menyembunyikan diri. Dia juga masih harus menelan pil pahit saat mendengar pembicaraan Aoran yang menawarkannya untuk menikmati pemandian air panas, spa atau hydrotherapy juga makan malam? Di bandingkan memilih salah satu di antara semua pilihan yang ada, Chuchu nanya apa dia bisa melakukan semuanya? Dan tentu saja Aoran menyanggupi.
Xiao’en yang cemburu akhirnya nekat memesan 1 kamar yang harganya mahal tersebut.
--


Kamar Chuchu dan Aoran ada di lantai 2 dan bersebelahan. Sebelum masuk, Chuchu terus saja memasang senyum malu-malu pada Aoran (kok, malah kesannya kayak mau menggoda sih). Aoran menanggapi senyum itu dan mengajak Chuchu untuk makan malam bersama jam 7.30.

Begitu Aoran dan Chuchu sudah masuk ke dalam kamar, Xiao’en muncul sambil di ikuti petugas resepsionis yang memohon Xiao’en untuk tidak ke lantai atas karena lantai itu sudah di booking semuanya dan kamar Xiao’en juga bukan di lantai itu.
“Aku sudah menghabiskan banyak uang. Aku hanya mau melihat-lihat,” bisik Xiao’en dan menempelkan telinga di daun pintu kamar Aoran.
Petugas masih terus membujuk Xiao’en untuk turun, tapi Xiao’en terus menolak dengan alasan ingin melihat-lihat pemandangan. Padahal, Xiao’en hanya ingin tahu yang mana kamar Aoran dan Chuchu, jadi dia terus menempelkan telinga ke setiap daun pintu untuk menguping.
“Nona, tolong jangan begini. Kau bisa mengganggu tamu lain--,” bisik petugas.
“Stt. Jika kau tidak membuat suara dan aku juga tidak membuat suara, maka tidak akan ada yang terganggu,” ujar Xiao’en, balas berbisik.
Petugas masih terus berbisik. Dan tiba-tiba terdengar suara pecahan di salah satu kamar, di ikuti suara jeritan Chuchu. Refleks, Aoran bergegas keluar kamar dan menekan bel kamar Chuchu, sementara Xiao’en dan petugas bersembunyi.

Chuchu keluar dengan menangis dan memberitahu kalau dia tadi terpeleset di kamar mandi dan memecahkan kaca. Aoran dengan perhatian melihat luka di tangan Chuchu. Chuchu juga terus menangis dan memberitahu kalau tangannya berdarah.

Jederrr! Lukanya itu cuma kayak luka di tusuk ujung jarum, kecil banget. Hanya setitik. Benar-benar setitik. Tapi, reaksi Chuchu udah macam terluka besar saja. Perhatian Aoran juga macam Chuchu udah terluka parah.

Melihat hal itu, Xiao’en segera mendorong petugas ke sana untuk membantu mereka. Dia tidak mau kalau sampai Aoran menghisap luka di jari Chuchu seperti adegan romantis pada umumnya. Karna petugas sudah muncul, Aoran meminta di bawakan kotak P3K dan meminta kamar Chuchu untuk di bersihkan.
“Bisakah kami memesan kamar baru untuknya?” tanya Aoran.
“Maaf. Kamar terakhir baru saja di booked. Kami beneran tidak ada kamar kosong lagi,” ujar petugas.
Mendengar itu, Xiao’en udah bisa membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dan tentu saja, dia tidak bisa membiarkan sesuatu itu terjadi.
--

Chuchu di bawa ke kamar Aoran dan tangannya di obati Aoran. Padahal lukanya hanya luka kecil, setitik, tapi Chuchu terus saja meringis kesakitan saat Aoran mengobatinya. (Astaga. Pengen ngakak lho. Tingkahnya itu lho, macam luka lecet atau gimana, padahal nggak).

Tidak lama, petugas yang tadi datang dan memberitahu kalau kamar di lantai paling atas sudah di rapikan dan bisa di tempati.
“Bukankah tadi kau bilang kalau kamar hotel sudah penuh?” tanya Chuchu.

“Memang begitu… hanya saja, seorang wanita yang sudah memesan kamar, tiba-tiba membatalkannya,” jelas petugas.

Dan karna itu, Chuchu tidak jadi nginap satu kamar dengan Aoran. Aoran akan menempati kamar baru, sementara Chuchu akan menempati kamarnya sekarang.
“Kamarku jauh dari sini, jadi kalau sesuatu terjadi, segera telepon aku. Mengerti?” ujarnya.
“Baik,” jawab Chuchu dengan nada riang.
--

Dan wanita yang membatalkan pesanan kamar adalah Xiao’en. Dia sampai menyesal karna kalau tahu begini, lebih baik dia membawa tenda. Dia yakin kalau malam ini akan menjadi titik balik plot cerita. Penulis pasti akan menggunakan berbagai cara apapun untuk membuat kedua peran utama tidur di kamar yang sama sepanjang malam. Eh, kalau gitu, apa gunanya dia mengorbankan kamarnya? Gimana kalau nanti ceritanya mereka berdua mabuk dan salah masuk kamar yang sama? Atau terjadi gempa bumi? Pokoknya, dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi!!!
Lagi memikirkan cara untuk bisa tetap di resort semacam malam, tiba-tiba, Xiao’en melihat sesosok pria masuk ke dalam resort. Wajahnya berubah sumringah dan langsung berlari masuk kembali sambil membawa kopernya.

Petugas yang sama, kaget karna Xiao’en masuk kembali sambil berteriak kalau dia mencari seseorang. Petugas tidak bisa membiarkannya masuk karna Xiao’en tidak tinggal di resort ini. Xiao’en tidak peduli dan terus saja berlari di sekeliling resort mencari seseorang. Petugas udah sampai ngancam akan telepon polisi, tapi Xiao’en tetap tidak peduli.

Terakhir, Xiao’en mau masuk ke pemandian air panas pria. Dengan sigap, petugas berdiri di depan pintu dan melarang Xiao’en untuk masuk. Xiao’en akhirnya nyerah dan berbalik pergi. Yuhhu, bukan Xiao’en namanya kalau menyerah semudah itu. Begitu petugas itu lengah, Xiao’en mererobos masuk ke dalam pemandian.
“Aku sudah menemukan penyelamatku!!!” serunya riang kepada petugas.
Dan penyelamat yang di maksud adalah Qingfeng yang sedang santai menikmati berendam di air panas.
“Maha Guru Qingfeng, aku bersamamu kan?” tanya Xiao’en bahagia, sembari memberi tanda pada Qingfeng akan mengatakannya pada petugas.
Wkwkwkw, Qingfeng sampai kaget dengan Xiao’en yang nggak ada malu-malunya. Walau begitu, dia tetap menolong Xiao’en. Dan dengan begitu, Xiao’en di izinkan untuk tetap berada di dalam resort.
--

Pada akhirnya, Xiao’en menginap di kamar Qingfeng. Aku juga nggak tahu apa yang terjadi pada pergelangan tangan Xiao’en, tapi dia terus menggaruk tangannya yang sangat gatal dan ada bengkak gitu, sepertinya kena gigit serangga. Qingfeng menyadari itu dan memberikan obat salep untuk di gunakan Xiao’en.
Sambil memakai salep, Xiao’en berkomentar kalau dia tidak menyangka Qingfeng akan kemari padahal kemarin Qingfeng bilang tidak akan datang.
“Aku beneran tidak berencana untuk datang. Aoran adalah teman baikku dan aku tidak ingin menyabotase-nya. Tapi aku tidak tahu kenapa… ketika aku mau berangkat kerja pagi ini, aku teringat ketika mengantarkan Chuchu kembali ke perusahaan malam itu,” cerita Qingfeng.

“Tiba-tiba saja kau merasakan kegembiraan yang meluap. Ketika kau kemari, kau tersadar kalau kau sudah dalam perjalanan ke resort. Benar kan?” teban Xiao’en.
“Bagaimana kau bisa tahu?”
“Karna… inilah cinta. Cinta tidak punya alasan apapun.”
“Aku juga merasa kalau tidak ada alasan di balik tindakanku. Aku pasti datang kemari tanpa berpikir. Tidak peduli apa yang nantinya terjadi pada Aoran dan Chuchu, aku mau melihatnya sendiri. Dengan begitu, aku bisa menyerah,” ujar Qingfeng.
Xiao’en jadi merasa percuma Qingfeng datang kemari. Pria baik seperti Qingfeng kemari juga tidak akan merusak apapun. Qingfeng nantinya hanya akan diam-diam merestui mereka setelah mereka menyatakan perasaan satu sama lain.
Qingfeng balik tanya, untuk apa Xiao’en kemari?
“Aku kemari untuk merubah takdirku!”
“Jadi kau mengira takdir bisa di ubah?”
“Tentu saja! Selama kita saling membantu.”
Qingfeng kembali mengingatkan kalau baru sedetik yang lalu Xiao’en kan bilang dia di takdirkan menjadi orang yang diam-diam merestui mereka. Xiao’en dengan bijak menjawab kalau takdir adalah takdir dan mereka boleh berusaha merubahnya.

“Tanyakan hatimu sendiri. Siapapun yang ingin kau dukung, kau akan berjuang untuknya,” ujar Xiao’en serius sambil menarik tangan Qingfen dan meletakkan tangan itu di dada Qingfeng. “Kau memikirkan Chuchu, jadi kau datang kemari. Aku memikirkan mengenai CEO yang sombong, jadi aku menggerakkan kakiku kemari. Benar bukan?” lanjutnya.

Tapi, sesuatu yang aneh di rasakan Qingfeng di saat Xiao’en memegang tangannya dan menyuruhnya menanyakan hatinya sendiri. Hatinya merasakan sesuatu yang asing.
--

Makan malam Aoran dan Chuchu di lakukan di taman yang luas dengan keduanya memakai baju yukata. Senyum Chuchu begitu sumringah melihat hidangan di depannya. Dia meraih sendok dan garpunya, bersiap untuk makan. Tapi, seolah menyadari sesuatu, dia meletakkan kembali sendok  dan garpunya dan senyumnya menghilang.
“Ada apa?” tanya Aoran, heran.
“Maaf, aku hanya seorang asisten. Aku harusnya membiarkanmu makan duluan.”
Ucapan itu malah membuat Aoran teringat dengan Xiao’en yang malah sangat berbeda dengan Chuchu. Di saat Chuchu merasa tidak sopan makan bersama dengan Aoran yang adalah CEO, Xiao’en sebaliknya. Dia malah meminta untuk bisa makan di meja makan yang sama dengan Aoran. Dia mau mereka makan bersama.
“Tidak apa-apa. Jangan pedulikan itu,” ujar Aoran pada Chuchu.
“CEO, kau baik sekali!” ujar Chuchu terseyum lebar.

Di saat mau mulai makan, Aoran kembali teringat pada Xiao’en. Dia ingat sarapan mereka pagi ini yang terasa sangat mengasyikan karna saling berebut makanan. Cara makan Xiao’en dan Chuchu juga sangat berbeda. Chuchu makan dengan elegant dan merasa malu saat Aoran menatapnya yang sedang makan, sangat berbeda dengan Xiao’en yang tidak malu menatapnya saat sedang makan.
“Jangan lihat. Aku tidak menggemaskan ketika makan,” ujar Chuchu.

“Jangan khawatir, kau terlihat lebih baik daripada orang lain,” jawab Aoran. Dan tentu kita tahu kalau orang lain yang di maksud adalah Xiao’en.
Chuchu meminta pada Aoran selesai makan, ada tempat yang ingin di kunjunginya. Apa Aoran mau menemani? Dan dengan senang hati, Aoran menyanggupi.
--


Qingfeng memanggil petugas resepsionis dan protes mengenai bed single yang di sediakan. Petugas menjelaskan kalau Xiao’en bilang akan istirahat di kamar Qingfeng malam ini dan memintanya untuk merapikan kamar tidur. Apa dia salah?
“Benar benar benar! Kau benar sekali,” jawab Xiao’en antusias. “Pelayanan mu luar biasa! Ketika aku check-out, aku akan memberimu 5 bintang. Aku akan meminta bos menaikkan gajimu.”
“Terimakasih. Semoga malam Anda berdua menyenangkan,” jawab petugas itu, sumringah.


Setelah petugas itu keluar, Aoran mengomentari Xiao’en yang entah jenius atau idiot. Xiao’en berusaha mati-matian menghentikan Chuchu dan Aoran menghabiskan malam di kamar yang sama, tapi kenapa malah tidak menghentikan mereka berbagi tempat tidur?
“Jika aku menghentikan ini, aku akan jadi makanan nyamuk!” jawab Xiao’en.
Qingfeng hanya bisa menghela nafas panjang. Xiao’en malah dengan santai menyuruh Qingfen menganggap ranjang itu sebagai ranjang militer saja. Anggap ini persahabatan dua tentara. Kawan harus saling membantu dalam menghadapi masalah.
“Apakah kau benar-benar tidak memiliki rasa bahaya?”
“Itu karna aku merasakan bahaya yang kuat, jadi aku takut untuk melangkat menjauh dari medan perang. Kau harus tahu, pengembangan hubungan karakter utama terjadi dalam hitungan menit. Plus, aku akhirnya masuk resort ini. Aku tidak akan pergi.”

Qingfeng memutuskan kalau dia saja yang akan pergi dan mencari tempat lain untuk menginap. Tanpa malu, Xiao’en malah menyerahkan koper Qingfeng. Qingfeng sudah mau pergi, tapi baru tersadar ada yang tidak benar. Ini kan kamarnya dan dia yang memesan, kenapa dia yang pergi.

“Lihat itu!!” teriak Xiao’en panik melihat sesuatu di jendela.
Qingfeng awalnya heran, tapi wajahnya juga berubah panik begitu melihat yang Xiao’en lihat. Di bawah sana, terlihat Aoran dan Chuchu yang sedang berjalan bersama. Keduanya langsung berlari ke bawah dan menguntit mereka.
--

Chuchu membawa Aoran memasuki hutan. Dan semakin mereka masuk, suasana semakin gelap. Aoran mulai cemas, tapi Chuchu tidak menyadari itu. Chuchu malah dengan riang memberitahu kalau resepsionis bilang ada sungai kecil di sekitar 20meter dari sana dan di sana ada banyak kunang-kunang. Wajah Aoran semakin cemas. Walau begitu, dia tetap memaksakan diri menemani Chuchu.
Tanpa di sadari oleh mereka berdua, Qingfeng dan Xiao’en ada di belakang mereka. Xiao’en berkomentar sinis mengenai Aoran yang takut gelap dan pasti sudah gemetaran, tapi malah bertingkah sok berani demi mendapatkan Chuchu.

“Kau tidak tahu apa yang dia alami di masa lalu. Jangan membuat komentar kasar seperti itu,” peringati Qingfeng, tegas dan serius.

Akhirnya mereka sudah semakin dekat dengan sungai yang di maksud. Sudah terdengar suara aliran air. Chuchu sangat bersemangat karna mereka semakin dekat dan dia mulai berlari untuk mencari aliran sungai tersebut. Dia mau mencari kunang-kunang yang kata orang-orang biasanya bersembunyi di bawah daun.
Xiao’en dan Qingfeng yang cemas karna tahu Aoran takut gelap, makanya Aoran tidak mengikuti Chuchu lagi. Chuchu kembali dengan ekspresi kecewa karna tidak menemukan kunang-kunangnya.
“Ku rasa mungkin karna cahaya kita terlalu terang jadi mereka bersembunyi. Bisakah kita mematikan lampunya?” pinta Chuchu.


Aorang beneran takut gelap, tapi dia memaksakan diri sendiri untuk mematikan nyala lampu yang di bawa nya. Chuchu juga tidak peka dan lari begitu saja, kembali mencari kunang-kunang. Qingfeng dan Xiao’en juga mematikan lampu mereka agar tidak ketahuan.
Suasana gelap gulita. Benar-benar gelap. Hal yang sangat di takuti Aoran. Xiao’en dan Qingfeng juga khawatir karna mereka menyadari hal tersebut.



Aoran menutup matanya rapat. Dia sudah hampir kolaps, tapi kenangan kemarin malam dengan Xiao’en kembali terlintas di benaknya. Dia ingat saat Xiao’en ada di sisinya sepanjang malam dan tidak pergi sama sekali. Saat dia menggenggam tangan Xiao’en.

“Cinta sangat kuat. Semua lampu di rumah harus menyala, tapi sekarang dia bisa mematikan lampu di hutan untuk melihat kunang-kunang,” uajr Xiao’en terdengar sedih, tanpa menyadari kalau hal yang membuat Aoran kuat berdiri di tengah kegelapan saat ini adalah karna kenangan bersamanya.
Qingfeng menatap Xiao’en yang terdengar sedih.

Perhatian mereka teralihkan saat terdengar suara teriakan Chuchu yang memanggil Aoran karna sudah menemukan kunang-kunangnya. Dan kali ini, Aoran tidak bisa melawan ketakutannya, dia menyalakan lampu dan mengajak Chuchu untuk kembali karna hari sudah larut.

Perjalanan kembali tidak membuat Xiao’en merasa gembira. Qingfeng sangat khawatir melihatnya yang tidak ceria.
Chuchu terus bercerita pada Aoran mengenai kunang-kunang yang mati begitu cepat dan rapuh. Aoran tampaknya tidak suka mendengar cerita mengenai kunang-kunang karna dia jadi tidak fokus berjalan. Walau hampir terjatuh, Aoran tetap menatap Chuchu dengan lembut.

Xiao’en melihat tatapan tersebut dan teringat tatapan Aoran padanya. Jauh berbeda. Tatapan Aoran padanya adalah tatapan amarah dan penuh rasa curiga. Entah kenapa, hal itu membuat Xiao’en menjadi semakin sedih. Dan karna itu, dia menjadi tidak bersemangat mengikuti Aoran dan Chuchu lagi.
“Apa gunanya mengikuti lagi? Cinta sejati bisa memberinya keberanian. Apa yang bisa ku berikan padanya?”
“Apa yang ingin kau berikan padanya? Bukankah kita datang untuk merusak hubungan mereka? Kenapa kau mengkhawatirkan Aoran saja?” balas Qingfeng.
Pertanyaan yang membuat Xiao’en semakin murung.
Di tengah perjalanan, Chuchu melihat beberapa kunang-kunang. Dia segera berlari ke sana dan berkata akan menangkap beberapa kunang-kunang untuk di perlihatkan pada Aoran. Aoran mencegahnya, tapi Chuchu sudah lari.


Arrggh!!! Terdengar suara teriakan Chuchu. Aoran langsung menjatuhkan lampunya dan berlari ke arah suara Chuchu. Qingfeng dan Xiao’en juga mendengarnya dan segera berlari ke sumber suara.
Chuchu jatuh ke bawah tebing dan berteriak heboh meminta tolong. Aoran berhasil menangkap tangannya tapi dengan kekuatannya sendiri, sulit menarik Chuchu ke atas. Chuchu juga terus berteriak ‘tolong’ – ‘tolong’. Dan dengan sepenuh kekuatannya, Aoran berhasil menarik Chuchu ke atas.
Tapi, di saat dia mengangkat kepalanya, di depan matanya ada sekumpulan kunang-kunang dan hal itu membuatnya pingsan. Qingfeng dan Xiao’en tiba di sana. chuchu masih shock dan terus menangis padahal di sampingnya, Aoran pingsan.
“Apa yang terjadi?” tanya Qingfeng pada Chuchu.


Xiao’en lebih fokus pada Aoran yang pingsan. Dia berteriak pada mereka berdua untuk segera menelpon ambulans. Xiao’en benar-benar panik dan ketakutan. Dia menangis dan terus berteriak memanggil nama Situ Aoran agar bangun. Tidak ada respon sama sekali. Qingfeng juga sudah menelpon ambulans.
--

Mingli mendapat laporan dari Qiaozhi kalau kondisi ‘dia ‘ kritis dan para dokter rumah sakit saat ini berusaha menyelematkannya, tapi situasinya tidak optimis.
--

Susanna juga panik dan langsung memerintahkan Jason untuk membawanya ke rumah sakit.
--


Xiao’en masih terus memanggil nama Situ Aoran dan memintanya sadar. Sekarang, di dalam kepala Xiao’en hanya terus terbayang saat Tianxing dalam keadaan koma dan menggenggam tangannya.
Xiao’en yang takut kalau Aoran akan berakhir sama seperti Tianxing, berusaha dengan kekuatannya sendiri membawa Aoran keluar dari hutan.
“Zheng Xiao’en!” teriak Qingfeng, melihat apa yang hendak Xiao’en lakukan. “Ambulans sudah dalam perjalanan!”
--

Mingli tiba di rumah sakit dan di sambut oleh tangisan Ibunya dan Tianjian. Kondisi tn. He tiba-tiba memburuk dan dokter sedang berusaha menyelamatkannya. Suster menyuruh agar pihak keluarga keluar dari ruang pasien.
Ibu terus menangis dan meminta para dokter berhenti menyelematkan tn. He karna tn. He baginya, terlihat menderita.
“Jangan berhenti!” teriak Mingli.
“Kak, lihat Ayah! Bagaimana kau bisa tahan melihatnya seperti ini?” marah Tianjan.
Mingli terdiam dan melihat kondisi tn. He, “Tidak, aku menginginkannya. Ayah belum bisa mati.”
“He Mingli!!” teriak Tianjian.

“Aku tidak peduli metode apa yang kalian gunakan. Ayahku tidak boleh mati!!! Lakukan sesuatu!” teriak Mingli pada para dokter.
Dan dokter memerintahkan kepada suster untuk memasangkan ECMO (alat dukungan hidup).
--

Susanna tiba di rumah sakit yang merawat Tianxing. Dokter menjelaskan kalau Tianxing sempat berhenti bernafas tapi untungnya segera teratasi. Dan sekarang, Tianxing baik-baik saja. Susanna beneran lega mendengarnya.


Post a Comment

Previous Post Next Post